Kategori
007. BAB SUJUD SAHWI, TILAWAH DAN SYUKUR B. KITAB SHALAT (IBANAH AL-AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 283 : ANJURAN SUJUD SYUKUR

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB SUJUD SAHWI, SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

HADITS KE 283 :

وَعَنْ أَبِي بَكْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ( كَانَ إِذَا جَاءَهُ أَمْرٌ يَسُرُّهُ خَرَّ سَاجِداً لِلَّهِ ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ

Dari Abu Bakrah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bila menerima kabar gembira beliau segera sujud kepada Allah Diriwayatkan oleh Imam Lima kecuali Nasa’i

HADITS KE 284 :

وَعَنْ عَبْدِ اَلرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ رضي الله عنه قَالَ : ( سَجَدَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَأَطَالَ اَلسُّجُودَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَقَالَ : إِنَّ جِبْرِيلَ آتَانِي فَبَشَّرَنِي فَسَجَدْت لِلَّهِ شُكْرًا ) رَوَاهُ أَحْمَدُ وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ

Abdul Rahman Ibnu Auf Radliyallaahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah sujud beliau melamakan sujud itu setelah mengangkat kepala beliau bersabda: Sesungguhnya Jibril datang kepadaku dan membawa kabar gembira maka aku bersujud syukur kepada Allah Riwayat Ahmad dan dinilai shahih oleh Hakim

HADITS KE 285 :

وَعَنْ اَلْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم بَعَثَ عَلِيًّا إِلَى اَلْيَمَنِ – فَذَكَرَ اَلْحَدِيثَ – قَالَ : فَكَتَبَ عَلِيٌّ رضي الله عنه بِإِسْلَامِهِمْ فَلَمَّا قَرَأَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلْكِتَابَ خَرَّ سَاجِدًا ) رَوَاهُ اَلْبَيْهَقِيُّ وَأَصْلُهُ فِي اَلْبُخَارِيِّ

Dari al-Barra’ Ibnu Azib Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah mengutus Ali ke negeri Yaman Kemudian hadits itu menyebutkan: Ali lalu mengirim surat tentang ke-Islaman mereka Ketika Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam membaca surat itu beliau langsung sujud syukur kepada Allah atas berita tersebut

MAKNA HADITS :

Disyariatkan melakukan sujud syukur ketika memperoleh nikmat atau dijauhkan dari malapetaka. Inilah pendapat Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad. Imam Malik tidak mau mengakui amalan ini karena ia tidak diamalkan oleh masyarakat
Madinah. Sedangkan pendapat yang bersumber daripada Imam Abu Hanifah masih ada perselisihan pendapat. Ada kemungkinan hadis ini belum sampai kepadanya.

Nabi (s.a.w) pernah melakukan sujud ketika membaca ayat di dalam Surah Shad, lalu baginda bersabda: “Sujud ini sebagai tanda syukur kami.” Ka’ab ibn Malik (r.a) salah seorang diantara tiga orang yang tidak turut serta berperang melakukan sujud syukur ketika Allah menurunkan ayat yang menerima taubatnya. Dalam melakukan sujud syukur disyariatkan apa yang disyaratkan ketika hendak melakukan sujud tilawah.

FIQH HADITS :

1. Disyariatkan melakukan sujud syukur. Inilah pendapat Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad. Mazhab Hanafi mengatakan, tidak makruh melakukan sujud syukur dan tidak pula sunat, sedangkan Imam Malik tidak pernah mengatakannya.

2. Keutamaan membaca sholawat ke atas Nabi (s.a.w).

3. Disyariatkan mengirimkan pasukan sariyyah.

4. Taat kepada pemimpin dalam setiap keadaan yang diperintahkannya.

5. Mengajak umat manusia untuk beribadah kepada Allah dengan cara yang lemah lembut dan baik.

6. Boleh meringkaskan hadis dan hanya menyebutkan bagian yang penting saja untuk dijadikan sebagai syahid dan dalil.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
007. BAB SUJUD SAHWI, TILAWAH DAN SYUKUR B. KITAB SHALAT (IBANAH AL-AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 282 : MEMBACA TAKBIR SEBELUM SUJUD TILAWAH

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB SUJUD SAHWI, SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

HADITS KE 282 :

وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ : ( كَانَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَقْرَأُ عَلَيْنَا اَلْقُرْآنَ فَإِذَا مَرَّ بِالسَّجْدَةِ كَبَّرَ وَسَجَدَ وَسَجَدْنَا مَعَهُ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِسَنَدٍ فِيهِ لِيِنٌ

Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam selalu membacakan Al-Qur’an pada kami maka apabila melewati bacaan ayat sajadah beliau bertakbir dan sujud lalu kami sujud bersama beliau Riwayat Abu Dawud dengan sanad yang lemah

MAKNA HADITS :

Al-Qur’an mengandung berkah dan rahmat. Orang yang membacanya diberi ganjaran pahala dan orang yang mendengarkannya mendapat limpahan rahmat, kerana dia turut meresapi maknanya dan turut serta dalam amal kebaikan. Disini syariat mensunahkan pendengar untuk turut melakukan sujud tilawah jika pembaca melakukan, sebab pembaca memiliki kedudukan yang sama dengan imam dalam solat.

Sujud tilawah terdiri dari takbir iftitah. Ini telah disepakati oleh ulama. Ia turut mengandung takbir intiqal yang masih diperselisihi oleh ulama dan takbir mengangkat tubuh. Tetapi apakah seseorang itu mesti membaca tasyahhud dan salam karena diqiyaskan dengan tahlil dan tahrim seperti selesai mengerjakan solat, masalah ini masih diperselisihkan.

FIQH HADITS :

1. Melakukan takbir iftitah untuk sujud tilawah.

2. Pendengar ayat sajadah hendaknya turut melakukan sujud ketika pembaca melakukan sujud.

3. Disyariatkan duduk diantara himpunan para rekan apabila mengajarkan kepada mereka hukum-hukum yang bersumber dari al-Qur’an dan kisah umat-umat terdahulu.

Perhatian :

Di dalam Sunnah telah disebutkan doa yang dibaca ketika melakukan sujud
tilawah. Di dalam hadis Ibn Abbas (r.a) telah disebutkan bahawa Nabi (s.a.w)
dalam sujud tilawah membaca doa berikut:

اللَّهُمَّ اكْتُبْ لِي بِهَا عِنْدَكَ أَجْرًا، وَضَعْ عَنِّي بِهَا وِزْرًا، وَاجْعَلْهَا لِي عِنْدَكَ ذُخْرًا، وَتَقَبَّلْهَا مِنِّي كَمَا تَقَبَّلْتَهَا مِنْ عَبْدِكَ دَاوُدَ

Ya Allah, catatlah sujud ini sebagai pahala buatku di sisi-Mu dan jadikan ini sebagai simpananku di sisi-Mu, dan ampuni dosaku karenanya serta terimalah sujudku ini dariku sebagaimana Engkau telah menerimanya dari hamba-Mu Nabi Dawud.”

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
007. BAB SUJUD SAHWI, TILAWAH DAN SYUKUR B. KITAB SHALAT (IBANAH AL-AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 281 : HUKUM SUJUD TILAWAH

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB SUJUD SAHWI, SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

HADITS KE 281 :

وَعَنْ عُمَرَ رضي الله عنه قَالَ : ( يَا أَيُّهَا اَلنَّاسُ إِنَّا نَمُرُّ بِالسُّجُودِ فَمَنْ سَجَدَ فَقَدْ أَصَابَ وَمَنْ لَمْ يَسْجُدْ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ) رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ وَفِيهِ : ( إِنَّ اَللَّهَ] تَعَالَى [ لَمْ يَفْرِضْ اَلسُّجُودَ إِلَّا أَنْ نَشَاءَ ) وَهُوَ فِي اَلْمُوَطَّأِ

Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Wahai orang-orang kita melewati bacaan ayat-ayat sujud maka barangsiapa sujud ia telah mendapat (pahala) dan barangsiapa tidak sujud tidak mendapat dosa Diriwayatkan oleh Bukhari Dalam hadits itu disebutkan: Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan sujud kecuali jika kita menghendaki Hadits itu termuat dalam al-Muwaththa’

MAKNA HADITS :

Hukum sujud tilawah sunat, bukan wajib. Dalilnya adalah Nabi (s.a.w) dalam setengah keadaan meninggalkan sujud ini. Begitu pula yang dilakukan oleh para sahabat dimana mereka seringkali membaca ayat sajadah, namun mereka tidak melakukan sujud.
Umar al-Faruq (r.a) menetapkan bahwa tidak ada dosa bagi orang yang meninggalkan sujud ini, malah beliau turut menetapkan bahwa sujud ini bukannya fardu. Beliau berkata: “Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan sujud ini kepada kita, melainkan apabila kita menghendakinya.”

FIQH HADITS :

1. Sujud tilawah bukan fardu.

2. Diwajibkan menyempurnakan sujud tilawah bagi orang yang telah melakukannya menurut pendapat Imam Malik dan Imam Abu Hanifah. Ini karena perkara sunat akan menjadi wajib apabila telah dimulai melaksanakannya dan ini menjadikannya wajib segera disempurnakan. Dari sini istitsna’
(pengecualian) didalam sabda Rasulullah (s.a.w): “اِلَّا اَنْ نَشَاءَ” adalah istitsna’ muttasil. Dengan kata lain, kalimat sebelum illa dan yang sesudahnya saling berkaitan antara satu sama lain. Menurut Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad pula, sujud tilawah tidak wajib hanya karena alasan ia telah dimulai. Ini karena berlandaskan kepada kaidah yang mengatakan bahwa perkara sunat tidak menjadi wajib hanya karena alasan ia telah dimulai. Dari sini istitsna’ yang terdapat di dalam sabda baginda: “اِلَّا اَنْ نَشَاءَ” adalah istitsna munqati’. Dengan demikian, maknanya adalah “tetapi sujud tilawah diserahkan sepenuhnya kepada kehendak kita”.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
007. BAB SUJUD SAHWI, TILAWAH DAN SYUKUR B. KITAB SHALAT (IBANAH AL-AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 280 : KEUTAMAAN SURAH AL HAJJ

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB SUJUD SAHWI, SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

HADITS KE 280 :

وعن خَالِد بن مَعْدَان رضي الله عَنْه قال: (فُضِّلَتْ سُوْرَةُ الْحَجِّ بِسَجْدَتَيْنِ) رواه أبو داود في المرَاسِيْل.
ورواه أحمد والتُّرمذي موصُولاً من حديث عُقبَة بن عَامِر، وزاد: “فَمَنْ لَمْ يَسْجُدْهُمَا فَلَا يَقْرَأْهَا” وسندُه ضعيفٌ

Dari Khalid ibn Ma’dan (r.a), beliau berkata: “Surah al-Hajj mempunyai keistimewaan karena di dalamnya memuatkan dua kali sujud tilawah.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab al-Marasil)
Imam Ahmad dan al-Tirmizi meriwayatkan hadis ini secara mawsul dari ‘Uqbah ibn ‘Amir (r.a) yang di dalamnya ditambahkan: “Barang siapa yang tidak mau melakukan sujud pada keduanya, maka dia tidak perlu membacanya.” (Sanad hadis ini dha’if)

MAKNA HADITS :

Sebagian surah al-Qur’an mempunyai keistimewaan khusus yang membuatnya menjadi lebih afdhal dibanding yang lain, antara lain ialah Surah al-Hajj. Didalam Surah al-Hajj terdapat dua ayat sajdah; pertama, pada permulaan surah dan ini telah disepakati oleh ulama; kedua, di akhir surah tetapi ini masih dipersilisihkan oleh ulama, sebagaimana yang telah diterangkan sebelum ini.

Bahkan, syariat telah mengukuhkan bahwa disyariatkan melakukan sujud pada kedua ayat dalam Surah al-Hajj tersebut hingga mengatakan: “Barang
siapa yang tidak mau sujud, maka tidak perlu membaca kedua ayat tersebut.”

FIQH HADITS :

1. Keutamaan Surah Al-Hajj karena di dalamnya terdapat dua ayat sajadah.

2. Mengukuhkan bahwa disyariatkan melakukan sujud dalam dua ayat Surah al-Hajj.

3. Tidak perlu membaca dua ayat sajadah al-Hajj bagi orang yang tidak mau melakukan sujud tilawah pada keduanya.

4. Adanya ketetapan bahwa sebagian al-Qur’an mempunyai keutamaan ke atas sebagian yang lain.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
007. BAB SUJUD SAHWI, TILAWAH DAN SYUKUR B. KITAB SHALAT (IBANAH AL-AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 278-279 : ADANYA SUJUD DALAM SURAH MUFASSHAL

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB SUJUD SAHWI, SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

HADITS KE 278 :

وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سَجَدَ بِالنَّجْمِ رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam sujud sewaktu membaca surat Al-Najm Riwayat Bukhari

HADITS KE 279 :

وَعَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رضي الله عنه قَالَ : ( قَرَأْتُ عَلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم اَلنَّجْمَ فَلَمْ يَسْجُدْ فِيهَا ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Zaid Ibnu Tsabit Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku pernah membaca surat Al-Najm di hadapan Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam namun beliau tidak sujud waktu itu Muttafaq Alaihi

MAKNA HADITS :

Disyariatkan melakukan sujud tilawah dalam surah mufassal adalah berlandaskan pendapat jumhur ulama, lain halnya dengan Imam Malik yang mengemukakan
pendapat yang berbeda dalam masalah ini. Sehubungan dengan itu, Imam Malik berkata:
“Tidak ada sujud di dalam surah mufassal.” Beliau berlandaskan pendapatnya dengan berdalil kepada amal perbuatan masyarakat Madinah antara lain Zaid ibn Tsabit (r.a) sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam hadisnya.

Sedangkan jumhur ulama berpegang dengan perkataan Ibn Abbas (r.a) karena perkataannya itu bersifat mengukuhkan dan oleh karenanya, ia mesti diutamakan ke atas yang menafikannya.

Ada pula kemungkinan Nabi (s.a.w) adakalanya melakukan sujud pada suatu waktu tertentu dan meninggalkannya pada suatu waktu yang lain yang tujuannya
untuk menjelaskan bahwa perkara itu adalah sunat sekaligus menolak sangkaan yang mengatakan itu adalah fardu. Adakalanya pula karena ada halangan yang datang secara mengejut hingga baginda tidak dapat melakukan sujud sebagaimana baginda berada dalam keadaan tidak berwudu’.

FIQH HADITS :

Adanya ketetapan melakukan sujud dalam surah mufasshal. Inilah tuntutan yang terdapat di dalam hadis Ibn Abbas (r.a) yang dijadikan pegangan oleh jumhur ulama.

Tidak ada sujud dalam surah mufasshal sebagaimana tuntutan yang terdapat di dalam hadis Zaid ibn Tsabit (r.a). Ini dijadikan pegangan oleh Imam Malik.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
007. BAB SUJUD SAHWI, TILAWAH DAN SYUKUR B. KITAB SHALAT (IBANAH AL-AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 277 : SUJUD TILAWAH DALAM SURAT SODL

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB SUJUD SAHWI, SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

HADITS KE 277 :

وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ : ( ( ص ) لَيْسَتْ مِنْ عَزَائِمِ اَلسُّجُودِ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَسْجُدُ فِيهَا ) رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ

Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu berkata: Surat Shod bukanlah termasuk surat yang disunatkan sujud tapi aku pernah melihat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam sujud ketika membacanya Riwayat Bukhari

MAKNA HADITS :

Sebagian di antara sujud tilawah memiliki hukum sunat yang lebih dikukuhkan ke atas sebagian yang lain. Setiap ayat yang di dalamnya disebutkan perintah sujud atau anjuran untuk sujud, maka hukumnya lebih kuat daripada yang lain. Inilah yang dinamakan ‘aza’im al-sujud. Manakala ayat-ayat yang di dalamnya tidak terdapat perintah sujud dan tidak pula wujud anjuran melakukannya sebagaimana ayat sujud dalam Surah Shad, maka itu sekadar memberitakan tentang sujud taubat Nabi Dawud dan kita hendaklah turut melaksanakan sujud sebagai tanda syukur.

FIQH HADITS :

Melakukan sujud dalam Surah Shad tidak termasuk sujud muakkad menurut Imam al-Syafi’i rahimahullah. Sedangkan menurut jumhur ulama, ayat ini termasuk kedalam sujud tilawah yang dikukuhkan oleh Nabi (s.a.w), sebagaimana yang telah diberitakan oleh orang yang pernah melihat baginda berbuat demikian.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
007. BAB SUJUD SAHWI, TILAWAH DAN SYUKUR B. KITAB SHALAT (IBANAH AL-AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 276 : SUJUD TILAWAH

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB SUJUD SAHWI, SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

HADITS KE 276 :

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : ( سَجَدْنَا مَعَ رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي : ( إِذَا اَلسَّمَاءُ اِنْشَقَّتْ ) و : ( اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ ) ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Kami sujud bersama Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam sewaktu membawa (idzas samaaun syaqqot) dan (iqra’ bismi rabbikalladzii kholaq) Diriwayatkan oleh Muslim

MAKNA HADITS :

Dari hadis ini hukum yang berkaitan dengab sujud tilawah mulai diperbincangkan. Hadis ini
dimasukkan kedalam pembahasan bab sujud sahwi ini kerana pada bahagian judul turut disebutkan sujud sahwi dan lain-lain.

Sujud tilawah (bacaan al-Qur’an) disyariatkan bagi orang yang membaca dan yang mendengarkannya. Hukumnya sunat menurut pendapat jumhur ulama sedangkan menurut mazhab Hanafi wajib, tetapi bukan fardu. Untuk melakukan sujud tilawah disyaratkan sebagaimana syarat ketika hendak mengerjakan solat, yaitu dilakukan dalam keadaan suci dan menutup aurat. Inilah pendapat jumhur ulama. Pendapat janggal selain itu tidak perlu diambil. Masalah sujud ini dalam surah mufassal yang memuatkan anjuran sujud masih diperselisihkan perinciannya dan kami akan segera menyebutnya dalam pembahasan berikut.

FIQH HADITS :

Adanya ketetapan melakukan sujud tilawah dalam surah mufassal bagi orang yang membaca dan yang mendengarkannya di luar ataupun di dalam solat sujud tilawah ini menurut jumhur ulama hukumnya sunat, sedangkan menurut Imam
Abu Hanifah wajib. Sujud ini menurut jumhur ulama sunat hukumnya bagi orang yang membaca dan yang mendengarkannya. Dengan arti kata lain, apabila pembaca sujud, maka pendengar pula dikehendaki turut melakukan sujud bersamanya. Jika pembaca tidak sujud, maka pendengar pun tidak perlu
melakukan sujud tilawah.

Imam Ahmad mengatakan bahwa tempat untuk sujud tilawah ada lima belas ayat seperti berikut ini:

1. Dalam Surah al-A’raf ayat 206.
2. Dalam Surah al-Ra’d ayat 15.
3. Dalam Surah al-Nahl ayat 49 dan ayat berikutnya.
4. Dalam Surah al-Isra’ ayat 107 hingga ayat 109.
5. Dalam Surah Maryam ayat 58.
6. Dalam Surah al-Hajj ayat 18:
7. Dalam Surah al-Hajj ayat 77.
8. Dalam Surah al-Furqan ayat 60.
9. Dalam Surah al-Naml ayat 25-26.
10. Dalam Kesepuluh, dalam Surah al-Sajdah ayat 15.
11. Dalam Surah Shad ayat 24.
12. Dalam Surah Fussilat ayat 37.
13. Dalam Surah al-Najm ayat 62.
14. Dalam Surah al-Insyiqaq ayat 21.
15. Dalam Surah al-‘Alaq ayat 19.

Mazhab Hanafi mengatakan bahwa tempat-tempat untuk melakukan sujud tilawah ada empat belas. Mereka menggugurkan ayat yang kedua dari Surah al-Hajj ayat 77. Sehubungan dengan ayat tersebut mereka mengatakan bahwa
ayat itu ‘azimah, yakni mengandung makna solat, bukan sujud sunat.

Imam al-Syafi’i mengatakan bahwa jumlah ayat sujud tilawah ada empat belas, yaitu dengan menggugurkan sujud dalam Surah Shad. Beliau mengatakan bahwa ayat ini mengandung maksud sujud syukur, bukan sujud tilawah.

Imam Malik mengatakan, tempat-tempat untuk sujud tilawah ada sebelas, tiada satu ayat pun dari surah mufasshal yang mengandung makna sujud tilawah, sedangkan ayat yang kedua dari Surah al-Hajj ayat 77 telah digugurkan.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
007. BAB SUJUD SAHWI, TILAWAH DAN SYUKUR B. KITAB SHALAT (IBANAH AL-AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 275 : BOLEHKAH SUJUD SAHWI BERULANG-ULANG

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB SUJUD SAHWI, SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

HADITS KE 275 :

وَعَنْ ثَوْبَانَ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( لِكُلِّ سَهْوٍ سَجْدَتَانِ بَعْدَمَا يُسَلِّمُ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ

Dari Tsauban dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda: Setiap kali lupa itu diganti dengan dua sujud setelah salam Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dengan sanad lemah

MAKNA HADITS :

Melihat tujuan utama dibalik syariat sujud sahwi ini adalah untuk membuat syaitan merasa kesal dan menzahirkan ketaatan seorang hamba kepada Allah Yang Maha Pemurah, maka cukuplah dua kali sujud dilakukan untuk menutupi semua jenis kealpaan itu. Sujud sahwi tidak berulang2, meskipun hal-hal yang menyebabkan untuk melakukan sujud sahwi itu bilang, sebab Nabi (s.a.w) pernah salam dan berbicara serta berjalan karena lupa, tetapi baginda tidak sujud kecuali hanya dua kali saja, sebagaimana apa yang telah disebutkan dalam hadis Dzu al-Yadain. Inilah pendapat jumhur ulama, sebab mereka berlandaskan kepada amalan Nabi (s.a.w) dalam hadis tersebut. Adapun hadis Tsauban ini, maka ia tidak boleh dijadikan alasan untuk menyangkal pendapat jumhur ulama melihat kedudukan hadis ini yang dha’if.

FIQH HADITS :

Makna zahir hadis ini menunjukkan bahwa sujud sahwi dilakukan secara berulang kali dengan adanya kealpaan yang dilakukan secara berulang dalam solat, karena satu kealpaan dengan yang lain tidak dapat dimasukkan kepada yang lain menjadi satu. Sedangkan menurut jumhur ulama, sujud sahwi tidak dilakukan secara berulang meskipun kealpaan itu berulang, melainkan satu sama lain dapat digabungkan menjadi satu kali sujud sahwi meskipun kealpaan itu lebih daripada satu kali, apalagi jika kealpaan itu hanya satu kali.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
007. BAB SUJUD SAHWI, TILAWAH DAN SYUKUR B. KITAB SHALAT (IBANAH AL-AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 274 : KEWAJIBAN MAKMUN MENGIKUTI IMAM

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB SUJUD SAHWI, SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

HADITS KE 274 :

وَعَنْ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( لَيْسَ عَلَى مَنْ خَلَفَ اَلْإِمَامَ سَهْوٌ فَإِنْ سَهَا اَلْإِمَامُ فَعَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ خَلْفَهُ ) رَوَاهُ اَلْبَزَّارُ وَالْبَيْهَقِيُّ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ

Dari Umar Radliyallaahu ‘anhu dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda: Bagi makmum itu tidak ada lupa maka jika imam lupa wajiblah sujud sahwi atas imam dan makmum Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Baihaqi dengan sanad yang lemah

MAKNA HADITS :

Imam dalam solat ibarat juru syafaat bagi para makmum dan pemimpin mereka ketika menjalankan ibadah yang paling mulia ini. Makmum wajib mengikuti imam dan haram mendahuluinya. Imam adalah orang yang bertanggung jawab di atas
segala tindakan yang dilakukannya. Dalam hadis yang lain disebutkan:

اَلْمُؤَذِّنُ أَمِيْنٌ وَالْاِمَامُ ضَمِيْنٌ

“Juru azan merupakan orang yang bersifat amanah dan imam merupakan penjamin (bagi makmumnya).”

Tidaklah heran apabila imam menanggung para makmum yang di belakangnya di atas apa yang mereka tinggalkan, sebab imam yang menjadi pemimpin mereka. Ini berlaku bagi sunat mu’akkad yang dapat ditanggung oleh imam. Namun jika itu berupa rukun solat, maka imam tidak dapat menanggungnya. Jika imam lupa kerana meninggalkan sesuatu yang dapat ditutupi dengan sujud sahwi, maka orang yang bermakmum di belakangnya wajib mengikutinya, sebab tujuan menjadikan imam adalah supaya dia diikuti.

FIQH HADITS :

1. Makmum wajib mengikuti imam.

2. Makmum hendaklah turut melakukan sujud sahwi karena kealpaan imam dan dia tidak boleh melakukan sujud untuk dirinya sendiri ketika dia masih mengikuti imam. Inilah pendapat jumhur ulama. Jika makmum berkedudukan sebagai makmum masbuq, maka menurut mazhab al-Syafi’i dia mesti melakukan sujud bersama imam meskipun dia tahu yang imam lupa ataupun tidak dan pada akhir solatnya dia mesti melakukan sujud sahwi secara sendirian.

Mazhab Hanbali mengatakan, makmum hendaklah turut melakukan sujud sahwi bersama imam baik imam melakukan sujud sebelum salam ataupun sesudahnya, namun makmum yang (masbuq) tidak dibebani melakukan sujud sendirian di akhir solatnya.

Mazhab Maliki mengatakan, jika imam melakukan sujud sahwi sebelum salam, maka makmum masbuq turut melakukan sujud sahwi bersamanya dan jika makmum tidak turut serta melakukan sujud bersama imam, maka dia dapat melakukan sujud tersebut secara sendirian di akhir solatnya sesudah dia mengucapkan salam.

Mazhab Hanafi mengatakan bahwa makmum masbuq mesti melakukan sujud bersama imam, tetapi dia tidak boleh melakukan sujud sahwi secara sendirian di akhir solatnya, kecuali jika dia turut melakukan kealpaan di dalam solatnya yang dilakukan secara sendirian. Sedangkan makmum lahiq hendaklah melakukan sujud di akhir solatnya secara sendirian, tetapi tidak perlu melakukan sujud bersama imam. Makmum lahiq ialah orang yang menjumpai imam sejak dari rakaat pertama, lalu pada rakaat lain dia tertinggal kerana ada uzur yang menimpanya seperti hadas. Sedangkan makmum masbuq ialah makmum yang ketinggalan satu rakaat dari imam atau lebih dari satu rakaat. Jika imam meninggalkan sujud sahwi, maka makmum melakukannya di akhir solatnya dan inilah pendapat jumhur ulama.

Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa makmum tidak perlu melakukan sujud sahwi jika imam meninggalkannya. Pendapat ini menurut satu riwayat dari Imam Ahmad. Jika makmum masbuq lupa ketika dia sedang menunaikan rakaatnya, maka dia hendaklah sujud dua kali di akhir solatnya. Kedua sujudnya itu dapat menutupi kealpaan dirinya sendiri dan juga bertujuan menutupi kealpaan yang dilakukan oleh imamnya ketika dia masih bermakmum dengannya.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
007. BAB SUJUD SAHWI, TILAWAH DAN SYUKUR B. KITAB SHALAT (IBANAH AL-AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 273 : MENINGGALKAN TASYAHHUD AWAL SUNNAH SUJUD SAHWI

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB SUJUD SAHWI, SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

HADITS KE 273 :

وَعَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ( إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فَقَامَ فِي اَلرَّكْعَتَيْنِ فَاسْتَتَمَّ قَائِمًا فَلْيَمْضِ وَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَإِنْ لَمْ يَسْتَتِمْ قَائِمًا فَلْيَجْلِسْ وَلَا سَهْوَ عَلَيْهِ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ وَاَلدَّارَقُطْنِيُّ وَاللَّفْظُ لَهُ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ

Dari al-Mughirah Ibnu Syu’bah bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: Apabila seseorang di antara kamu ragu ia berdiri dalam rakaat kedua dan ia sudah tegak berdiri maka hendaklah ia teruskan dan tidak usah kembali lagi dan hendaknya ia sujud dua kali Apabila ia belum berdiri tegak maka hendaknya ia duduk kembali dan tidak usah sujud sahwi Riwayat Abu Dawud Ibnu Majah dan Daruquthni Lafadznya menurut Daruquthni dengan sanad yang lemah

MAKNA HADITS :

Tidak sempat melakukan tasyahhud pertama disebabkan seseorang terus berdiri untuk mengerjakan rakaat ketiga. Jadi, seseorang itu tidak boleh kembali duduk untuk melakukan tasyahhud pertama, meskipun dia telah diingatkan oleh makmum menerusi bacaan tasbih, karena tempat untuk bertasyahhud telah terlepas dan itu mesti ditutupi dengan sujud sahwi sebagai gantinya sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi (s.a.w).

Jika seseorang masih belum berada dalam posisi yang lebih mendekati berdiri, maka hendaklah dia kembali duduk untuk melakukan tasyahhud pertama dan tidak ada sujud sahwi lagi baginya. Imam Ahmad mengatakan bahwa seseorang itu tetap diharuskan melakukan sujud sahwi.

FIQH HADITS :

1. Jika seseorang meninggalkan tasyahhud pertama dan duduk untuk bertasyahhud, maka dia hendaklah kembali untuk bertasyahhud selagi belum mendekat keadaan berdiri. Jika lebih mendekati keadaan berdiri, maka dia tidak boleh kembali duduk untuk bertasyahhud, namun kemudian di akhir solat dia dikehendaki melakukan dua kali sujud sahwi. Inilah pendapat jumhur ulama. Jika kembali untuk bertasyahhud, padahal dia lebih mendekati keadaan berdiri maka batallah solatnya, menurut mazhab al-Syafi’i dan pendapat yang sahih dari mazhab Hanafi.

Mazhab Hanbali mengatakan, jika seseorang itu telah berdiri dan masih belum membaca al-Fatihah, maka lebih utama baginya untuk tidak kembali untuk tasyahhud. Dia dibolehkan untuk kembali duduk bertasyahhud hanya karena dia masih belum melakukan rukun yang dimaksudkan ketika berdiri, iaitu membaca al-Fatihah. Dalam dua keadaan tersebut seseorang tetap dikehendaki melakukan sujud sahwi.

Mazhab Maliki mengatakan, seseorang itu tetap dibolehkan kembali duduk untuk bertasyahhud selagi kedua tangan dan kedua lututnya masih belum berpisah
dengan tanah dan tidak ada sujud sahwi baginya. Tetapi jika keduanya telah berpisah dari tanah, maka dia tidak boleh kembali untuk melakukan tasyahhud pertama. Jika tetap kembali, maka ulama berselisih pendapat baik solatnya batal ataupun tidak. Apapun, menurut pendapat yang kuat, solatnya tidak batal meskipun dia kembali duduk untuk bertasyahhud sesudah berdiri, bahkan sudah memasuki bacaan al-Fatihah. Jika dia kembali duduk untuk bertasyahhud sesudah selesai membaca al-Fatihah, maka batallah solatnya. Ketentuan ini berlaku bagi imam dan orang yang solat sendirian. Sedangkan bagi makmum, seandainya dia meninggalkan tasyahhud pertama karena lupa, sementara imamnya duduk untuk bertasyahhud, maka dia wajib kembali duduk untuk bertasyahhud secara mutlak karena dia wajib mengikuti imam. Inilah pendapat jumhur ulama dan pendapat inilah yang paling kuat di kalangan mazhab al-Syafi’i.

2. Jika seseorang masih belum lagi berdiri secara tegak, maka dia boleh kembali duduk untuk tasyahhud. Ada dua pendapat meskipun dia mesti sujud sahwi atau sebaliknya. Pendapat yang paling sahih diantara kedua pendapat itu menurut jumhur ulama adalah orang itu tidak perlu lagi sujud. Sedangkan al-Qaffal mengatakan, jika dia lebih mendekati kepada keadaan berdiri, lalu dia kembali duduk, maka dia boleh sujud sahwi. Jika dia lebih mendekati kepada duduk atau dalam posisi pertengahan diantara keduanya, maka dia tidak perlu sujud sahwi lagi.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..