HADITS KE 85 : BATASAN PAKAIAN LAKI-LAKI BERCAMPUR SUTERA

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

《JILID II (DUA)》

BAB PAKAIAN

HADITS KE 85 :

وَعَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ( أَنَّهَا أَخْرَجَتْ جُبَّةَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَكْفُوفَةَ الْجَيْبِ وَالْكُمَّيْنِ وَالْفَرْجَيْنِ, بِالدِّيبَاجِ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ. وَأَصْلُهُ فِي مُسْلِمٍ, وَزَادَ: ( كَانَتْ عِنْدَ عَائِشَةَ حَتَّى قُبِضَتْ, فَقَبَضْتُهَا, وَكَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَلْبَسُهَا, فَنَحْنُ نَغْسِلُهَا لِلْمَرْضَى نَسْتَشْفِي بِهَا ) وَزَادَ البُخَارِيُّ فِي “الْأَدَبِ اَلْمُفْرَدِ”. ( وَكَانَ يَلْبَسُهَا لِلْوَفْدِ وَالْجُمُعَةِ )

Dari Asma Binti Abu Bakar Radliyallaahu ‘anhu bahwa dia mengeluarkan jubah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam yang saku, dua lengan, dan dua belahannya bersulam sutera. Riwayat Abu Dawud. Asalnya dari riwayat Muslim, dan dia menambahkan: Jubah itu disimpan di tempat ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu hingga dia wafat, lalu aku mengambilnya. Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam biasa mengenakannya dan kami mencucinya untuk mengobati orang sakit. Bukhari menambahkan dalam kitab al-Adabul Mufrad: Beliau biasa mengenakannya untuk menemui utusan di hari Jum’at.

MAKNA HADITS :

Nabi (s.a.w) menganjurkan menghias diri dengan pakaian yang indah ketika
menyambut para delegasi agar penampilan seseorang enak dipandang mata, karena Allah Maha Indah dan menyukai keindahan. Allah menyukai apabila anugerah nikmat yang Dia berikan kepada hamba-Nya diperlihatkan oleh hamba yang berkenaan.
Antara toleransi yang diberikan oleh Islam ialah dibolehkan memakai kain
sutera sebagai penghias pakaian seperti pada bagian saku, ujung lengan dan bagian tepinya. Hal ini tidak termasuk pakaian yang diharamkan, bahkan dikecualikan dari hukum haram tersebut. Oleh itu, Asma’ (r.a) mengeluarkan kain jubah Nabi (s.a.w) yang bermotif demikian untuk menjelaskan bahwa seandainya ini dilarang, niscaya Nabi (s.a.w) pun tidak mau memakainya. Hal ini ditafsirkan bahwa pakaian kain sutera penghias tersebut hanya selebar empat jari atau kurang dari itu.

FIQH HADITS :

1. Boleh memakai pakaian yang dicampur dengan sedikit kain sutera, tetapi dalam batasan yang tidak melebihi keluasan empat jari, baik ketika disatukan ataupun ketika dipisahkan.

2. Boleh memakai kain jubah dan pakaian lain yang mempunyai dua belahan
pada kedua tepinya.

3. Melakukan pengubatan dengan pakaian-pakaian yang pernah digunakan
oleh Rasulullah (s.a.w) dan yang pernah disentuh oleh jasad baginda.

4. Disunatkan merapikan diri dan berhias untuk pergi mengerjakan sholat Jum’at, menyambut kedatangan delegasi (tamu), dan lain-lain.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 83 : HUKUM MEMAKAI PAKAIAN BERWARNA KUNING

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

《JILID II (DUA)》

BAB PAKAIAN

HADITS KE 83 :

وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِوٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا, قَالَ: ( رَأَى عَلَيَّ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ثَوْبَيْنِ مُعَصْفَرَيْنِ, فَقَالَ: أُمُّكَ أَمَرَتْكَ بِهَذَا ؟ ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Abdullah Ibnu Amar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melihat kepadaku dua pakaian yang dicelup kuning, lalu beliau bertanya: “Apakah ibumu menyuruhmu seperti ini?” Riwayat Muslim.

MAKNA HADITS :

Pakaian mu’ashfarah adalah pakaian yang dicelup dengan kuning. Nabi (s.a.w)
melarang kaum lelaki dari memakai baju jenis ini. Larangan ini menunjukkan
hukum makruh karena itu menyerupai kaum wanita. Inilah pendapat jumhur
sahabat dan tabi’in.
Imam Ahmad mengatakan bahwa memakai baju tersebut adalah haram
karena berdalilkan makna dzahir larangan dan berpegang kepada sabda Nabi (s.a.w):
“Apakah ibumu yang menyuruhmu memakainya?” Kalimat ini menunjukkan
larangan keras dan hukuman. Seseorang yang memiliki baju yang telah dicelup
dengan kuning hendaklah diberikan kepada isterinya karena dia boleh memakainya. Pakaian itu tidak boleh dibakar, karena dilarang membakar harta selagi ia boleh dimanfaatkan. Adapun riwayat yang menyebutkan adanya perintah untuk membakar pakaian tersebut, maka itu ditafsirkan untuk menanamkan rasa antipati terhadapnya, karena ada satu riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi (s.a.w) pernah memprotes sikap seorang sahabat yang membakar pakaian mu’ashfarah.

Dalam kaitan ini, baginda bersabda: “Mengapa engkau tidak memberikannya
kepada salah seorang isterimu?”

Malah dalam riwayat yang lain, baginda bersabda: “Kenapa kamu tidak
memberikannya kepada ibu kamu? Ini merupakan pemberitahuan bahwa pakaian tersebut adalah pakaian kaum wanita dan perhiasan mereka. Menurut pendapat
yang lain, pakaian ini dilarang bagi kaum lelaki mengingat pakaian tersebut
merupakan pakaian orang kafir. Dalilnya adalah riwayat yang menegaskan:

إن هذه من ثياب الكفار فلا تلبسها

“Sesungguhnya pakaian ini merupakan pakaian orang kafir, maka janganlah kamu memakainya.”

FIQH HADITS :

Larangan memakai pakaian yang dicelup dengan kuning karena orang yang
memakainya menyerupai kaum wanita dan pakaian tersebut hanya dipakai oleh
kaum wanita.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 82 : MENSYUKURI NIKMAT ALLAH

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

《JILID II (DUA)》

BAB PAKAIAN

HADITS KE 82 :

وَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ إِذَا أَنْعَمَ عَلَى عَبْدٍ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَيْهِ ) رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ

Dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah itu senang bila memberikan suatu nikmat kepada hamba-Nya, Dia melihat bekas nikmat-Nya itu padanya.” Riwayat Baihaqi.

MAKNA HADITS :

Seseorang yang memperlihatkan nikmat Allah yang dianugerahkan ke atasnya
baik dalam hal makan, minum, pakaian dan lain-lain merupakan ungkapan syukur
kepada Allah (s.w.t). oleh itu, Allah (s.w.t) menyukai apabila anugerah nikmat-
Nya itu diperlihatkan oleh hamba-Nya sebagai ungkapan syukur kepada Allah
(s.w.t) dan memperlihatkan anugerah Allah agar dengan demikian dia didekati
oleh orang yang memerlukan bantuannya dan dia pun dapat bersedekah kepada
mereka. Dengan demikian, terangkatlah diri mereka dari sikap yang tidak terpuji
seperti memperlihatkan penampilan miskin dan bersikap minta belas kasihan
orang lain.

Salah seorang bijak pandai berpesan: “Seandainya aku mengungkapkan
rasa syukur di atas kebaikan-Mu, maka aku ungkapkan itu melalui tingkah lakuku
karena ungkapan dengan cara tersebut lebih berkesan.”

Seseorang yang diberi anugerah oleh Allah dikehendaki mengungkapkan
perasaan syukur melalui lisannya di atas anugerah yang telah diterimanya itu. Ini merupakan ungkapan syukur melalui lisan. Allah (s.w.t) berfirman:

وأما بنعمت ربك فحدث (١١)

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (Surah al-Dhuha: 11)

FIQH HADITS :

Mensyukuri nikmat ialah dengan cara memperlihatkannya dalam hal makanan
dan pakaian agar dia didatangi oleh orang yang memerlukan bantuannya hingga
dengan itu dia dapat bersedekah kepada orang tersebut.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 81 : HUKUM MEMAKAI SUTERA BAGI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

《JILID II (DUA)》

BAB PAKAIAN

HADITS KE 81 :

وَعَنْ أَبِي مُوسَى رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( أُحِلَّ الذَّهَبُ وَالْحَرِيرُ لِإِنَاثِ أُمَّتِي, وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهِمْ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَالنَّسَائِيُّ, وَالتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ

Dari Abu Musa Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Emas dan sutera itu dihalalkan bagi kaum wanita umatku dan diharamkan bagi kaum prianya.” Riwayat Ahmad, Nasa’i dan Tirmidzi. Hadits shahih menurut Tirmidzi.

MAKNA HADITS :

Allah (s.w.t) Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dia mengharamkan pakaian
sutera dan emas bagi kaum lelaki, karena itu menunjukkan kemewahan, perhiasan
dan sifat sombong, sebaliknya ia hanya patut dipakai oleh kaum wanita. Kaum
lelaki adalah pembela negara yang berkewajipan menjaga keamanan negara. Jika lelaki menyerupai kaum wanita dalam berpakaian dan sikap berlemah-lembut,
maka tugas tersebut sukar untuk mereka pikul. Oleh itu, Rasulullah (s.a.w)
melaknat kaum lelaki yang menyerupai kaum wanita dan begitu pula sebaliknya
kaum wanita yang menyerupai lelaki.

FIQH HADITS :

Pakaian sutera dan emas haram dipakai oleh kaum lelaki, namun halal bagi kaum
wanita.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 80 : LARANGAN MEMAKAI SUTERA BAGI LAKI-LAKI

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

《JILID II (DUA)》

BAB PAKAIAN

HADITS KE 80 :

وَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: ( كَسَانِي النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم حُلَّةً سِيَرَاءَ, فَخَرَجْتُ فِيهَا, فَرَأَيْتُ الغَضَبَ فِي وَجْهِهِ, فَشَقَقْتُهَا بَيْنَ نِسَائِي ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَهَذَا لَفْظُ مُسْلِمٍ

Ali Radliyallaahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah memberiku pakaian dari campuran sutera. Lalu aku keluar dengan menggunakan pakaian itu dan kulihat kemarahan di wajah beliau, maka aku bagikan pakaian itu kepada wanita-wanita di rumahku. Muttafaq Alaihi dan lafadz hadits ini menurut Muslim.

MAKNA HADITS :

Memakai pakaian sutera menurut hukum syara’ adalah haram bagi lelaki yang telah berusia baligh dan ini merupakan satu ketetapan. Rasulullah (s.a.w) pernah mengirimkan sehelai pakaian yang dibuat dari kain sutera kepada Ali ibn Abi Talib dengan tujuan bukan untuk dipakainya melainkan untuk dimanfaatkan dengan cara lain, yaitu membahagikannya kepada kaum kerabat wanitanya dengan cara memotongnya menjadi beberapa helai kerudung, lalu dibagikan kepada mereka. Akan tetapi, Ali malah mentafsirkan pengertian ini berdasarkan makna dzahir pengiriman, sehingga memanfaatkannya dengan cara memakainya.

Ketika Nabi (s.a.w) melihat itu, baginda marah, karena itu tidak bersesuaian
dengan apa yang dimaksudkannya. Lalu Nabi (s.a.w) memberinya petunjuk apa
yang dimaksudnya dan menjelaskan kepadanya bahwa memakai kain sutera tidak dibolehkan baginya. Hal ini menunjukkan boleh mengakhirkan dua keterangan sampai dengan waktu yang diperlukan karena mengandalkan kecerdasan mukhatab (lawan bicara) atau sebagai pendorong agar mukhatab mengajukan pertanyaan sehingga
jawaban itu diberikan setelah pertanyaan itu diajukan, dan keadaan demikian
lebih berkesan di dalam hatinya.

FIQH HADITS :

1. Wajib mempererat ikatan silaturahim dengan kaum kerabat dan handai taulan.

2. Boleh menerima hadiah.

3. Kaum lelaki haram memakai kain sutera.

4. Boleh mengakhirkan penjelasan hukum sampai waktu yang dikehendakinya,
karena Ali (r.a) memanfaatkan kiriman Rasulullah (s.a.w) dengan memakainya, kemudian baginda menjelaskan kepadanya bahwa dia tidak boleh memakai kain sutera itu.

5. Boleh menghadiahkan sesuatu yang dihalalkan bagi penerimanya agar
dia memanfaatkannya untuk kaum kerabatnya yang halal untuk memakai
hadiah itu.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 79 : BOLEHNYA MEMAKAI SUTERA BAGI LAKI-LAKI UNTUK BEROBAT

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

《JILID II (DUA)》

BAB PAKAIAN

HADITS KE 79 :

وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه ( أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم رَخَّصَ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ, وَالزُّبَيْرِ فِي قَمِيصِ الحَرِيرِ, فِي سَفَرٍ, مِنْ حَكَّةٍ كَانَتْ بِهِمَا ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Anas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memberi keringanan kepada Abdurrahman Ibnu Auf dan Zubair untuk memakai pakaian sutera dalam suatu bepergian karena penyakit gatal yang menimpa mereka. Muttafaq Alaihi.

MAKNA HADITS :

Antara toleransi Islam ialah lelaki dibolehkan memakai pakaian sutera apabila dia berpenyakit kudis atau kurap. Sedangkan wanita dibolehkan memakainya secara mutlak tanpa terkecuali.

FIQH HADITS :

Boleh memakai pakaian sutera apabila ada uzur seperti penyakit gatal, karena
kain sutera memiliki keistimewaan khusus, yaitu dapat meredam rasa gatal. Inilah
pendapat Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad, tetapi tidak demikian halnya dengan Imam malik dan Imam Abu Hanifah.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 78 : BATASAN MEMAKAI SUTERA BAGI LAKI-LAKI

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

《JILID II (DUA)》

BAB PAKAIAN

HADITS KE 78 :

وَعَنْ عُمَرَ رضي الله عنه قَالَ: ( نَهَى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ لُبْسِ الحَرِيرِ إِلَّا مَوْضِعَ إِصْبَعَيْنِ, أَوْ ثَلَاثٍ, أَوْ أَرْبَعٍ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ

Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang memakai sutera kecuali sebesar dua, tiga, atau empat jari. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.

MAKNA HADITS :

Antara tolak angsur Islam adalah memberikan keringanan kepada kaum lelaki untuk memakai pakaian yang bercampur dengan sutera selebar kain bendera, yaitu selebar empat jari tangan, baik ketika diagungkan ataupun ketika dipisahkan. Kain sutera selebar empat jari ini diberi nama tathrif atau tathriz.

Kaum wanita dibolehkan memakai kain sutera secara mutlak, baik untuk
perhiasan ataupun untuk tujuan yang lainnya.

FIQH HADITS :

Lelaki dibolehkan memakai pakaian yang bercampur dengan sedikit sutera,
misalnya selebar bendera, baik secara disatukan ataupun dipisahkan, tetapi apapun campuran tersebut dalam kadar yang sedikit.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 77 : LARANGAN MENGGUNAKAN WADAH DARI EMAS DAN PERAK & MEMAKAI KAIN SUTERA ASLI BAGI LAKI-LAKI

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

《JILID II (DUA)》

BAB PAKAIAN

HADITS KE 77 :

وَعَنْ حُذَيْفَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( نَهَى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَشْرَبَ فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ, وَأَنْ نَأْكُلَ فِيهَا, وَعَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ وَالدِّيبَاجِ, وَأَنْ نَجْلِسَ عَلَيْهِ ) رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ

Hudzaifah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang kami minum dan makan dalam tempat terbuat dari emas dan perak, memakai pakaian dari sutera tipis dan tebal, serta duduk di atasnya. Riwayat Bukhari.

MAKNA HADITS :

Diharamkan memakai kain sutera tulen bagi kaum lelaki yang telah berusia baligh. Rasulullah (s.a.w) pernah menerima hadiah sehelai baju dari sutera, lalu para sahabat memegangnya sambil menaruh sikap takjub. Melihat itu, Rasulullah (s.a.w) bertanya: “Apakah kamu mengagumi kain sutera ini?” Mereka menjawab: “Ya.” Rasulullah (s.a.w) bersabda: “Sapu tangan Sa’ad ibn Mu’adz di dalam surga jauh lebih baik daripada ini.”
Peristiwa yang menjadi latar belakang hadis yang bersumber dari Huzaifah ini adalah ketika beliau berada di al-al-Mada’in, ibu kota Kerajaan Parsi, dia minta minum, lalu datanglah pemimpin kaum membawa sebuah bekas yang dibuat dari perak yang berisi air. Huzaifah membuang bekas tersebut berikut airnya, kemudian dia berkata kepada hadirin yang merasa heran dengan sikapnya itu: “Tidaklah sekali-kali aku membuangnya, melainkan kerana aku telah berkali-kali melarangnya dengan cara yang baik supaya tidak menyediakan minuman dengan bekas yang dibuat dari perak, namun terayata dia tidak mau mematuhinya. Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah (s.a.w)
bersabda: “Janganlah kamu memakai sutera tipis dan tebal, serta makan dengan menggunakan bekas yang dibuat dari perak, karena sesungguhnya barang-barang tersebut biasa digunakan oleh orang kafir di dunia. Maka bedakanlah diri kamu dengan mereka, niscaya barang-barang tersebut untuk kamu kelak di akhirat.”
Diqiyaskan dengan bekas yang digunakan untuk makan dan minum adalah bekas minyak wangi dan celak mata.

FIQH HADITS :

1. Haram makan dan minum dengan menggunakan bekas yang dibuat dari emas dan perak bagi kaum lelaki dan wanita. Lain halnya jika dijadikan perhiasan bagi kaum wanita, sehingga emas dan perak boleh dipakai oleh mereka.

2. Lelaki diharamkan memakai kain sutera. Jumhur ulama mengharamkan kaum lelaki duduk di atas hamparan kain sutera, karena berlandaskan kepada satu hadis yang mengatakan:

“Nabi (s.a.w) melarang kami (kaum lelaki) daripada memakai kain sutera yang nipis dan yang tebal, serta melarang kami daripada duduk di atasnya.”

Tetapi Imam Abu Hanifah membolehkan kaum lelaki duduk di atasnya. Beliau menyanggah pendapat jumhur ulama bahawa lafaz “نهى” tidak menunjukkan hukum haram secara pasti atau larangan tersebut ditujukan kepada gabungan antara memakainya dengan duduk di atasnya, bukan hanya ditujukan kepada duduk di atasnya semata. Adapun memegang kain sutera, memperjualbelikannya dan
memanfaatkannya maka itu tidaklah diharamkan.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..