HADITS KE 61 : KEUTAMAAN MELAKSANAKAN SHALAT ‘ID DI TANAH LAPANG
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI
《JILID II (DUA)》
BAB SHOLAT HARI RAYA IDUL
FITRI DAN IDUL ADLHA
HADITS KE 61 :
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه ( أَنَّهُمْ أَصَابَهُمْ مَطَرٌ فِي يَوْمِ عِيدٍ. فَصَلَّى بِهِمْ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم صَلَاةَ الْعِيدِ فِي الْمَسْجِدِ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ لَيِّنٍ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa mereka mengalami hujan pada hari raya, maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam sholat hari raya bersama mereka di masjid. Riwayat Abu Dawud dengan sanad lemah.
MAKNA HADITS :
Pada asalnya sholat hari raya dikerjakan di suatu tempat yang lapang dan luas agar orang-orang dapat berkumpul di tempat tersebut. Dalam kaitan ini, Nabi (s.a.w) menganjurkan semua gadis remaja, gadis pingitan dan lain-lain turut serta mengerjakan sholat dan berdo’a bersama-sama kaum muslimin.
Rasulullah (s.a.w) selalu mengerjakan sholat hari raya di lapangan yang khusus digunakan untuk mengerjakan sholat. Hal ini menunjukkan bahwa mengerjakan sholat hari raya di lapangan lebih utama daripada melakukannya di dalam masjid, sekalipun masjid itu luas dan dapat menampung orang banyak.
Tetapi menurut pendapat sekumpulan ulama, sholat hari raya di dalam Masjidil
Haram adalah lebih utama karena masjid itu luas, dapat melihat Ka’bah secara
langsung dan pahalanya dilipatgandakan. Adapun sholat hari raya yang pernah
dilakukan oleh Nabi (s.a.w) di dalam Masjid Nabawi, seperti yang disebutkan di dalam hadis ini, dapat ditafsirkan untuk menunjukkan hukum boleh atau karena adanya udzur seperti hujan atau karena masjid itu sendiri cukup luas dapat menampung semua orang yang akan melakukannya.
FIQH HADITS :
Dibolehkan melakukan sholat hari raya di dalam masjid karena ada udzur seperti
hujan. Jika tidak ada uzur, maka disunatkan bahwa sholat hari raya itu dikerjakan di tanah lapang. Mengerjakannya di tanah lapang adalah lebih diutamakan dibandingkan dikerjakan di dalam masjid, karena ini telah menjadi kebiasaan Rasulullah (s.a.w) dan para Khulafa’ al-Rasyidin sesudahnya.
Inilah mazhab jumhur ulama. Alasan mereka karena Rasulullah (s.a.w) sudah biasa melakukannya di samping ia dapat menyemarakkan lagi syiar Islam
dan memberi kemudahan kepada para penunggang yang datang dari tempat
yang jauh. Mazhab Hanbali dan mazhab Maliki mengecualikan Masjidil Haram
mengingat masjid itu memiliki keluasan yang mampu menampung banyak umat manusia.
Mazhab al-Syafi’i mengatakan bahwa mengerjakan sholat hari raya di dalam
Masjidil Haram dan Baitul Muqdis adalah lebih utama dibanding di tengah padang
memandang kesucian kedua masjid itu, mudah untuk mendatanginya dan
memiliki keluasan yang bisa menampung banyak manusia. Adapun mengerjakan
sholat hari raya di dalam masjid-masjid yang lain karena masjid itu luas atau karena turun hujan sebagaimana yang ditegaskan oleh hadis ini, maka itu dibolehkan memandang kemuliaan yang ada padanya, mudah untuk didatangi serta tempatnya yang cukup luas pada keadaan pertama dan lantaran ada udzur pada keadaan kedua. Oleh itu, seandainya sholat dikerjakan di tengah padang, bererti mereka telah mengabaikan perbuatan yang lebih utama sehingga makruh pada keadaan kedua, bukan pada keadaan pertama. Apabila masjid itu sempit dan tidak ada udzur untuk mengerjakan di tengah lapang, maka makruh melakukan sholat hari raya di dalam masjid, karena adanya alasan kesusahan dan akan berlaku
desak-desakan di kalangan banyak orang. Jalan keluarnya adalah hendaklah orang
yang sehat dan kuat pergi ke tengah lapangan untuk mengerjakan sholat hari raya, kemudian melantik seorang imam di dalam masjid untuk mengerjakan sholat hari raya bersama orang yang lemah seperti orang tua dan orang sakit. Ini karena Khalifah Ali (r.a) pernah melantik Abu Mas’ud al-Ansari untuk berbuat demikian.
Wallahu a’lam bisshowab..
Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.
Semoga bermanfaat. Aamiin