HADITS KE 321 : ANCAMAN BAGI YANG MENINGGALKAN SHALAT BERJAMAAH

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB SHALAT BERJAMAAH DAN IMAM SHALAT

HADITS KE 321 :

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْتَطَبَ, ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا, ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيَؤُمَّ النَّاسَ, ثُمَّ أُخَالِفُ إِلَى رِجَالٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ, فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ, وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ يَعْلَمُ أَحَدُهُمْ أَنَّهُ يَجِدُ عَرْقًا سَمِينًا أَوْ مِرْمَاتَيْنِ حَسَنَتَيْنِ لَشَهِدَ الْعِشَاءَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya ingin rasanya aku menyuruh mengumpulkan kayu bakar hingga terkumpul, kemudian aku perintahkan sholat dan diadzankan buatnya, kemudian aku perintahkan seseorang untuk mengimami orang-orang itu, lalu aku mendatangi orang-orang yang tidak menghadiri sholat berjama’ah itu dan aku bakar rumah mereka. Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya salah seorang di antara mereka tahu bahwa ia akan mendapatkan tulang berdaging gemuk atau tulang paha yang baik niscaya ia akan hadir (berjamaah) dalam sholat Isya’ itu. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Bukhari.

MAKNA HADITS :

Rasulullah (s.a.w) bersumpah dalam salah satu sholatnya ketika baginda merasa kehilangan orang yang biasa mengerjakan sholat berjamaah. Baginda berniat melakukan suatu perkara besar untuk menghukum mereka karena tidak hadir dalam sholat berjamaah. Baginda berkeinginan mengumpulkan kayu, lalu menyuruh seorang lelaki untuk menjadi imam sholat kepada orang banyak sebagai pengganti dirinya, sementara baginda sendiri pergi mendatangi mereka yang tidak menghadiri sholat berjamaah tersebut. Baginda ingin membakar rumah-rumah mereka sebagai hukuman diatas perbuatan mereka karena tidak menghadiri sholat berjamaah sekaligus mengingatkan betapa penting sholat berjamaah itu.

Nabi (s.a.w) mengulangi sumpahnya seraya menegaskan bahwa mereka yang tidak menghadiri sholat berjamaah itu hanya mengutamakan urusan duniawi. Jika mereka tahu bahwa dalam sholat berjamaah itu mereka memperoleh kepentingan
duniawi, niscaya mereka menghadiri sholat berjamaah tersebut. Mereka melakukannya karena tujuan duniawi itu, bukan karena inginkan pahala akhirat serta kenikmatan yang ada padanya. Disini terdapat kecaman pedas terhadap mereka yang tidak menghadirinya karena mereka lebih gemar menerima balasan
sesuatu yang tidak kekal dari memperoleh pahala yang berlimpah dan kedudukan mulia di hari kemudian.

FIQH HADITS :

1. Disyariatkan bersumpah dengan menyebut asma Allah, sekalipun tanpa diminta terlebih dahulu dengan tujuan menarik perhatian lawan bicara dan mengukuhkan apa yang akan dibicarakannya.

2. Disyariatkan meminta tolong kepada orang lain dalam mengatasi berbagai perkara.

3. Boleh melantik seseorang menjadi imam, sekalipun ada orang yang lebih utama daripada dirinya selagi tindakan tersebut mengandung maslahat.

4. Boleh menjatuhkan hukuman ke atas harta milik terdakwa, bukan kepada anggota tubuhnya. Ini dikatakan oleh segolongan ulama dan mazhab Maliki, sedangkan jumhur ulama mengatakan bahwa sesungguhnya peraturan ini
hanya berlaku pada zaman permulaan Islam dan setelah itu tidak berlaku lagi.

5. Boleh mendahulukan ancaman dan peringatan sebelum menjatuhkan hukuman. Jika mudharat dapat dielakkan dengan cara yang lebih ringan berupa peringatan maupun larangan, maka cukuplah menggunakan cara yang
ringan itu tanpa menjatuhkan hukuman yang lebih berat.

6. Imam resmi boleh melantik seseorang untuk mengimami sholat orang banyak sebagai pengganti dirinya untuk sementara waktu apabila dia mempunyai
kesibukan yang datang secara mengejut.

7. Boleh pergi setelah sholat diiqamahkan (didirikan) apabila ada halangan yang menyebabkannya tidak dapat mengikuti sholat berjamaah.

8. Boleh seseorang yang berada di dalam rumahnya dikeluarkan selagi ada alasan yang dibenarkan untuk berbuat demikian. Jika orang itu bersembunyi di dalam rumahnya dan bersikokoh tidak mau keluar rumah, maka dibolehkan
melakukan cara apapun untuk mengeluarkannya.

9. Boleh menghukum pelaku kejahatan dan kemaksiatan dengan cara yang bersifat mendadak tanpa pengetahuannya terlebih dahulu.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 320 : FADHILAH SHALAT BERJAMAAH

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB SHALAT BERJAMAAH DAN IMAM SHALAT

HADITS KE 320 :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا-; أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

وَلَهُمَا عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: ( بِخَمْسٍ وَعِشْرِينَ جُزْءًا )

وَكَذَا لِلْبُخَارِيِّ: عَنْ أَبِي سَعِيدٍ, وَقَالَ: “دَرَجَةً “

Dari Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sholat berjama’ah itu lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada sholat sendirian.” Muttafaq Alaihi.

Menurut riwayat Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu : “Dua puluh lima bagian.”

Demikian juga menurut riwayat Bukhari dari Abu Said, dia berkata: Derajat.

MAKNA HADITS :

Mengerjakan shalat berjamaah di dalam masjid mimang disyariatkan, karena banyak mengandung hikmah dan keistimewaan antara lain adalah pahala kian bertambah sebanding dengan banyaknya kaki melangkah menuju masjid, terlebih lebih lagi pada waktu kegelapanya malam. Dalam hadis yang lain disebutkan seperti berikut:

بَشِّرِ المَشَّائِيْن فِي الظُّلَمِ إلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Sampaikan berita gembira kepada orang yang berjalan di kegelapan malam menuju ke masjid-masjid bahwa mereka akan memperoleh cahaya yang sempurna kelak pada hari kiamat.”

Di dalam berjamaah wujudlah keharmonisan di antara kaum muslimin, hati mereka bersatu padu dalam naungan ibadah yang paling mulia. Di dalamnya orang yang besar berdiri sejajar dengan orang kecil, dan orang kaya berdiri sejajar dengan orang miskin. Kepala mereka berdiri sejajar sebagaimana telapak kaki pun
sejajar di dalam shaf dan mereka mempelajari agama berdasarkan praktikal amali.

Selain itu, shalat berjemaah mengandung makna persatuan, latihan menyelesaikan satu tugas secara gotong royong serta melatih disiplin dibawah pimpinan
seorang komando (imam).

FIQH HADITS :

1. Shalat seorang diri hukumnya sah.

2. Keutamaan shalat berjamaah dan pahalanya dilipatgandakan oleh Allah (s.w.t).

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 318-319 : FADHILAH SHALAT DHUHA

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB GAMBARAN SHALAT SUNNAH

HADITS KE 318 :

وَعَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( مَنْ صَلَّى اَلضُّحَى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بَنَى اللَّهُ لَهُ قَصْرًا فِي الْجَنَّةِ ) رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَاسْتَغْرَبَهُ

Dari Anas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa menunaikan sholat Dluha dua belas rakaat niscaya Allah membangunkan sebuah istana untuknya di surga.” Hadits Gharib diriwayatkan oleh Tirmidzi.

HADITS KE 319 :

وَعَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا- قَالَتْ: ( دَخَلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم بَيْتِي, فَصَلَّى الضُّحَى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ ) رَوَاهُ اِبْنُ حِبَّانَ فِي “صَحِيحِهِ”

Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam masuk ke rumahku, kemudian beliau sholat Dluha delapan rakaat. Riwayat Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya.

MAKNA HADITS :

Rasulullah (s.a.w) menjelaskan bahwa Allah akan membangunkan satu istana di dalam surga bagi orang yang senantiasa mengamalkan sholat dhuha. Inilah satu penghormatan dan karunia Allah. Kebanyakan ulama Mazhab al-Syafi’i menyatakan bahwa sebanyak-banyak bilangan rakaat sholat dhuha ialah delapan rakaat, dan sebagian mereka mengatakan pula bahwa yang paling afdhal adalah delapan rakaat karena inilah yang paling kerap dilakukan oleh Nabi (s.a.w) menurut keterangan hadis yang sahih.

FIQH HADITS :

Disyariatkan mengerjakan sholat dhuha disamping menjelaskan bilangan rakaat dan hikmah yang terdapat di dalam perbedaan jumlah rakaatnya yaitu bertujuan
memberi kemudahan kepada umat Islam. Setiap orang Islam hendaklah mengerjakannya sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya dan mereka yang mampu hendaklah bersaing dengan yang lain dalam melakukan amal kebaikan.

Al-Tabarani meriwayatkan satu hadis dari Abu al-Darda secara marfu’:

من صلى الضحى ركعتين ؛ لم يكتب من الغافلين ، ومن صلى أربعاً ؛ كتب من العابدين ، ومن صلى ستاً ؛ كفي ذلك اليوم ، ومن صلى ثمانياً؛ كتبه الله من القانتين ، ومن صلى ثنتي عشرة ركعة ؛ بنى الله له بيتاً في الجنة ، وما من يوم ولا ليلة إلا لله من يمن به على عباده صدقة، وما من الله على أحد من عباده أفضل من أن يلهمه ذكره

“Barang siapa yang mengerjakan sholat dhuha sebanyak dua rakaat, maka dia tidak dimasukkan ke dalam golongan orang yang lalai. Barang siapa yang mengerjakan
sholat dhuha sebanyak empat rakaat, maka dia dimasukkan kedalam golongan orang yang ahli ibadah. Barang siapa yang mengerjakannya sebanyak enam rakaat, maka pada hari itu dia diberi kecukupan. Barang siapa yang mengerjakannya
sebanyak delapan rakaat, maka dia dimasukkan Allah kedalam golongan orang yang khusyuk (taat). Barang siapa yang mengerjakannya sebanyak dua belas rakaat, Allah membangunkan baginya sebuah istana di dalam surga. Tiada suatu siang dan malam pun melainkan Allah mempunyai anugerah yang Dia berikan kepada hamba-hamba-Nya dan juga sedekah. Dan tiada suatu anugerah pun yang diberikan Allah kepada salah seorang di antara hamba-hamba-Nya lebih baik
selain daripada diberi ilham untuk berzikir kepada-Nya.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 317 : SHALAT AL-AWWABIN

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB GAMBARAN SHALAT SUNNAH

HADITS KE 317 :

وَعَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ; أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَال ) رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ

Dari Zaid Ibnu Arqom Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sholatnya orang-orang yang bertaubat itu ketika anak-anak unta merasa panas.” Riwayat Tirmidzi.

MAKNA HADITS :

Sholat al-Awwabin disunatkan oleh Rasulullah (s.a.w) yang waktunya ialah sesudah tengah hari, yaitu pada waktu itu dimana seluruh pintu langit dibuka dan Allah menurunkan rahmat-Nya kepada segenap makhluk-Nya. Dengan demikian, seseorang yang mengerjakan sholat ketika itu dicucuri rahmat Allah dalam waktu yang dipenuhi dengan keridhaan-Nya. Dia kembali bertaubat kepada Allah dari semua dosa dengan penuh penyesalan diatas segala kesalahan yang telah dilakukannya. Akan tetapi, hadis ini tidak menyebutkan berapa bilangan rakaat sholat al-Awwabin ini, meskipun dalam hadis yang lain disebutkan bahwa bilangan
rakaatnya ada empat.

FIQH HADITS :

Menjelaskan waktu sholat al-Awwabin.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 316 : ANJURAN SHALAT DHUHA

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB GAMBARAN SHALAT SUNNAH

HADITS KE 316 :

وَعَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا- قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعًا، وَيَزِيدُ مَا شَاءَ اللَّهُ ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ

وَلَهُ عَنْهَا: ( أَنَّهَا سُئِلَتْ: هَلْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي الضُّحَى؟ قَالَتْ: لَا، إِلَّا أَنْ يَجِيءَ مِنْ مَغِيبِهِ )

وَلَهُ عَنْهَا: ( مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي سُبْحَةَ الضُّحَى قَطُّ، وَإِنِّي لَأُسَبِّحُهَا )

Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam biasanya sholat Dhuha empat rakaat dan menambah seperti yang dikehendaki Allah. Riwayat Muslim.

Menurut riwayat Muslim dari ‘Aisyah: Bahwa ‘Aisyah pernah ditanya: Apakah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam biasa menunaikan sholat Dhuha? Ia menjawab: Tidak, kecuali bila beliau pulang dari bepergian.

Menurut riwayat Muslim dari ‘Aisyah: Aku tidak melihat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dengan tetap melakukan sholat Dhuha, tetapi sungguh aku melakukannya dengan tetap.

MAKNA HADITS :

Antara keistimewaan agama Islam ialah menjadikan setiap waktu memiliki tugas ibadah tersendiri, baik ibadah wajib maupun ibadah sunat supaya jiwa seseorang tidak terlampau jenuh lantaran hanya melakukan satu jenis ibadah ini tertentu. Ini merupakan satu rahmat terhadap hamba Allah.

Waktu sholat dhuha bermula apabila matahari agak tinggi dan semua ternakan dilepaskan di kawasan gembala. Ringkasnya, waktu sholat dhuha apabila matahari nampak kelihatan setinggi satu tombak dari ufuk timur. Syariat telah mensunatkan sholat dhuha dan bilangan rakaatnya sekurang-kurangnya dua rakaat. Ini berlandaskan kepada sabda dan perbuatan Nabi (s.a.w). Apa yang disebut dalam hadis Aisyah (r.a) yang isinya mengingkari syariat sholat dhuha, maka itu dapat disanggah dengan alasan-alasan berikut:

1. Apa yang dikatakan oleh Aisyah bahwa beliau tidak pernah melihat Nabi (s.a.w) melakukan sholat dhuha, maka itu tidak berarti Nabi (s.a.w) sama sekali tidak pernah mengerjakan sholat dhuha.

2. Dalam salah satu hadis, Aisyah (r.a) menafikan (meniadakan) pelaksanaan sholat dhuha, tetapi dalam hadis yang lain beliau menetapkannya. Dalam kaitan ini, hadis yang menetapkan mestilah diutamakan ke atas hadis yang meniadakan.

3. Aisyah (r.a) sendiri pernah mengerjakan sholat dhuha karena berlandaskan kepada hadis yang telah diterimanya bahwa sholat dhuha disyariatkan dan Nabi (s.a.w) telah menganjurkannya. Ini dengan tegas menyanggah perkataannya yang mengatakan bahwa beliau tidak pernah melihat baginda melakukannya.

4. Apa yang dimaksudkan oleh Aisyah (r.a) bahwa beliau tidak pernah melihat Nabi (s.a.w) melakukannya bermaksud baginda tidak mengerjakannya secara terus menerus. Rasulullah (s.a.w) memang pernah mengerjakannya, namun tidak terus menerus. Ini tidak berarti meniadakan bukti yang menyatakan bahwa sholat dhuha disyariatkan.

5. Hadis Aisyah (r.a) yang menetapkan sholat dhuha disyariatkan telahpun diketengahkan oleh al-Syaikhain (al-Bukhari dan Muslim). Jadi, hadis mesti diutamakan dibanding hadis yang menafikannya yang hanya diriwayatkan oleh Muslim seorang diri. Dengan demikian, ketiga-tiga hadis di atas yang seakan bertentangan dapat disatukan.

Hikmah sholat dhuha ialah untuk menyatakan rasa syukur tubuh di atas nikmat sehat yang dianugerahkan oleh Allah (s.w.t). Ini berlandaskan hadis lain yang mengatakan:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ صَدَقَةٌ

Setiap pergelangan tubuh manusia pada waktu pagi harinya dibebani untuk bersedekah.”

Kemudian Nabi (s.a.w) bersabda:

وَيَقُوْمُ مَقَامَ ذٰلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحٰى

Itu dapat diganti dengan mengerjakan dua rakaat yang dilakukan oleh seseorang pada waktu dhuha.”

Antara faedah sholat dhuha adalah menghapuskan dosa kecil sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis lain yang mengatakan:

مَنْ حَافَظَ عَنْ شَفْعَةِ الضُّحَى غُفِرَتْ ذُنُوْبَهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

“Barang siapa yang senantiasa mengerjakan dua rakaat sholat sunat dhuha, maka diampuni dosa-dosanya sekalipun sebanyak buih di lautan.”

Sanad hadis ini memang dha’if, tetapi dapat dijadikan dalil untuk
memperkukuh fadhail al-a’maal (keutamaan beramal). Antara dalil yang menunjukkan keutamaan sholat dhuha ini adalah wasiat Nabi (s.a.w) yang ditujukan kepada Abu Hurairah (r.a). Di dalamnya disebutkan bahwa Abu Hurairah tidak diperbolehkan sama sekali meninggalkan dua rakaat sholat dhuha. Hadis ini disebut di dalam kitab al-Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim).

FIQH HADITS :

1. Disyariatkan mengerjakan sholat dhuha dan menjelaskan bilangan rakaatnya.

2. Menambahkan sholat dhuha menjadi empat rakaat dan jumlah bilangan rakaatnya tidak terbatas.

3. Disunatkan mengerjakan sholat dhuha apabila baru tiba dari suatu perjalanan.

4. Menjelaskan sejauh mana kasih sayang Rasulullah (s.a.w) kepada umatnya.

5. Menghimpun semua pengertian yang terdapat di dalam hadis Aisyah baik yang menafikan dan yang mengukuhkan sholat dhuha. Rasulullah (s.a.w) seringkali mengerjakan sholat dhuha pada sebagian waktunya karena ia memiliki keutamaan dan adakalanya baginda meninggalkannya karena kawatir itu kelak dianggap fardu oleh umatnya.

6. Aisyah (r.a) rajin mengerjakan sholat dhuha dan ini menunjukkan sholat dhuha memang disunatkan. Apa yang dilakukannya itu tidak lain bersumber dari Nabi (s.a.w) yang intinya menganjurkan supaya sholat dhuha dilaksanakan disamping diperkuatkan lagi dengan amal perbuatan Nabi (s.a.w) sendiri.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 315 : TERBIT FAJAR ADALAH AKHIR DARI WAKTU SHALAT WITIR

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB GAMBARAN SHALAT SUNNAH

HADITS KE 315 :

وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا-, عَن النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( إِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ فَقَدْ ذَهَبَ كُلُّ صَلَاةِ اللَّيْلِ وَالْوَتْرُ، فَأَوْتِرُوا قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ ) رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jika fajar telah terbit maka habislah seluruh waktu sholat malam dan sholat witir. Maka berwitirlah sebelum terbitnya fajar.” Diriwayatkan oleh Tirmidzi.

MAKNA HADITS :

Pada waktu malam terdapat bebeapa sholat sunat yang disyariatkan, diantaranya yang paling afdhal ialah sholat witir. Waktu sholat witir habis apabila waktu malam berakhir. Barang siapa yang meninggalkannya karena tertidur atau lupa, maka hendaklah dia mengerjakannya apabila bangun dari tidur atau ingat sebagaimana yang telah diuraikan sebelum ini. Dalam satu hadis dinyatakan:

انه صلى الله عليه وسلم إذا لم يصل من الليل صلى من النهار اثنى عشر ركعة

Nabi (s.a.w) apabila tidak mengerjakan sholat pada waktu malam, baginda mengerjakan sholat pada waktu siang hari sebanyak dua belas rakaat.” (Diriwayatkan oleh al-Tirmizi dan berkata: “Hadis ini sahih dan hasan.”)

Ini dilakukan untuk mengqadha’ sholat sunat yang tidak sempat dikerjakan pada waktu malam.

FIQH HADITS :

1. Sholat witir merupakan sholat sunat malam yang paling penting.

2. Waktu sholat witir habis dengan berakhirnya waktu malam dan terbitnya fajar.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 314 : KEUTAMAAN MENGAKHIRKAN SHALAT WITIR

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB GAMBARAN SHALAT SUNNAH

HADITS KE 314 :

وَعَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( مَنْ خَافَ أَنْ لَا يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ أَوَّلَهُ, وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُومَ آخِرَهُ فَلْيُوتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ, فَإِنَّ صَلَاةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ, وَذَلِكَ أَفْضَلُ ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Jabir bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa khawatir tidak bangun pada bagian akhir malam, hendaknya ia sholat witir pada awal malam dan barang siapa sangat ingin bangun pada akhirnya hendaknya ia sholat witir pada akhir malam karena sholat pada akhir malam itu disaksikan (oleh malaikat), dan hal itu lebih utama.” Riwayat Muslim.

MAKNA HADITS :

Bagi orang yang mengerjakan sgolat witir ada dua keadaan; keadaan hazm dan keadaan ‘azm. Barang siapa yang tidak yakin dirinya bakal bangun di akhir malam, maka hendaklah dia berpegang dengan keadaan pertama, yaitu mengerjakan sholat witir di permulaan malam supaya waktunya tidak tertinggal. Barang siapa yang yakin dirinya mampu bangun di akhir malam, maka hendaklah dia bertekad untuk meraih pahala yang lebih utama, yaitu mengakhirkan sholat witir di penghujung malam, sebab melakukan sholat di penghujung malam disaksikan oleh para malaikat yang bertugas pada waktu malam dan para malaikat siang hari (malaikat yang
menggantikan malaikat yang bertugas pada waktu malam). Waktu tersebut merupakan waktu turunnya rahmat Allah. Pada waktu inilah Rasulullah (s.a.w) selalunya mengerjakan sholat witir.

Sungguhpun begitu, Nabi (s.a.w) pernah mengerjakannya pada permulaan malam hari dan pada pertengahannya. Apa yang baginda lakukan pada hakikatnya
menjelaskan bahwa itu dibolehkan sekaligus menunjukkan waktu sholat witir itu luas.

FIQH HADITS :

1. Keutamaan mengakhirkan sholat witir hingga sampai akhir malam bagi orang yang yakin dirinya mampu bangun tidur tepat pada waktunya.

2. Keutamaan mendahulukan sholat witir bagi orang yang merasa kawatir tidak dapat bangun di akhir malam.

3. Sholat di akhir malam merupakan amalan yang digalakkan karena ia jatuh pada waktu malam yang paling afdhal di samping disaksikan oleh malaikat.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 321-313 : ANJURAN MENGKADHA’ SHALAT WITIR

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB GAMBARAN SHALAT SUNNAH

HADITS KE 312 :

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( أَوْتِرُوا قَبْلَ أَنْ تُصْبِحُوا ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ

وَلِابْنِ حِبَّانَ: ( مَنْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ وَلَمْ يُوتِرْ فَلَا وِتْرَ لَهُ)

Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sholat witir-lah sebelum engkau masuk waktu Shubuh.” Diriwayatkan oleh Muslim.

Menurut Riwayat Ibnu Hibban: “Barangsiapa telah memasuki waktu Shubuh sedang dia belum sholat witir, maka tiada witir baginya.”

HADITS KE 313 :

وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( مَنْ نَامَ عَن الْوِتْرِ أَوْ نَسِيَهُ فَلْيُصَلِّ إِذَا أَصْبَحَ أَوْ ذَكَرَ ) رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إِلَّا النَّسَائِيّ

Darinya bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang luput sholat witir karena tidur atau lupa hendaknya ia sholat waktu Shubuh atau ketika ingat.” Diriwayatkan oleh Imam Lima kecuali Nasa’i.

MAKNA HADITS :

Dalam pembahasan terdahulu telah disebutkan waktu shalat witir, yaitu bermula sesudah mengerjakan shalat Isyak sampai dengan terbitnya fajar. Adapun shalat witir yang terlepas, maka dalam hal ini ada beberapa keadaan. Adakalanya seseorang meninggalkannya dengan sengaja, maka orang ini telah menyia-nyiakan sunat yang mulia dan pahala yang berlimpah yang tidak lagi bakal dapat diraih olehnya. Inilah yang diisyaratkan oleh hadis yang mengatakan: “Barang siapa yang menjumpai waktu subuh, sedangkan dia belum mengerjakan shalat witir, maka tidak ada witir baginya.” Adakalanya seseorang tertidur atau lupa hingga shalat witir tertinggal. Inilah hukum dimana seseorang itu dianjurkan mengerjakannya selagi bangun dari tidur atau ingat bahwa dia belum mengerjakan shalat witir. Dia tetap mendapat pahala yang sama dengan pahala orang yang mengerjakannya pada waktunya. Sudah mencukupi uzur baginya karena tertidur atau lupa. Dia sama dengan orang yang meninggalkan shalat fardu karena tertidur atau lupa. Inilah yang diisyaratkan oleh hadis: “Barang siapa yang meninggalkan shalat witir karena tertidur atau lupa, maka hendaklah dia mengerjakannya pada waktu subuh atau selagi dia ingat.”

FIQH HADITS :

1. Waktu akhir shalat witir ialah sebelum subuh.

2. Orang yang meninggalkan shalat witir dengan sengaja disyariatkan supaya mengqadha’nya.

3. Wajib mengerjakan shalat witir jika berlandaskan kepada makna zahir hadis: ” فليصل “.

4. Orang yang meninggalkan shalat witir karena tertidur atau lupa disyariatkan mengqadha’nya.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 311 : TATACARA SHALAT WITIR

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB GAMBARAN SHALAT SUNNAH

HADITS KE 311 :

وَعَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رضي الله عنه قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُوتِرُ بِـ “سَبِّحِ اِسْمَ رَبِّكَ اَلْأَعْلَى”, و: “قُلْ يَا أَيُّهَا اَلْكَافِرُونَ”, و: “قُلْ هُوَ اَللَّهُ أَحَدٌ” ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ. وَزَادَ: ( وَلَا يُسَلِّمُ إِلَّا فِي آخِرِهِنَّ )

وَلِأَبِي دَاوُدَ, وَاَلتِّرْمِذِيِّ نَحْوُهُ عَنْ عَائِشَةَ وَفِيهِ: ( كُلَّ سُورَةٍ فِي رَكْعَةٍ, وَفِي اَلْأَخِيرَةِ: “قُلْ هُوَ اَللَّهُ أَحَدٌ”, وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ )

Ubay Ibnu Ka’ab Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam biasanya sholat witir dengan membaca (Sabbihisma rabbikal a’la dan (Qul yaa ayyuhal kaafiruun) dan (Qul huwallaahu Ahad).” Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Nasa’i. Nasa’i menambahkan: Beliau tidak salam kecuali pada rakaat terakhir.

Menurut riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi terdapat hadits serupa dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu dan didalamnya disebutkan: Masing-masing surat untuk satu rakaat dan dalam rakaat terakhir dibaca (Qul huwallaahu Ahad) serta dua surat al-Falaq dan an-Naas.

MAKNA HADITS :

Nabi (s.a.w) melakukan shalat witir dengan cara yang berlainan antara satu sama lain. Adakalanya baginda mengerjakannya sebanyak tiga rakaat tanpa salam kecuali pada rakaat terakhir dan adakalanya sebanyak tiga rakaat yang pada rakaat kedua mengucapkan salam pertama, kemudian satu rakaat lagi dan kemudian salam. Semua itu dilakukan melalui perbuatan Nabi (s.a.w). Sedangkan apa yang paling banyak baginda lakukan ialah melakukan salam sesudah dua rakaat, kemudian melakukan rakaat yang ketiga dengan mengucapkan salam yang lain. Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa shalat witir boleh dilakukan secara sekaligus dan boleh pula secara terpisah dengan melakukan salam pada rakaat yang kedua. Tetapi riwayat yang mengatakan shalat witir boleh dikerjakan secara terpisah lebih kuat daripada riwayat yang mengatakan boleh dikerjakan secara sekaligus.

FIQH HADITS :

1. Salah satu cara shalat witir yang dilakukan oleh Nabi (s.a.w) adalah tiga rakaat dengan satu kali salam.

2. Disunatkan membaca surah-surah tersebut dalam rakaat shalat witir. Mazhab Maliki, mazhab al-Syaff’i, mazhab Hanbali dan mazhab Hanafi mengatakan bahwa disunatkan membaca Surah al-A’la, Surah al-Kafirun dan Surat al-Ikhlas saja, selain itu tidak.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 310 : TIDAK ADA DUA SHALAT WITIR DALAM SATU MALAM

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB GAMBARAN SHALAT SUNNAH

HADITS KE 310 :

وَعَنْ طَلْقٍ بْنِ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: ( لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَالثَّلَاثَةُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ

Tholq Ibnu Ali berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak ada dua witir dalam satu malam.” Riwayat Ahmad dan Imam tiga. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.

MAKNA HADITS :

Shalat witir tidak boleh dilakukan secara berulang dalam satu malam; mengulanginya berarti membatalkan pengertian witir itu sendiri yang bermaksud ganjil, karena keadaannya berubah menjadi syafa’ (genap).

Barang siapa telah mengerjakan shalat witir lalu dia hendak mengerjakan shalat sunat lagi, maka dia boleh mengerjakannya lagi, tetapi jangan mengerjakan shalat witir. Jika tetap ingin melakukannya, maka sebaiknya menggabungkan satu rakaat lain kepada witir yang pertama, lalu mengerjakan shalat berapapun dia mau dan dia boleh melakukan shalat witir di penghujung shalatnya. Ini boleh dilakukan selagi tidak dikawatiri waktu Subuh segera tiba dan waktunya cukup panjang untuk mengerjakannya.

FIQH HADITS :

Tidak boleh membatalkan shalat witir sesudah mengerjakannya. Inilah pendapat kebanyakan ulama salaf dan ulama khalaf.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..