Kategori
Uncategorized

HUKUM BERMAKMUM KEPADA IMAM YANG TIDAK MAMPU BERDIRI KETIKA SHOLAT

HUKUM BERMAKMUM KEPADA IMAM YANG TIDAK MAMPU BERDIRI KETIKA SHOLAT

Assalamualaikum

Deskripsi Masalah:
Seorang imam shalat mengalami kecelakaan yang menyebabkan ia tidak dapat berdiri dan harus shalat dalam keadaan duduk (ngunjur). Sementara itu, makmum yang hadir dalam shalat berjamaah tersebut dalam kondisi sehat dan mampu berdiri. Muncul pertanyaan sebagaimana  berikut:

Apakah sah shalat Makmun dibelakang imam dalam kondisi  sebagaimana Deskripsi

Bagaimana sebaiknya makmum menyikapi situasi tersebut.

Waalaikumsalam

Jawaban.
Shalatnya makmum sah dibekangnya Imam yang tidak mampu berdiri atau tidak mampu duduk , namun demikian tatacara makmum mengikuti imam ulama berbeda pandang, sebagaimana Imam Nawawi menjelaskan perbedaan pendapat para ulama mengenai hukum shalat orang yang berdiri di belakang imam yang duduk karena udzur, atau sebaliknya dalam kitab Majmu’ Syarah Muhadzzab. Sebagaimana berikut poin-poin pentingnya:

1️⃣Pendapat Mazhab Syafi’i:

a).Boleh bagi makmum berdiri untuk shalat di belakang imam yang duduk karena udzur.

b). Tidak boleh bagi makmum yang mampu berdiri untuk shalat dengan duduk di belakang imam tersebut.

2️⃣Pendapat Ulama Lain:

a). Imam Ats-Tsauri, Abu Hanifah, Abu Tsaur, Al-Humaidi, dan sebagian ulama Malikiyah: sependapat dengan Mazhab Syafi’i.

b). Imam Al-Auza’i, Ahmad, Ishaq, dan Ibnu Al-Mundzir: Membolehkan makmum shalat dengan kondisi duduk di belakang imam yang dalam kondisi duduk, tetapi tidak membolehkan shalat dengan berdiri.

c).Imam Malik (dalam riwayat lain) dan sebagian pengikutnya: Membolehkan shalat di belakang imam yang duduk, baik dengan duduk maupun berdiri.

Dalil-dalil yang Digunakan:
Pendapat yang membolehkan shalat secara mutlak:

Berdasarkan hadits riwayat Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi dari Jabir Al-Ju’fi, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Janganlah seseorang mengimami orang lain dengan duduk setelahku.”

➡️Pendapat Imam Al-Auza’i dan Ahmad: Berdasarkan hadits Anas riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Jika ia bertakbir, maka bertakbirlah kalian. Jika ia rukuk, maka rukuklah kalian. Jika ia shalat dengan duduk, maka shalatlah kalian semua dengan duduk.”

➡️Pendapat Imam Syafi’i dan pengikutnya: Berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha riwayat Bukhari dan Muslim, yang menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dengan duduk, sedangkan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berdiri dan diikuti oleh makmum lainnya.

Penjelasan dan Kesimpulan:

1. Imam Syafi’i dan pengikutnya berpendapat bahwa hadits yang membolehkan makmum shalat dengan duduk di belakang imam yang duduk telah dinasakh (dihapus hukumnya) oleh hadits Aisyah.

2. Mereka juga menjelaskan bahwa hadits yang melarang imam shalat dengan duduk adalah hadits dha’if (lemah).

Kesimpulan dari mazhab syafi’i, makmum yang mampu berdiri, wajib berdiri tidak mengikuti imam yang sedang duduk karena udzur.Jadi jika mengikuti Madzhab Syafi’i makmum tidaklah harus mengikuti kondisinya Imam ( Jika imam duduk makmum tidak harus duduk melainkan harus berdiri begitu juga halnya kondisi imam berbaring maka tidak harus berbaring melainkan harus berdiri) karena imam dalam kondisi udzur ini.

Saran-saran:
Jika memungkinkan, sebaiknya imam menunjuk orang lain yang mampu berdiri untuk menggantikannya sebagai imam, sebagaimana yang telah dialami oleh Nabi Muhammad SAW ini adalah solusi terbaik untuk menghindari perbedaan pendapat di antara makmum.
Jika tidak ada yang bisa menggantikan, makmum tetap boleh shalat dengan berdiri. Namun, penting untuk menjaga kekhusyukan dan tidak mempermasalahkan perbedaan gerakan dengan imam.
Hendaknya imam yang sakit tersebut, lebih baik menjadi makmum.

Demikian Semoga penjelasan ini bermanfaat.Wallahu a’lam

المجموع شرح المهذب ج٤ص٢٦٥-٢٦٦
(فَرْعٌ)

فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ: قَدْ ذَكَرْنَا أَنَّ مَذْهَبَنَا جَوَازُ صَلَاةِ الْقَائِمِ خَلْفَ الْقَاعِدِ الْعَاجِزِ وَأَنَّهُ لَا تَجُوزُ صَلَاتُهُمْ وَرَاءَهُ قُعُودًا وَبِهَذَا قَالَ الثَّوْرِيُّ وَأَبُو حَنِيفَةَ وَأَبُو ثَوْرٍ وَالْحُمَيْدِيُّ وَبَعْضُ الْمَالِكِيَّةِ وَقَالَ الْأَوْزَاعِيُّ واحمد واسحق وَابْنُ الْمُنْذِرِ تَجُوزُ صَلَاتُهُمْ وَرَاءَهُ قُعُودًا وَلَا تَجُوزُ قِيَامًا وَقَالَ مَالِكٌ فِي رِوَايَةٍ وَبَعْضُ أصحابه تَصِحُّ الصَّلَاةُ وَرَاءَهُ قَاعِدًا مُطْلَقًا وَاحْتَجَّ لِمَنْ قال تَصِحُّ الصَّلَاةُ مُطْلَقًا بِحَدِيثٍ رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيّ وَالْبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُمَا عَنْ جَابِرٍ الْجُعْفِيِّ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ” لا يَؤُمَّنَّ أَحَدٌ بَعْدِي جَالِسًا ” وَاحْتَجَّ الْأَوْزَاعِيُّ وَأَحْمَدُ بِحَدِيثِ أَنَسٍ إنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ” إنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ ” رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ وَفِي الصَّحِيحَيْنِ عَنْ عَائِشَةَ وَأَبِي هُرَيْرَةَ مِثْلَهُ وَاحْتَجَّ الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ بِحَدِيثِ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” أَمَرَ فِي مَرَضِهِ الَّذِي تُوُفِّيَ فِيهِ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ فَلَمَّا دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ وَجَدَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفْسِهِ خِفَّةً فَقَامَ يُهَادِي بَيْنَ رَجُلَيْنِ وَرِجْلَاهُ يَخُطَّانِ فِي الْأَرْضِ فَجَاءَ فَجَلَسَ عَنْ يَسَارِ أَبِي بَكْرٍ فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِالنَّاسِ جَالِسًا وَأَبُو بَكْرٍ قَائِمًا يَقْتَدِي أَبُو بَكْرٍ بِصَلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَقْتَدِي النَّاسُ بِصَلَاةِ أَبِي بَكْرٍ ” رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ هَذَا لَفْظُ إحْدَى رِوَايَاتِ مُسْلِمٍ وَهِيَ صَرِيحَةٌ فِي أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ الْإِمَامَ لِأَنَّهُ جَلَسَ عَنْ يَسَارِ أَبِي بَكْرٍ وَلِقَوْلِهِ يُصَلِّي بِالنَّاسِ وَلِقَوْلِهِ يَقْتَدِي بِهِ أَبُو بَكْرٍ وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ ” وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِالنَّاسِ وَأَبُو بَكْرٍ يُسْمِعُهُمْ التَّكْبِيرَ ” وَقَوْلُهُ يُسْمِعُهُمْ التَّكْبِيرَ يَعْنِي أَنَّهُ يَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالتَّكْبِيرِ إذَا كَبَّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنَّمَا فَعَلَهُ لِأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ ضَعِيفَ الصَّوْتِ حِينَئِذٍ بِسَبَبِ الْمَرَضِ وَفِي رِوَايَةِ الْبُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ ” أَنَّ النبي صل اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَلَسَ إلَى جَنْبِ أَبِي  بَكْرٍ فَجَعَلَ أَبُو بَكْرٍ يُصَلِّي وَهُوَ قَائِمٌ بِصَلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ يصلون بصلاة أبي بكر والنبي صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاعِدٌ ” وَرَوَيَاهُ مِنْ طُرُقٍ كَثِيرَةٍ كُلُّهَا دَالَّةٌ عَلَى أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ الْإِمَامَ وَأَبُو بَكْرٍ يَقْتَدِي بِهِ وَيُسْمِعَ النَّاسَ التَّكْبِيرَ وَهَكَذَا رَوَاهُ مُعْظَمُ الرُّوَاةِ: قَالَ الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ وَغَيْرُهُمْ مِنْ عُلَمَاءِ الْمُحَدِّثِينَ وَالْفُقَهَاءِ هَذِهِ الرِّوَايَاتُ صَرِيحَةٌ فِي نَسْخِ الْحَدِيثِ السَّابِقِ إنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ” وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ ” فَإِنَّ ذَلِكَ كَانَ فِي مَرَضٍ قَبْلَ هَذَا بِزَمَانٍ حِين آلَى مِنْ نِسَائِهِ وَقَدْ رُوِيَ مِنْ رِوَايَاتٍ قَلِيلَةٍ ذَكَرَهَا الْبَيْهَقِيُّ وَغَيْرِهِ ” أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي مَرَضِ وَفَاتِهِ خَلْفَ أَبِي بَكْرٍ فَجَعَلَ أَبُو بَكْرٍ يُصَلِّي وَهُوَ قَائِمٌ بِصَلَاةِ رسول رسول الله صلى الله عليه وسلم والناس يصلون بصلاة أبي بكر والنبي صلى الله عليه وسلم قاعد ” وَرَوَيْنَاهُ مِنْ طُرُقٍ كَثِيرَةٍ: وَأَجَابَ الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ عَنْهَا إنْ صَحَّتْ فَإِنَّهَا كَانَتْ مَرَّتَيْنِ مَرَّةً صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَاءَ أَبِي بَكْرٍ وَمَرَّةً أَبُو بَكْرٍ وَرَاءَهُ وَيَحْصُلُ الْمَقْصُودُ وَهُوَ أَنَّ صَلَاةَ الْقَادِرِ وَرَاءَ الْقَاعِدِ لَا تَجُوزُ إلَّا قَائِمًا: وَأَمَّا الْجَوَابُ عَنْ حَدِيثِ ” لَا يُؤَمَّنَّ أَحَدٌ بَعْدِي جَالِسًا ” فَقَالَ الدارقطني وَالْبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُمَا مِنْ الْأَئِمَّةِ هُوَ مُرْسَلٌ ضَعِيفٌ وان جابر الْجُعْفِيَّ مُتَّفَقٌ عَلَى ضَعْفِهِ وَرَدِّ رِوَايَاتِهِ قَالُوا وَلَا يَرْوِيه غَيْرُ الْجُعْفِيِّ عَنْ الشَّعْبِيِّ قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ قَدْ عَلِمَ الَّذِي احْتَجَّ بِهَذَا أَنَّهُ لَيْسَ فِيهِ حُجَّةٌ وَأَنَّهُ لَا يَثْبُتُ لِأَنَّهُ مُرْسَلٌ وَلِأَنَّهُ عَنْ رَجُلٍ يَرْغَبُ النَّاسُ عَنْ الرِّوَايَةِ عَنْهُ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ


Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab Jilid 4, Halaman 265-266:

Dalam Mazhab Para Ulama:
Kami telah menyebutkan bahwa mazhab kami membolehkan shalat orang yang berdiri di belakang orang yang duduk karena tidak mampu, dan bahwa tidak boleh bagi mereka shalat di belakangnya dengan duduk. Pendapat ini juga dianut oleh Ats-Tsauri, Abu Hanifah, Abu Tsaur, Al-Humaidi, dan sebagian ulama Malikiyah. Sementara itu, Al-Auza’i, Ahmad, Ishaq, dan Ibnu Al-Mundzir berpendapat bahwa boleh bagi mereka shalat di belakangnya dengan duduk, tetapi tidak boleh dengan berdiri. Malik, dalam sebuah riwayat dan sebagian pengikutnya, berpendapat bahwa shalat di belakangnya dengan duduk itu sah secara mutlak.
Orang-orang yang berpendapat bahwa shalat itu sah secara mutlak berargumen dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi, dan lainnya dari Jabir Al-Ju’fi dari Asy-Sya’bi dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Janganlah seseorang mengimami orang lain dengan duduk setelahku.” Sementara itu, Al-Auza’i dan Ahmad berargumen dengan hadits Anas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Jika ia bertakbir, maka bertakbirlah kalian. Jika ia rukuk, maka rukuklah kalian. Jika ia shalat dengan duduk, maka shalatlah kalian semua dengan duduk.” Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dan dalam Shahihain juga diriwayatkan dari Aisyah dan Abu Hurairah yang serupa.
Asy-Syafi’i dan para pengikutnya berargumen dengan hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dalam sakitnya yang menyebabkan wafatnya untuk mengimami orang-orang. Ketika Abu Bakar mulai shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa lebih baik, lalu beliau bangkit dengan dipapah oleh dua orang, dan kedua kaki beliau menyeret di tanah. Beliau datang dan duduk di sebelah kiri Abu Bakar. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat mengimami orang-orang dengan duduk, dan Abu Bakar berdiri mengikuti shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan orang-orang mengikuti shalat Abu Bakar. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Ini adalah lafazh salah satu riwayat Muslim, yang secara jelas menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah imam, karena beliau duduk di sebelah kiri Abu Bakar, dan karena perkataan beliau “mengimami orang-orang,” dan karena perkataan “Abu Bakar mengikutinya.”
“Dan dalam riwayat Muslim, ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat mengimami orang-orang, dan Abu Bakar memperdengarkan takbir mereka.’ Perkataan ‘memperdengarkan takbir mereka’ berarti bahwa Abu Bakar mengeraskan suaranya saat bertakbir ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertakbir. Beliau melakukannya karena suara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat itu lemah karena sakit. Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di samping Abu Bakar, lalu Abu Bakar shalat berdiri mengikuti shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan orang-orang shalat mengikuti shalat Abu Bakar, sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk.’ Kedua hadits ini diriwayatkan melalui banyak jalur, yang semuanya menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah imam, dan Abu Bakar mengikutinya serta memperdengarkan takbir kepada orang-orang. Demikianlah yang diriwayatkan oleh sebagian besar perawi.
Asy-Syafi’i dan para pengikutnya, serta ulama ahli hadits dan ahli fiqih lainnya berkata, ‘Riwayat-riwayat ini secara jelas menasakh (menghapus) hadits sebelumnya bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Jika ia shalat dengan duduk, maka shalatlah kalian semua dengan duduk.’ Karena hal itu terjadi pada sakit yang lebih awal, ketika beliau bersumpah untuk menjauhi istri-istrinya. Dan diriwayatkan dalam riwayat yang sedikit, yang disebutkan oleh Al-Baihaqi dan lainnya, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di belakang Abu Bakar dalam sakit yang menyebabkan wafatnya, lalu Abu Bakar shalat berdiri mengikuti shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan orang-orang shalat mengikuti shalat Abu Bakar, sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk.’ Dan kami meriwayatkannya melalui banyak jalur. Asy-Syafi’i dan para pengikutnya menjawab tentang riwayat ini, jika memang shahih, bahwa kejadian itu terjadi dua kali: sekali Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di belakang Abu Bakar, dan sekali Abu Bakar shalat di belakangnya. Dan maksudnya adalah bahwa shalat orang yang mampu berdiri di belakang orang yang duduk tidak boleh kecuali dengan berdiri.
Adapun jawaban tentang hadits ‘Janganlah seseorang mengimami orang lain dengan duduk setelahku,’ Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi, dan ulama lainnya berkata, ‘Hadits itu mursal dan dha’if (lemah), dan Jabir Al-Ju’fi disepakati kelemahannya dan riwayatnya ditolak.’ Mereka berkata, ‘Tidak ada yang meriwayatkannya selain Al-Ju’fi dari Asy-Sya’bi.’ Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, ‘Orang yang berargumen dengan hadits ini telah mengetahui bahwa hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah dan tidak tsabit (kuat), karena hadits ini mursal dan diriwayatkan dari orang yang tidak disukai oleh orang-orang untuk meriwayatkan darinya.’ Wallahu a’lam.”

مغني المحتاج ص ٣٤٩ ج ١
ولو أمكنه القيام دون الركوع والسجود قام وفعلهما بقدر إمكان.
ولو أمكنه القيام متكئا على شيء أو القيام على ركبتيه لزمه ذلك ؛ لأنه ميسوره . أو أمكنه القيام ) دون الركوع والسجود ) لعلة بظهره مثلا تمنع الانحناء ( قام ) وجوبا وفعلهما بقدر إمكانه في الانحناء لهما بالصلب ، لقوله – صلى الله عليه وسلم – في الحديث الصحيح « إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم فإن عجز فبالرقبة والرأس ، فإن عجز أوماً إليهما.


حاشية الجمل على شرح المنهج ، ج . ١ / ص . ٣٤٠ ( تراث )
( وَلَوْ عَجَزَ عَنْ رُكُوعٍ وَسُجُودٍ ) دُونَ قِيَامِ ( قَامَ ) وُجُوبًا وَفَعَلَ مَا أَمْكَنَهُ فِي انْحِنَائِهِ لَهُمَا بِصُلْبِهِ فَإِنْ عَجَزَ فَبِرَقَبَتِهِ وَرَأْسِهِ فَإِنْ عَجَزَ أَوْمَا إِلَيْهِمَا
( قَوْلُهُ فَإِنْ عَجَزَ أَوْمَا إِلَيْهِمَا وَبَعْدَ الْإِيمَاءِ لِلسُّجُودِ الْأَوَّلِ يَجْلِسُ ثُمَّ يقوم وَيُومِنُ لِلسُّجُودِ الثَّانِي حَيْثُ أَمْكَنَهُ الْجُلُوسُ وَلَوْ قَدَرَ عَلَى الرُّكُوعِ فَقَط دُونَ السُّجُودِ وَالِاعْتِدَالِ كَرَّرَهُ عَنْ السُّجُودِ اهـ ح ل وَقَوْلُهُ ثُمَّ يقوم إِلَى أَنْظُرْ هَلْ الْقِيَامُ شَرْطٌ ؟ وَمَا الْمَانِعُ مِنَ الْإِيمَاءِ لِلسُّجُودِ الثَّانِي مِنْ جُلُوسٍ مَعَ أَنَّهُ أَقْرَبُ ؟ تَأَمَّلْ اهـ شَيْخُنَا .
( قَوْلُهُ أَوْمَا إِلَيْهِمَا ) أي : بِأَجْفَانِهِ فَإِنْ عَجَزَ فَبِقَلْبِهِ وَلَوْ عَجَزَ عَنْ الِاعْتِدَالِ وَأَمْكَنَهُ بِرَقَبَتِهِ وَرَأْسِهِ وَجَبَ وَإِلَّا وَجَبَ قَصْدُهُ وَسَجَدَ بَعْدَ ذَلِكَ اهـ برماوي .

Mughni al-Muhtaj, halaman 349, juz 1:

“Jika seseorang mampu berdiri tetapi tidak mampu rukuk dan sujud, maka ia tetap berdiri dan melakukan keduanya (rukuk dan sujud) sesuai kemampuannya. Jika ia mampu berdiri dengan bersandar pada sesuatu atau berdiri di atas lututnya, maka itu wajib baginya; karena itu adalah kemudahannya. Atau jika ia mampu berdiri (tetapi tidak mampu rukuk dan sujud) karena suatu penyakit di punggungnya misalnya yang menghalangi membungkuk (maka ia berdiri) wajib, dan melakukan keduanya (rukuk dan sujud) sesuai kemampuannya dalam membungkuk untuk keduanya dengan tulang punggung, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis sahih: ‘Jika aku memerintahkan kalian dengan suatu perintah, maka lakukanlah semampu kalian. Jika ia tidak mampu, maka dengan leher dan kepala, jika tidak mampu juga, maka dengan isyarat.'”

Hasyiyah al-Jamal ‘ala Syarh al-Manhaj, halaman 340, juz 1 (Turats):

“(Jika ia tidak mampu rukuk dan sujud) selain berdiri (maka ia berdiri) wajib, dan melakukan apa yang ia mampu dalam membungkukkan tubuhnya untuk keduanya dengan tulang punggungnya. Jika ia tidak mampu, maka dengan leher dan kepalanya, jika tidak mampu juga, maka dengan isyarat.”
“(Ucapan pengarang: ‘jika ia tidak mampu, maka dengan isyarat’) dan setelah isyarat untuk sujud pertama, ia duduk kemudian berdiri dan memberi isyarat untuk sujud kedua di mana memungkinkan untuk duduk, meskipun ia hanya mampu rukuk tanpa sujud dan i’tidal, maka ia mengulangi isyarat untuk sujud. (Ucapan pengarang: ‘kemudian berdiri’) lihatlah apakah berdiri itu syarat? Dan apa yang menghalangi isyarat untuk sujud kedua dari duduk padahal itu lebih dekat? Renungkanlah.”
   * “(Ucapan pengarang: ‘isyarat untuk keduanya’) yaitu: dengan kelopak matanya, jika ia tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan jika ia tidak mampu i’tidal dan ia mampu dengan leher dan kepalanya, maka wajib, jika tidak, maka wajib niatnya dan sujud setelah itu.” (Barmawi)

Kategori
Bahtsul Masail Shalat

S076. MAKMUM TIDAK MEMBACA FATIHAH HANYA MENDENGARKAN BACAAN FATIHAHNYA IMAM.

Deskripsi masalah:
Ada seseorang yang shalat berjamaah sementara ma’mum yang berada dibelakangnya imam tidak membaca fatihah tetapi dia mendengarkan bacaannya imam ketika baca fatihah.


Pertanyaannya:
Sahkah salatnya makmum dengan tanpa membaca fatihah?

JAWABAN :
Tidak sah karena fatihah termasuk rukun yang wajib dibaca bagi imam dan makmum.

اسعاد الرفيق ج ١ ص ٩١

الركن الرابع قراءة جميع أيات الفاتحة أو بدلها في قيام كل ركعة او بدلها في فرض او نفل حفظا او تلقينا او نظرا في نحو مصحف.

Rukun sholat yang ke empat adalah membaca fatihah atau penggantinya ketika berdiri di semua rokaat baik berupa sholat fardu atau sunnat.
Membacanya karena hafal atau di tuntun atau dengan cara melihat pada mushaf.

الا لمعذور لسبق حقيقة او حكما كزحمة ونسيان وبطء حركة كأن لم يقم من السجود الا والامام راكع او قريب منه فتسقط كلها في الاولى وبعضها في الثانية.

Terkecuali tidak membaca fatihah karena ada udzur, seperti :
Berdesak desakan atau lupa bahwa dia wajib baca fatihah, maka boleh tidak baca fatiha langsung rukuk bersama imam.
—————-
Atau makmum termasuk lambat gerakannya, maka boleh langsung rukuk bersama imam walaupun fatihahnya tidak sempurna.

—————
إعانة الطالبين ج ٢ ص ٤٢-٤٣ دار الفكر

او لم تشتغل بشيئ بأن سكت بعد تحرمه وقبل قراءته وهو عالم بان واجبه الفاتحة.

Jika makmum setelah takbir dan sebelum baca fatihah diam sedangkan dia tahu bahwa kewajibannya baca fatiha.

او استمع قراءة الإمام قرأ وجوبا من الفاتحة بعد ركوع الإمام… الخ

Atau makmum hanya mendengarkan bacaan fatihahnya imam, maka dia wajib baca fatihah walaupun imam ruku’ dia tidak boleh ikut. (harus membaca fatiha sesuai lamanya kelalaian).
Yang dimaksud lalai disini adalah: diam setelah takbir atau mendengar bacaan imam.