
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI
《JILID KE II (DUA)》
BAB SHALAT ORANG BEPERGIAN DAN ORANG SAKIT
HADITS KE 6 :
عَن ابن عباس رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم أَقَامَ تِسْعَةَ عَشَرَ يَوْماً يَقْصُرُ . وفي اللفظ الآخر: أَقَامَ بِـمَكَّةَ تِسْعَةَ عَشَرَ يَوْمًا. رواه البخاري. وفي رواية لأبي دود : سَبْعَ عَشَرَةَ. وفي أخرى خَمْسَ عَشَرَةَ. وَلَهُ عن عِمران ابن حُصِيْن : ثَمَانِي عَشَرَة. وَلَهُ عَنْ جَابِرٍ : أَقَامَ بِتَبُوك عِشْرِيْنَ يَوْمًا يَقْصُرُ الصَّلَاةَ. وَرُوَاتُهُ ثِقَاتٌ، إلَّا أنَّهُ أُخْتُلِفَ فِيْ وَصْلِهِ.
Dari Ibnu Abbas (r.a), beliau berkata: “Nabi (s.a.w) bermukim (tinggal) selama sembilan belas hari dalam keadaan tetap mengqasar sholat.” Menurut lafaz lain disebutkan: “Di Mekah selama sembilan belas hari.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari) Menurut riwayat Abu Dawud: “Tujuh belas hari.” Menurut riwayat yang lain: “Lima belas hari.” Abu Dawud melalui Imran ibn Hushain menyebutkan: “delapan belas hari.” Menurut riwayat Abu Dawud dari Jabir (r.a) disebutkan: “Nabi
(s.a.w) tinggal di Tabuk selama dua puluh hari dalam keadaan tetap mengqasar sholat.” (Periwayat hadis ini tsiqah. Namun ulama berselisih dalam masalah maushul ataupun tidak).
MAKNA HADITS :
Hadis-hadis yang menerangkan Nabi (s.a.w) tinggal di Mekah pada tahun pembebasan kota Mekah sangat banyak dan berbeda-beda antara satu sama lain. Ada yang mengatakan lima belas hari, tujuh belas hari, delapan belas hari, sembilan belas hari, dan dua puluh hari.
Al-Baihaqi berkata: “Riwayat paling sahih ialah mengatakan sembilan belas hari.” Al-Haramain dan al-Baihaqi menggabungkan kesemua riwayat tersebut dimana ulama yang mengatakan sembilan belas hari itu karena menghitung hari kedatangan dan hari kepulangan. Ulama yang mengatakan tujuh belas hari
karena membuang hari-hari kedatangan dan kepulangan, sedangkan ulama yang mengatakan delapan belas hari itu karena membuang salah satu dari kedua hari tersebut. Ulama yang mengatakan lima belas hari meyakini bahwa asal mukim selama tujuh belas hari, kemudian hari kedatangan dan hari kepulangan tidak dikira.
Riwayat yang mengatakan dua puluh hari, meskipun sanadnya sahih namun ia syadz (menyalahi pendapat orang lain kebanyakan) karena bertentangan dengan
riwayat jamaah. Riwayat yang mengatakan sembilan belas hari lebih kuat, sebab periwayatnya lebih banyak.
Nabi (s.a.w) mengqasar sholat selama baginda tinggal di Mekah, karena setiap hari baginda ragu antara ingin menetap untuk sementara waktu di Mekah dan berangkat pulang menuju Madinah. Nabi (s.a.w) terus mengqashar sholat, karena pada prinsipnya baginda masih berada dalam keadaan musafir yang tidak menentu melainkan setelah betul-betul berniat untuk tinggal di daerah itu.
Ulama berbeda pendapat mengenai masa tempat tinggal yang bisa menghilangkan hukum musafir. Menurut jumhur ulama, niat tinggal selama empat hari. Menurut Imam Abu Hanifah, tidak ada yang bisa memutuskan hukum musafir kecuali telah berniat tinggal selama lima belas hari.
Dari sini disimpulkan bahwa Islam tidak membatasi, baik dalam al-
Qur’an ataupun dalam Sunnah, mengenai masa bertempat tinggal yang bisa memutuskan hukum musafir secara nash. Oleh itu, masalah ini hendaklah tetap
senantiasa menjadi ruang untuk berijtihad.
FIQH HADITS :
1. Orang yang bermukim sah bermakmum kepada orang yang bermusafir tanpa adanya hukum makruh dan orang yang bermukim hendaklah menyempurnakan sholatnya sesudah imam bersalam.
2. Imam harus memberitahu keadaan sholatnya kepada orang yang bermakmum kepadanya karena ini mengikuti amalan Nabi (s.a.w).
3. Menjelaskan masa tinggal dimana apabila seorang yang bermusafir hendak bermukim, maka dia mestilah menyempurnakan sholatnya dan tidak boleh mengqashar sholat setelah itu. Mazhab Hanafi mengatakan bahwa waktu seseorang yang bermusafir mesti menyempurnakan sholatnya setelah lima belas hari bermukim di suatu daerah tertentu. Imam
Malik dan Imam al-Syafi’i mengatakan bahwa itu dilakukan setelah bermukim empat hari, selain hari keberangkatan dan hari kepulangan. Imam Ahmad mengatakan bahwa sholat mesti disempurnakan apabila lebih empat hari bermukim di suatu daerah. Manakala seseorang yang masih ragu tentang masa dia untuk bermukim lantaran menunggu urusan selesai, maka jumhur ulama dalam satu riwayat dari Imam al-Syafi’i berkata: “Seseorang itu boleh mengqashar sholatnya selama urusannya masih belum selesai, karena pada dasarnya dia masih dikategorikan sebagai musafir. Namun menurut pendapat yang masyhur di sisi Imam al-Syafi’i, boleh mengqasar sholat selama delapan belas hari saja.
Wallahu a’lam bisshowab..
Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.
Semoga bermanfaat. Aamiin..