DEWAN PIMPINAN PUSAT
IKATAN ALUMNI BATA-BATA

Hukum dan Cara Istikharah dengan Al-Qur’an

Assalamualaikum

Deskripsi Masalah:

Seseorang yang memiliki keinginan kuat, seperti bertunangan atau meraih cita-cita penting untuk masa depannya, lazimnya mencari petunjuk Allah melalui shalat istikharah, sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW. Istikharah berfungsi sebagai penentu pilihan: melanjutkan keinginan jika dianggap baik, atau mengurungkannya jika dianggap buruk. Namun, muncul pertanyaan mengenai metode istikharah alternatif, yaitu melalui Al-Qur’an.

Pertanyaan:
Apakah diperbolehkan bagi seseorang yang memiliki cita-cita untuk beristikharah melalui Al-Qur’an? Jika diperbolehkan, bagaimana cara mengetahui baik dan buruknya pilihan melalui metode tersebut?

Jawaban:

Hukum istikharah melalui Al-Qur’an sebagai alternatif dari shalat istikharah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Ulama berbeda pendapat:

Pendapat yang Membolehkan:

Istikharah melalui Al-Qur’an hukumnya boleh . Mereka ( ulama)berpendapat bahwa mencari petunjuk melalui Al-Qur’an adalah meminta ilmu ghaib dari Allah SWT melalui cara yang disyariatkan.

Imam berpendapat jika meminta ilmu ghaib tidak diperbolehkan, maka banyak hal akan menjadi masalah, termasuk penafsiran mimpi dan karamah para wali. Sebagaimana dikutip dari Fatawa Sufiyah bahwa Ali bin Abi Thalib dan Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma pernah melakukannya.

Diriwayatkan dari Ali karramallahu wajhah sebuah metode untuk tafa’ul (berprasangka baik) dengan Al-Qur’an, yang melibatkan membaca surat Al-Ikhlas tujuh kali dan berdoa, kemudian melihat awal lembaran Al-Qur’an.

Pendapat yang Tidak Menganjurkan atau Membencinya:

Sebagian ulama salaf tidak memperbolehkan karena tidak ada riwayat praktik istikharah melalui Al-Qur’an.sebagaimana Imam Malik rahimahullah menyebutkan membenci praktik ini.

Cara Mengetahui Baik dan Buruknya Pilihan Melalui Metode Al-Qur’an (Menurut Pendapat yang Membolehkan):

Sebagian memperbolehkan cara mengetahui Baik dan Buruknya Pilihan Melalui Metode Al-Qur’an berdasarkan riwayat dari Ali bin Abi Thalib, bahwa cara yang dilakukan adalah dengan:

  1. Membaca surat Al-Ikhlas sebanyak tujuh kali.
  2. Berdoa dengan lafaz: “Ya Allah, dengan Kitab-Mu aku berprasangka baik, dan kepada-Mu aku bertawakkal. Ya Allah, tunjukkanlah kepadaku dalam Kitab-Mu apa yang tersembunyi dari rahasia-Mu yang tersimpan dalam kegaiban-Mu.”
  3. Kemudian melihat awal lembaran Al-Qur’an yang terbuka secara acak, dan berprasangka baik (tafa’ul) dengan ayat yang pertama kali dilihat.

Kesimpulan:
Meskipun terdapat sebagian ulama yang membolehkan istikharah melalui Al-Qur’an dan bahkan terdapat riwayat praktik dari sahabat Ali bin Abi Thalib, metode ini tidaklah sekuat dan sejelas tuntunannya dibandingkan dengan shalat istikharah yang diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW. Shalat istikharah dengan doa yang ma’tsur (diajarkan oleh Nabi) tetap menjadi cara yang utama dan lebih dianjurkan untuk meminta petunjuk Allah dalam menentukan pilihan. Adapun metode istikharah melalui Al-Qur’an yang disebutkan lebih condong kepada tafa’ul (berprasangka baik) daripada metode istikharah yang sistematis untuk menentukan baik buruknya suatu pilihan.

Referensi:

إحياء علوم الدين (1/ ٢١٤، بترقيم الشاملة آليا)

إستخارة الصلاة الاستخارة: فمن هم بأمر وكان لا يدري عاقبته ولا يعرف الخير في تركه أو في الإقدام عليه فقد أمره رسول الله صلى الله عليه وسلم ” بأن يصلي ركعتين يقرأ في الأولى فاتحة الكتاب وقل يا أيها الكافرون، وفي الثانية الفاتحة وقل هو الله أحد، فإذا فرغ دعا وقال اللهم إني أستخيرك بعلمك وأستقدرك بقدرتك وأسألك من فضلك العظيم فإنك تقدر ولا أقدر وتعلم ولا أعلم وأنت علام الغيوب اللهم إن كنت تعلم أن هذا الأمر خير لي في ديني ودنياي وعاقبة أمري وعاجله وآجله فاقدره لي وبارك لي فيه ثم يسره لي وإن كنت تعلم أن هذا الأمر شر لي في ديني ودنياي وعاقبة أمري وعاجله وآجله فاصرفني عنه واصرفه عني واقدر لي الخير أينما كان إنك على كل شيء قدير ” رواه جابر بن عبد الله قال ” كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعلمنا الاستخارة في الأمور كلها كما يعلمنا السورة من القرآن ” وقال صلى الله عليه وسلم ” إذا هم أحدكم بأمر فليصل ركعتين ثم ليسم الأمر ويدعو بما ذكرناه”.ولو تعذرت عليه الصلاة استخار بالدعاء وإذا استخار مضى بعدها لما ينشرح له صدره استخار بالدعاء ولو بنحو: اللهم اختر لي ما هو الخير، ويكررها
إلى أن ينشرح صدره لشيء.

Ihya Ulumiddin (1/214, dengan penomoran Syamilah secara otomatis)
Istikharah Shalat: Istikharah adalah bagi siapa saja yang menghadapi suatu urusan dan tidak mengetahui akibatnya, serta tidak mengetahui kebaikan dalam meninggalkannya atau melakukannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkannya untuk “melakukan shalat dua rakaat, pada rakaat pertama membaca Al-Fatihah dan surat Al-Kafirun, dan pada rakaat kedua membaca Al-Fatihah dan surat Al-Ikhlas. Apabila selesai, maka berdoa dan mengucapkan: ‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pilihan yang baik kepada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kekuatan dengan kekuasaan-Mu, dan aku memohon karunia-Mu yang agung. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa dan aku tidak berkuasa, Engkau Maha Mengetahui dan aku tidak mengetahui, dan Engkau Maha Mengetahui segala yang ghaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik bagiku dalam agamaku, duniaku, akibat urusanku, baik yang segera maupun yang akan datang, maka takdirkanlah ia bagiku, berkahilah aku di dalamnya, kemudian mudahkanlah ia bagiku. Dan jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk bagiku dalam agamaku, duniaku, akibat urusanku, baik yang segera maupun yang akan datang, maka jauhkanlah ia dariku dan jauhkanlah aku darinya, dan takdirkanlah bagiku kebaikan di mana pun ia berada, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.'” Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kami istikharah dalam segala urusan sebagaimana beliau mengajarkan kami surat dari Al-Qur’an.” Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian menghadapi suatu urusan, maka hendaklah ia shalat dua rakaat, kemudian menyebutkan urusan tersebut dan berdoa dengan doa yang telah kami sebutkan.”
Jika shalat tidak memungkinkan baginya, maka ia beristikharah dengan doa. Dan apabila ia telah beristikharah, kemudian hatinya condong kepada sesuatu, maka ia melanjutkannya.
Ia beristikharah dengan doa, meskipun dengan lafaz: “Ya Allah, pilihkanlah bagiku apa yang baik,” dan mengulanginya hingga hatinya condong kepada sesuatu.

روح البيان ج ٢ ص ٣٤٢
واعلم أن استعلام الغيب بالطريق غير المشروع كاستعلام الخير والشر من الكهنة والمنجمين منهي عنه بخلاف استعلام الغيب بالاستخارة بالقرآن وبصلاة الاستخارة ودعائها وبالنظر والرياضة لأنه استعلام الغيب بالطريق المشروع وأن طلب ما قسم له من الخير ليس منهيا عنه مطلقا بل المنهي عنه هو الاستقسام بالأزلام

Ruhul Bayan Jilid 2, Halaman 342
Ketahuilah bahwa mencari tahu perkara ghaib dengan cara yang tidak disyariatkan, seperti mencari tahu kebaikan dan keburukan dari para dukun dan ahli nujum, adalah dilarang. Berbeda dengan mencari tahu perkara ghaib dengan istikharah melalui Al-Qur’an, shalat istikharah, dan doanya, serta dengan pertimbangan dan latihan (spiritual), karena itu adalah mencari tahu perkara ghaib dengan cara yang disyariatkan. Dan meminta apa yang telah Allah takdirkan baginya dari kebaikan tidak dilarang secara mutlak, tetapi yang dilarang adalah istiqsam bil azlam (meramal dengan anak panah).

روح المعاني – نسخة محققة (3 / 232)
فمعنى الاستقسام طلب معرفة ما قسم لهم دون ما لم يقسم بالأزلام ، واستشكل تحريم ما ذكر بأنه من جملة التفاؤل ، وقد كان النبي صلى الله عليه وسلم يحب الفأل.
وأجيب بأنه كان استشارة مع الأصنام واستعانة منهم كما يشير إلى ذلك ما روي عن ابن عباس رضي الله تعالى عنهما من أنهم إذا أرادوا ذلك أتَوْا بيت أصنامهم وأفعلوا وفعلوا فهذا صار حراما ، وقيل : لأن فيه افتراء على الله تعالى إنه أريد – بربي – الله تعالى ، وجهالة وشركا إن أريد به الصنم ، وقيل : لأنه دخول في علم الغيب الذي استأثر الله تعالى به ، واعترض بأنا لا نسلم أن الدخول في علم الغيب حرام ، ومعنى استئثار الله تعالى بعلم الغيب أنه لا يعلم إلا منه ، ولهذا صار استعلام الخير والشر من المنجمين والكهنة ممنوعا حراما بخلاف الاستخارة من القرآن فإنه استعلام من الله تعالى ، ولهذا أطبقوا على جوازها ومن ينظر في ترتيب المقدمات أو يرتب فهو لا يطلب إلا علم الغيب منه سبحانه فلو كان طلب علم الغيب حراما ما نسد طريق الفكر والرياضة ، ولا قائل به.
وقال الإمام رحمه الله تعالى : لو لم يجز طلب علم الغيب لزم أن يكون التعبير كفرا لأنه طلب للغيب ، وأن يكون أصحاب الكرامات المدعون للإلهامات كفارا ، ومعلوم أن كل ذلك باطل ، وتعقب القول – بجواز الاستخارة بالقرآن – بأنه لم ينقل فعلها عن السلف ، وقد قيل : إن الإمام مالكا كرهها. وأما ما في الفتاوى الصوفية نقلا عن الزندويستي من أنه لا بأس بها وأنه قد فعلها علي كرم الله تعالى وجهه ومعاذ رضي الله تعالى عنه.
وروي عن علي كرم الله تعالى وجهه أنه قال : – من أراد أن يتفاءل بكتاب الله تعالى فليقرأ قل هو الله أحد الإخلاص : 1] سبع مرات ، وليقل ثلاث مرات : اللهم بكتابك تفاءلت ، وعليك توكلت ، اللهم أرني في كتابك ما هو المكتوم من سرك المكنون في غيبك ، ثم يتفاءل بأول الصحيفة – ففي النفس منه شيء.

Ruh al-Ma’ani – Edisi yang Ditahqiq (3 / 232)
Maka makna al-istiqsam adalah meminta pengetahuan tentang apa yang telah ditetapkan bagi mereka, bukan apa yang belum ditetapkan, dengan menggunakan anak panah. Dan dipersulit pengharaman apa yang disebutkan karena termasuk dalam kategori at-tafa’ul (berprasangka baik), padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyukai al-fa’l (kata-kata baik yang didengar dan membuat optimis).
Dijawab bahwa yang dilarang adalah meminta petunjuk kepada berhala dan meminta pertolongan kepada mereka, sebagaimana ditunjukkan oleh riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ta’ala ‘anhuma bahwa dahulu mereka jika menginginkan hal itu, mereka mendatangi rumah berhala mereka lalu melakukan ini dan itu, maka ini menjadi haram. Dikatakan pula: karena di dalamnya terdapat kedustaan atas Allah ta’ala bahwa yang dimaksud – demi Tuhanku – adalah Allah ta’ala, dan kebodohan serta kesyirikan jika yang dimaksud adalah berhala. Dikatakan juga: karena itu termasuk dalam ilmu ghaib yang hanya dikhususkan bagi Allah ta’ala. Dibantah bahwa kami tidak setuju bahwa masuk dalam ilmu ghaib itu haram, dan makna pengkhususan Allah ta’ala dengan ilmu ghaib adalah bahwa tidak ada yang mengetahuinya kecuali dari-Nya. Oleh karena itu, mencari tahu kebaikan dan keburukan dari para peramal bintang dan dukun dilarang dan haram, berbeda dengan istikharah dari Al-Qur’an karena itu adalah meminta petunjuk dari Allah ta’ala. Oleh karena itu, mereka sepakat atas kebolehannya, dan siapa pun yang melihat susunan pendahuluan atau menyusunnya, maka ia tidak meminta kecuali ilmu ghaib dari-Nya Subhanahu, maka jika meminta ilmu ghaib itu haram, niscaya jalan pemikiran dan latihan akan tertutup, dan tidak ada seorang pun yang mengatakan demikian.
Berkata Imam rahimahullah ta’ala: Jika meminta ilmu ghaib tidak diperbolehkan, niscaya ungkapan itu menjadi kufur karena merupakan permintaan terhadap hal ghaib, dan niscaya para pemilik karamah yang mengaku mendapat ilham menjadi kafir, padahal diketahui bahwa semua itu batil. Pendapat – tentang kebolehan istikharah dengan Al-Qur’an – dibantah dengan alasan bahwa perbuatan itu tidak diriwayatkan dari para salaf, dan dikatakan bahwa Imam Malik membencinya. Adapun apa yang terdapat dalam fatwa-fatwa sufi yang dinukil dari Az-Zandawisti bahwa tidak mengapa dengannya dan bahwa Ali karramallahu wajhah dan Mu’adz radhiyallahu ta’ala ‘anhuma telah melakukannya.
Diriwayatkan dari Ali karramallahu wajhah bahwa beliau berkata: – Barangsiapa yang ingin berprasangka baik dengan Kitab Allah ta’ala, maka hendaklah ia membaca Qul Huwallahu Ahad (Surah Al-Ikhlas) sebanyak tujuh kali, dan mengucapkan tiga kali: “Ya Allah, dengan Kitab-Mu aku berprasangka baik, dan kepada-Mu aku bertawakkal. Ya Allah, tunjukkanlah kepadaku dalam Kitab-Mu apa yang tersembunyi dari rahasia-Mu yang tersimpan dalam kegaiban-Mu,” kemudian ia berprasangka baik dengan awal lembaran – maka dalam jiwa terdapat sesuatu darinya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

#TERKINI

#WARTA

#HUKUM