Hukum Menyentuh Metode Praktis Pembelajaran Al-Qur’an ( AT-TANZIL) bagi Perempuan Haid atau Berhadats Kecil
Assalamualaikum
Deskripsi Masalah:
Perkembangan metode pembelajaran membaca Al-Qur’an untuk anak usia dini (TK/RA/TPA) terus berkembang. Berbagai metode praktis seperti At-Tanzil,yang ditulis oleh Ust.H Suroto Suruji Rahimahullah, ada juga metode Iqro’, Qiroati, dan Al-Barqi banyak digunakan. Metode-metode ini seringkali memuat potongan ayat Al-Qur’an sebagai materi pembelajaran.
Dalam praktik pengajarannya, mayoritas guru adalah perempuan, walaupun ada sebagian pengampunya laki-laki. Hal ini menimbulkan permasalahan terkait kondisi guru yang sedang haid atau berhadats kecil, terutama dalam hal menyentuh buku-buku metode tersebut.
Pertanyaan:
1.Bagaimana hukumnya perempuan yang sedang haid atau berhadats kecil menyentuh buku-buku metode pembelajaran Al-Qur’an (seperti At-Tanzil, juz 1,2,3 ,5 ,6 atau Iqro’, Qiroati, dan Al-Barqi)?
2 Apakah buku-buku metode praktis tersebut, khususnya metode At-Tanzil, dikategorikan sebagai mushaf, mengingat adanya potongan ayat Al-Qur’an di dalamnya?
Poin-poin Penting:
✔️ Fokus pada hukum menyentuh buku metode pembelajaran Al-Qur’an, bukan membaca Al-Qur’an.
✔️Mempertimbangkan kondisi guru perempuan yang seringkali berhadapan dengan situasi haid atau hadats kecil.
✔️ Mempertanyakan status buku-buku metode tersebut apakah sama dengan mushaf.
Waalaikumsalam salam
Jawaban: no.1
Ditafsil:
A. Juz Terpisah:
✅Juz 1 dan 2 (fokus pada pengenalan huruf hijaiyah dan kata sambung): Diperbolehkan menyentuh tanpa wudhu.
B. Juz 3-6 Metode At-Tanzil(mengandung potongan ayat Al-Qur’an dan surat pendek): Haram menyentuh tanpa wudhu.
C. Kitab metode At-Tanzil Utuh (Semua Juz Disatukan):
✅Jika lebih banyak tulisan non-ayat: Misalkan pengenalan huruf hijaiyyah dan kata sambung selain ayat-ayat Al-Qur’an yang tertera didalamnya seperti: -أَبَجَدٌ-هَوَزٌ- خَطَيَ- كَمُلَ- مَتَنَ صَصِصُ atau صَاصَ dll. Tak terkecuali misalkan didalamnya ada bahasan ilmu tajwid dan nadhomannya dalam hal ini Diperbolehkan menyentuh tanpa wudhu.
✅Jika lebih banyak huruf ayat -ayat Al-Qur’an atau surat pendek: Haram menyentuh tanpa wudhu.
Dalam artian, jika jumlah huruf Al-Qur’an dikalkulasikan (menurut sebagian pendapat, jumlah huruf Al-Qur’an sebanyak 162.671) atau jumlah ayat al-Quran yang ada di metode At-Tanzil masih tidak sebanding dengan jumlah huruf yang ada pada Metode Attanzil, maka dalam hal ini diperbolehkan untuk menyentuhnya meski tanpa wudhu, sebab hal tersebut tidak lagi dinamakan mushaf Al-Qur’an tapi beralih menjadi kitab kitab atau buku praktis Metode At-Tanzil. Hal ini disamakan dengan tafsir. Sebagaimana sering kita lihat dalam kitab-kitab tafsir yang berjilid-jilid seperti tafsir Fakhrurrazi, Al-Qurtuby, Ibnu katsir, dll.
Sedangkan untuk kitab tafsir Jalalain menurut sebagian pendapat jumlah hurufnya lebih banyak dua huruf jika dibandingkan dengan huruf Al-Qur’an sehingga boleh menyentuhnya tanpa wudhu.
Pertanyaan: Apakah Metode At-Tanzil termasuk mushaf?
Jawaban: 02
Tergantung pada kandungan juznya.
Jika mengandung tulisan ayat-ayat Al-Qur’an atau surat-surat dalam Al-Qur’an, maka termasuk bagian dari mushaf.Tapi jika dalam sebagian juz tidak ada ayat-ayat Al-Qur’an maka tidaklah termasuk mushaf
Kesimpulan:
Hukum menyentuh Metode AT-TANZIL tanpa wudhu bergantung pada kandungan ayat Al-Qur’an di dalamnya.
✅Bagian yang mengandung ayat Al-Qur’an dikategorikan sebagai bagian dari mushaf dan harus diperlakukan dengan hormat ( punya wudhu’).
✅Untuk menjaga kehati hatian, lebih baik dalam keadaan suci ketika menyentuh kitab atau buku Metode tersebut yang didalamnya terdapat ayat Al-quran, lagi pula bagi guru dalam keadaan suci lebih utama.
referensi
المكتبة الشاملة
الموسوعة الفقهية الكويتيه ج ٣٨ص٥-٦
مُصْحَفٌ
التَّعْرِيفُ:
١ – الْمُصْحَفُ بِضَمِّ الْمِيمِ، وَيَجُوزُ الْمِصْحَفُ بِكَسْرِهَا، وَهِيَ لُغَةُ تَمِيمٍ، وَهُوَ لُغَةً: اسْمٌ لِكُل مَجْمُوعَةٍ مِنَ الصُّحُفِ الْمَكْتُوبَةِ ضُمَّتْ بَيْنَ دَفَّتَيْنِ، قَال الأَْزْهَرِيُّ: وَإِِِنَّمَا سُمِّيَ الْمُصْحَفُ مُصْحَفًا لأَِنَّهُ أُصْحِفَ، أَيْ جُعِل جَامِعًا لِلصُّحُفِ الْمَكْتُوبَةِ بَيْنَ الدَّفَّتَيْنِ (١) .
وَالْمُصْحَفُ فِي الاِصْطِلاَحِ: اسْمٌ لِلْمَكْتُوبِ فِيهِ كَلاَمُ اللَّهِ تَعَالَى بَيْنَ الدَّفَّتَيْنِ.
وَيَصْدُقُ الْمُصْحَفُ عَلَى مَا كَانَ حَاوِيًا لِلْقُرْآنِ كُلِّهِ، أَوْ كَانَ مِمَّا يُسْمَّى مُصْحَفًا عُرْفًا وَلَوْ قَلِيلاً كَحِزْبٍ، عَلَى مَا صَرَّحَ بِهِ الْقَلْيُوبِيُّ، وَقَال ابْنُ حَبِيبٍ: يَشْمَل مَا كَانَ مُصْحَفًا جَامِعًا أَوْ جُزْءًا أَوْ وَرَقَةً فِيهَا بَعْضُ سُورَةٍ أَوْ لَوْحًا أَوْ كَتِفًا مَكْتُوبَةً (٢) .
الأَْلْفَاظُ ذَاتُ الصِّلَةِ:
الْقُرْآنُ:
١ – الْقُرْآنُ لُغَةً: الْقِرَاءَةُ، قَال اللَّهُ تَعَالَى: {فَإِِِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ} (١) .
وَهُوَ فِي الاِصْطِلاَحِ: اسْمٌ لِكَلاَمِ اللَّهِ تَعَالَى الْمُنَزَّل عَلَى رَسُولِهِ مُحَمِّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَعَبَّدِ بِتِلاَوَتِهِ، الْمَكْتُوبِ فِي الْمَصَاحِفِ الْمَنْقُول إِِِلَيْنَا نَقْلاً مُتَوَاتَرًا (٢) .
فَالْفَرْقُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْمُصْحَفِ: أَنَّ الْمُصْحَفَ اسْمٌ لِلْمَكْتُوبِ مِنَ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ الْمَجْمُوعِ بَيْنَ الدَّفَّتَيْنِ وَالْجِلْدِ، وَالْقُرْآنُ اسْمٌ لِكَلاَمِ اللَّهِ تَعَالَى الْمَكْتُوبِ فِيهِ (٣) .
الأَْحْكَامُ الْمُتَعَلِّقَةُ بِالْمُصْحَفِ:
تَتَعَلَّقُ بِالْمُصْحَفِ أَحْكَامٌ مِنْهَا:
لَمْسُ الْجُنُبِ وَالْحَائِضِ لِلْمُصْحَفِ
٢ – ذَهَبَ الْفُقَهَاءُ إِِِلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ لِلْمُحْدِثِ حَدَثًا أَكْبَرَ أَنْ يَمَسَّ الْمُصْحَفَ، رُوِيَ ذَلِكَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، وَالْقَاسِمِ بْنِ مُحَمِّدٍ
وَالْحَسَنِ وَقَتَادَةَ وَعَطَاءٍ وَالشَّعْبِيِّ، قَال ابْنُ قُدَامَةَ: وَلاَ نَعْلَمُ مُخَالِفًا فِي ذَلِكَ إِِلاَّ دَاوُدَ (١) .
وَسَوَاءٌ فِي ذَلِكَ الْجَنَابَةُ وَالْحَيْضُ وَالنِّفَاسُ، فَلاَ يَجُوزُ لأََحَدٍ مِنْ أَصْحَابِ هَذِهِ الأَْحْدَاثِ أَنْ يَمَسَّ الْمُصْحَفَ حَتَّى يَتَطَهَّرَ، إِِلاَّ مَا يَأْتِي اسْتِثْنَاؤُهُ.
وَاسْتَدَلُّوا بِقَوْلِهِ تَعَالَى: {لاَ يَمَسُّهُ إِِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ} (٢) .
وَبِمَا فِي كِتَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعَمْرِو بْنِ حَزْمٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِِلَى أَهْل الْيُمْنِ (٣) ، وَهُوَ قَوْلُهُ لاَ يَمَسَّ الْقُرْآنَ إِِلاَّ طَاهِرٌ (٤) ، وَقَال ابْنُ عُمَرَ: قَال النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ يَمَسَّ الْقُرْآنَ إِِلاَّ طَاهِرٌ (٥) .
لَمْسُ الْمُحْدِثِ حَدَثًا أَصْغَرَ لِلْمُصْحَفِ
٤ – ذَهَبَ عَامَّةُ الْفُقَهَاءِ إِِلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوزُ لِلْمُحْدِثِ حَدَثًا أَصْغَرَ أَنْ يَمَسَّ الْمُصْحَفَ، وَجَعَلَهُ ابْنُ قُدَامَةَ مِمَّا لاَ يَعْلَمُ فِيهِ خِلاَفًا عَنْ غَيْرِ دَاوُدَ.
وَقَال الْقُرْطُبِيُّ: وَقِيل: يَجُوزُ مَسُّهُ بِغَيْرِ وُضُوءٍ، وَقَال الْقَلْيُوبِيُّ مِنَ الشَّافِعِيَّةِ: وَحَكَى ابْنُ الصَّلاَحِ قَوْلاً غَرِيبًا بِعَدِمِ حُرْمَةِ مَسِّهِ مُطْلَقًا (١) .
وَلاَ يُبَاحُ لِلْمُحْدِثِ مَسُّ الْمُصْحَفِ إِِلاَّ إِِذَا أَتَمَّ طَهَارَتَهُ، فَلَوْ غَسَل بَعْضَ أَعْضَاءِ الْوُضُوءِ لَمْ يَجُزْ مَسُّ الْمُصْحَفِ بِهِ قَبْل أَنْ يُتِمَّ وُضُوءَهُ، وَفِي قَوْلٍ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ: يَجُوزُ مَسُّهُ بِالْعُضْوِ الَّذِي تَمَّ
غَسْلُهُ
Definisi Mushaf :
“Mushaf” dengan dhammah pada huruf mim, dan boleh juga “mishhaf” dengan kasrah, ini adalah dialek suku Tamim.
Secara bahasa : Mushaf itu adalah nama untuk setiap kumpulan lembaran-lembaran tertulis yang disatukan di antara dua sampul. Azhari berkata: “Mushaf dinamakan mushaf karena ‘ushifa’, yaitu dijadikan sebagai kumpulan lembaran-lembaran tertulis di antara dua sampul.”
Secara istilah syariat: mushaf adalah nama untuk tulisan yang di dalamnya terdapat firman Allah Ta’ala di antara dua sampul. Mushaf berlaku untuk apa pun yang berisi seluruh Al-Qur’an, atau apa pun yang secara umum disebut mushaf meskipun sedikit, seperti satu hizb (bagian dari Al-Qur’an), sebagaimana ditegaskan oleh Al-Qalyubi. Ibnu Habib berkata: “Mencakup apa pun yang merupakan mushaf lengkap atau sebagian, atau lembaran yang berisi sebagian surah, atau papan, atau tulang belikat yang tertulis.”
Kata-kata yang Berkaitan:
Al-Qur’an:
Pengertian Al-Qur’an.
Secara bahasa, Al-Qur’an berarti bacaan. Allah Ta’ala berfirman: “Maka apabila Kami telah membacakannya, ikutilah bacaannya itu.”
Secara istilah syariat, Al-Qur’an adalah nama untuk firman Allah Ta’ala yang diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang ibadah dilakukan dengan membacanya, tertulis dalam mushaf dan diriwayatkan kepada kita secara mutawatir.
Perbedaan antara Al-Qur’an dan Mushaf
Mushaf adalah nama untuk tulisan dari Al-Qur’an yang mulia yang dikumpulkan di antara dua sampul dan jilid,
sedangkan Al-Qur’an adalah nama untuk firman Allah Ta’ala yang tertulis di dalamnya.
Hukum-hukum yang Berkaitan dengan Mushaf:
Ada beberapa hukum yang berkaitan dengan mushaf, di antaranya:
1️⃣.Menyentuh Mushaf oleh Orang Junub dan Haid:
Para ahli fiqih berpendapat bahwa tidak boleh bagi orang yang berhadats besar untuk menyentuh mushaf. Hal ini diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Al-Qasim bin Muhammad, Al-Hasan, Qatadah, Atha’, dan Asy-Sya’bi. Ibnu Qudamah berkata: “Kami tidak mengetahui ada yang berbeda pendapat dalam hal ini kecuali Dawud.”
Baik itu janabah (keadaan junub), haid, maupun nifas, tidak boleh bagi siapa pun yang mengalami hadats-hadats ini untuk menyentuh mushaf hingga ia bersuci, kecuali apa yang akan disebutkan pengecualiannya. Mereka berdalil dengan firman Allah Ta’ala: “Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan.” Dan dengan apa yang ada dalam surat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Amr bin Hazm radhiyallahu ‘anhu untuk penduduk Yaman, yaitu sabda beliau: “Tidak menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci.” Ibnu Umar berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci.”
2️⃣Menyentuh Mushaf oleh Orang yang Berhadats Kecil:
Mayoritas ahli fiqih berpendapat bahwa tidak boleh bagi orang yang berhadats kecil untuk menyentuh mushaf. Ibnu Qudamah menjadikannya sebagai hal yang tidak diketahui ada perbedaan pendapat di dalamnya selain dari Dawud. Al-Qurthubi berkata: “Dikatakan: Boleh menyentuhnya tanpa wudhu.” Al-Qalyubi dari kalangan Syafi’iyah berkata: “Ibnu Shalah meriwayatkan pendapat yang aneh dengan tidak mengharamkan menyentuhnya secara mutlak.”
Tidak boleh bagi orang yang berhadats kecil untuk menyentuh mushaf kecuali jika ia telah menyempurnakan kesuciannya. Jika ia membasuh sebagian anggota wudhu, maka tidak boleh menyentuh mushaf dengannya sebelum ia menyempurnakan wudhunya. Dalam sebuah pendapat di kalangan Hanafiyah: Boleh menyentuhnya dengan anggota tubuh yang telah selesai dibasuh.
Referensi:
حاشية الباجورى ج١ص١١٧
( والرابع مس المصحف ) وهو اسم للمكتوب من كلام الله بين الدفتين ( وحمله ) إلا إذا خافت عليه ( قوله وهو ) أى المصحف وقوله اسم للمكتوب من كلام الله بين الدفتين أى بين دفتى المصحف وهذا التفسير ليس مرادا هنا وإنما المراد به هنا كل ما كتب عليه قرآن لدراسته ولو عمودا أو لوحا أو نحوهما الى أن قال …. والعبرة بقصد الكاتب إن كان يكتب لنفسه وإلا فقصد الآمر أو المستأجر
[ Haasyiyah al-Baajuri I/117 ].
Yang No. 4 dari hal yang diharamkan bagi wanita haid adalah memegang Mushaf. Mushaf ialah nama dari tulisan firman Allah diantara dua lampiran. Juga haram membawanya kecuali saat ia menghawatirkannya. (keterangan Mushaf ialah nama dari tulisan firman Allah diantara dua lampiran) yang dikehendaki adalah setiap perkara yang ditulis Al-Qur’an untuk dibaca meskipun berupa tiang, papan atau lainnya…. Pertimbangannya diserahkan pada penulis bila tujuan penulisannya untuk pribadi , bila penulisannya bukan untuk pribadi maka pertimbangannya diserahkan kepada orang yang menyuruh menulis Al Qur’an atau diserahkan kepada penyewa jasa penulisan Al Qur’an.
Referensi :
تحفة المحتاج .ج١ص١٤٩
( و ) حمل ومس ( ما كتب لدرس قرآن ) ولو بعض آية ( كلوح فى الأصح ) لأنه كالمصحف وظاهر قولهم بعض آية أن نحو الحرف كاف وفيه بعد بل ينبغى فى ذلك البعض كونه جملة مفيدة
[ Tuhfah al-Muhtaaj I/149 ].
Dan haram membawa serta memegang tulisan quran untuk dibaca meskipun hanya sebagian ayat seperti halnya yang berupa papan menurut pendapat yang paling shahih karena ia seperti mushaf. (keterangan meskipun hanya sebagian ayat) tidak semacam huruf KAAF, pengertian ini terlalu jauh semestinya batasan dikatakan sebagian ayat adalah susunan kalimat yang berfaedah.
Referensi:
مناهل العرفان للشيخ محمد عبد العظيم الزقني ج٢ص٨٠
وان التفسير: هو التوضيح لكلام الله تعالى سواء كانت بلغة الأصل {اللغة العربية} أم بغيرها، بطريق اجمالي أو تفسيري، متناولا كافة المعانى والمقاصد أو مقتصرا على بعضها دون بعض
(Muhammad Abdul Adzim Az-Zarqani, Manahil al-Irfan, Juz 2, Hal. 80)
Artinya: Tafsir adalah memperjelas kalam Allah, baik dengan menggunakan bahasa asli (bahasa Arab) atau dengan Bahasa yang lain. Baik penjelasan secara global ataupun dengan cara penafsiran . mencakup terhadap keseluruhan makna dan maksud dalam Al-Qur’an ataupun meringkas dengan sebagian makna dan tujuan tanpa menjelaskan makna dan tujuan yang lain
Terjemahan Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang memperjelas kandungan makna dalam Al-Qur’an, akan tetapi hanya sebatas mengartikan kata yang terdapat dalam Al-Qur’an, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai tafsir.
Oleh sebab itu, maka orang yang memegang terjemahan wajib dalam keadaan suci ketika memegang atau membawa Al-Qur’an terjemahan. Hukum ini ditegaskan dalam kitab Nihayah az-Zain:
Referensi :
نهاية الزين للشيخ محمد النووي البنتني. ج١ ص ٣٣
أما ترجمة المصحف المكتوبة تحت سطوره فلا تعطي حكم التفسير بل تبقى للمصحف حرمة مسه وحمله كما أفتى به السيد أحمد دحلان
( Nihayah az-Zain juz. 1, Hal. 33).
Artinya: Adapun terjemahan mushaf Al-Qur’an yang ditulis di bawah kertas dari mushaf maka tidak dihukumi sebagai tafsir, akan tetapi tetap berstatus sebagai mushaf yang haram memegang dan membawanya (dalam keadaan hadats), hukum ini seperti halnya yang difatwakan oleh Sayyid Ahmad Dahlan . Wallahub a’lam bishawab
بغية المسترشدين ج ٢٦
( مسألة ى ) يكره حمل التفسير ومسه إن زاد على القرآن وإلا حرم. وتحرم قراءة القرآن على نحو جنب بقصد القراءة ولو مع غيرها لا مع الإطلاق على الراجح ولا بقصد غير القراءة كرد غلط وتعليم وتبرك ودعاء .
[ Bughyah al-Mustarsyidiin hal0 26 ].
Makruh membawa dan memegang Tafsir yang jumlahnya melebihi tulisan qurannya bila tidak maka haram. Dan haram membacanya bagi semisal orang junub bila bertujuan untuk membacanya meskipun alQurannya bersama tulisan lain tapi tidak haram baginya bila memutlakkan tujuannya menurut pendapat yang kuat dan juga tidak haram tanpa adanya tujuan membacanya seperti saat membenarkan bacaan yang salah, mengajar, mencari keberkahan dan berdoa.
وحكى وجه أن للجنب أن يقرأ ما لم يدخل فى حد الإعجاز وهو ثلاث آيات ونقل الترمذى فى الجامع عن الشافعى أنه قال لا يقرأ الحائض والجنب شيئا إلا طرف الآية والحرف ونحو ذلك أفاده فى البكرى.
[ At-Turmusy hal. 427-428 ].
Dihikayahkan sebuah pendapat bahwa bagi orang junub diperbolehkan membaca alQuran asal tidak dalam batasan ‘hal yang dapat melemahkan’ dari alQuran yakni berupa tiga ayat, Imam at-Turmudzi mengutip dari Imam Syafi’i yang berkata “Wanita haid dan orang junub tidak boleh membaca sesuatu dari alQuran kecuali ujung ayat , huruf dan sejenisnya.Wallahu a’lam bishawab