HADITS KE 107 : KEWAJIBAN MEMBASUH SEMUA KULIT KETIKA ADUS TERMASUK YANG TERSELIP DI BAWAH RAMBUT

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TENTANG MANDI DAN JUNUB

HADITS KE 107 :

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِنَّ تَحْتَ كُلِّ شَعْرَةٍ جَنَابَةً فَاغْسِلُوا اَلشَّعْرَ وَأَنْقُوا اَلْبَشَرَ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَاه

وَلِأَحْمَدَ عَنْ عَائِشَةَ نَحْوُهُ وَفِيهِ رَاوٍ مَجْهُول

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya di bawah setiap helai rambut terdapat janabat. Oleh karena itu cucilah rambut dan bersihkanlah kulitnya.” Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi dan keduanya menganggap hadits ini lemah.

Menurut Ahmad dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu terdapat hadits serupa. Namun ada perawi yang tidak dikenal.

MAKNA HADITS :

Air meresap ke seluruh tubuh ketika mandi junub adalah wajib. Oleh kerana

rambut boleh mencegah sampainya air ke bagian yang ditutupi oleh rambut,

maka Nabi (s.a.w) mengingatkan kita untuk tidak mengabaikannya ketika mandi junub. Baginda menganjurkan kita untuk memastikan air itu benar-benar sampai ke akar rambut dengan menegaskan bahwa di bawah setiap helai rambut terdapat janabah. Di dalam hadits yang diceritakan oleh ‘Ali ibn Abi Thalib (r.a) disebutkan:

من ترك موضع شعرة من جنابة فعل بها كذا وكذا في النار. قال فمن ثم عاديت شعر رأسي وكان يجز شعره

“Barang siapa yang meninggalkan satu tempat meskipun hanya sehelai rambut ketika mandi junub, kelak akan dilakukan terhadapnya demikian dan demikian di dalam neraka. Lalu ‘Ali berkata: “Oleh itu saya memusuhi rambutku.” ‘Ali sentiasa mencukur rambutnya.”

FIQH HADITS :

1. Wajib membasuh seluruh tubuh ketika mandi junub dan tidak ada satu pun anggota tubuh yang dimaafkan apabila tidak terkena air.

2. Wajib menghilangkan segala sesuatu yang boleh mencegah sampainya air ke kulit tubuh.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 106 : BOLEH MANDI BERSAMA ISTRI DALAM SATU WADAH

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TENTANG MANDI DAN JUNUB

HADITS KE 106 :

وَعَنْهَا قَالَتْ: ( كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ تَخْتَلِفُ أَيْدِينَا فِيهِ مِنَ اَلْجَنَابَةِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِزَادَ اِبْنُ حِبَّانَ: وَتَلْتَقِي أيدينا.

Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu pula dia berkata: Aku pernah mandi dari junub bersama Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dengan satu tempat air tangan kami selalu bergantian mengambil air. Muttafaq Alaihi. Ibnu Hibban menambahkan: Dan tangan kami bersentuhan.

MAKNA HADITS :

Hadis ini mengandung pemahaman bahwa seorang wanita boleh mandi dengan suaminya dari satu bejana/wadah ketika keduanya mandi junub bersama. Tangan Nabi (s.a.w) dan tangan ‘Aisyah (r.a) saling bertemu dan saling berbenturan ketika mengambil (mencedok) air dari bejana itu. Dalam keadaan seperti itu tidak ada mudharat bagi keduanya, kerana tangan keduanya tidak mencabut kesucian air yang ada di dalam bejana itu. Bahkan air tetap suci seperti sedia kala, suci lagi menyucikan. Dengan kata lain air tidak menjadi musta’mal.

FIQH HADITS :

Seorang wanita boleh mandi bersama dengan suaminya dalam satu bejana.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 105 : HARAM DIAM DI DALAM MASJID BAGI ORANG HAID DAN JUNUB

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TENTANG MANDI DAN JUNUB

HADITS KE 105 :

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِنِّي لَا أُحِلُّ اَلْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلَا جُنُبٌ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَة

Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid bagi orang yang sedang haid dan junub.” Riwayat Abu Dawud dan hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah.

MAKNA HADITS :

Masjid adalah rumah Allah yang mesti dimuliakan, disucikan dan dipelihara dari najis dan kotoran. Oleh sebab itu, syariat melarang wanita yang sedang haid duduk di dalam masjid, kerana dikawatiri darahnya menites hingga masjid menjadi tercemar dan najis. Syariat pun melarang orang yang junub mendekati (memasuki) tempat sholat (masjid) sebelum dia bersuci dari junub.

FIQH HADITS :

Wanita haid dan orang junub dilarang tinggal di dalam masjid. Namun orang
yang junub diperbolehkan melintasnya menurut Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad dengan berlandaskan kepada firman Allah (s.w.t):

(ولا جنبا الا عابري سبيل… (النساء :٤٣

“… Dan (jangan pula hampiri masjid) sedangkan kamu dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu sahaja…” (Surah al-Nisa‟: 43)

Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa orang yang junub dan haid haram
memasuki masjid, meskipun hanya sekedar melewatinya.

Imam Malik mengatakan bahwa orang yang junub tidak boleh melintas di dalam masjid secara mutlak, kecuali kerana dalam keadaan darurat, namun itu pun dia hendaklah berwuduk terlebih dahulu.

Imam Malik melandaskan pendapatnya dengan dalil hadis bab ini dan mengatakan bahwa makna hadits ini bersifat umum.

Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa wanita haid dan nifas dilarang

memasuki masjid, sama halnya dengan orang yang berjunub.

Imam Malik mengatakan hal yang sama, namun beliau membolehkan keduanya memasuki masjid kerana dalam keadaan darurat, seperti jiwa atau harta bendanya dalam keadaan terancam.

Imam al-Syafi’i dan Imam Ahmad mengatakan mereka boleh lewat di dalam masjid jika dapat menjamin masjid tidak akan tercemar/tertetes oleh darahnya.

Sedangkan Imam al-Syafi’i melarang mereka menetap di dalam masjid secara mutlak. Tetapi Imam Ahmad membolehkan mereka tinggal di dalamnya apabila darahnya terhenti namun orang itu hendaklah berwuduk terlebih dahulu.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 104 : HUKUM MENGIKAT RAMBUT KETIKA MANDI JUNUB

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TENTANG MANDI DAN JUNUB

HADITS KE 104 :

وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( قُلْتُ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ إِنِّي اِمْرَأَةٌ أَشُدُّ شَعْرَ رَأْسِي أَفَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ اَلْجَنَابَةِ؟ وَفِي رِوَايَةٍ: وَالْحَيْضَةِ؟ فَقَالَ: لَا إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِي عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ ) رَوَاهُ مُسْلِم

Ummu Salamah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku bertanya wahai Rasulullah sungguh aku ini wanita yang mengikat rambut kepalaku. Apakah aku harus membukanya untuk mandi jinabat؟ Dalam riwayat lain disebutkan: Dan mandi dari haid؟ Nabi menjawab: “Tidak tapi kamu cukup mengguyur air di atas kepalamu tiga kali.” Riwayat Muslim.

MAKNA HADITS :

Tidak boleh malu untuk bertanya soal hukum agama. Contohnya adalah salah seorang Ummul Mukminin, di mana beliau menanyakan kepada Rasulullah (s.a.w) suatu persoalan yang bertujuan mengetahui hukum syariat. Rasulullah (s.a.w) menjawabnya dengan jawapan yang tegas dan menetapkan baginya satu hukum syariat yang dapat dijadikan pegangan olehnya dan juga oleh kaum wanita sesamanya, yaitu tidak perlu menguraikan rambut ketika mandi junub dan mandi kerana haid. Tetapi makna hadits ini ditakwilkan oleh para ulama menurut pendapat mereka masing-masing. Ada di antara mereka yang mewajibkan menguraikan rambut ketika mandi haid dan nifas, tetapi tidak mewajibkannya ketika mandi junub (setelah bersetubuh). Ada pula diantara mereka yang tidak mewajibkannya secara mutlak. Sebahagian yang lain ada yang mewajibkan menguraikan rambut apabila air tidak dapat sampai ke dalam kulit kepalanya selain dengan menguraikannya dan bagi wanita yang tidak lebat rambutnya disunatkan untuk menguraikan rambutnya ketika mandi junub, sekalipun akarnya telah basah.

FIQH HADITS :

Seorang wanita tidak perlu menguraikan rambut ketika mandi junub dan mandi setelah haid atau nifas, jika dia yakin bahwa air dapat sampai ke akar rambut.

Dalam masalah masalah ini ulama berbeda pendapat :

Imam Malik mewajibkan menguraikannya jika air tidak dapat sampai ke akar rambut.

Imam Abu Hanifah mengatakan tidak wajib menguraikannya jika akarnya
sudah basah. Tetapi seorang lelaki diwajibkan menguraikan rambutnya meskipun air dapat meresap ke akar rambut menurut pendapat yang sahih.

Imam Ahmad mengatakan tidak wajib menguraikannya ketika mandi junub,
tetapi diwajibkan ketika mandi haid dan nifas. Beliau melandaskan pendapatnya dengan sabda Nabi (s.a.w) yang ditujukan kepada ‘Aisyah (r.a) ketika haid: “Huraikan rambutmu dan celah-celahilah!”

Imam al-Syafi’i berpendapat disunatkan menguraikannya bagi orang yang
berambut tidak lebat, tetapi diwajibkan menguraikannya jika ternyata air tidak
dapat sampai ke akarnya kecuali dengan cara menguraikannya.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 102-103 : TATA CARA MANDI JUNUB YANG MENCUKUPI DAN YANG SEMPURNA.

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TENTANG MANDI DAN JUNUB

HADITS KE 102 :

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا اِغْتَسَلَ مِنْ اَلْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ ثُمَّ يَأْخُذُ اَلْمَاءَ فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ اَلشَّعْرِ ثُمَّ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم

Dan dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anha berkata: Biasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam jika mandi karena jinabat akan mulai dengan membersihkan kedua tangannya kemudian menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri lalu mencuci kemaluannya kemudian berwudlu lalu mengambil air kemudian memasukkan jari-jarinya ke pangkal-pangkal rambut lalu menyiram kepalanya tiga genggam air kemudian mengguyur seluruh tubuhnya dan mencuci kedua kakinya. Muttafaq Alaihi dan lafadznya dari Muslim.

HADITS KE : 103 :

وَلَهُمَا فِي حَدِيثِ مَيْمُونَةَ: ( ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى فَرْجِهِ فَغَسَلَهُ بِشِمَالِهِ ثُمَّ ضَرَبَ بِهَا اَلْأَرْضَ ) وَفِي رِوَايَةٍ: ( فَمَسَحَهَا بِالتُّرَابِ )

وَفِي آخِرِهِ: ( ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ ) فَرَدَّهُ وَفِيهِ: ( وَجَعَلَ يَنْفُضُ الْمَاءَ بِيَدِهِ

Menurut Riwayat Bukhari-Muslim dari hadits Maimunah: Kemudian beliau menyiram kemaluannya dan membasuhnya dengan tangan kiri lalu menggosok tangannya pada tanah.

Dalam suatu riwayat: Lalu beliau menggosok tangannya dengan debu tanah. Di akhir riwayat itu disebutkan: Kemudian aku memberikannya saputangan namun beliau menolaknya. Dalam hadits itu disebutkan: Beliau mengeringkan air dengan tangannya.

MAKNA HADITS :

Mandi junub ada dua cara; cara yang mencukupi dan cara yang sempurna.

Pertama, cara yang mencukupi adalah dengan meratakan basuhan ke seluruh tubuh tanpa ada satu bagian anggota tubuh pun yang tertinggal, kerana di bawah setiap helai rambut mesti terkena oleh mandi junub itu.

Kedua, cara yang sempurna adalah dengan memui pembersihan kotoran sebelum mensucikan diri dari hadats. Cara ini mendahulukan untuk membasuh anggota-anggota wudhu’ daripada yang lain. Ia hendaklah memulai basuhan anggota tubuh bagian atas sebelum bagian bawah dan mendahulukan sebelah kanan sebelum sebelah kiri. Gambaran inilah yang dirangkum oleh ‘Aisyah (r.a).

FIQH HADITS :

1. Mandi junub dimulai dengan mencuci kedua telapak tangan sebelum

memasukkannya ke dalam bejana.

2. Melakukan istinjak sebelum berwuduk dan beristinjak dilakukan dengan tangan kiri. Hal ini dilakukan dengan betul hingga merasa yakin akan kebersihannya.

3. Disunatkan mendahulukan anggota wuduk untuk menghormatinya dan

sebagai satu ketentuan syariat.

4. Mencelah-celah rambut agar air dapat sampai ke akar-akarnya kerana pada setiap kulit yang ada di bawah rambut mesti terkena mandi junub.

5. Menjelaskan gambaran mandi wajib dari permulaan hingga akhir dan

menjelaskan mengenai bilangan basuhan.

6. Tidak perlu memakai handuk untuk mengeringkan anggota wuduk, sebaliknya disunatkan membiarkannya menurut pendapat Imam al-Syafi’i. Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Abu Hanifah membolehkannya. Mereka mengatakan demikian kerana berlandaskan kepada hadits Salman al-Farisi yang mengatakan:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم توضأ فقلب جبة صوف كانت عليه فمسح بها وجهه

“Rasulullah (s.a.w) berwuduk, lalu membalikkan baju jubah yang ada padanya, kemudian baju jubah itu baginda gunakan untuk mengusap wajahnya.” (Disebut oleh Ibn Majah)

7. Diperbolehkan mengeringkan air dari seluruh anggota tubuh setelah mandi junub, kemudian diqiyaskan kepadanya masalah wudhu’.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 101 : BOLEH TIDUR DALAM KEADAAN JUNUB

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TENTANG MANDI DAN JUNUB

HADITS KE 101 :

وَلِلْأَرْبَعَةِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَنَامُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَمَسَّ مَاءً ) وَهُوَ مَعْلُول

Menurut Imam Empat dari ‘Aisyah r.a dia berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah tidur dalam keadaan junub tanpa menyentuh air. Hadits ini ma’lul.

MAKNA HADITS :

Nabi (s.a.w) adalah penentu syari’at. Oleh sebab itu, adakalanya baginda berwuduk hanya sekali, kadang kala minum sambil berdiri, kadang kala membuang air kecil sambil berdiri dan tidur dalam keadaan junub tanpa berwuduk atau mandi terlebih dahulu. Semua itu merupakan penjelasan yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut diperbolehkan. Ia dilakukan sendiri oleh Rasulullah (s.a.w) kerana cara ini lebih berkesan dalam menjelaskan sesuatu permasalahan.

FIQH HADITS :

Orang yang junub boleh tidur tanpa berwuduk atau mandi terlebih dahulu,
tetapi apa yang lebih diutamakan adalah sebagaimana keterangan yang dimuatkan dalam hadis sebelum ini.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 100 : ANJURAN BERWUDHU’ APABILA INGIN MENGULANGI JIMAK DENGAN ISTRI

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TENTANG MANDI DAN JUNUB

HADITS KE 100 :

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ بَيْنَهُمَا وُضُوءًا ) رَوَاهُ مُسْلِم

زَادَ اَلْحَاكِمُ: ( فَإِنَّهُ أَنْشَطُ لِلْعَوْدِ )

Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila seseorang di antara kamu mendatangi istrinya (bersetubuh) kemudian ingin mengulanginya lagi maka hendaklah ia berwudlu antara keduanya.” Hadits riwayat Muslim.

Hakim menambahkan: “Karena wudhu itu memberikan semangat untuk mengulanginya lagi.”

MAKNA HADITS :

Seseorang yang junub dikawatirkan selalu terkena gangguan syaitan kerana malaikat yang mulia menjauhinya. Oleh sebab itu, syari’at menganjurkan untuk
berwuduk karana adanya hikmah-hikmah yang sangat luar biasa, antara lain ialah:

Pertama, apabila seseorang hendak mengulangi persetubuhan dengan isterinya, maka itu mampu memberinya semangat dan mengembalikan lagi kekuatannya.

Kedua, kerana wuduk dalam kategori bersuci kecil yang dapat dijadikan sebagai benteng bagi dirinya secara keseluruhan.

Ketiga, kerana wuduk itu adakalanya
mendorongnya untuk terus mandi junub dan inilah yang diharapkan.

FIQH HADITS :

1. Orang yang hendak menggauli isterinya untuk yang kedua kalinya
disyariatkan berwuduk.

2. Dibolehkan beribat untuk menambah semangat untuk berjimak dengan isteri.

3. Mandi di antara dua persetubuhan tidak wajib.

4. Disyari’atkan meringankan junub dengan berwuduk kerana wuduk merupakan bersuci kecil supaya orang berkenaan tidak terhalang dari berkah ditemani oleh malaikat.

Di dalam hadis yang lain disebutkan:

ِثلاثة لا تقربهم الملائكة ؛ الجنب والسكران والمتمضخ بالخلوق

“Ada tiga orang yang para malaikat tidak mau mendekatinya, yaitu orang yang junub, orang mabuk dan orang yang berbau tidak enak.”

5. Etika mengungkapkan sesuatu dengan menggunakan kata-kata sindiran untuk menceritakan perkara-perkara yang aib.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 99 : DIHARAMKAN MEMBACA AL QU’AN BAGI ORANG JUNUB

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TENTANG MANDI DAN JUNUB

HADITS KE 99 :

وَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُقْرِئُنَا اَلْقُرْآنَ مَا لَمْ يَكُنْ جُنُبًا ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ وَهَذَا لَفْظُ اَلتِّرْمِذِيِّ وَحَسَّنَةُ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّان

Ali Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam selalu membaca Al-Qur’an pada kami selama beliau tidak junub. Riwayat Imam Tujuh dan lafadznya dari Tirmidzi. Hadits ini shahih menurut Tirmidzi dan hasan menurut Ibnu Hibban.

MAKNA HADITS :

Al-Qur’an adalah kalamullah yang qadim, diturunkan melalui Malaikat Jibril yang terpercaya dengan bahasa Arab yang jelas. Membaca al-Qur’an sangat bermanfaat bagi pembacanya dan dapat menyingkirkan segala bentuk kesusahan dan dukacita dari dalam dirinya dengan meresapi perjalanan perilaku umat terdahulu di masa lampau. Jangan anda sesekali membacanya dalam keadaan berhadas besar. Ini hendaklah dijadikan sebagai pengajaran dan peringatan demi menjaga keutamaan al-Qur’an dan mengagungkan firman Allah (s.w.t).

FIQH HADITS :

Orang yang junub diharamkan membaca al-Qur’an. Abu Ya’la menyebut satu hadits dari ‘Ali (r.a):

رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم توضئ ثم قرأ شيئا من القرأن ثم قال : هكذا لمن ليس بجنب فأما الجنب فلا ولو جنبا

“Saya pernah melihat Rasulullah (s.a.w) berwuduk, kemudian membaca ayat al-
Qur’an lalu baginda bersabda: “Keadaan sebegini dibolehkan bagi orang yang tidak berjunub. Adapun orang yang junub sama sekali tidak diperbolehkan,
sekalipun hanya satu ayat.”

Kesemua hadits tsiqah dan hadis ini dengan jelas mengharamkan orang junub membaca al-Qur’an kerana mengandung makna larangan. Hadits ini lebih tegas lagi dari hadits di atas kerana hadits di atas mengisahkan tentang perbuatan Nabi (s.a.w).

Namun mazhab Maliki mengecualikan apabila ayat yang dibacanya itu sedikit
dan bertujuan melindungi diri dari gangguan syaitan seperti Ayat al-Kursi,
Surat al-Ikhlash dan al-Mu’awwidzatain.

Imam Ahmad mengatakan bahawa diberi keringanan bagi orang yang berjunub membaca satu ayat atau yang semisal dengannya.

Sedangkan Imam Abu Hanifah hanya memperbolehkan membaca sebahagian dari satu ayat.

Ulama mazhab al-Syafi’i juga berkata: “Diperbolehkan membaca ayat-ayat al-
Qur’an dengan tujuan untuk berzikir dan bukan berniat membaca al-Qur’an.”
Apapun, memegang mushaf adalah diharamkan bagi orang yang junub,
sekalipun memakai penghalang atau menggunakan dengan kayu. Inilah pendapat mayoritas ulama.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 97-98 : ANJURAN ADUS DI HARI JUM’AT

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TENTANG MANDI DAN JUNUB

HADITS KE 97 :

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( غُسْلُ اَلْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ ) أَخْرَجَهُ اَلسَّبْعَة ُ

Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Mandi hari Jum’at itu wajib bagi setiap orang yang telah bermimpi (baligh.” Riwayat Imam Tujuh.

MAKNA HADITS :

Nabi (s.a.w) menganjurkan mandi pada hari Jum’at dengan sunat mu’akkad. Pada permulaan Islam, mandi pada hari Jum’at adalah wajib kerana kehidupan para sahabat ketika itu amat sukar dan mereka selalu memakai baju yang terbuat dari bulu kambing yang apabila melekat pada tubuh dalam waktu yang lama akan menyebabkan bau kurang enak.

Akan tetapi setelah Allah melimpahkan banyak kenikmatan dan keluasan

rezeki kepada mereka melalui harta ghanimah yang mereka peroleh, maka hukum wajib ini di-mansukh. Hukumnya yang mulanya wajib beralih menjadi menjadi sunat mu’akkad.

FIQH HADITS :

Wajib mandi pada hari Jum’at berdasarkan keterangan yang telah disebutkan diatas, kemudian hukum wajib ini di-mansukh oleh hadis berikut ini.

HADITS KE 97 :

وَعَنْ سَمُرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ فَبِهَا وَنِعْمَتْ وَمَنْ اِغْتَسَلَ فَالْغُسْلُ أَفْضَلُ ) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ وَحَسَّنَهُ اَلتِّرْمِذِيّ

Dari Samurah Ibnu Jundab Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang berwudlu pada hari Jum’at berarti telah menjalankan sunnah dan sudah baik dan barangsiapa yang mandi maka itu lebih utama.” Riwayat Imam Tujuh dan dinilai hasan oleh Tirmidzi.

MAKNA HADITS :

Oleh kerana hari Jum’at adalah hari raya dimana pada hari itu kaum muslimin berkumpul di rumah-rumah Allah (masjid-masjid) untuk mengerjakan shalat Jum’at dan mendengarkan khutbah dan turut hadir bersama para malaikat, maka syariat menganjurkan agar memakai wewangian dan berpakaian paling baik serta tubuh yang bersih dengan cara mandi. Ini disyari’atkan bagi orang yang mampu melakukannya dan ia lebih utama dan lebih sempurna baginya. Tetapi jika tidak mampu mandi, maka cukuplah baginya berwuduk dan orang yang mampu berwudukpun sudah dianggap mengikuti amalan Sunnah.

FIQH HADITS :

Keutamaan mandi pada hari Jum’at. Hadits ini memansukh hukum wajib yang terkandung pada hadits sebelum ini. Inilah rahasia menyebutkan hadits ini sesudahnya.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 96 : DISYARI’ATKAN ADUS BAGI MUALLAF (ORANG YANG BARU MASUK ISLAM)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TENTANG MANDI DAN JUNUB

HADITS KE 96 :

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ( -فِي قِصَّةِ ثُمَامَةَ بْنِ أُثَالٍ عِنْدَمَا أَسْلَم- وَأَمَرَهُ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يَغْتَسِلَ ) رَوَاهُ عَبْدُ اَلرَّزَّاق ِ وَأَصْلُهُ مُتَّفَقٌ عَلَيْه

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu tentang kisah tsamamah Ibnu Utsal ketika masuk Islam Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam menyuruhnya mandi. Riwayat Abdur Rozaq dan asalnya Muttafaq Alaihi.

MAKNA HADITS :

Jika orang kafir masuk Islam, maka batinnya menjadi suci dari ‘akidah yang bathil. Oleh sebab itu, syari’at memerintahkan mandi supaya dzahirnya turut menjadi suci dari kekufuran dan sisa-sisa junub yang dilakukan ketika masih kafir. Tujuannya ialah supaya dia bersiap sedia melakukan ibadah dengan dzahir dan batin yang suci serta keyakinan dan amal yang suci pula.

FIQH HADITS :

Disyari’atkan mandi bagi orang yang baru masuk Islam. Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Imam Ahmad mewajibkan mandi berlandaskan kepada dzahir hadits. Imam Malik dan Imam al-Syafi’i mewajibkannya pula bagi orang yang pernah berjunub ketika kafir, baik dia telah mandi ataupun belum, sedangkan bagi yang tidak pernah berjunub ketika kafir, hukum mandi itu hanyalah sunat. Imam Abu Hanifah mewajibkan mandi bagi orang yang berjunub ketika kafir sedangkan dia tidak pernah mandi junub dan mandi tidak wajib baginya apabila dia pernah mandi semasa dia kafir.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..