HADITS KE 307 : PENTINGNYA MENJAGA SHALAT MALAM

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB GAMBARAN SHALAT SUNNAH

HADITS KE 307 :

وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا عَبْدَ اللَّهِ لَا تَكُنْ مِثْلَ فُلَانٍ, كَانَ يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ, فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Abdullah Ibnu Amar Ibu al-‘Ash Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda padaku: “Hai Abdullah, kamu jangan seperti si Anu, dulu ia biasa sholat malam kemudian ia meninggalkannya.” Muttafaq Alaihi.

MAKNA HADITS :

Antara Sunnah yang diajarkan oleh Nabi (s.a.w) adalah baginda selalu meneliti hal ahwal yang dilakukan oleh sahabatnya. Baginda memuji orang yang berbuat baik dan membimbing orang yang berbuat jahat menuju kebaikan, menyadarkan orang yang berbuat dzalim dan membantu orang yang ditimpa musibah.

Inilah Abdullah ibn ‘Amr. Dia biasa melakukan sholat malam, kemudian dia malas dan kemudian tidak lagi mengerjakannya. Nabi (s.a.w) menegurnya dan

mengatakan kepadanya dengan bahasa sindiran menerusi sabdanya: “Janganlah kamu seperti si fulan.” Nabi (s.a.w) sengaja tidak menyebutkan dirinya secara jelas,

melainkan menggunakan nama samaran, dengan maksud agar Abdullah ibn Amr tidak merasa malu.

Barang siapa yang membiasakan suatu amal ibadah, maka makruh baginya meninggalkan ibadah tersebut melainkan disebabkan ada uzur yang menghalanginya.
Jika tidak dapat mengerjakan amal ibadah yang biasa dia kerjakan, maka tetap dicatatkan baginya pahala yang sama seperti ketika dia melakukan ibadah itu. Ini merupakan karunia Allah.

FIQH HADITS :

1. Sholat sunat malam tidak wajib, sebab Rasulullah (s.a.w) hanya sekadar menegur orang yang tidak mengerjakannya.

2. Disunatkan meneruskan amal kebaikan yang biasa dilakukan tanpa berlebihan dan orang yang meninggalkannya hendaklah ditegur.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 304-305 : JUMLAH RAKAAT SHALAT WITIR

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB GAMBARAN SHALAT SUNNAH

HADITS KE 304 :

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( مَا كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً, يُصَلِّي أَرْبَعًا, فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ, ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا, فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ, ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا. قَالَتْ عَائِشَةُ, فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ, أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ? قَالَ: “يَا عَائِشَةُ, إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي”) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

وَفِي رِوَايَةٍ لَهُمَا عَنْهَا: ( كَانَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ عَشْرَ رَكَعَاتٍ, وَيُوتِرُ بِسَجْدَةٍ, وَيَرْكَعُ رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ, فَتِلْكَ ثَلَاثُ عَشْرَةَ )

‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam tidak pernah menambah dalam sholat malam Ramadhan atau lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau sholat empat rakaat dan jangan tanyakan tentang baik dan panjangnya. Kemudian beliau sholat empat rakaat dan jangan tanyakan tentang baik dan panjangnya. Kemudian beliau sholat tiga rakaat. ‘Aisyah berkata: Saya bertanya, wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum sholat witir? Beliau menjawab: “Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur namun hatiku tidak.” Muttafaq Alaihi.

Dalam suatu riwayat Bukhari-Muslim yang lain: Beliau sholat malam sepuluh rakaat, sholat witir satu rakaat, dan sholat fajar dua rakaat. Jadi semuanya tiga belas rakaat.

HADITS KE 305 :

وَعَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً, يُوتِرُ مِنْ ذَلِكَ بِخَمْسٍ, لَا يَجْلِسُ فِي شَيْءٍ إِلَّا فِي آخِرِهَا)

‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam sholat malam tiga belas rakaat, lima rakaat di antaranya sholat witir, beliau tidak pernah duduk kecuali pada rakaat terakhir.

MAKNA HADITS :

Oleh kerana sholat sunat pada waktu malam hari adalah sunat, maka adakalanya Nabi (s.a.w) sengaja menambah jumlah rakaatnya dan adakalanya pula mengurangi bilangan rakaatnya.

Tujuannya ialah untuk membuktikan ia adalah sunat dan ia boleh dengan cara seperti itu disamping menjaga keadaan supaya tetap bersemangat dan adakalanya pula baginda melakukan ketika sedang musafir.

Dengan demikian, dapatlah diketahui bahwa tidak ada kecelaruan dalam hadis Aisyah (r.a), sebaliknya apa yang dilakukan oleh Nabi (s.a.w) ketika mengerjakan sholat tahajjud memang berbeda-beda. Adakalanya Aisyah (r.a) menceritakan bahwa baginda mengerjakan sholat sunat sebelas rakaat, adakalanya menceritakan tiga belas rakaat, dan adakalanya pula menceritakan lima belas rakaat.

Oleh karena sebagian besar kebiasaan yang dilakukan oleh Nabi (s.a.w) adalah yang pertama, yaitu sebelas rakaat, maka Aisyah (r.a) mengatakan: “Dan tidak pula pada lainnya (selain Ramadhan).” Ini berdasarkan kebiasaan, bukannya sebagai ikatan. Pembahasan mengenai masalah ini cukup luas.

Antara keistimewaan yang dimiliki oleh Rasulullah (s.a.w) ialah tidur baginda tidak membatalkan wuduk karena hati baginda tetap dalam keadaan sadar dan selalu hadir bersama Allah, yakni senantiasa ingat kepada-Nya.

FIQH HADITS :

1. Menjelaskan jumlah bilangan rakaat sholat sunat pada waktu malam hari.

2. Menjelaskan jumlah bilangan rakaat solat witir.

3. Makruh tidur sebelum mengerjakan sholat witir.

4. Hati yang tidur membatalkan wuduk. Inilah pendapat Imam Malik dan berkata: “Tidur yang dilakukan oleh seseorang hingga tidak merasa lagi apa yang terjadi di hadapannya membatalkan wuduk. Rujuk pembahasan masalah
ini pada pembahasan sebelumnya.

5. Disyariatkan melakukan dua rakaat sunat fajar (qabliyyah Subuh).

6. Antara keistimewaan yang dimiliki oleh para nabi ialah mata mereka tidur, tetapi hati mereka tidak tidur, tetap sadar.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 303 : SHALAT WITIR ADALAH SUNNAH MUAKKAD

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB GAMBARAN SHALAT SUNNAH

HADITS KE 303 :

وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ , عَنْ أَبِيهِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اَلْوِتْرُ حَقٌّ, فَمَنْ لَمْ يُوتِرْ فَلَيْسَ مِنَّا ) أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ بِسَنَد لَيِّنٍ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ

وَلَهُ شَاهِدٌ ضَعِيفٌ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عِنْدَ أَحْمَدَ

Dari Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Witir adalah hak, maka barangsiapa tidak sholat witir ia bukanlah termasuk golongan kami.” Dikeluarkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang lemah. Shahih menurut Hakim.

Hadits tersebut mempunyai saksi yang lemah dari Abu Hurairah menurut riwayat Ahmad.

MAKNA HADITS :

Lafaz “حق” menurut bahasa bermaksud wajib dan sunat mu‟akkad. Ulama yang
mengartikannya wajib antara lain Imam Abu Hanifah, berarti beliau cenderung mentafsirkannya sebagai wajib sebagaimana dalam firman Allah:

حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ (١٨٠)

“… (Ini adalah) kewajiban atas orang yang bertakwa.” (Surah al-Baqarah: 180)

Ulama yang mengatakan sholat witir itu sunat mu’akkad, berarti dia mentafsirkannya sunat yang dikukuhkan dengan menggabungkan antara hadis ini dengan hadis lain yang menunjukkan makna tidak wajib. Ini merupakan pendapat jumhur ulama sebagaimana di dalam firman Allah:

حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِيْنَ (٢٣٨)

“Yang demikian itu merupakan ketetapan bagi orang yang berbuat kebajikan.” (Al-
Baqarah: 236)

FIQH HADITS :

Shalat witir adalah sunah muakkad berdasarkan pemahaman yang menggabungkan diantara hadis yang menunjukkan bahwa ia tidak wajib.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 302 : WAKTU SHALAT WITIR

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB GAMBARAN SHALAT SUNNAH

HADITS KE 302 :

وَعَنْ خَارِجَةَ بْنِ حُذَافَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِنَّ اللَّهَ أَمَدَّكُمْ بِصَلَاةٍ هِيَ خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ حُمُرِ النَّعَمِ ” قُلْنَا : وَمَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ? قَالَ : ” اَلْوِتْرُ , مَا بَيْنَ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى طُلُوعِ الْفَجْرِ ) رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ

وَرَوَى أَحْمَدُ : عَنْ عَمْرِوِ بْنِ شُعَيْبٍ , عَنْ أَبِيهِ , عَنْ جَدِّهِ نَحْوَهُ

Dari Kharijah Ibnu Hudzafah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah membantu kamu dengan sholat yang lebih baik bagimu daripada unta merah?” Kami bertanya: Sholat apa itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: “Witir antara sholat Isya’ hingga terbitnya fajar.” Riwayat Imam Lima kecuali Nasa’i. Hadits Shahih menurut Hakim.

Ahmad juga meriwayatkan hadits serupa dari Amr Ibnu Syuaib dari ayahnya dari kakeknya.

FIQH HADITS :

1. Disyariatkan sholat witir dan dianjurkan mengerjakannya.

2. Sholat witir bukan wajib. Seandainya wajib, maka bukan hanya dianjurkan untuk mengerjakannya, melainkan sudah dipastikan dengan bentuk perintah yang tegas, yaitu ”ٌْفرض عليكم“ atau ”ٌْاوجب عليكم“ karena itu tentu tidak dapat ditawar-tawar lagi.

3. Waktu sholat witir dimulai setelah selesai mengerjakan sholat Isyak hingga fajar terbit.

4. Membuat perumpamaan dengan gambaran harta yang paling berharga untuk mudah difaham.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 272 : MEMBERI TAU IMAM KETIKA LUPA DALAM SHALAT

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB SUJUD SAHWI, SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

HADITS KE 272 :

وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ : ( صَلَّى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَلَمَّا سَلَّمَ قِيلَ لَهُ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ أَحَدَثَ فِي اَلصَّلَاةِ شَيْءٌ ؟ قَالَ : وَمَا ذَلِكَ ؟ قَالُوا : صَلَّيْتَ كَذَا قَالَ : فَثَنَى رِجْلَيْهِ وَاسْتَقْبَلَ اَلْقِبْلَةَ فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ فَقَالَ : إِنَّهُ لَوْ حَدَثَ فِي اَلصَّلَاةِ شَيْءٌ أَنْبَأْتُكُمْ بِهِ وَلَكِنْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ فَإِذَا نَسِيتُ فَذَكِّرُونِي وَإِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلْيَتَحَرَّ اَلصَّوَابَ فلْيُتِمَّ عَلَيْهِ ثُمَّ لِيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِيِّ : ( فَلْيُتِمَّ ثُمَّ يُسَلِّمْ ثُمَّ يَسْجُدْ )

وَلِمُسْلِمٍ : ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سَجَدَ سَجْدَتَيْ اَلسَّهْوِ بَعْدَ اَلسَّلَامِ وَالْكَلَامِ )

وَلِأَحْمَدَ وَأَبِي دَاوُدَ وَالنَّسَائِيِّ ; مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ بْنِ جَعْفَرٍ مَرْفُوعاً : ( مَنْ شَكَّ فِي صَلَاتِهِ فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَمَا يُسَلِّمُ ) وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ

Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam sholat Ketika beliau salam dikatakan kepadanya: Ya Rasulullah apakah telah terjadi sesuatu dalam sholat؟ Beliau bersabda: Apa itu? Mereka berkata: Baginda sholat begini begitu Abu Mas’ud berkata: Lalu mereka merapikah kedua kakinya dan menghadap kiblat lalu sujud dua kali kemudian salam Beliau kemudian menghadap orang-orang dan bersabda: Sesungguhnya jika terjadi sesuatu dalam sholat aku beritahukan padamu tapi aku hanyalah manusia biasa seperti kamu sekalian yang dapat lupa seperti kalian Maka apabila aku lupa ingatkanlah aku dan apabila seseorang di antara kamu ragu dalam sholatnya hendaknya ia meneliti benar kemudian menyempurnakannya lalu sujud dua kali. (Muttafaq Alaihi)

Dalam suatu hadits riwayat Bukhari: “Hendaknya ia menyempurnakan lalu salam kemudian sujud.

Dalam riwayat Muslim: “Bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah sujud sahwi dua kali setelah salam dan bercakap-cakap”.

Menurut riwayat Ahmad Abu Dawud dan Nasa’i dari hadits Abdullah Ibnu Ja’far yang diterima secara marfu’: “Barangsiapa ragu dalam sholatnya hendaknya ia bersujud dua kali sesudah salam Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah.

MAKNA HADITS :

Nabi (s.a.w) tidak pernah lupa karena baginda dipelihara dari dipedaya syaitan, tetapi adakalanya baginda mengalaminya sebagai satu syariat kepada umatnya dan memberi pengajaran kepada orang yang lupa apa yang mesti dilakukannya apabila dia lupa ketika mengerjakan ibadah. Didalam hadis yang lain disebutkan:

إني لا أَنْسَى ولكن أُنَسَّى لأُشَرِّع

“Sesungguhnya aku tidak lupa, melainkan aku dilupakan untuk menetapkan syariat.”

Lupa merupakan salah satu ciri khas manusia apabila dibandingkan dengan kedudukan Allah Yang Maha Tinggi. Oleh itu, Allah Maha Suci dari sifat lupa. Allah (s.w.t) berfirman:

وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا (64)

“Dan tidaklah Tuhanmu lupa…” (Surah Maryam: 64)

Dalam ayat yang lain Allah berfirman:

فِي كِتَابٍ ۖ لَّا يَضِلُّ رَبِّي وَلَا يَنسَى (52)

“… Di dalam sebuah kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa.” (Surah Taha: 52)

Demikianlah rahsia sabda Nabi (s.a.w) yang mengatakan:

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ

“Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu. Aku bisa lupa sebagaimana kamu juga lupa.”

Namun, ada perbedaan antara lupa baginda dengan lupa mereka. Lupa baginda memuatkan ketentuan hukum dan syariat buat umatnya. Ini terjadi atas kehendak dan rahmat Allah (s.w.t). Allah (s.w.t) berfirman:

سَنُقْرِئُكَ فَلَا تَنسَىٰ (6) إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ

“Kami akan membacakan (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad). Maka kamu tidak akan lupa kecuali kalau Allah menghendaki…” (Surah al-A‟la: 6-7)

Adapun lupa yang dialami oleh selain baginda, itu bersumber dari kelalaian dan godaan syaitan.

FIQH HADITS :

1. Makmum mesti mengikuti imam, dan solat makmum batal apabila dia meyakini yang imam solat telah melakukan kesalahan dan dia tetap bermakmum kepadanya. Rasulullah (s.a.w) tidak menyuruh para sahabat untuk mengulangi solat, padahal mereka telah meyakini adanya tambahan rakaat. Ini karena pada zaman Rasulullah (s.a.w) ada kemungkinan terjadi perubahan dan nasakh hukum. Oleh itu, mereka bertanya: “Apakah telah terjadi suatu perubahan dalam solat?”

2. Pengikut hendaklah mengingatkan orang yang diikutinya mengenai perkara-perkara yang telah dilakukannya. Ini tidak boleh dihambat oleh kebesaran orang yang dianutinya itu.

3. Dianjurkan berpegang teguh kepada apa yang diyakininya dalam solat dan membuang keraguan.

4. Menjelaskan bahwa apa yang diperlukan tidak boleh terlambat dari waktu yang diperlukan, karena Nabi (s.a.w) bersabda: “Seandainya terjadi suatu perubahan dalam masalah solat, niscaya aku akan memberitahukannya kepada kamu,” yakni sebelum datangnya waktu yang diperlukan.

5. Ada kalanya Nabi (s.a.w) mengalami lupa dalam sesetengah pekerjaan dengan tujuan menetapkan hukum syariat buat umatnya.

6. Percakapan orang yang lupa dan salamnya tidak membatalkan solat.

7. Percakapan yang disengajakan untuk kepentingan solat tidak membatalkan solat. Buktinya, Nabi (s.a.w) tidak menyuruh mereka mengulangi solatnya.

8. Disyariatkan melakukan sujud sahwi sesudah salam. Hukum sujud sahwi masih diperselisihkan di kalangan ulama.

Imam Ahmad mengatakan bahwa sujud sahwi wajib kerana berlandaskan kepada perintah yang terdapat di dalam sabda Nabi (s.a.w): “Hendaklah dia melakukan sujud dua kali.” Oleh karena makna asal perintah menunjukkan makna wajib, maka jika seseorang meninggalkannya dengan sengaja, maka solat yang telah dikerjakannya menjadi batal apabila dia sebelum mengucapkan salam, tetapi tidak batal apabila dia telah salam. Sebab dia telah berada di luar solat dan sujud itu hanya berfungsi untuk menutupi kekurangan yang ada padanya. Jika meninggalkan sujud ini karena lupa sebelum salam atau sesudahnya, maka dia mesti mengerjakannya selagi jarak pemisahnya tidak terlalu lama menurut ukuran kebiasaan, sekalipun dia telah berpaling dari arah kiblat atau telah berbincang-bincang. Jika jarak pemisah terlalu lama atau dia telah keluar meninggalkan masjid atau telah hadas, maka tidak perlu lagi melakukan sujud sahwi dan solatnya tetap dianggap sah.

Imam Abu Hanifah dan begitu pula murid-muridnya mengatakan bahwa sujud sahwi itu wajib dan berdosa bagi orang yang meninggalkannya, tetapi solatnya tidak batal. Dia mesti
mengulangi lagi solatnya untuk membebaskan dirinya dari dosa.

Mazhab al-Syafi’i mengatakan bahwa sujud sahwi hukumnya sunat. Inilah pendapat yang masyhur di kalangan mereka.

Mazhab Maliki mengatakan, tidak
ada bedanya antara sujud yang dilakukan oleh orang yang belum salam dengan yang sudah salam. Sebahagian mereka mengatakan wajib melakukan sujud sahwi bagi orang yang belum salam.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 271 : RAGU DALAM HITUNGAN RAKAAT SHALAT

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB SUJUD SAHWI, SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

HADITS KE 271 :

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى أَثْلَاثًا أَوْ أَرْبَعًا ؟ فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْساً شَفَعْنَ] لَهُ [ )صَلَاتَهُ وَإِنْ كَانَ صَلَّى تَمَامً ا كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: Apabila seseorang di antara kamu ragu dalam sholat ia tidak mengetahui apakah telah sholat tiga atau empat rakaat Maka hendaknya ia meninggalkan keraguan dan memantapkan apa yang ia yakini kemudian sujud dua kali sebelum salam Maka bila telah sholat lima rakaat genaplah sholatnya Bila ternyat sholatnya telah cukup maka kedua sujud itu sebagai penghinaan kepada setan Riwayat Muslim

MAKNA HADITS :

Kaidah umum syariat diambil dari keumuman dalil-dalil syar’i yang ditetapkan oleh Nabi (s.a.w), yaitu berpegang teguh kepada keyakinan dan membuang keraguan. Semua ulama bersepekat dengan ini. Dari kaidah umum ini bercabang banyak masalah yang antara lain ialah seseorang yang merasa ragu mengenai jumlah rakaat dalam solat, maka dia hendaklah meneruskan apa yang diyakininya yaitu bilangan rakaat yang paling sedikit sebagai langkah berjaga-jaga agar tanggungannya bebas dalam menunaikan ibadah dengan penuh yakin, lalu hendaklah dia melakukan sujud sahwi untuk menutupi kekurangannya sekaligus sebagai penghinaan buat syaitan yang senantiasa menggodanya dalam solat.

FIQH HADITS :

1. Orang yang ragu dalam solat hendaklah meneruskan apa yang diyakininya dan hendaklah dia melakukan dua kali sujud, yaitu sujud sahwi. Inilah pendapat jumhur ulama. Sedangkan selain mereka mengatakan bahwa seseorang itu wajib mengulangi solatnya hingga dia benar-benar yakin.

2. Disyariatkan salam sesudah sujud sahwi.

3. Syaitan itu ada dan ia senantiasa berusaha menggoda hamba Allah, meskipun hamba itu berada di hadapan Allah (sedang solat).

4. Mengerjakan perintah Allah dengan sujud demi kesempurnaan solat sekaligus untuk menghina syaitan dan membuatnya kecewa.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 269 : TATACARA SUJUD SAHWI

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB SUJUD SAHWI, SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

HADITS KE 269 :

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -رَضِيَ اَللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ- قَالَ : ( صَلَّى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِحْدَى صَلَاتِي الْعَشِيّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ قَامَ إِلَى خَشَبَةٍ فِي مُقَدَّمِ الْمَسْجِدِ فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَيْهَا وَفِي الْقَوْمِ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ فَهَابَا أَنْ يُكَلِّمَاهُ وَخَرَجَ سَرَعَانُ النَّاسِ فَقَالُوا : أَقُصِرَتْ الصَّلَاةُ وَرَجُلٌ يَدْعُوهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ذَا الْيَدَيْنِ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ أَنَسِيتَ أَمْ قُصِرَتْ ؟ فَقَالَ : لَمْ أَنْسَ وَلَمْ تُقْصَرْ فَقَالَ : بَلَى قَدْ نَسِيتُ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ كَبَّرَ فَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ] ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَكَبَّرَ ثُمَّ وَضَعَ رَأْسَهُ فَكَبَّرَ فَسَجَدَ مِثْلَ سُجُودِهِ أَوْ أَطْوَلَ [) ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ وَكَبَّرَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ : ( صَلَاةُ الْعَصْرِ )

وَلِأَبِي دَاوُدَ فَقَالَ : ( أَصَدَقَ ذُو الْيَدَيْنِ ؟ فَأَوْمَئُوا : أَيْ نَعَمْ ) وَهِيَ فِي الصَّحِيحَيْنِ لَكِنْ بِلَفْظِ : فَقَالُوا

وَهِيَ فِي رِوَايَةٍ لَهُ : ( وَلَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَقَّنَهُ اللَّهُ تَعَالَى ذَلِكَ )

Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah sholat salah satu dari dua sholat petang dua rakaat lalu salam Kemudian beliau menuju tiang di bagian depan masjid dan meletakkan tangannya pada kayu itu. Dalam jama’ah itu ada Abu Bakar dan Umar namun keduanya tidak berani mengatakan apapun kepada beliau. Orang-orang keluar dengan segera dan mereka bertanya-tanya apakah sholat tadi di qashar. Dalam Jama’ah itu ada seorang laki-laki yang dijuluki Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam Dzulyadain ia bertanya: Ya Rasulullah apakah baginda lupa atau sholat tadi memang diqashar? Beliau bersabda: Aku tidak lupa dan sholat tidak diqashar. Orang itu berkata lagi: Tidak baginda telah lupa. Maka beliau sholat dua rakaat kemudian salam lalu takbir kemudian sujud seperti biasa atau lebih lama kemudian mengangkat kepalanya lalu takbir kemudian meletakkan kepalanya lalu takbir kemudian sujud seperti biasa atau lebih lama kemudian beliau mengangkat kepalanya dan takbir. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Bukhari Dalam suatu riwayat Muslim: Itu adalah sholat Ashar

Menurut Riwayat Abu Dawud Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bertanya: Apakah Dzulyadain benar? Lalu mereka mengiyakan Hadits itu ada dalam shahih Bukhari-Muslim tapi dengan lafadz: Mereka berkata

Dalam suatu riwayatnya pula: Beliau tidak sujud sampai Allah Ta’ala meyakinkannya akan hal itu.

HADITS KE 270 :

وَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ -رَضِيَ اَللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ- ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم صَلَّى بِهِمْ  فَسَهَا فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ  ثُمَّ تَشَهَّدَ  ثُمَّ سَلَّمَ )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ  وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ  وَالْحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ

Dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah sholat bersama mereka lalu beliau lupa maka beliau sujud dua kali kemudian tasyahhud lalu salam Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi Hadits hasan menurut Tirmidzi dan shahih menurut Hakim

MAKNA HADITS :

Allah (s.w.t) mengutus Nabi kita untuk menetapkan hukum syariat yang di antaranya ialah hukum sujud sahwi ketika mengerjakan solat dan baginda telah menjelaskan melalui perbuatannya. Ketika baginda lupa, sekalipun lupa itu bukan karena lalai menghadap Allah, melainkan semata-mata karena mensyariatkan bagi
umatnya dan menjelaskan kepada mereka hukum agama melalui perbuatannya.

FIQH HADITS :

1. Perhatian para sahabat yang sedemikian tinggi untuk memperoleh ilmu melalui cara bertanya tanpa merasa segan atau rasa takut.

2. Beretika (bersopan santun) ketika bersama Nabi (s.a.w) karena Dzu al-Yadain tidak mengatakan kepadanya dengan kata-kata bahwa baginda telah lupa.

3. Tidak boleh mempercayai berita yang datang dari seseorang tanpa terlebih dahulu memastikan kebenarannya dengan bertanya kepada orang banyak.

4. Disyariatkan sujud sahwi. Sujud sahwi itu terdiri dari dua kali sujud. Ia tidak dilakukan secara berulang kali meskipun terdiri dari banyak
sebab.

5. Berbicara di dalam solat dengan sengaja membatalkan solat baik sedikit ataupun banyak. Namun berbicara demi kemaslahatan solat itu sendiri tidaklah membatalkan solat. Namun ulama masih berselisih pendapat mengenai masalah ini. Begitu pula ulama berbeda pendapat tentang orang lupa dan orang yang faham (bahwa berbicara dalam solat itu membatalkan solat).

6. Boleh meneruskan solat sesudah salam. Menurut Imam al-Syafi’i, itu boleh dilakukan apabila seseorang sadar akan lupanya dalam waktu yang tidak lama dan belum keluar meninggalkan masjid. Sebagian ulama mengatakan boleh meneruskan solat secara mutlak dan mereka mengikatnya dengan ketentuan apabila pemisahnya tidak lama, meskipun ada pula sebagian diantara mereka yang mengatakan boleh meneruskan solat meskipun waktu pemisahnya itu lama selagi wuduk belum batal.

7. Tempat untuk melakukan sujud sahwi ialah di akhir solat, yaitu sesudah salam. Hadis ini dijadikan pegangan oleh Imam Abu Hanifah.

Nabi (s.a.w) kadangkala lupa dalam sesetengah perbuatannya untuk menetapkan satu hukum syariat ke atas umatnya sebagaimana sabda baginda:

إِنّنِيْ لَا أَنْسٰى وَلٰكِنْ أُنَسَّي لِأَسُنَّ – لِأُشَرِّعَ

“Sesungguhnya aku tidak lupa, melainkan aku dilupakan untuk menetapkan syariat.”

9. Melakukan takbir untuk sujud sahwi dan melakukan salam sesudahnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa seseorang hendaklah melakukan salam dua kali -ini merupakan pendapat yang sahih- untuk membedakannya dengan salam yang biasa. Sebagian yang lain pula mengatakan bahwa salam dilakukan hanya sekali ke sebelah kanan (tanpa salam ke sebelah kiri).

10. Disyariatkan membaca tasyahhud sesudah melakukan dua kali sujud sahwi secara mutlak dan melakukan salam sesudahnya, karena berlandaskan kepada
makna zahir hadis. Ini dijadikan pegangan oleh Imam Abu Hanifah.

Mazhab Maliki mengatakan bahwa seseorang yang telah membaca tasyahhud (akhir) hendaklah melakukan tasyahhud lagi untuk sujud sahwi dan barulah bersalam.
Sedangkan seseorang yang belum membaca tasyahhud, menurut Imam Malik dalam masalah ini ada dua riwayat dan keduanya bersumber darinya. Tetapi menurut pendapat yang masyhur dalam mazhab Maliki, hendaklah seseorang bertasyahhud agar salam yang dilakukan jatuh sesudah tasyahhud.

Imam al-Syafi’i mengatakan, jika seseorang telah melakukan sujud sebelum salam, maka dia tidak perlu bertasyahhud. Inilah pendapat masyhur dalam mazhab al-Syafi’i. Tetapi mereka berselisih pendapat mengenai masalah sekiranya sujud dilakukan sesudah salam. Menurut pendapat yang sahih, seseorang hendaklah terus salam dan tidak perlu lagi mengucapkan tasyahhud.

Mazhab Hanbali mengatakan, jika sujud dilakukan sebelum salam, maka tidak boleh lagi bertasyahhud dan jika sujud dilakukan sesudah salam, maka baginya wajib tasyahhud.

11. Berniat keluar dari solat apabila berlandaskan kepada sangkaan bahwa solat telah sempurna, maka itu tidak menjadikan solat yang dilakukannya batal apabila telah mengucapkan salam.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 267 : RUKHSOH BAGI YANG SAKIT DALAM PELAKSANAAN SHALAT

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TATACARA PELAKSANAAN SHOLAT

HADITS KE 267 :

وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لِمَرِيضٍ – صَلَّى عَلَى وِسَادَةٍ فَرَمَى بِهَا – وَقَالَ : ” صَلِّ عَلَى اَلْأَرْضِ إِنْ اِسْتَطَعْتَ وَإِلَّا فَأَوْمِئْ إِيمَاءً وَاجْعَلْ سُجُودَكَ أَخْفَضَ مِنْ رُكُوعِكَ ) رَوَاهُ اَلْبَيْهَقِيُّ بِسَنَدٍ قَوِيٍّ وَلَكِنْ صَحَّحَ أَبُو حَاتِمٍ وَقْفَهُ

Dari Jabir Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepada seseorang yang sakit yang sholat di atas bantal beliau melempar bantal itu dan bersabda: “Sholatlah di atas tanah bila engkau mampu jika tidak maka pakailah isyarat dan jadikan (isyarat) sujudmu lebih rendah daripada (isyarat) ruku’mu.” Diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang kuat namun Abu Hatim mensahkan mauquf-nya hadits ini.

MAKNA HADITS :

Nabi (s.a.w) memberi kemudahan bagi orang sakit dengan membolehkannya memberi isyarat sebagai ganti sujud dan rukuk apabila dia tidak mampu sujud di atas tanah. Nabi (s.a.w) memberikan petunjuk kepadanya bahwa dia mesti membedakan isyarat untuk rukuk dan sujud. Caranya, isyarat sujud hendaklah lebih rendah berbanding isyarat rukuk. Dalam isyarat itu, dia tidak dibolehkan memegang sesuatu objek termasuk tanah untuk dijadikan sebagai tempat sujud. Oleh itu, Nabi (s.a.w) mengingkari perbuatan seseorang yang baginda lihat membawa bantal lalu sujud di atasnya, maka Nabi (s.a.w) membuang bantalnya itu.“`

FIQH HADITS :

Orang sakit tidak dibebani untuk membawa sesuatu sebagai tempat sujud apabila dia tidak mampu sujud di atas tanah.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 266 : POSISI SHALAT BAGI YANG SAKIT

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TATACARA PELAKSANAAN SHOLAT

HADITS KE 266 :

وَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ : ( قَالَ لِيَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ” صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ وَإِلَّا فَأَوْمِ) رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ

Dari Imran Ibnu Hushoin Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sholatlah dengan berdiri jika tidak mampu maka dengan duduk jika tidak mampu maka dengan berbaring dan jika tidak mampu juga maka dengan isyarat.” Diriwayatkan oleh Bukhari.

MAKNA HADITS :

Sholat merupakan salah satu rukun Islam. Orang yang mengingkari kewajipan sholat menjadi kafir, dan orang yang meninggalkannya berhak menerima siksaan Allah. Sholat tidak boleh ditinggalkan walau dalam keadaan apapun.

Apa yang wajib dilakukan ketika sholat adalah berdiri bagi orang yang mampu. Jika tidak mampu berdiri kerana sakit, maka dia boleh mengerjakannya dalam keadaan duduk. Jika tidak mampu duduk, maka dia boleh mengerjakannya dalam keadaan berbaring miring dan menghadapkan dadanya ke arah kiblat. Jika masih tidak mampu berbuat demikian, maka dia hendaklah mengerjakannya dengan cara memberi isyarat kepalanya untuk rukun qauli dan fi’li-nya.

Hadits ini mendorong kepada siapa pun untuk tetap senantiasa mengerjakan sholat sekaligus memudahkan hukum-hukum syariat bagi orang yang keadaannya sedang tidak sehat. Allah samasekali tidak mau menjadikan suatu itu sukar untuk kita laksanakan meskipun ia ada kaitannya dengan masalah agama.

FIQH HADITS :

1. Sholat fardu adalah wajib. Ia sama sekali tidak dapat digugurkan walau apapun keadaannya.

2. Menjelaskan cara mengerjakan sholat bagi orang sakit dan orang yang udzur.

3. Berdiri ketika mengerjakan sholat fardu tidak dapat digugurkan kecuali karena udzur, seperti sakit, pening kepala atau kawatir tenggelam.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

HADITS KE 265 : PERINTAH MENGIKUTI RASULULLAH DALAM MENGERJAKAN SHALAT

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TATACARA PELAKSANAAN SHOLAT

HADITS KE 265 :

وَعَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي ) رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ

Dari Malik Ibnu al-Khuwairits Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sholatlah kamu sekalian dengan cara sebagaimana kamu melihat aku sholat.” Riwayat Bukhari.

MAKNA HADITS :

Hadis ini merupakan salah satu asas penting Islam, karena di dalamnya menjelaskan kewajiban mengikuti setiap perbuatan dan ucapan Rasulullah (s.a.w).
Allah (s.w.t) menyuruh kita untuk berbuat demikian dalam firman-Nya:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ (٢١)

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kamu…” (Surah al-Ahzab: 21)

Semua perbuatan Rasulullah (s.a.w) menjadi syariat bagi umatnya. Oleh itu, haji wada’ merupakan amalan praktikal bagi para sahabat untuk mempelajari manasik haji. Nabi (s.a.w) memerintahkan mereka melalui sabdanya:

خُذُوا عَنِّي مَناسِكَكُمْ

Ambillah dariku manasik (haji) kamu”.

Nabi (s.a.w) bertugas menyampaikan ajaran dari Allah dan beliau adalah seorang yang maksum. Jadi tidaklah heran apabila semua perbuatannya
merupakan syariat yang sekali gus menjelaskan apa yang bersifat umum di dalam al-Qur’an.
Kita wajib mengikuti Nabi (s.a.w) dalam perkataan dan perbuatan kecuali perkara-perkara yang telah dikhususkan bagi diri baginda atau perkara-perkara yang telah dimansukh, sebab sahabat tidak mengamalkan apa-apa yang telah dilakukan oleh baginda melainkan amalan yang paling akhir dilakukan oleh baginda.

FIQH HADITS :

Wajib mengikuti segala apa yang telah dinukil dari Nabi (s.a.w) baik berupa bacaan maupun perbuatan di dalam sholat.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..