
DONASI WALIMAH, TREND BISNIS YANG LARIS MANIS
Assalamualaikum
Deskripsi Masalah
Ekonomi sulit, hutang melilit namun gaya hidup masih saja terlihat elit. Salah satu trend yang kini populer di kalangan Masyarakat, khususnya saat acara- acara walimah, tasyakuran dan semacamnya. Baik kaya ataupun miskin, banyak yang berlomba-lomba mendonasikan harta yang mereka punya sebagai aset yang bisa mereka tarik saat mereka sendiri mengadakan acara dan seremonial tertentu.. Diantara transaksi yang paling sering dilakukan adalah model donasi rokok, dimana shohibul hajah mengundang yang disertai penghargaan rokok ( undangan ditempelkan dirokok) donatur akan memberikan uang dengan syarat pencatatan hutang berupa rokok dan pada saatnya nanti akan dituntut pengembalian hutang dalam bentuk uang seharga nilai rokok saat dikembalikan ( jika harga rokok naik maka harus mengembalikan lebih ) Transaksi kedua, berupa donasi beras, dimana pihak donatur akan menyumbangkan uang seharga ukuran beras tertentu dengan sistem pencatatan berupa beras, dan pada saatnya nanti akan dituntut dengan pengembalian seharga nilai beras jika harga beras mengalami kenaikan, atau pengembalian sebesar modal donasi jika harga beras mengalami penurunan. Artinya rialita sebagian dimasyarakat, seorang menyumbang uang diakad dengan harga beras, misalkan 25 kelu grm harga beras Rp 300 dia harus mengembalikan uangnya sebesar 300 jika tidak ada kenaikan sedang jika pengembalian nanti ada kenaikan harga beras 25 kelu gr. Rp.350 maka yang disumbang harus mengembalikan uang Rp.350, Tetapi jika ada penurunan harga maka tidak ikut, misalkan yang harga Rp.300 turun harganya menjadi Rp. 250 maka tidak ikut mengembalikan uang seharga 250 melaikan harus seharga Rp 300. Artinya jika naik harga beras maka pengembalian ikut tetapi jika turun harga beras pengembalian tidak ikut:
Di sisi yang lain, kalangan masyarakat yang benar-benar tidak mampu atau enggan ikut campur dalam hiruk pikuk lingkaran hutang semacam itu hanya ikut menyumbang ala kadarnya. Namun seringkali mereka harus dihadapkan dengan dilema, lantaran sumbangan yang sedikit itu biasa dianggap sebagai pemberian cuma-cuma, sementara undangan walimah-an kadung menumpuk. Jika mereka hadir, maka akan bertambah biaya yang harus dikeluarkan, jika tidak hadir maka loyalitas dan harga diri yang akan dipertanyakan.
Pertanyaan
- Sahkan transaksi dengan model-model sebagaimana deskripsi diatas?
- Apakah termasuk kategori ribawi?
- Halalkah donasi dan juga pembayaran yang diterima masing-masing pelaku?
- Bagaimana hukum mengadakan walimah terkait realita transaksi dan dilema yang dihadapi masyarakat?
Wa alaikumussalam.
Jawaban: 1️⃣
Transaksi yang pertama ditafsil:
🅰️Transaksinya sah dan termasuk akad hibah atau qordu, bergantung urf dimasing-masing daerah dengan cacatan pengembalian tanpa syarat ,yaitu orang yang diundang memberikan uang kepada sohibul hajat ( orang yang mengadakan walimatul arus/selamatan penganten) atau kepada orang yang diberi idzin oleh sohibul hajat. Apakah termasuk hibah atau hutang.Menurut sebagian ulama bahwa hal itu termasuk hibah.Tapi menurut ulama lain bahwa hal itu termasuk hutang, Jiika orang yang diundang berkata kepada sohibul hajat:Ambillah uang ini,dan orang yang diundang itu berniat menghutangkan.Maka sohibul hajat wajib mengembalikan uang itu kepada orang yang diundang. Tapi jika orang yang diundang memberikan uang kepada sohibul hajat, sedangkan hal tersebut tidak menjadi kebiasaan terjadinya sohibul hajat mengembalikan uang kepada orang yang diundang, maka hukumnya orang yang diundang memberikan uang kepada sohibul hajat itu dihukumi hibah.
البكري الدمياطي ,إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين ج ٣ ص ٥٨
قال شيخنا والأوجه فى النقوط المعتاد فى الأفراح أنه هبة لا قرض وإن اعتيد رد مثله .
(قوله : تمليك شيء على أن يرد مثله) وَمَا جَرَتْ بِهِ الْعَادَةُ فِي زَمَانِنَا مِنْ دَفْعِ النُّقُوطِ فِي الْأَفْرَاحِ لِصَاحِبِ الْفَرَحِ فِي يَدِهِ أَوْ يَدِ مَأْذُونِهِ هَلْ يَكُونُ هِبَةً أَوْ قَرْضًا أَطْلَقَ الثَّانِيَ جَمْعٌ وَجَرَى عَلَى الْأَوَّلِ بَعْضُهُمْ قَالَ وَلَا أَثَرَ لِلْعُرْفِ فِيهِ لِاضْطِرَابِهِ مَا لَمْ يَقُلْ خُذْهُ مَثَلًا وَيَنْوِي الْقَرْضَ وَيُصَدَّقُ فِي نِيَّةِ ذَلِكَ هُوَ وَوَارِثُهُ وَعَلَى هَذَا يُحْمَلُ إطْلَاقُ مَنْ قَالَ بِالثَّانِي وَجَمَعَ بَعْضُهُمْ بَيْنَهُمَا بِحَمْلِ الْأَوَّلِ عَلَى مَا إذَا لَمْ يُعْتَدْ الرُّجُوعُ وَيَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ الْأَشْخَاصِ وَالْمِقْدَارِ وَالْبِلَادِ وَالثَّانِي عَلَى مَا إذَا اُعْتِيدَ وَحَيْثُ عُلِمَ اخْتِلَافٌ تَعَيَّنَ مَاذُكِرَ شَرْحُ م ر بحروفه
🅱️ Tansaksi tidak sah karena Qordu dianggap rusak disebabkan bersyarat ( harus mengembalikan sesuai dengan harga rokok, artinya jika harga rokok naik maka harus mengembalikan lebih, seuai dengan harga rokok, maka lebihnya termasuk riba karena disebutkan pada akad . كل قرض جر منفعة فهو ربا :” Setiap pinjaman hutang yang menarik keuntungan maka termasuk riba. Kecuali tidak disebutkan dalam akad maka hukumnya boleh membayar lebih.
الموسوعة الفقهية – 21038/31949
و اشتراط الزيادة للمقرض:
– لا خلاف بين الفقهاء في أن اشتراط الزيادة في بدل القرض للمقرض مفسد لعقد القرض، سواء أكانت الزيادة في القدر، بأن يرد المقترض أكثر مما أخذ من جنسه، أو بأن يزيده هدية من مال آخر، أو كانت في الصفة، بأن يرد المقترض أجود مما أخذ، وإن هذه الزيادة تعد من قبيل الربا (1) .
قال ابن عبد البر: وكل زيادة في سلف أو منفعة ينتفع بها المسلف فهي ربا، ولو كانت قبضة من علف، وذلك حرام إن كان بشرط (2) ، وقال ابن المنذر: أجمعوا على أن المسلف إذا شرط على المستسلف زيادة أو هدية، فأسلف على ذلك، أن أخذ الزيادة على ذلك ربا (3) .
واستدلوا على ذلك: بما روي من النهي عن كل قرض جر نفعا (4) أي للمقرض. وبأن موضوع عقد القرض الإرفاق والقربة، فإذا شرط المقرض فيه الزيادة لنفسه خرج عن موضوعه، فمنع صحته؛ لأنه يكون بذلك قرضا للزيادة لا للإرفاق والقربة؛ ولأن الزيادة المشروطة تشبه الربا؛ لأنها فضل لا يقابله عوض، والتحرز عن حقيقة الربا وعن شبهة الربا واجب (1).
وقال الحنابلة: ومثل ذلك اشتراط المقرض أي عمل يجر إليه نفعا، كأن يسكنه المقترض داره مجانا، أو يعيره دابته، أو يعمل له كذا، أو ينتفع برهنه. . . إلخ (2) .
ولا يخفى أن السلف إذا وقع فاسدا وجب فسخه، ويرجع إلى المثل في ذوات الأمثال، وإلى القيمة في غيرها (3) .
الهدية للمقرض ذريعة إلى الزيادة:
29 – اختلف في حكم هدية المقترض للمقرض قبل الوفاء بالقرض على أقوال: (أحدها) : للحنفية، وهو أنه لا بأس بهدية من عليه القرض لمقرضه، لكن الأفضل أن يتورع المقرض عن قبول هديته إذا علم أنه إنما يعطيه لأجل القرض، أما إذا علم أنه يعطيه لا لأجل القرض، بل لقرابة أو صداقة بينهما، فلا يتورع عن القبول، وكذا لو كان المستقرض معروفا بالجود والسخاء، كذا في محيط السرخسي، فإن لم يكن شيء من ذلك (4) فالحالة حالة الإشكال، فيتورع عن حتى يتبين أنه أهدى لا لأجل الدين (1) .(والثاني) : للمالكية، وهو أنه لا يحل للمقترض أن يهدي الدائن رجاء أن يؤخره بدينه، ويحرم على الدائن قبولها إذا علم أن غرض المدين ذلك، لأنه يؤدي إلى التأخير مقابل الزيادة، ثم إن كانت الهدية قائمة وجب ردها، وإن فاتت بمفوت وجب رد مثلها إن كانت مثلية، وقيمتها يوم دخلت في ضمانه إن كانت قيمية، أما إذا لم يقصد المدين ذلك وصحت نيته، فله أن يهدي دائنه، قال ابن رشد: لكن يكره لذي الدين أن يقبل ذلك منه وإن تحقق صحة نيته في ذلك إذا كان ممن يقتدى به، لئلا يكون ذريعة لاستجازة ذلك حيث لا يجوز (2) .
ثم أوضح المالكية ضابط الجواز حيث صحت النية وانتفى القصد المحظور فقالوا: إن هدية المديان حرام إلا أن يتقدم مثل الهدية بينهما قبل المداينة، وعلم أنها ليست لأجل الدين، فإنها لا تحرم حينئذ حالة المداينة، وإلا أن يحدث موجب للهدية بعد المداينة، من صهارة أو جوار أو نحو ذلك، فإنها لا تحرم أيضا (3) .
Contoh Hutang piutang adalah Ahmad menghutangkan uang 1 juta kepada Umar, dan Umar wajib mengembalikan terhadap jumlah uang yang sama ( yaitu uang 1 juta ) kepada Ahmad.
المحلي ٢/ ٢٨٧
الإِقْرَاضُ هُوَ تَمْلِيْكُ الشَّيْءٍ عَلَى أَن يُرَدَّ بَدَلَهُ.
Jawaban 2️⃣
Transaksi yang kedua tidak sah dan termasuk akad fasid, termasuk ribawi dengan Alasan karena menguntungkan salah satu pihak dan merugikan salah satu pihak, mengingat hal pengembaliannya digantungkan pada nilai harga beras sementara harga beras setiap tahunnya belum tentu tetap, artinya bisa jadi harganya bertambah dan bisa jadi turun namun yang pasti naik dan turunnya harga dapat merugikan salah satu pihak ( antara penyumbang dan penerima ) oleh karena itu transaksi yang sedemikian termasuk riba. Sesuai dengan definisi riba:
” زيادة فى المال لأجل تأخير الأجل”
Artinya;” bertambahnya harta karena berakhirnya jatuh tempo.
Sebagaimana keterangan berikut:
مرقاة صعود التصديق فى شرح سلم التوفيق. ص ٤٨
{ وحرم الربا } كماقال تعالى فى كتابه العزيز وأحل الله البيع وحرم الربا ( البقرة : ١٧٥) .قال سليمان الجمل يعنى وأحل الله لكم الأرباح فى التجارة بالبيع والشراء وحرم الربا الذي هو زيادة فى المال لأجل تأخير الأجل وذكر بعض العلماء الفرق بين البيع والربا فقال إذا باع ثوبايساوى عشرة بعشرين فقد جعل ذات الثوب مقابلات بعشرين فلما حصل التراضى على هذا المقابل صار كل واحد منهما مقابلات للأخر فى المالية عندهما فلم يكن آخذ من صاحبه شيأ بغير عوض أما إذا باع عشرة دراهم بعشرين فقد أخذ العشرة الزائدة بغير عوض ولايمكن أن يقال أن العوض هو الإمهال فى مدة الأجل لأن الإمهال ليس مالا حتى يجعله عوضا عن العشرة الزائدة فقد ظهر الفرق بين الصورتين إنتهى.
Artinya:” Allah SWT. Telah mengharamkan riba, sebagaimana Allah SWT berfirman: ” Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ( QS: Al-Baqarah: 175 ) .
Syaikh Sulaiman al-Jamal berkata: Allah SWT menghalalkan bagi kamu sekalian keuntungan dalam perdagangan, penjualan dan pembelian . Dan Allah telah mengharamkan riba, Yakni adanya tambahan harta yang disebabkan pengakhiran tempo pembayaran .Sebagian ulama menjelaskan perbedaan antara jual dan riba, bahwa sahsanya ketika seseorang yang menjual pakaian seumpamanya, dan pakaian tersebut bernilai sepuluh lalu dijual dengan harga dua puluh, maka uang dua puluh tersebut merupakan imbalan dari pakaian yang dibeli. Dan ketika diantara penjual dan pembeli saling merelakan, maka kedua belah pihak telah memberikan barang dan uangnya dengan ada imbalan .Berbeda halnya dengan jika uang sepuluh dijual dengan uang dua puluh, maka uang tambahan yang sepuluh dari dua puluh tidak ada imbalannya .Dan tidak bisa tempo dalam pembayaran dijadikan sebagai imbalan, karena tempo pembayaran bukanlah harta yang bisa dijadikan imbalan.
Solusi
Transaksi yang pertama harus tanpa syarat , .Kemudian Transaksi yang kedua Agar tidak termasuk pada akad fasid, maka harus merubah akad dengan cara membeli beras ( yang telah disediakan oleh tuan rumah/ada bukti. ) kemudian disumbangkan dengan bentuk beras, sedangkan kembaliannya harus berupa beras baik harga beras itu naik maupun turun, alasannya karena yang disumbangkan beras bukan berupa nilai harga, maka beras harus kembali beras.bukan nilai harga yang dibayarkan maka hukumnya riba.
فتح الوهب ج: ١ ص: ٢٢٤-٢٢٥
الإقراض ” هو تمليك الشيء على أن يرد مثله ” سنة ” لأن فيه إعانة على كشف كربة وأركانه أركان البيع كمايعلم –إلى أن قال- ويرد ” المقترض المثلي ” مثلا ” لأنه أقرب إلى الحق ” ولمتقوم مثلا صورة “ لخبر مسلم أنه صلى الله عليه وسلم اقترض بكرا ورد رباعيا وقال: “إن خياركم أحسنكم قضاء” –إلى أن قال- ” فلو رد أزيد ” قدرا أو صفة ” بلا شرط فحسن ” لما في خبر مسلم السابق إن خياركم أحسنكم قضاء ولا يكره للمقرض أخذ ذلك,*
Artinya:Hutang piutang adalah:-Muhammad menghutangkan beras kepada Ahmad, dan Ahmad wajib mengembalikan terhadap jumlah beras yang sama kepada Ahmad.Dan Muhammad wajib membayar terhadap sifat beras yang sama kepada Muhammad.
-Jika Muhammad berhutang beras 25 kelu gr, kepada Ahmad, maka Muhammad wajib membayar beras 25 kelu gr. kepada Ahmad.dll.
-Jika Muhammad berhutang beras yang mutunya buruk kepada Ahmad maka Muhammad wajib membayar terhadap beras yang mutunya buruk kepada Ahmad.
-Jika Muhammad berhutang beras yang mutunya bagus kepada Ahmad maka Muhammad wajib membayar terhadap beras yang mutunya bagus kepada Ahmad.
-Jika Muhammad membayar beras kepada Ahmad dengan beras yang lebih ( yang lebih dari 25 kelu gr, atau dengan beras yang mutunya lebih bagus ), dengan tanpa syarat ketika akad hutang piutang bahwa pembayaran beras itu harus dibayar dengan beras yang lebih ( yang lebih dari 25 kelu gr, atau dengan beras yang mutunya lebih bagus), maka hukumnya adalah baik. Berdasarkan sabda nabi Muhammad:
إن خياركم أحسنكم قضاء
Artinya :” Sesungguhnya paling baiknya kalian, adalah paling baiknya kalian didalam membayar hutangnya.
-Dan tidak dimakruhkan bagi Ahmad untuk mengambil terhadap pembayaran beras yang lebih dari 25 kelu gr ( beras yang lebih bagus mutunya ) dari Ahmad.Tapi dengan syarat jika pembayaran beras yang lebih dari 25 kelu gr. ( beras yang lebih bagus mutunya ) dari Ahmad itu tidak disyaratkan ketika terjadi akad hutang piutang diantara Muhammad dan Ahmad
Sedangkan penyumbang yang ketiga yaitu menyumbang seadanya ( cuma-cuma ) boleh dan disebut akad hibah/ hadiah.
Referensi
ابن حجر الهيتمي ,الفتاوى الفقهية الكبرى ج ٣ ص ٣٧٣
(وَسُئِلَ) نَفَعَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِهِ عَمَّا اُعْتِيدَ مِنْ إهْدَاءِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ لِلثَّوَابِ بِأَنْ يُمْلَأَ ظَرْفَ الْهَدِيَّة وَيُرَدَّ وَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ وَقَعَ الْعَتَبُ وَالذَّمُّ هَلْ يَحِلُّ تَنَاوُلُهُ أَوْ لَا؟
(فَأَجَابَ) بِقَوْلِهِ: مَذْهَبُنَا أَنَّ الْهِبَةَ بِقَصْدِ الثَّوَابِ يُوجِبُهُ، وَكَذَلِكَ هِبَةُ الْأَدْنَى لِلْأَعْلَى، وَإِنْ اُعْتِيدَ أَنَّهَا لَا تَكُونُ إلَّا لِطَلَبِ الْمُقَابَلَةِ وَالْهَدِيَّةِ كَالْهِبَةِ فِي ذَلِكَ، وَحِينَئِذٍ فَلَا عَمَلَ بِتِلْكَ الْعَادَةِ.هَذَا بِالنِّسْبَةِ لِلْأَحْكَامِ الظَّاهِرَةِ، أَمَّا بِالنِّسْبَةِ لِمَنْ عَلِمَ أَوْ غَلَبَ عَلَى ظَنِّهِ مِنْ الْمُهْدِي أَوْ الْوَاهِبِ بِقَرَائِنِ أَحْوَالِهِ أَنَّهُ لَمْ يُهْدِ أَوْ يَهَبْ إلَّا لِطَلَبِ مُقَابِلٍ، فَلَا يَحِلُّ لَهُ أَكْلُ شَيْءٍ مِنْ هَدِيَّتِهِ أَوْ هِبَتِهِ، إلَّا إنْ قَابَلَهُ بِمَا يَعْلَمُ، أَوْ يَظُنُّ أَنَّهُ رَضِيَ بِهِ فِي مُقَابَلَةِ مَا أَعْطَاهُ، وَقَدْ صَرَّحَ الْأَئِمَّةُ فِي الْمُهْدِي حَيَاءً، وَلَوْلَا الْحَيَاءُ لَمَا أَهْدَى أَوْ خَوْفَ الْمَذَمَّةِ وَلَوْلَا خَوْفُهَا لَمَا أَهْدَى، بِأَنَّهُ يَحْرُمُ أَكْلُ هَدِيَّتِهِ لِأَنَّهُ لَمْ يَسْمَح بِهَا فِي الْحَقِيقَةِ، وَكُلُّ مَا قَامَتْ الْقَرِينَةُ الظَّاهِرَةُ عَلَى أَنَّ مَالِكَهُ لَا يَسْمَحُ بِهِ لَا يَحِلُّ تَنَاوُلُهُ وَقَدْ ذَكَرُوا فِي بَابِ الضِّيَافَةِ مِنْ ذَلِكَ فُرُوعًا لَا تَخْفَى
الباجوري ج ٢ ص .١٣٩
النقوط المعتاد فى الأفراح يجب رده كالدين ، ولدافعه المطالبه به ، ولا أثر للعرف إذا جرى بعدم الرد ، لأنه مضطرب فلا اعتبار به ، فكم من شخص يدفع النقوط ويريد رده إليه ويستحي به أن يطالب به
الجمل، حاشية الجمل على شرح المنهج = فتوحات الوهاب بتوضيح شرح منهج الطلاب ج ٣ ص ٢٥٦
وَاَلَّذِي تَحَرَّرَ مِنْ هَذَا كُلِّهِ أَنَّهُ لَا رُجُوعَ فِي النُّقُوطِ الْمُعْتَادِ فِي الْأَفْرَاحِ أَيْ لَا يَرْجِعُ بِهِ مَالِكُهُ إذَا وَضَعَهُ فِي يَدِ صَاحِبِ الْفَرَحِ أَوْ فِي يَدِ مَأْذُونٍ إلَّا بِثَلَاثَةِ شُرُوطٍ أَنْ يَأْتِيَ بِلَفْظٍ كَخُذْهُ وَأَنْ يَنْوِيَ الرُّجُوعَ وَيَصْدُقَ هُوَ وَوَارِثُهُ فِيهَا وَأَنْ يُعْتَادَ الرُّجُوعُ فِيهِ وَإِذَا وَضَعَهُ فِي يَدِ الْمُزَيِّنِ وَنَحْوِهِ أَوْ فِي الطَّاسَةِ الْمَعْرُوفَةِ لَا يَرْجِعُ إلَّا بِشَرْطَيْنِ نِيَّةِ الرُّجُوعِ وَشَرْطِ الرُّجُوعِ اهـ. شَيْخُنَا ح ف على اللقيط وانظر هل الواجب
(قَوْلُهُ: كَالْإِنْفاق
3️⃣.Akad yang pertama halal jika tanpa syarat dan sebaliknya ( jika bersyarat ) maka harom karena riba. Sebagaimana keterangan ibaroh diatas. Akan tetapi akad yang kedua tidak halal bagi keduanya baik yang menyumbang ataupun yang disumbang ( menerima ). Hal ini berdasarkan firman Allah.
ياأيهاالذين آمنوا لاتأكلوا الربى أضعافا مضاعفة
4️⃣.Ulama berbeda pandang tentang Hukum mengadakan walimah ada yang mengatakan sunnah dan ada yang mengatakan wajib, karena tujuan diadakannya walimah adalah mengumumkan adanya pernikahan, namun setelah acara akad nikah selesai bisa jadi berubah sesuai dengan situasi dan kondisi kalau setelahnya akad berisi acara donatur walimah bercampur antara Halal dan harom maka syubhad. Ketika acaranya sudah memasuki perkara yang subhad ( barang yang tidak jelas kehalalan dan keharamannya ) maka dapat dipastikan jatuh pada hal yang harom.
الموسوعة الفقهية -/ 298516
وليمة
التعريف:
1 – الوليمة في اللغة مشتقة من الولم وهو الجمع، لأن الزوجين يجتمعان، وهي اسم لطعام العرس والإملاك، وقيل: هي كل طعام صنع لعرس وغيره أو كل طعام يتخذ لجمع. (1) وفي الاصطلاح تقع الوليمة على كل طعام يتخذ لسرور حادث من عرس وإملاك وغيرهما، لكن استعمالها مطلقة في العرس أشهر وفي غيره بقيد. (2)
وذكر العلماء للولائم التي يدعى إليها الناس أسماء خاصة. (3) تنظر في مصطلح (دعوة ف 26) .
وينحصر الكلام في هذا المقام على بيان الأحكام المتعلقة بوليمة العرس، أما الأحكام المتعلقة بسائر الولائم فتنظر في المصطلحات الخاصة بها وفي مصطلح (دعوة) .
الألفاظ ذات الصلة:
أـ الدعوة:
٢ – من معاني الدعوة في اللغة: الضيافة، وهي بفتح الدال عند جمهور العرب، وتيم الرباب تكسرها، وذكرها قطرب بالضم وغلطوه. (١)
ويستعمل الفقهاء الدعوة بهذا المعنى، والصلة بين الدعوة والوليمة أن الدعوة أعم من الوليمة. (٢)
ب ـ المأدبة:
٣ – المأدبة لغة: الطعام الذي يصنعه الرجل ويدعو إليه الناس. (٣)
وفي الاصطلاح: كل طعام صنع لدعوة مأدبة. (٤) ، والصلة بين المأدبة والوليمة أن الوليمة أخص من المأدبة.
الحكم التكليفي:
٤ – اختلف الفقهاء في حكم الوليمة ولهم رأيان:
الأول: ذهب جمهور الفقهاء: الحنفية والشافعية في المذهب والحنابلة في المذهب إلى أن وليمة العرب سنة، زاد الحنفية وفيها مثوبة عظيمة.
وذهب المالكية إلى أنها مندوبة على المذهب. (١) ، واستدل هؤلاء الفقهاء على ما ذهبوا إليه من أن الوليمة مسنونة غير واجبة بقول النبي صلى الله عليه وسلم ليس في المال حق سوى الزكاة (٢) . وقالوا: سبب الوليمة عقد النكاح وهو غير واجب ففرعه أولى أن يكون غير واجب، ولأنها لو وجبت لتقدرت كالزكاة والكفارات ولكان لها بدل عند الإعسار، كما يعدل المكفر في إعساره إلى الصيام، فدل عدم تقديرها وبدلها على سقوط وجوبها، ولأنها لو وجبت لكان مأخوذا بفعلها حيا، ومأخوذة من تركته ميتا كسائر الحقوق. (١)
الثاني: ذهب الشافعية في قول والمالكية في قول والإمام أحمد في قول ذكره ابن عقيل إلى أن الوليمة واجبة، لما ورد أن النبي صلى الله عليه وسلم رأى على عبد الرحمن بن عوف رضي الله عنه أثر صفرة فقال له: مهيم – أي ما الخبر؟ – قال: تزوجت امرأة من الأنصار. فقال: أولم ولو بشاة (٢) .، وهذا أمر يدل على الوجوب، ولأن النبي صلى الله عليه وسلم ما نكح قط إلا أولم في ضيق أو سعة، ولأن في الوليمة إعلانا للنكاح، فرقا بينه وبين السفاح، وقد قال النبي صلى الله عليه وسلم أعلنوا النكاح (٣) ، ولأنه لما كانت إجابة الداعي إليها واجبة، دل على أن فعل الوليمة واجب، لأن وجوب المسبب دليل على وجوب السبب. (٤)
Kaidah:
الحكم يدور مع علته وجودا وعداما
Hukum bisa berputar sesuai dengan illatnya ada dan tidaknya itu.
الوسائل حكم المقاصد.
Pelantara/mendia menjadi hukum, sesuai dengan tujuannya .
Hal ini sesuai dengan hadits: Segala Hal yang Haram dan yang Halal telah Jelas dan diantara keduanya subhat ( samar/tidak jilas)
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بِشِيْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: (إِنَّ الحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِيْ الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ. أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَىً. أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ، أَلاَ وإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهيَ اْلقَلْبُ) رَوَاهُ اْلبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
Dari Abu ‘Abdillah Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ”Sesungguhnya perkara yang halal itu telah jelas dan perkara yang haram itu telah jelas. Dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang (samar), tidak diketahui oleh mayoritas manusia. Barang siapa yang menjaga diri dari perkara-perkara samar tersebut, maka dia telah menjaga kesucian agama dan kehormatannya. Barang siapa terjatuh ke dalam perkara syubhat, maka dia telah terjatuh kepada perkara haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar daerah larangan (hima), dikhawatirkan dia akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah, bahwa setiap raja itu mempunyai hima, ketahuilah bahwa hima Allah subhanahu wa ta’ala adalah segala yang Allah subhanahu wa ta’ala haramkan. Ketahuilah bahwa dalam tubuh manusia terdapat sepotong daging. Apabila daging tersebut baik maka baik pula seluruh tubuhnya dan apabila daging tersebut rusak maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah kalbu (hati). [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Hadits di atas merupakan dalil yang memuat atau mencakup beberapa materi fiqih yang kemudian di formulasikan kepada suatu kaidah, yang diantaranya adalah; Menggunakan Harta yang Bercampur antara Halal dan Haram.
كتاب الأشباه والنظائر -السيوطي
[الْقَاعِدَةُ الثَّانِيَةُ: إذَا اجْتَمَعَ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ غَلَبَ الْحَرَامُ]
Bila yang halal dan yang haram bercampur, maka yang dimenangkan adalah yang haram.Wallahu A’lam bisshowab.