Kategori
002. BAB ADZAN Bahtsul Masail Uncategorized

HUKUMNYA MENJAWAB ADZAN KETIKA BUANG AIR BESAR DI WC

HUKUNYA MENJAWAB ADZAN KETIKA BUANG AIR BESAR DI WC.

Assalamualaikum.
Ketika Faiz buang air besar berda di WC lalu terdengar adzan dikumandangkan.

Pertanyaan
Bagaimana hukumnya Faiz menjawab adzan ketika buang air besar berada diWC..?

Waalaikun salam.
Hukumnya menjawab adzan ketika seseorang buang air besar berada di WC adalah makruh tanzih , alasannya karena berdzikir dan juga berbicara ketika berada di WC dilarang kecuali dzikir dalam hati, namun demikian tetap disunnatkan menjawabnya setelah keluar dari WC jika jaraknya tidak lama atau menjawabnya didalam hatinya.

الأذكار للنووى ص ٢٨

ـ (باب النهي عن الذكر والكلام على الخلاء) يكره الذكر والكلام حال قضاء الحاجة، سواء كان في الصحراء أو في البنيان، وسواء في ذلك جميع الأذكار والكلام، إلا كلام الضرورة حتى قال بعض أصحابنا : إذا عطس لا يحمد الله تعالى، ولا يشمت عاطسا، ولا يرد السلام، ولا يجيب المؤذن، ويكون المسلم مقصرا لا يستحق جوابا، والكلام بهذا كله مكروه كراهة تنزيه، ولا يحرم، فإن عطس فحمد الله تعالى بقلبه ولم يحرك لسانه فلا بأس، وكذلك يفعل حال الجماع


Referensi:

الفقه الإسلامي و أدلته – ٦٩٥/٧٧٢٢

وتشمل الإجابة عند الجمهور كل سامع، ولو كان جنبا أو حائضا أو نفساء، أو كان في طواف فرضا أو نفلا، ويجيب بعد الجماع والخلاء والصلاة ما لم يطل الفصل بينه وبين الأذان.
وقال الحنفية: تشمل الإجابة من سمع الأذان ولو كان جنبا، لا حائضا ونفساء وسامع خطبة وفي صلاة جنازة، وجماع، ومستراح في بيت الخلاء، وأكل، وتعليم علم وتعلمه، لكن في أثناء قراءة القرآن يجيب لأنه لا يفوت، وتكرار القراءة للأجر.

Referensi:

 فيض القدير ج.٥ ص ٤٢٤

فتتأكد مداومة ذكر الله تعالى في جميع الاحوال لكن يستثنى من الذكر القرآن حال الجنابة بقصده فإنه حرام ويستثنى من عمومه أيضا المجامع وقاضي الحاجة فيكره لهما الذكر اللساني أما القلبي فمستحب على كل حال

Referensi:

 إعانة الطالبين ج.١ص٢٤١

وتكره لمجامع وقاضي حاجة، بل يجيبان بعد الفراغ

(وقوله وتكره)

أى إجابة وهذا تقييد لقوله وسن لسامهمافكأنه قال ومحل سنية ذلك له مالم يكن فى حال سماعه مجامعا أو قضى حاجة فإن كان كذلك لايسن ذلك بل يكره (وقوله بل يجيبان) أى المجامع وقاضي الحاجة وقوله بعد الفراغ أى من الجماع وقاضي الحاجة

.والله أعلم بالصو.ابب

Kategori
002. BAB ADZAN 011. BAB SHALAT JUM'AT Bahtsul Masail Uncategorized

APAKAH YANG MENJADI PATOKAN MASUKNYA WAKTU SHALAT JUM’AT MATAHARI ATAU ADZAN..?

APAKAH YANG MENJADI PATOKAN MASUKNYA SHOLAT JUM’AT MATAHARI ATAU ADZAN

Assalamualaikum.

Deskripsi Masalah.
Sail Ust.Rafik Rasiadiy

Disuatu daerah terdapat banyak masjid dimana cara adzannya ketika shalat jum’at’ terkadang tidak bersamaan ada yang pas waktu terkelincirnya matahari baru dikumandangkan adzan dan ada sebagian terlambat 10 menit dan juga sebagian dikumandangkan adzan sampai jarak 15 menit.

Pertanyaannya.

Apakah yang menjadi patokan masuknya waktunya shalat pada hari jum’at itu adzan,atau matahari?

Wassalamu alaikum wr wb.

Waalaikum salam.

Jawaban.
Waktu dzuhur, Ketika matahari tergelincir ulama sepakat sebagai tanda masuknya waktu shalat, namun dikumandangkannya adzan ulama berbeda pandang khususnya dikalangan Syafiiyah ada yang mengatakan disyariatkannya adzan sebagai pemberitahuan tanda masuknya waktu, sedangkan sebagian yang lain berpendapat bahwa disyariatkannya adzan sebagai pemberitahuan pelaksanaan shalat fardu termasuk shalat jum’at yang waktunya bisa dilakukan ketika masuk waktu dzuhur . Sebagaimana Sayyid Amin Al-Qurdiy menjelaskan dalam kitabnya Tanwirul Qulub.Hal 176 [ ووقوعها فى وقت الظهر ] , Artinya terjadinya shalat jum’at itu ialah diwaktu dhuhur.(tergelincirnya matahari).
Kenapa sebagian ulama berpendapat adzan sebagai tanda masuknya waktu shalat fardu ..? karena latar belakang dianjurkannya hukum dikumandangkan adzan adalah sebagai panggilan tanda masuknya waktu , namun tidak semua adzan yang dikumandangkan sebagai tanda masuknya waktu shalat karena adzan sebagai hak untuk shalat bukan untuk waktu sehingga adzan bisa digunakan atau dikumandankan ketika orang akan bepergian seperti pergi haji sunnah adzan, juga ketika anak lahir, dan juga ketika kebakaran dan banyak jin dan ketika mayit dikuburkan. Oleh karena itu penting terlebih dahulu seorang muadzzin harus melihat mata hari jika sudah tergelincir berarti sudah masuk waktu shalat baru adzan, karena kata adzan (أذن), kata نادى di dalam berbagai macam bentuknya terulang sebanyak 53 kali di dalam Al-Quran. Dari pengulangan 53 kali tersebut, adzan selain memiliki arti panggilan ataupun seruan, kata tersebut juga berarti permohonan ataupun doa.
Apabila kata tersebut ditujukan untuk manusia, maka memiliki arti sebagai panggilan atau seruan. Sementara bila kata tersebut ditujukan untuk Tuhan, maka dapat diartikan sebagai permohonan atau doa.
Dalam hubunganya dengan seruan atau panggilan untuk shalat, Al-Quran tidak menggunakan kata adzan namun menggunakan kata ناديتم (QS al-Maidah 5: 58) dan نودي (QS al-Jumu’ah 62: 9).
Kata yang pertama berkaitan dengan perilaku orang-orang Yahudi yang mana mereka mengejek kaum muslim ketika sedang buru-buru pergi ke masjid saat adzan dikumandangkan. Sementara kata yang disebutkan kedua yaitu berkaitan dengan adzan yang dikumandangkan di Hari Jumat sebagai salah satu tanda bahwa semua kegiatan harus dihentikan.
Adzan memiliki arti pemberitahuan, yaitu kata seruan ataupun panggilan yang ditujukan untuk pemberitahuan akan masuk waktu shalat wajib atau fardhu. Orang yang mengumandangkan adzan disebut dengan muadzin.
Sementara kata iqamah dari segi bahasa artinya mendirikan, yaitu kata-kata yang digunakan sebagai salah satu tanda bahwa shalat fardhu akan dimulai. Untuk shalat sunnah tidak disunnahkan untuk menggunakan adzan ataupun iqamah, kecuali shalat sunnah yang disunnahkan untuk berjamaah.
Seperti halnya shalat tarawih, shalat ied, dan lain sebagainya. Adzan dan juga iqamah hukumnya adalah sunnah muakkad untuk shalat fardhu, baik itu dilakukan secara berjamaah ataupun sendiri. Pelaksanaannya disunahkan dengan suara yang lantang, berdiri menghadap kiblat.
Jika dilihat dari segi bahasa, adzan memiliki arti yaitu pengumuman, pemakluman, dan pemberitahuan. Sebagaimana yang telah ada di dalam Al-Quran surat Al-Kariem, yaitu:

وَأَذَانٌ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الأَكْبَرِ أَنَّ اللّهَ بَرِيءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ فَإِن تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُواْ أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللّهِ وَبَشِّرِ الَّذِينَ كَفَرُواْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ) التوبة:٣


Artinya: Dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu ; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka  akan mendapat) siksa yang pedih (QS. At-Taubah: 3)

Tak hanya itu saja, adzan juga berarti panggilan atau seruan. Makna yang satu ini dipakai saat Nabi Ibrahim AS diperintahkan untuk memberitahukan kepada umat manusia untuk melakukan ibadah haji:

وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ) الحج: ٢٧

Artinya: Dan panggillah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. (QS. Al-Hajj: 27).
Jika dilihat secara syariat, pengertian adzan yaitu perkataan tertentu yang berfungsi untuk memberitahukan masuknya waktu shalat fardhu. Di dalam kitab Nailul Authar disebutkan bahwa pengertian adzan adalah pengumuman atas waktu shalat dengan lafadz tertentu.

Sejarah Perintah Adzan Umat Islam

Kata seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Zaid, Nabi Muhammad SAW memiliki keinginan untuk mencari cara dalam memberitahukan waktu shalat, akan tetapi beliau belum juga menemukan cara tersebut. Pada masa-masa awal di Madinah, umat Islam berkumpul di dalam sebuah masjid untuk menunggu datangnya waktu shalat.
Akan tetapi, saat waktu shalat sudah tiba, tidak ada seorangpun yang memberitahukannya. Mereka akan langsung shalat saja, tanpa adanya penanda bahwa waktu shalat telah tiba. Seakan-akan semua orang sama-sama tahu.

Seiring dengan berjalannya waktu dan Islam sudah mulai berkembang, banyak sahabat Nabi yang tinggalnya jauh dari masjid. Bahkan sebagian lainnya mempunyai kesibukan yang bertambah sampai membuat mereka tidak dapat menunggu waktu shalat di masjid.
Oleh karena itu, beberapa sahabat memberikan usul kepada Nabi Muhammad SAW supaya membuat tanda shalat. Sehingga mereka yang tinggal jauh dari masjid ataupun yang mempunyai kesibukan dapat menjalankan shalat dengan tepat.

Para sahabat Nabi mempunyai usulan yang beragam terkait tanda masuknya waktu shalat. Ada yang memberikan usul supaya menggunakan lonceng seperti orang Nasrani. Namun ada juga yang memberikan saran untuk menggunakan terompet seperti orang Yahudi.
Di sisi lain juga ada yang memberikan usul untuk menyalakan kembang api di tempat yang tinggi. Sehingga umat muslim yang rumahnya jauh dari masjid bisa melihat tanda tersebut.

Semua usul tersebut akhirnya ditolak. Saat kondisi umat Islam buntu dan tidak menemukan solusi pada saat itu, dikutip dari Sirah Nabawi (Ibnu Hisyam, 2018), ada seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Zaid menghadap Rasulullah SAW. Ia bercerita tentang dirinya yang baru saja bermimpi melihat seruan adzan di malam sebelumnya. Di dalam mimpi tersebut, dirinya didatangi oleh seseorang yang menggunakan jubah hijau dan sedang membawa loceng.

Awalnya, Abdullah bin Zaid berniat untuk membeli lonceng yang dibawa oleh seseorang berjubah hijau itu. Dimana beliau ingin menggunakan lonceng tersebut untuk memanggil orang-orang untuk melaksanakan shalat. Akan tetapi, orang tersebut justru menyarankan kepada Abdullah bin Zaid untuk mengucapkan serangkaian kalimat yang digunakan sebagai tanda waktu shalat telah tiba.

Serangkaian kalimat adzan yang dimaksud yaitu Allahu Akbar Allahu Akbar, Asyhadu alla ilaha illallah, Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, Hayya ‘alash sholah hayya ‘alash sholah, Hayya ‘alal falah hayya ‘alal falah, Allahu Akbar Allahu Akbar, dan La ilaha illallah.

Rasulullah SAW lalu meminta kepada Abdullah untuk mengajari Bilal bin Rabah tentang bagaimana cara melafalkan kalimat tersebut. Ketika Bilal bin Rabah mengumandangkan adzan, Umar bin Khattab yang sedang berada di rumahnya mendengar lantunan adzan tersebut. Ia pun bergegas untuk menghadap Nabi Muhammad SAW dan menceritakan bahwasannya dirinya juga bermimpi mengenai hal serupa dengan Abdullah bin Zaid. Yaitu adzan sebagai penanda masuknya waktu shalat.
Di dalam suatu riwayat, Nabi Muhammad SAW disebutkan sudah memperoleh wahyu mengenai adzan. Oleh sebab itu, beliau membenarkan apa yang diucapkan oleh Abdullah bin Zaid itu. Sejak saat itu, adzan sudah resmi menjadi penanda waktu shalat. Adapun menurut pendapat yang lebih shahih adzan pertama kali disyariatkan di Kota Madina di tahun pertama Hijriyah.

Bilal bin Rabah adalah muadzin pertama di dalam Islam. Terdapat empat alasan mengapa Bilal bin Rabah dipilih Nabi Muhammad menjadi muadzin. Yang pertama yaitu karena beliau memiliki suara yang bagus dan lantang, bisa menghayati kalimat adzan yang dikumandangkan, berdisiplin tinggi, dan berani.
Sejak saat itu, Bilal terus mengumandangkan adzan. Saat Nabi Muhammad SAW wafat, beliau tidak bersedia lagi untuk menjadi seorang muadzin. Alasannya yaitu, air matanya pasti akan menetes ketika sampai pada kalimat ‘Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah’.
Sehingga membuatnya tidak bisa lagi melanjutkan kalimat selanjutnya. Akan tetapi, ketika Khalifah Umar bin Khattab tiba di Yerusalem, Bilal diminta untuk mengumandangkan adzan lagi. Akhirnya, Ia menyanggupi permintaan tersebut.
Adapun menurut Syekh Abdullah As-Syarqawi, Nabi Muhammad SAW pernah mengumandangkan adzan satu kali. Yaitu saat beliau dalam sebuah perjalanan. Saat sampai pada syahadat kedua, Nabi Muhammad SAW mengumandangkan ‘Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah’. Sementara riwayat lain menyebutkan bahwa Nabi Muhammad mengucapkan ‘Asyhadu anni Rasulullah’.

Selain menjadi tanda waktu masuknya shalat, adzan juga menjadi panggilan dari Allah SWT pada hamba-Nya untuk melaksanakan perintah-Nya dengan menjalankan shalat lima waktu. Umat Islam akan mendengar kumandang adzan lima kali sehari semalam.
Saat mendengar suara adzan, umat Islam diperintahkan untuk memprioritaskan adab yang baik. Kumandang adzan sendiri harus digunakan sebagai alarm untuk umat Islam untuk lebih memperhatikan amalan baik yang harus dilaksanakan saat mendengarkannya.
Adzan sendiri adalah panggilan shalat yang akan selalu dikumandangkan sebanyak lima kali dalam sehari. Islam mengajarkan beberapa adab dalam setiap perbuatan, termasuk juga saat mendengar kumandang adzan. Berikut ini adalah beberapa hal yang harus dilakukan saat mendengar kumandang adzan, antara lain

1).Mendengarkan dengan Penuh Perhatian dan mejawabnya serta Memohon Berkat untuk Nabi SAW .Hal ini dijelaskan dalam hadist dari Rasulullah SAW.

إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ

Artinya: “Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muadzin. Kemudian bershalawatlah untukku. Karena siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat padanya (memberi ampunan padanya) sebanyak sepuluh kali. Kemudian mintalah wasilah pada Allah untukku. Karena wasilah itu adalah tempat di surga yang hanya diperuntukkan bagi hamba Allah, aku berharap akulah yang mendapatkannya. Siapa yang meminta untukku wasilah seperti itu, dialah yang berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR Muslim).

2).Berdoa setelah adzan. 


 اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةْ وَالصَّلاةِ القَائِمَةْ آتِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدَنِ اْلوَسِيْلَةَ وَاْلفَضِيْلَةْ وَابْعَثْهُ مَقَاماً مَحْمُوْدًا اَّلذِيْ وَعَدْتَهْ 

 Dalam satu riwayat dengan redaksi yang berbeda disebutkan kan

اللهُمَّ رَبَّ هذِهِ الدَّعْوَةِ التَّآمَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَآئِمَةِ، آتِ مُحَمَّدَانِ الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَالشَّرَفَ وَالدَّرَجَةَ الْعَالِيَةَ الرَّفِيْعَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًامَحْمُوْدَانِ الَّذِىْ وَعَدْتَهُ اِنَّكَ لاَتُخْلِفُ الْمِيْعَادَ

“Ya Allah, Tuhan pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat yang didirikan. Berilah al-wasilah dan al-fadhilah kepada nabi Muhammad. Dan bangkitkanlah beliau di kedudukan yang terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya.”

Doa yang satu ini mempunyai variasi, di antaranya” والدرجة العالية “’ dan ‘ إنك لاتخلف الميعاد’. Kemudian penambahan “ إنك لاتخلف الميعاد ”. Di dalam permohonan tersebut diriwayatkan oleh Imam Baihaqi di dalam Sunannya dan kemudian diterima untuk tindakan oleh para ulama sebagaimana telah disebutkan oleh Ibn Abidin dalam Radd al-Muhtar, yang mengutip Shdadbulali’s Imdad al-Fattah dan Fath al-Qadir dari Ibn al-Humam.
Diceritakan oleh Jabir bin Abdullah, Nabi Muhammad SAW bersabda:
Doa ini diriwayatkan oleh sahabat Jabir dalam sahih Bukhari.


 
 وعن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال من قال حين يسمع النداء اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ القَائِمَةِ آتِ مُحَمَّداً الوَسِيْلَةَ وَالفَضِيْلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَاماً مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ، حلت له شفاعتي يوم القيامة رواه البخاري في صحيحه 

 
Artinya, “Dari Jabi bin Abdullah ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Siapa saja yang berdoa ketika mendengar seruan azan ‘ niscaya jatuhlah syafaatku padanya di hari kiamat.’ (HR Bukhari),” (An-Nawawi, Al-Adzkar, [Kairo, Darul Hadits: 2003 M/1424 H], halaman 44).

Abdullah bin Amr bin Al-Ash meriwayatkan, saya pernah mendengar Rasulullah SAW mengatakan:
“Ketika kamu mendengar adzan, ulangi apa yang dikatakan Muadzin. Kemudian mintalah kepada Allah untuk meninggikan penyebutan saya karena setiap orang yang melakukannya akan menerima imbalan sepuluh imbalan dari Allah. Kemudian memohon kepada Allah untuk memberikan saya Al-Wasilah (yang disebutkan dalam doa di atas), yang merupakan peringkat tinggi dalam Jannah, cocok untuk hanya satu dari budak Allah; dan saya berharap bahwa saya akan menjadi pria itu. Jika ada yang meminta Al-Wasilah untuk saya, menjadi kewajiban saya untuk menjadi perantara baginya.” (Sahih Muslim)

Adapun berikut adalah doa setelah iqamah. 



اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةْ وَالصَّلاةِ القَائِمَةْصَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأٰتِهِ سُؤْلَهُ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ

Artinya, “Wahai Tuhanku, yang memiliki seruan sempurna ini serta shalat yang segera akan dilaksanakan, curahkanlah rahmat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad Saw, dan berilah/kabulkanlah segala permohonannya pada hari kiamat.” 

3).Berdoa di antara Adzan dan Iqamah hal ini berdasar hadits dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الدُّعَاءَ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ، فَادْعُوا


“Sesungguhnya doa yang tidak tertolak adalah doa (yang dipanjatkan) di antara adzan dan iqamah, maka berdoalah (di waktu itu).” (HR. Ahmad no. 12584, sanad hadits ini shahih sebagaimana penilaian Syaikh Syu’aib Al-Arnauth)
Dalam riwayat yang lain disebutkan,

الدُّعَاءُ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa itu tidak tertolak (jika dipanjatkan di antara) adzan dan iqamah.” (HR. Tirmidzi no. 212)

Dari penjelasan diatas, berikut adalah beberapa ringkasan apa yang harus kita lakukan setelah mendengar adzan:

Harus fokus mendengarkan adzan

Ulangi apa saja yang dikatakan oleh muadzin kecuali untuk hayya alas-shalah dan hayya-ala-falah. Alih-alih katakan la hawla wala quwwata illa billah .

Setelah selesai adzan, kirimkan shalawat untuk Nabi Muhammad SAW

Lalu ucapkan doa wasilah

Berdoa diantara adzan dan iqamah

إعانة الطالبين .ج ١ص ٢٢٨

(فصل فى الآذان والإقامة ) أى فى بيان حكمهما وشروطها وسننهما ( قوله هما لغة الإعلام ) فيه أن الآذان فقط لغة الإعلام قال تعالى وأذن فى الناس بالحج أى أعلمهم به واماالإقامة فهى لغة مصدر أقام أى حصل القيام فهما مختلفان لغة كما فى التحفة والنهاية والمغنى فكان الأولى أن يزيد وتحصيل القيام ويكون على التوزيع الأول والثانى للثانى ثم رأيت فى فتح الجواد مثل ماذكره الشارح فلعله تبعه فى ذلك ولكن الايراد باق ويكون عليهما…
( قوله وشرعا) معطوف على لغة وقوله ماعرف به من الألفاظ المشهورة وهى الله أكبر الله أكبر الخ وهى كماقال القاضى عياض كلمات جامعة لعقيدة الإيمان مشتملة على نوعيه العقلية السمعية فأولها فيه إثبات ذاته تعالى وماتستحقه من الكمال بقوله الله أكبر أى أعظم من كل شيئ ثم الشهادة بالوحدانية له بقوله أشهد أن لاإله إلا الله وبالرسالة لسيدنامحمد صلى الله عليه وسلم بقوله وأشهد أن محمدا رسول الله ثم الدعاء إلى الصلاة بقوله حى على الصلاة أى أقبلوا عليها ولاتكسلوا عنها فحى إسم فعل أمر بمعنى أقبلوا ثم الدعاء إلى الفلاح بقوله حى على الفلاح أى أقبلوا على سبب الفلاح وهو الفوز والظفر بالمقصود وسببه هو الصلاة فهو تأكيد لما قبله بعد تأكيد وتكرير بعد تكرير وفيه إشعار بأمور الآخرة من البعث والجزاء لتضمن الفلاح لذلك ثم كرر التكبير لمافيه من التعظيم له تعالى وختم بكلمة التوحيد لأن مدار الأمر عليه جعلنا الله وأحييتنا عند الموت ناطقين بها عالمين بمعناها وقوله فيهما أى الآذان والإقامة 🔅واعلم أنه اختلف في الاذان هل شرع للاعلام بدخول الوقت؟ أو شرع للاعلام بالصلاة المكتوبة؟ على قولين للامام الشافعي رضي الله عنه، والراجح الثاني، وأما الأول فهو مرجوح، وينبني على القولين أنه لا يؤذن للفائتة على المرجوح لان وقتها قد فات، ويؤذن لها على الراجح لان الاذان حق للصلاة لا للوقت.(قوله: والأصل فيهما) أي الدليل على مشروعية الأذان والإقامة. وقوله: الاجماع إلخ هكذا في التحفة.
والذي في النهاية والمغنى والأسنى الأصل فيهما قبل الاجماع، قوله تعالى: * (إذا نودي للصلاة من يوم الجمعة) * وقوله تعالى: * (وإذا ناديتم إلى الصلاة) * وما صح من قوله (ص): إذاأقيمت الصلاة فليؤذن لكم أحدكم. اه‍. وقوله: المسبوق صفة للاجماع. وقوله: برؤية عبد الله إلخ فإن قيل: رؤية المنام لا يثبت بها حكم. أجيب بأنه ليس مستندا لاذان الرؤيا فقط، بل وافقها نزول الوحي. فالحكم ثبت به لا بها. ويؤيده رواية عبد الرازق وأبي داود في المراسيل، من طريق عبيد بن عمير الليثي، أحد كبار التابعين، أن عمر لما رأى الاذان جاء ليخبر النبي (ص فوجد الوحي قد ورد بذلك، فما راعه إلا أذان بلال، فقال له النبي (ص): سبقك بذلك الوحي. (قوله: ليلة تشاوروا) الظرف متعلق برؤية، وواو الجماعة عائد على النبي (ص) ومن معه من الصحابة. وقوله: فيما يجمع الناس أي في الامر الذي يكون سببا لجمع الناس للصلاة. (قوله: وهي) أي رؤية الاذان من حيث هي، بقطع النظر عن كونها صدرت من عبد الله، وإلا لحصل ركة بقوله بعد عن عبد الله. (قوله: لما أمر النبي (ص)) أي بعد اتفاقهم عليه. وكتب ع ش ما نصه: قوله: لما أمر النبي (ص) إلخ. عبارة حجر تفيد عدم أمره (ص)، ويوافقه ما في سيرة الشامي حيث قال: اهتم (ص) كيف يجمع الناس للصلاة، فاستشار الناس فقيل: انصب راية. ولم يعجبه ذلك، فذكر له القنع – وهو البوق – فقال: هو من أمر اليهود.
فذكر له الناقوس فقال: هو من أمر النصارى. فقالوا: لو رفعنا نارا؟. فقال: ذاك للمجوس. فقال عمر: أو لا تبعثون رجلا ينادي بالصلاة؟ فقال (ص): يا بلال قم فناد بالصلاة. قال النووي: هذا النداء دعاء إلى الصلاة  غيرالأذان، كأن شرع قبل الاذان. قال الحافظ ابن حجر: وكان الذي ينادي به بلال: الصلاة جامعة. اه‍. وهو كما ترى مشتمل على النهي عن الناقوس والامر بالذكر. اه‍. (قوله: بالناقوس) قال في المصباح: هو خشبة طويلة يضربها النصارى إعلاما للدخول في صلاتهم. (قوله: يعمل) أي يصنع. (قوله: ليضرب به للناس) عبارة غيره: ليضرب به الناس، بحذف لام الجر. وعليها يكون الناس فاعل يضرب، وعلى عبارة شارحنا يكون الفعل مبنيا للمجهول، وبه نائب فاعل، وللناس متعلق بالفعل. وقوله: لجمع الصلاة أي لاجتماع الناس لها. فالإضافة لأدنى ملابسة. والجار والمجرور إما بدل من الجار والمجرور قبله أو متعلق بالفعل، وتجعل اللام للتعليل، وبه يندفع ما يقال إنه يلزم عليه تعلق حرفي جر بمعنى واحد بعامل واحد. وهو لا يصح. وحاصل الدفع أن الحرفين ليسا بمعنى واحد، لان الثاني للتعليل والأول للتعدية.(قوله: طاف إلخ) جواب لما. وقوله: وأنا نائم الجملة حالية، وهي معترضة بين الفعل وفاعله وهو رجل. (قوله:فقال) أي الرجل لعبد الله. وقوله: وما تصنع به أي بالناقوس. (قوله: ثم استأخر) أي الرجل. (قوله: فقال) أي النبي (ص). وقوله: إنها أي رؤيتك يا عبد الله. وقوله: حق أي صادقة. وهو بالرفع صفة لرؤيا أو بالجر على أنه مضاف إليه ما قبله، وهي من إضافة الموصوف للصفة. (قوله: فألق عليه ما رأيت) أي لقنه ما رأيته منامك. (قوله فليؤذن به) أي فليؤذن بلال بما رأيت. وفي ع ش ما نصه: ذكر بعضهم في مناسبة اختصاصه – أي بلال – بالاذان دون غيره، كونه لما عذب ليرجع عن الاسلام فلم يرجع وجعل يقول: أحد أحد. جوزي بولاية الاذان المشتمل على التوحيد في ابتدائه وانتهائه. اه‍ حواشي المواهب لشيخنا الشوبري. (قوله: فإنه) أي بلالا. وقوله: أندى صوتا منك أي أرفع وأعلى. وقيل: أحسن وأعذب. وقيل: أبعد. (قوله: فقمت مع بلال) أي فامتثلت أمر النبي (ص) إلخ، وقمت مع بلال.
وقوله: فجعلت ألقيه أي ما رأيته. وقوله: عليه أي على بلال. (قوله: فيؤذن) أي بلال.

تقريب

الصلاة المفروضة خمس الظهر وأول وقتها زوال وقتها زوال الشمس وآخره إذا صار ظل كل شيء مثله بعد الزوال والعصر وأول وقتها الزيادة على ظل المثل وآخره في الاختيار إلى ظل المثلين وفي الجواز إلى غروب الشمس والمغرب ووقتها واحد وهو غروب الشمس وبمقدار ما يؤذن ويتوضأ ويستر العورة ويقيم الصلاة ويصلي خمس ركعات والعشاء أول وقتها إذا غاب الشفق الأحمر وآخره في الاختيار إلى ثلث الليل وفي الجواز إلى طلوع الفجر الثاني والصبح وأول وقتها طلوع الفجر الثاني وآخره في الاختيار إلى الأسفار وفي الجواز إلى طلوع الشمس.

Artinya: Shalat fardhu (wajib) ada 5 (lima) yaitu:
(a) Shalat Dhuhur. Awal waktunya adalah condongnya matahari sedang akhir waktu dzuhur adalah apabila bayangan benda sama dengan ukuran bendanya.
(b) Shalat Ashar. Awal waktunya adalah apabila bayangan sama dengan benda lebih sedikit. Akhir waktu Ashar dalam waktu ikhtiyar adalah apabila bayangan benda 2 (dua) kali panjang benda; akhir waktu jawaz adalah sampai terbenamnya matahari.
(c) Shalat maghrib. Awal waktunya adalah terbenamnya matahari (sedang akhir waktunya) adalah setelah selesainya adzan, berwudhu, menutup aurat, mendirikan shalat dan shalat 5 (lima) raka’at.
(d) Shalat Isya’. Awal waktunya adalah apabila terbenamnya sinar merah sedangkan akhirnya untuk waktu ikthiyar adalam sampai 1/3 (sepertiga) malam; untuk waktu jawaz adalah sampai terbitnya fajar yang kedua (shadiq).
(e) Shalat Subuh. Awal waktunya adalah terbitnya fajar kedua (fajar shadiq) sedang akhirnya waktu ikhtiyar adalah sampai isfar (terangnya fajar); akhir waktu jawaz adalah sampai terbitnya matahari.

KESIMPULAN

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keduanya antara Matahari ( tergelincirnya matahari ) dan adzan dapat dijadikan patokan masuknya waktu shalat jum’at Namun tidak setiap adzan menjadi tanda masuknya waktu, karena adzan adalah hak bagi shalat dan bukan hak bagi waktu, sebagaimana keterangan dalam kitab Iaanatuttholibin tersebut. .Wallahu A’lam bisshowab.

Kategori
002. BAB ADZAN Bahtsul Masail Uncategorized

HUKUMNYA MELAKSANAKAN SHALAT KETIKA ADZAN DIKUMANDANGKAN

Assalamualaikum.

Deskripsi Masalah.
Ketika saya pagi-pagi kemasjid dan melaksanakan shalat tahiyyah, setelah shalat lalu adzan dikumandangkan sementara jamaah shalat jumat baru datang sebagian dari mereka ada yang langsung melaksanakan tahiyatul masjid dan sebagian menunggu selesainya adzan.

Pertanyaannya

1- Bagaimana hukumnya melakukan shalat saat adzan dikumandangkan (adzan sedang berlangsung).
2- Ketika adzan dikumandangkan mana utama antara mejawab adzan daripada langsung melaksanakan shalat..?

Waalaikum salam.

Jawaban disatukan.

Melaksanakan shalat ketika adzan dikumandangkan hukum shalatnya sah, namun yang lebih utama, adalah menunggu rampungnya ( selesainya )muadzdzin terlebih dahulu dengan mengikuti apa yang diucapkan muadzzin hingga selesai ditutup dengan do’a adzan. Alasannya karena setiap sesuatu ada waktunya .Oleh karena itu sunnah merampungkan adzan baru memulai shalat, karena ketika adzan dikumandangkan setan lari dan tersungkur dan juga agar mendapatkan dua keutamaan yaitu keutamaannya menjawab adzan dan keutamaan melaksanakan shalat.

 Referensi

فقه الإسلامى وأدلته .ج ١ ص.٥٥٥
قال الشافعية : وإذا دخل المسجد، والمؤذن قد شرع في الأذان، لم يأت بتحية ولا بغيرها، بل يجيب المؤذن واقفاً حتى يفرغ من أذانه ليجمع بين أجر الإجابة والتحية

Artinya : Kalangan madzhab Syafi’i  mengatakan : jika seseorang masuk ke masjid sedangkan muadzdzin mengumandangkan adzan, maka dia hendaknya tidak melakukan shalat sunnah tahiyyatul masjid atau yang lain, akan tetapi menjawab adzan dalam keadaan berdiri sampai adzan selesai. Ini dilakukan untuk mendapatkan pahala menjawab adzan dan sekaligus pahala sholat tahiyyatul Masjid.

المجموع شرح المهذب. ج ١.ص ١٥١

قال الأثرم : سمعت أبا عبد الله يسأل عن الرجل يقوم حين يسمع المؤذن مبادرا يركع فقال : يستحب أن يكون ركوعه بعدما يفرغ المؤذن ، أو يقرب من الفراغ ; لأنه يقال : إن الشيطان ينفر حين يسمع الأذان ، فلا ينبغي أن يبادر بالقيام . وإن دخل المسجد فسمع المؤذن استحب له انتظاره ليفرغ ، ويقول مثل ما يقول جمعا بين الفضيلتين . وإن لم يقل كقوله وافتتح الصلاة ، فلا بأس . نص عليه أحمد .


Al-Atsram berkata: “Saya pernah mendengar Abu Abdillah ditanya tentang seseorang yang langsung melaksanakan salat ketika mendengar adzan dan dia cepat-cepat rukuk. Maka dia (Abu Abdillah) menjawab; dianjurkan rukuknya setelah muazin selesai adzan atau hampir selesai. Hal ini karena pernah dikatakan bahwa setan lari ketika mendengar adzan sehingga tidak layak cepat-cepat melaksanakan shalat. Jika seseorang masuk masjid dan mendengar muazin, maka disunahkan untuk menunggu muazin hingga selesai adzan dan melafalkan seperti apa yang dikatakan muazin agar bisa mendapatkan dua keutamaan. Jika tidak mengucapkan seperti apa yang diucapkan muazin dan langsung mulai salat, maka tidak masalah. Ini ditegaskan oleh Imam Ahmad.” 

إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين ج:1 ص: 279
(فائدة)
قال القطب الشعراني في العهود المحمدية: أخذ علينا العهد العام من رسول الله – صلى الله عليه وسلم – أن نجيب المؤذن بما ورد في السنة، ولا نتلاهى عنه قط بكلام لغو ولا غيره أدبا مع الشارع – صلى الله عليه وسلم -. فإن لكل سنة وقتا يخصها، فلإجابة المؤذن وقت،وللعلم وقت، وللتسبيح وقت، ولتلاوة القرآن وقت.كما أنه ليس للعبد أن يجعل موضع الفاتحة استغفارا، ولا موضع الركوع والسجود قراءة، ولا موضع التشهد غيره.وهكذا فافهم.
وهذا العهد يبخل به كثير من طلبة العلم فضلا عن غيرهم، فيتركون إجابة المؤذن، بل ربما تركوا صلاة الجماعة حتى يخرج الناس منها وهم يطالعون في علم نحو أو أصول أو فقه، ويقولون: العلم مقدم مطلقا، وليس كذلك فإن المسألة فيها تفصيل، فما كل علم يكون مقدما في ذلك الوقت على صلاة الجماعة كما هو معروف عند كل من شم رائحة مراتب الأوامر الشرعية.

( SATU FAIDAH ) Imam sya’roni dalam kitab al-Uhud al-Muhammadiyyah, beliau berkata;”Kita telah terikat perjanjian umum dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjawab orang yang sedang adzan sebagaimana telah dijelaskan dalam As-Sunnah, dan untuk tidak membicarakan sesuatu yang tak ada gunanya atau membicarakan hal lain, untuk menunjukkan sikap sopan santun kita pada Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam yang menetapkan syari’at. Mengapa demikian, karena segala sesuatu itu ada waktunya; menjawab adzan ada waktunya, untuk ilmu ada waktunya, tasbih ada waktunya, membaca al-qur’an juga ada waktunya sendiri. Sebagaimana pada waktu membaca fatihah kita tidak boleh menggantinya dengan istighfar, tempatnya rukuk dan sujud tidak boleh ditempati membaca, begitu juga tempatnya tasyahud tidak boleh ditempati untuk hal lain, dan begitu seterusnya. Pahamilah hal ini !!!
Perjanjian ini ( kesunahan menjawab adzan ) telah banyak ditinggalkan oleh para penuntut ilmu agama, apalagi selain mereka!, mereka tidak lagi mau menjawab adzan, bahkan terkadang meninggalkan sholat berjama’ah hingga sholat jama’ah selesai dikerjakan. Sedangkan mereka sedang asyik bermuthola’ah ( mempelajari ) ilmu nahwu, ushul atau fiqih, dan mereka berkata: “Ilmu itu lebih dikedepankan daripada hal lain secara mutlak”, ucapan itu tentu saja tidak benar, sebab terdapat perincian dalam masalah tersebut, karena tidak semua ilmu itu lebih dikedepankan daripada sholat berjama’ah, sebagaimana telah diketahui oleh orang yang telah pernah “mencium pada baunya tingkatan-tingkatannya perintah-perintah syari’at.
Referensi:


عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِّنُ.  أخرجه البخاري

Dari Abi Sa’id Al-Khudri r.a., bahwasannya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. bersabda, “Jika kalian mendengar azan, maka ucapkanlah sebagaimana apa yang diucapkan oleh muadzzin.” (HR. Al-Bukhari).
Kaidah. Fikih.

ماكان أكثر فعلا كان أكثر فضلا


Sesuatu yang lebih banyak pekerjaannya maka lebih banyak keutamaannya.Contoh menjawab adzan dan melaksanakan shalat setelah adzan, keduanya sama-sama dicapai.

Wallahu A’lam bisshowab

Kategori
002. BAB ADZAN B. KITAB SHALAT (IBANAH AL-AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 162 : KEUTAMAAN DO’A SETELAH ADZAN

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB ADZAN

HADITS KE 162 :

وَعَنْ جَابِرٍ- رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُ- أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ اَلنِّدَاءَ : اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ اَلدَّعْوَةِ اَلتَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ اَلْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا اَلْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا اَلَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ ) أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ.

Dari Jabir Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang ketika mendengar adzan berdoa: Allaahumma robba haadzihi da’watit taammati was sholaatil qooimati aati Muhammadanil washiliilata wal fadliilata wab ‘atshu maqooman mahmuudal ladzi wa’adtahu (artinya: Ya Allah Tuhan panggilan yang sempurna dan sholat yang ditegakkan berilah Nabi Muhammad wasilah dan keutamaan dan bangunkanlah beliau dalam tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan) maka dia akan memperoleh syafaat dariku pada hari Kiamat.” Dikeluarkan oleh Imam Empat.

MAKNA HADITS :

Rasulullah (s.a.w) memberitahukan tentang do’a yang boleh mendatangkan kebaikan berlimpah bagi orang yang senantiasa membacanya sesudah azan. Waktu sesudah azan merupakan antara waktu dimana do’a dimakbulkan dan rahmat turun dari langit kepada hamba-hamba Allah (s.w.t).

Memandangkan Nabi (s.a.w) adalah pembimbing agung kita yang seandainya tanpanya niscaya kita tidak tahu bagaimana kita mengerjakan sholat, maka baginda berhak memiliki keutamaan terbesar di atas jasanya ini. Oleh sebab itu, kita wajar mendo’akan baginda secara khusus berupa memohon wasilah, keutamaan, derajat yang tinggi, dan kedudukan yang terpuji untuk menunaikan hak kita ke atas tanggung jawab yang baginda lakukan ke atas kita.

Dengan demikian, makin
bertambahlah kesempurnaan baginda di atas kesempurnaan.

FIQH HADITS :

1. Dianjurkan berdo’a setelah azan dikumandangkan dengan kalimat-kalimat yang telah disebutkan dalam hadis tersebut. Membaca do’a itu boleh membawa kepada kebaikan yang besar dan kelak orang yang membacanya akan beroleh syafaat.

2. Berita gembira dengan husnul khatimah bagi orang yang gemar membaca do’a ma’tsur (yang dianjurkan oleh Nabi (s.a.w).

3. Disyari’atkan mendo’akan orang yang lebih utama agar orang yang
mendo’akannya turut memperoleh manfaat yang besar.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
002. BAB ADZAN B. KITAB SHALAT (IBANAH AL-AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 161 : ANTARA ADZAN DAN IQAMAH ADALAH WAKTU ISTIJABAH

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB ADZAN

HADITS KE 161 :

وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يُرَدُّ اَلدُّعَاءُ بَيْنَ اَلْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ ) رَوَاهُ النَّسَائِيُّ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ

Dari Anas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Doa antara adzan dan iqomah itu tidak akan ditolak.” Riwayat Nasa’i dan dianggap lemah oleh Ibnu Khuzaimah.

MAKNA HADITS :

Doa mempunyai tempat dan waktu-waktu tertentu yang menjadi salah satu kunci do’a itu dikabulkan. Rasulullah (s.a.w) menekankan bahwa keadaan itu mesti diperhatikan untuk memastikan do’a dikabulkan.

Diantaranya adalah waktu antara
azan dengan iqamah yang merupakan waktu kerberkahan. Pada waktu itu semua pintu langit dibuka dan do’a dikabulkan serta rahmat Allah turun kepada hamba-hamba-Nya. Namun ketentuan do’a dikabulkan ini masih terikat, yaitu selagi seseorang tidak berdo’a untuk perbuatan dosa atau bertujuan memutuskan ikatan silaturrahim. Jika berdo’a untuk melakukan perbuatan dosa atau untuk memutuskan hubungan silaturrahim, maka do’anya tidak dikabulkan. Didalam Sunnah telah disebutkan hadis-hadis yang menunjukkan do’a-do’a yang mesti dibaca antara azan dan iqamah yang antara lain ialah:

“رضيت بالله ربا وبالاسلام دينا وبمحمد رسولا. قال النبي صلى الله عليه وسلم : إن من قال ذلك غفر له ذنبه”

Aku redha Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Nabi Muhammad sebagai Rasulku. Rusulullah (s.a.w) bersabda: “Barang siapa yang membaca do’a tersebut, niscaya dosanya diampuni.”

Doa yang lain ialah bershalawat kepada Nabi (s.a.w) sesudah selesai menjawab azan.

FIQH HADITS :

1. Keistimewaan waktu antara adzan dan iqamah.

2. Dianjurkan berdo’a di antara azan dan iqamah kerana do’a pada waktu tersebut dikabulkan oleh Allah.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
002. BAB ADZAN B. KITAB SHALAT (IBANAH AL-AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 160 : BEDA TUGAS MUADZIN DAN IMAM

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB ADZAN

HADITS KE 160 :

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَلْمُؤَذِّنُ أَمْلَكُ بِالْأَذَانِ وَالْإِمَامُ أَمْلَكُ بِالْإِقَامَةِ ) رَوَاهُ اِبْنُ عَدِيٍّ وَضَعَّفَهُ

وَلِلْبَيْهَقِيِّ نَحْوُهُ : عَنْ عَلِيٍّ مِنْ قَوْلِهِ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Muadzin itu lebih berhak untuk adzan dan imam itu lebih berhak untuk qomat.” Diriwayatkan dan dianggap lemah oleh Ibnu Adiy.

Menurut riwayat Baihaqi ada hadits semisal dari Ali Radliyallaahu ‘anhu dari perkataannya sendiri.

MAKNA HADITS :

Antara keistimewaan Islam ialah segala sesuatu mesti diserahkan kepada orang
yang bertugas supaya ia dapat dilakukan dengan tepat dan terarah. Allah (s.w.t) berfirman:

….قد علم كل اناس مشربهم

“Sungguh setiap orang telah mengetahui tempat minumnya (masing masing).” (Surah al-Baqarah: 60)

Muazzin diberi kepercayaan memberitahukan masuknya waktu solat dan tugas ini sepenuhnya telah diserahkan kepadanya. Oleh sebab itu, Rasulullah (s.a.w)
menjadikannya lebih berkuasa terhadap azan. Iqamah juga memiliki kaitan erat dengan solat dan jamaah di mana solat berjamaah tidak dapat dilakukan tanpa kewujudan imam. Jadi, imam lebih menguasai iqamah. Seseorang tidak boleh beriqamah melainkan setelah mendapat isyarat dari imam. Di sinilah nampak kebijaksanaan syariat Islam dimana setiap tugas diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya dan memberikan tanggung jawab kepada mereka yang bersangkutan. Muazzin adalah orang yang diberi kepercayaan untuk memberikan masuknya waktu solat sedangkan imam adalah orang yang bertanggung jawab mengimami sholat.

FIQH HADITS :

1. Muazzin dipercaya untuk menjaga waktu solat dan oleh kerana itu, tugas untuk mengawasi waktu solat diserahkan kepadanya.

2. Solat tidak didirikan kecuali setelah mendapat isyarat dari imam atau dengan kehadirannya, tetapi tidak bergantung kepada izinnya.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
002. BAB ADZAN B. KITAB SHALAT (IBANAH AL-AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 159 : IQOMAH BOLEH DILAKUKAN OLEH SESEORANG YANG TIDAK MENGUMANDANGKAN ADZAN

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB ADZAN

HADITS KE 159 :

وَلِأَبِي دَاوُدَ: فِي حَدِيثِ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ زَيْدٍ أَنَّهُ قَالَ : أَنَا رَأَيْتُهُ – يَعْنِي : اَلْأَذَان – وَأَنَا كُنْتُ أُرِيدُهُ . قَالَ : “فَأَقِمْ أَنْتَ ” وَفِيهِ ضَعْفٌ أَيْضًا

Menurut riwayat Abu Dawud dari hadits Abdullah Ibnu Zaid bahwa dia berkata: Aku telah memimpikannya yaitu mimpi beradzan dan aku menginginkannya. Maka Rasulullah saw bersabda: “Baik qomatlah engkau.” Hadits ini juga lemah.

MAKNA HADITS :

Melihat tujuan azan ialah memberitahukan masuknya waktu sholat bagi orang yang tinggal berjauhan dengan masjid, maka Nabi (s.a.w) menyuruh Abdullah ibn Zaid mengajarkan azan kepada Bilal, kerana Bilal mempunyai suara yang lebih kuat berbanding dirinya. Memandang tujuan iqamah untuk memberitahukan yang sholat tidak lama lagi akan dilaksanakan kepada orang yang sudah berada di dalam masjid, maka Rasulullah (s.a.w) menyuruh Abdullah ibn Zaid mengumandangkan iqamah untuk menghibur hatinya, kerana dialah yang bermimpi azan tersebut.

FIQH HADITS :

Iqamah boleh dilakukan oleh seseorang yang tidak mengumandangkan azan.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
002. BAB ADZAN B. KITAB SHALAT (IBANAH AL-AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 158 : IQAMAH ADALAH HAK BAGI ORANG YANG ADZAN

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB ADZAN

HADITS KE 158 :

وَلَهُ : عَنْ زِيَادِ بْنِ اَلْحَارِثِ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( وَمَنْ أَذَّنَ فَهُوَ يُقِيمُ ) وَضَعَّفَهُ أَيْضًا

Dalam riwayatnya yang lain dari Ziyad Ibnul Harits bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “barangsiapa yang telah adzan maka dia yang akan qomat.” Hadits ini juga dinilai lemah.

MAKNA HADITS :

Mengumandangkan iqamah adalah hak bagi orang yang mengumandangkan azan
dikarenakan dia telah menyeru orang yang jauh untuk mengerjakan solat dan oleh kerananya, seruannya kepada orang yang dekat adalah lebih diutamakan.

Walaupun, ini bukannya satu kewajiban, hingga apabila ditinggalkan mengakibatkan
iqamah batal, sebaliknya ia adalah sunat mu’akkad supaya dialah yang melakukan iqamah demi menghargai haknya sebagai muazzin. Jika iqamah dilakukan oleh orang lain, maka itu tetap diperbolehkan sebagaimana yang telah ditegaskan oleh hadis no. 159.

FIQH HADITS :

1. Iqamah adalah hak bagi orang yang azan.

2. Hak di sini mencakup wajib dan sunat muakkad. Namun makna yang dimaksudkan disini adalah sunat muakkad berdasarkan hadis yang akan disebutkan berikutnya.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
002. BAB ADZAN B. KITAB SHALAT (IBANAH AL-AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 157 : ANJURAN PUNYA WUDUK KETIKA ADZAN

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB ADZAN

HADITS KE 157 :

وَلَهُ : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : ( لَا يُؤَذِّنُ إِلَّا مُتَوَضِّئٌ )  وَضَعَّفَهُ أَيْضًا 

Dalam riwayatnya pula dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak diperkenankan adzan kecuali orang yang telah berwudlu.” Hadits tersebut juga dinilai lemah.

MAKNA HADITS :

Azan adalah berzikir kepada Allah. Jadi, sepatutnya seseorang yang hendak mengumandangkannya berada dalam keadaan berwuduk. Walaupun ulama masih berselisih pendapat dalam masalah ia dianggap sebagai syarat ataupun tidak.

FIQH HADITS :

Disunatkan bersuci untuk mengumandangkan azan. Tetapi apabila azan atau iqamah itu dilakukan oleh orang yang hadas kecil atau hadas besar, maka ia tetap diperbolehkan, meskipun makruh hukumnya menurut jumhur ulama.

Imam Malik mengatakan bahwa azan boleh dilakukan meskipun dalam keadaan tidak berwuduk, tetapi iqamah tidak boleh dilakukan kecuali oleh orang yang sudah berwuduk. Jika azan dilakukan oleh orang yang junub, maka ada dua riwayat menurut Imam Malik. Walaupun begitu, ia tetap memperbolehkan mengikuti pendapat mayoritas ulama.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
002. BAB ADZAN B. KITAB SHALAT (IBANAH AL-AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 156 : PERBEDAAN TEMPO DALAM ADZAN DAN IQOMAH

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB ADZAN

HADITS KE 156 :

وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ لِبِلَالٍ : ( إِذَا أَذَّنْتَ فَتَرَسَّلْ وَإِذَا أَقَمْتُ فَاحْدُرْ وَاجْعَلْ بَيْنَ أَذَانِكَ وَإِقَامَتِكَ قَدْرَ مَا يَفْرُغُ اَلْآكِلُ مِنْ أَكْلِهِ) اَلْحَدِيثَ . رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَهُ.

Dari Jabir Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepada Bilal: “Jika engkau menyeru adzan perlambatlah dan jika engkau qomat percepatlah dan jadikanlah antara adzan dan qomatmu itu kira-kira orang yang makan telah selesai dari makannya.” Hadits diriwayatkan dan dianggap lemah oleh Tirmidzi.

MAKNA HADITS :

Oleh kerana azan bertujuan memberitahukan masuknya solat kepada orang yang tinggal berjauhan dengan masjid, maka Rasulullah (s.a.w) menganjurkan azan supaya dilakukan secara tartil (perlahan-lahan) dan bukannya dikumandangkan dengan cara cepat, sebab cara tersebut lebih memungkinkan sampai kepada
mereka yang tinggal jauh dari masjid.

Oleh kerana iqamah bertujuan memberitahukan kepada para hadirin bahwa solat tidak lama lagi akan didirikan, maka ia dilakukan dengan cepat dengan tujuan segera melakukan hal yang paling utama, yaitu melaksanakan solat fardu.

Rasulullah (s.a.w) memerintahkan supaya dibuat jarak waktu antara azan dengan iqamah untuk memperbolehkan orang yang mendengarnya bersiap-siap untuk menghadiri solat secara berjamaah. Ini merupakan salah satu rahmat bagi kaum muslimin. Nabi (s.a.w) melarang mereka melakukan iqamah sebelum imam solat hadir di dalam masjid. Ini bertujuan jamaah tidak terlalu lama menunggu pelaksanaan solat dalam keadaan berdiri sekiranya ada halangan yang melambatkan kedatangan imam menunaikan solat secara berjamaah.

FIQH HADITS :

1. Disyariatkan tartil ketika mengumandangkan azan, yaitu tenang dan perlahan ketika menyampaikannya, kerana itu diharapkan mampu dapat didengar oleh mereka yang tinggal jauh dari masjid.

2. Disyariatkan cepat dalam melakukan iqamah, kerana iqamah ditujukan kepada orang yang telah hadir di dalam masjid. Jadi, ia lebih tepat jika dilakukan dengan cara yang cepat supaya dapat segera mengerjakan solat yang merupakan tujuan utama di sebalik iqamah itu.

3. Disunatkan memberikan jarak waktu antara azan dengan iqamah untuk bersiap-siap menghadiri solat berjamaah dan manfaat azan tidak disia-siakan.

4. Disyariatkan mengawasi tukang azan dan mengajarkan tatacara dalam mengumandangkan azan.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..