HADITS KE 214 : SHOLAT TAHIYAH AL-MASJID
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI
BAB MASJID
HADITS KE 214 :
وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ اَلْمَسْجِدَ فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Qotadah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jika seseorang di antara kamu memasuki masjid maka janganlah ia duduk kecuali setelah sembahyang dua rakaat. Muttafaq Alaihi.
MAKNA HADITS :
Masjid merupakan rumah Allah yang mesti dimuliakan dan dihormati. Dia menjadikannya sebagai tempat yang suci. Rasulullah (s.a.w) menganjurkan agar setiap orang yang memasukinya mengerjakan sholat sunat dua rakaat sebagai penghormatan kepada masjid selain Masjid al-Haram, karena cara menghormatinya ialah dengan cara mengerjakan tawaf mengelilingi Ka’bah ketika memasukinya bagi orang yang berhaji dan bagi orang yang sengaja hendak berthawaf. Sedangkan bagi orang yang menunggu waktu sholat atau menghadiri pengajian atau berniat i’tikaf, maka cara tahiyyat-nya (menghormatinya) adalah
mengerjakan sholat dua rakaat sama dengan keadaan ketika memasuki masjid-masjid yang lainnya.
Sholat sunat tahiyyat al-masjid atau menghormati masjid mesti dilakukan sebanyak dua rakaat yang merupakan batasan minimum rakaatnya. Jika seseorang memasuki masjid sedangkan sholat fardu telah didirikan, maka dia mestilah terus mengerjakan sholat fardu, sedangkan tahiyyah al-masjid sudah dianggap termasuk
di dalamnya jika dia telah berniat untuk mengerjakannya. Ini berlandaskan kepada hadits Rasulullah (s.a.w):
اذا أقيمت الصلاة فلا صلاة الا المكتوبة
“Jika solat (fardu) telah diiqamahkan, maka tidak ada lagi solat selain solat fardu.”
Kita mesti mengikuti perintah di dalam hadis ini dan jangan duduk di dalam masjid sebelum mengerjakan sholat sunat tahiyyah al-masjid.“`
FIQH HADITS :
1. Disyariatkan mengerjakan sholat sunat dua rakaat bagi orang yang memasuki masjid.
Imam al-Syafi’i berkata: “Tahiyyah al-masiid disyaratkan pada setiap
waktu hingga waktu khutbah sholat Jum’at, sekalipun dia memasukinya secara berulang kali.” Imam al-Syafi’i mentafsirkan hadis yang melarang mengerjakan sholat sunat sesudah Subuh hingga matahari terbit dan sholat sunat sesudah Asar hingga matahari terbenam hanya berlaku bagi sholat sunat yang tidak mempunyai sebab terdahulu. Beliau berkata: “Rasulullah (s.a.w) tidak pernah meninggalkan sholat sunat tahiyyah al-masjid walau dalam keadaan apa sekalipun. Baginda memerintahkan orang yang memasuki masjid dan terus
duduk dimana ketika itu baginda sedang menyampaikan khutbah untuk bangkit dari tempat duduknya dan mengerjakan sholat dua rakaat tahiyyah al-masjid. Seandainya Rasulullah (s.a.w) tidak memandang penting sholat tahiyyah al-masjid, tentu baginda tidak memerintahkan untuk mengerjakan sholat tersebut, karena waktu itu khutbah sedang disampaikan.”
Imam Malik berkata:
“Melakukan sholat tahiyyah al-masjid dalam waktu-waktu yang dilarang hukumnya makruh dan haram mengerjakannya ketika khutbah sedang disampaikan, begitu pula ketika matahari sedang terbit atau sedang tenggelam. Jika seseorang berulang kali memasuki masjid, maka mencukupi baginya mengerjakan sholat tahiyyah al-masjid yang pertama apabila dia segera memasuki masjid, tetapi jika masuk lagi ke dalam masjid dalam waktu yang lama, maka disunatkan baginya mengulangi lagi sholat sunat tahiyyah al-masjid itu.”
Imam Abu Hanifah berkata: “Melakukan sholat sunat tahiyyah al-masjid dalam waktu-waktu yang dilarang dan ketika khutbah sedang disampaikan hukumnya makruh. Sholat tahiyyah al-masjid tidak boleh dilakukan secara berulang setiap kali seseorang memasuki masjid, sebaliknya mencukupi baginya mengerjakan satu kali sholat dalam satu hari.”
Imam Ahmad berkata: “Disunatkan mengerjakan sholat tahiyyah al-masjid bagi setiap orang
yang memasuki masjid namun tidak boleh dilakukan pada waktu-waktu yang dimakruhkan, yaitu sebelum dia duduk jika dalam keadaan bersuci, sekalipun dia memasukinya secara berulang kali. Akan tetapi, ia tidak boleh dilakukan ketika khatib telah memulakan khutbah, bukan pula masuk ke masjid untuk
mengerjakan sholat hari raya, dan bukan pula bagi yang bermukim di dalam masjid di mana dia keluar masuk ke dalamnya secara berulang.”
2. Dilarang duduk di dalam masjid kecuali sesudah mengerjakan sholat sunat dua rakaat. Ulama berbeda pendapat mengenai sholat tahiyyatul masjid baik waktunya berakhir setelah seseorang duduk di dalam masjid ataupun belum.
Imam Malik dan Imam Abu Hanifah berkata: “Waktunya tidak terlewatkan karena seseorang terus duduk dalam memasuki masjid, meskipun dia duduk dalam waktu yang lama walaupun duduk sebelum mengerjakannya itu dimakruhkan. Ini berlandaskan kepada hadits mengenai seorang lelaki yang masuk ke dalam masjid dan kemudian terus duduk, kemudian Nabi (s.a.w) menyuruhnya mengerjakan sholat (tahiyyah al-masjid) sesudah dia duduk.”
Imam Ahmad berkata: “Waktu sholat tahiyyah al-masjid tidak terlewatkan karena seseorang terus duduk dalam memasuki masjid selama waktunya tidak terlalu lama, tetapi waktu sholat tahiyyah al-masjid menjadi habis apabila dia telah duduk dalam waktu yang lama.”
Sedangkan Imam al-Syafi‟i
memerincikan masalah duduk ini. Dalam kaitan ini, beliau berkata: “Apabila duduk karena lupa mengerjakan sholat tahiyyah al-masjid, maka waktu sholat
tahiyyah al-masjid masih belum habis. Jika duduk bukan karena lupa, maka waktunya menjadi habis.” Adapun orang yang hanya sekedar lewat di dalam masjid, maka tidak dianjurkan mengerjakan sholat dua rakaat tahiyyah al-masjid disisi mazhab Maliki; tetapi menurut jumhur ulama dia tetap dianjurkan mengerjakannya.
Wallahu a’lam bisshowab..
Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.
Semoga bermanfaat. Aamiin..