Deskripsi masalah. Al-Qur’an adalah Kalam Allah ( Firman Allah ) yang diturunkan secara mutawatir kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara Malaikat Jibril yang diawali QS .Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas yang membacanya dianggap ibadah. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangannya sebagaimana diantara salah satu perintah pertama yang Allah abadikan dalam al-Qur’an adalah perintah untuk menunaikan ibadah, Qs.Al-Baqarah ayat 21:
Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa”.
Sehubungan dengan membaca ayat al-Qur’an adalah ibadah, maka ada salah satu tokoh yang mengatakan :” Bahwa jika ingin mengirim fatihah kepada seseorang, maka awali dengan mengirim fatihah dahulu kepada Allah.SWT.
Pertanyaannya
Apakah benar jika seseorang mengirim fatihah diawali dengan mengirim fatihah kepada Allah karena membaca fatihah termasuk ibadah?
Waalaikum salam
Jawaban. Tidak lah benar jika seseorang mengirim fatihah kepada Allah SWT walaupun Allah menciptakan manusia dan memerintahkan hanya untuk beribadah kepada-Nya lalu mengirim fatihah kepada Allah, karena walaupun Allah memerintahkan manusia beribadah Itu bukan berarti bahwa Allah membutuhkan ibadah hamba-Nya, Lalu mengirim fatihah kepadanya, akan tetapi yang benar adalah, karena manusia lah yang butuh terhadap ibadah yang Allah perintahkan, maka ketika seseorang akan membaca fatihah niatkan membaca fatihah dengan tujuan untuk memperoleh ridho Allah, bukan dengan cara mengirim fatihah kepada Allah kerena Allah tidak butuh kiriman fatihah sebagimana makhluk yang meninggal sebab Allah mempunyai sifat mukhalafah lil hawadits .
Jadi Allah tidak membutuhkan ibadahnya kita melainkan Kita yang membutuhkan ibadah yang diperintah oleh Allah SWT yaitu diantaranya membaca al-Qur’an, ( الفاتحة) karena untuk memperoleh ridho Allah .
الفاتحة لرضاء الله تعالى
Kemudian tawassul fatihah kepada Nabi Muhammad SAW. ( Lihat dalam kitab Dalaailul Khairat cara wirid membaca sholawat dengan tawassul terlebih dahulu. ” Penyusun Sayyid Muhammad Bin Sulaiman al-Jazuliy Rahimahullah ” )
Manusia butuh ibadah kepada Allah, sedangkan Allah tidak butuh kepada ibadah hambanya.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah Hadis Qudsi, Allah berfirman :
يا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم . كانوا على أتقى قلب رجل واحد منكم . ما زاد ذلك في ملكي شيئا . يا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم . وإنسكم وجنكم . كانوا على أفجر قلب رجل واحد . ما نقص ذلك من ملكي شيئا
“Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari awal penciptaan sampai akhir penciptaan. Seluruhnya menjadi orang yang paling bertaqwa, hal itu sedikitpun tidak menambah kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari awal penciptaan sampai akhir penciptaan. Seluruhnya menjadi orang yang paling bermaksiat, hal itu sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan-Ku” (HR. Muslim, no.2577) Dari hadis Qudsi inilah yang kemudian kita bisa memahami bahwa, walaupun semua manusia dan jin pun memiliki akhlak yang baik, ibadahnya luar biasa rajin, ataupun mereka memiliki level ketaqwaan yang paling tinggi. Itu semua tidak akan menguntungkan sama sekali bagi Allah. Begitu juga walaupun semua makhluk hidup yang ada di permukaan bumi ini, mereka tidak pernah beribadah, selalu membuat kerusakan di muka bumi ini, membuat permusuhan dan kebencian, ataupun memiliki level kejahatan/kedzaliman paling tinggi. Maka itu tidak akan merugikan Allah sedikitpun.
Bahkan jikalaupun kita meminta apapun kepada Allah, baik harta kekayaan, prestasi yang menjulang, jabatan yang terhormat, ataupun keturunan yang banyak. Itu semua hanya diumpamakan seperti mengambil air laut dengan jarum, kemudian diangkat. Wallahu a’lam bish-shawab
Dalam waqiiyah telah terjadi disuatu daerah ada seseorang menerima qurban dibulan Dzulhijjah 3 ekor sapi katakanlah Nama dari pemilik qurban itu adalah Stamid dan Stamud , dan Mahmud sementara 3 ekor sapi tersebut dipasrahkan kepada K.Mahmudi . Ketika sampai waktu hari penyembelihan qurban yakni tgl 10 dua ( 2) sapi tersebut disembelih yang kemudian ditasharrufkan kepada orang-orang yang berhak sementara yang satunya disembelih pada tgl 13 oleh sipenerima pemasrahan qurban ( K.Mahmudi ). Namun demikian karena yang 2 ekor sudah dibagikan, maka yang satu itu dijual secara akad hutang oleh K.Mahmudi kepada tukang jagal ( jual daging sapi ) dengan cara ditimbang dulu misalkan 2 Kuintal alasannya karena K.Mahmudi punya hajatan acara sendiri pada tanggal 20 Dzul hijjah. Nah ketika sampai waktu nya acara tgl 20 Si pembeli ( Tukang jual daging) membayar daging juga dengan tanda kutip daging tersebut dihargai sebagaimana K.Mahmudi dan takarannya sama yaitu 2 Kuintal sama, tapi status Nama dagingnya sudah berubah ( Daging dari K.Mahmudi daging qurban sedangkan daging yang dari tugang jagal /dagang daging tidak bersetatus daging qurban )
Pertanyaannya.
Bagaimanakah hukumnya menjual daging qurban baik yang berquban maupun yang menerima mengingat dagingnya sudah beda nama yaitu yang dibayar bukan daging kurban lagi ?.
Walaikum salam.
Jawaban: Sebelum merinci tentang hukum menjual daging qurban maka penting kami memberikan pemahaman mekanisme pembagian daging menurut aturan syariat Untuk mengetahui bisa diambil dari kisah Nabi Ibrahim dan juga pendapat ulama’ sebagaimana berikut: Qurban satu sapi sebenarnya boleh sebagian dagingnya diberikan kepada satu orang (Muqobil/’orang fakir atau orang miskin ) namun demikian agar masyarakat sama- sama menikmati daging qurban tersebut perlu adanya pembagian secara adil, sedangkan yang dimaksud pembagian yang adil itu bukan harus disama ratakan, melainkan adil itu adalah meletakkan sesuatu sesuai dengan tempatnya ( sesuai dengan anjuran syariat Islam ) semisal orang tua meninggal dunia sementara dia tinggalkan dua anak laki-laki dan perempuan maka keduanya punya hak warisan akan tetapi cara pembagiannya tidak harus sama melainkan seorang anak laki-laki mempunyai hak 2/3 dari harta warisan sedangkan anak perempuan punya hak bagian warisan 1/3. Oleh karena itu penting kami jelaskan tentang pembagian daging qurban sebagaimana Ijtihadnya para fuqaha’ bahwa pembagian daging qurban setidaknya ada tiga pendapat :
Disedekahkan seluruhnya kecuali sekedar untuk lauk-pauknya orang yang berqurban
Dimakan sendiri separo dan disedekahkan separo
Sepertiga dimakan sendiri, sepertiga dihadiahkan dan sepertiga lagi disedekahkan.(Kifayatul Akhyar)
الشرقاوى على التحرير: ص:٤٦٩ ( قوله وأن يتصدق ) أى يسن ذلك لأنه أقرب للتقوى وأبعد عن حظ النفس وسن أن جمع بين الأكل والتصدق والإهداء أن يجعل أثلاثا فيصدق بثلث ويهدى ثلاثا ويبقى ثلاثا لأهل بيته فإن لم يفعل وجب التصدق بما يتمول منها ولو جزأ يسيرا من لحمها بحيث ينطلق عليه الإسم ويكفي الصرف لواحد من الفقراء أو المسكين بخلاف سهم الصنف الواحد من الزكاة لايجوز صرفه لأقل من ثلاثةلأنه يجوز الإقتصار هنا على جزء يسير لايمكن صرفه لأكثر من واحد
Artinya; Dan disunnatkan untuk mensedekahkan semua daging qurban. Alasannya ialah karena mensedekahkan semua daging qurban itu lebih dekat kepada takwa, dan lebih menjauhkan diri dari bagian hawa nafsu. Dan disunnatkan untuk mengumpulkan diantara makan ( 1/3 daging qurban) untuk orang yang berqurban dan untuk keluarganya orang yang berqurban, dan mensedekahkan(1/3 daging qurban), dan menghibahkan (1/3 daging qurban). Lalu jika orang yang berqurban itu tidak bisa mengerjakan terhadap hal diatas, maka wajib bagi orang yang berqurban itu untuk mensedekahkan sebagian kecil dari daging qurban. Sekiranya bisa dinamakan menyedekahkan daging qurban bagi orang yang berqurban. Dan dianggap mencukupi jika orang yang berqurban itu hanya memberikan daging qurbannya kepada seorang fakir atau miskin. Berbeda dengan bagian satu kelompok dari zakat, itu tidak boleh mentashorrufkan ( memberikan ) zakat kepada kurang dari 3 orang. Karena didalam bab qurban, itu diperbolehkan mengambil cukup hanya mentashorrufkan ( membagikan ) daging qurban yang sedikit, yang mana daging qurban yang sedikit itu tidak mungkin bisa di bagikan kepada lebih dari seorang.
جعلها الله سبحانه وتعالى لنا لاعلينا، وبالقياس على العقيقة ، والأفضل التصدق بالجميع إلا اللقمة أو اللقمتان يأكلها فإنها مسنونة ،وقال الإمام الغزالي التصدق بالكل أحسن على كل قول فلو لم يرد التصدق بالكل فماالذي يفعل ؟ قيل يأكل بالنصف ويتصدق بالنصف لقوله تعالى( فكلوامنها وأطعموا البائس الفقير ) فجعلها الله النصفين، وهذا نص عليه الشافعي رضي الله عنه فى القديم ، وقيل يأكل الثلث ويهدي الثلث ويتصدق بالثلث لقوله تعالى ( وأطعموا القانع والمعتر ) فجعلها لثلاثة ،والقانع الجالس فى بيته والمعتر السائل ، وقيل غير ذلك ، وهذا هو الجديد الأصح فعلى هذا فماالمراد بالذي يهدى إليهم ؟ قيل هم المجملون من الفقراء، ويرجع حاصله إلى التصدق بالثلثين،’وهذا ماحكاه أبوالطيب عن الجديد وصححه ،وقيل هم الأغنياء ،وقال الشيخ أبوا حميد يأكل الثلث ،ويتصدق بالثلث ،ويهدى الثلث للأغنياء والمجملين ،ولوا تصدق بالثلثين كان أحب ونقل البندنيجى كون الصدقة بالثلثين أفضل عن النص والله أعلم.
Adapun sipenerima (Kiyai Mahmudi ) baiknya memohon kerelaan orang yang berhak, atau mengambil pendapat yang no.1, kalau qurban diberikan seluruhnya maka boleh kiyai mengambil sekehendaknya, namun yang lebih baik mengambil yang biasa dilakukan oleh para penisepuh atau kiyai yaitu mengambil bagian satu sampel kaki kanan yang belakang ( mulai dari kaki sampai paha ) hal ini diqiyaskan pada Aqiqoh . Sebagaimana ibarah berikut dalam kitab Tanwirul Qulub lisayyid Muhammd Amin Al-Qudiy, Halaman:239
ويسن أن تطبخ كسائر الولائم إلا رجلها اليمنى إلى أصل الفخذ فتعطى نيئة للقابلة(أى الداية) تفاؤلا
Disunnatkan aqiqoh dimasak seperti halnya semua Walimah/ jamuan kecuali Sampel: red kaki kanan daging aqiqoh ( mulai dari kaki sampai pahanya ) maka berikan kepada sipenerima. Begitu juga halnya dengan qurban berikan kaki yang kanan hal ini diqiaskan pada aqiqoh, karena hukum aqiqoh sama dengan qurban ,namun demikian daging Qurban diberikan mentahnya sedangkan Aqiqoh yang utama berikan masaknya kecuali Kaki yang kanan sebagaimana tersebut.
Lalu bagaimana hukum menjual daging qurban ? Maka Jawabannya ditafsil
🅰️Haram menjual sesuatu bagian/juz dari qurban adapun yang dimaksud adalah orang yang berkurban.
Artinya: Dan haram menghilangkan dan menjual sesuatu yang termasuk bagian dari hewan qurban sunah dan hadiahkannya, dan haram pula memberikan upah kepada tukang jagalnya dengan sesuatu yang menjadi bagian dari hewan qurban tersebut. Tetapi biaya tukang jagal menjadi beban pihak yang berqurban dan Muhdi (orang yang berbakat) sebagaimana biaya manen. (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudl ath-Thalib, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1422 H/2000 M, juz, I, halaman: 545).
Kifayatul-Ahyar karya Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini:
وَاعْلَم أَن مَوضِع الْأُضْحِية الِانْتِفَاع فَلَا يجوز بيعهَا بل وَلَا بيع جلدهَا وَلَا يجوز جعله أُجْرَة للجزار وَإِن كَانَت تَطَوّعا …وَعند أبي حنيفَة رَحمَه الله أَنه يجوز بَيْعه وَيتَصَدَّق بِثمنِهِ
Artinya: “Dan ketahuilah bahwa fungsi hewan qurban adalah untuk dimanfaatkan. Oleh karena itu tidak diperbolehkan menjualnya, tidak diperbolehkan pula menjual kulitnya dan juga tidak boleh menjadikan hasil penjualan untuk upah tukang jagal meskipun qurban sunnat (bukan kurban nadzar) dst… Menurut Abi Hanifah, menjual daging qurban dan menyedekahkan uang hasil penjualannya hukumnya boleh.” Seperti telah disampaikan di atas, kami menyarankan, panitia qurban menyiapkan biaya khusus yang dibebankan kepada orang yang berqurban atau keluarganya untuk biaya perawatan serta biaya-biaya operasinal lainnya. Itu pun jika diperlukan biaya, agar tidak perlu menjual daging qurban.
🅱️ Boleh menjual daging qurban bagi sipenerima qurban ( Orang fakir) Yakni setelah daging qurban sampai kepada tangan mereka.
Dengan demikian sah jual belinya walaupun cara dihutangķan dan cara bayarnya juga dengan daging walau pun beda nama, namun tidak merubah setatus Nama zadnya , karena daging kurban itu batasannya tgl 13 walau masih ada yang tersisa dari daging qurban maka sudah bukan lagi daging qurban. Keabsahan cara bayarnya sama dengan orang hutang emas dibayar dengan emas yang terpenting takarannya sama
لقول النبي -صلى الله عليه وسلم-: الذهب بالذهب، وزنا بوزن، مثلا بمثل وإن زاده من دون
Akan tetapi jika cara bayarnya lebih namun tidak disebutkan dalam akad maka boleh tetapi jika disebutkan ketika akad maka termasuk riba ?
لقول النبي -صلى الله عليه وسلم-: إن خيار الناس أحسنهم قضاء
بشرى كريم ص ٧٠٠ ولفقير التصرف فيه ببيع وغيره، أي: لمسلم، بخلاف الغني إذا أرسل إليه شيء أو أعطيه، فإنما يتصرف فيه بنحو أكل وتصدق وضيافة؛ لأن غايته أنه كالمضحي. والقول بأنهم -أي: الأغنياء- يتصرفون فيه بما شاؤوا ضعيف وإن أطالوا في الاستدلال له، وإنما جازت لهم؛ لآية (وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ) [الحج:٣٦]. قال (ع ش): لأنه أطلق القانع والمعتر، فشمل الغني وغيره، وجوز (م ر) كون الغني هنا من تحرم عليه الزكاة، والمسكين من تحل له. ولا يجزئ ما يهديه عن الواجب، وفي وجه لا يجب التصدق بشيء منها. ويكفيه في الثواب إراقة الدم، والأفضل في أضحية التطوّع أن يقتصر على أكل لقم منها، والأفضل كونها من الكبد
حاشية الشرقاوي ـ (ج ٢ / ٢١) )قوله ولا بيع لحم اضحية الخ) ومثل اللحم الجلد والشعر والصوف ومحل امتناع ذلك فى حق المضحى اما من انتقل اليه اللحم او نحوه فان كان فقيرا جاز له البيع او غنيا فلا =إلى أن قال= ولا فرق فى الاضحية بين الواجبة والمندوبة اهـ
*كتاب إعانة الطالبين* ويجب التصدق ولو على فقير واحد بشيئ نيئا. قوله : نيئا أي ليتصرف فيه المسكين بما شاء من بيع و غيره. فلا يكفي جعله طعاما ودعاء الفقير اليه، لان حقه فى تملكه لا فى اكله. قوله: من التطوع بها احترز به عن الواجبة، فيجب التصدق بها كلها، ويحرم أكل شيئ منها كما تقدم آنفا. قوله: والأ فضل التصدق بكله اي بكل المتطوع بها، وذلك لأنه أقرب للتقوى، وأبعد عن حظ النفس.والله تعالى أعلم بالصواب