Analisis Kalimat “شيء لله ولهم الفاتحة” dalam Perspektif Bahasa dan Agama.
Assalamualaikum
Deskripsi Masalah:
Dalam setiap kegiatan acara itighasah ataupun tahlilan, atupun acacara lain yang sifatnya keagamaan tidak terlepas dari pembukaan atau tawassul dengan bacaan suratul fatihah hal tersebut seringkali kita temui yang pemimpin acara membaca kalimat “شيء لله ولهم الفاتحة”. Kalimat ini terkadang diucapkan sebelum membaca surat Al-Fatihah sebagai pembuka acara, atau setelah menyebutkan rangkaian nama-nama arwah yang akan didoakan.Namun demikian ada salah satu kiyai yang dengan tegas menyalahkan dalam ditinjau dari ilmu tatabahasa ( ilmu nahwu ) dengan alasan kata شيء nakirah sedangkan susunan mubtadah harus terdiri isim ma’rifah
Pertanyaan:
Apakah ada dasar atau dalil yang mendukung pembacaan kalimat “شيء لله ولهم الفاتحة”? Walaupun dalam susunan ilmu tatabahasa,tidak benar dan bagaimana makna atau maksud dari kalimat tersebut?
Mohon jawaban
Waalaikumsalam salam
Jawaban:
Ada dasarnya yaitu perkataan ulama yang menjelaskan bahwa Kalimat ” شيئ لله ” adalah Ucapan umum ( Nakirah/ bukan isim ma’rifah ) artinya ‘Segala sesuatu adalah milik Allah’ ini bukan bahasa Arab murni, tetapi merupakan ungkapan yang berkembang di kalangan ahli tasawuf. Walaupun bukan bahasa Arab murni ( sesuai dengan susunan ilmu nahwu). Tapi hal tersebut bukan berarti kalimat itu dilarang diucapkan, karena tujuannya hanya untuk menghormati nama-nama orang yang sudah meninggal yang disebutkan sebelumnya atau setelahnya. Kalimat ini tidak sampai melanggar aturan agama apa pun.
Bahkan, menurut seorang ulama bernama Syaikh Isma’il Usman Zain, kalimat ini sering digunakan di beberapa negara. Artinya adalah “Tujuan kami adalah apa yang Allah miliki”. Maksudnya, kita berharap hanya kepada Allah, bukan kepada yang lain. Kalimat ini menunjukkan bahwa kita percaya hanya Allah yang mengatur segalanya, meskipun Allah bisa menggunakan manusia untuk menjalankan kehendaknya.
Adapun Inti, kalimat tersebut lebih kepada ungkapan penghormatan dan keyakinan kepada Allah, bukan sesuatu yang wajib atau dilarang dalam agama.
بغية المسترشدين (ص: ٦٤٠)
فائدة: سئل السيد عمر البصري عن قول الشخص: “شيء الله يا فلان” الخ، فأجاب: “قول العامة يا فلان شيء الله غير عربية لكنها من مولدات أهل العرف، ولم يحفظ لأحد من الأئمة نص في النهي عنها، وليس المراد بها في إطلاقهم شيئاً يستدعي مفسدة الحرام أو المكروه، لأنهم إنما يذكرونها استمداداً أو تعظيماً لمن يحسنون فيه الظن” اهـ.
قرة العين بفتاوى إسماعيل عثمان الزين؛ ص ٢١٠
أما المسألة الأولى فإن الجملة المذكورة وهي “شيء لله” مستعملة في بلادنا اليمن وفي حضرموت ومصر والمغرب والشام وهنا عندنا في الحجاز وخصوصا الحرمين الشريفين. ومعنى “شيء لله” مطلوبنا ومقصودنا “شيء لله” أي يستمد لوجه الله ابتغاء واستعدادا لا لغيره ولا من غيره. ففيها اعتراف بأن الذي يسوق المطالب ويحقق المآرب في الحقيقة هو الله تعالى، وإن أجرى ذلك على أيدي بعض عباده.
(Dalam buku “Baghyat al-Mustarshidin” halaman 640)
Kegunaan: Ditanyakan kepada Sayyid Umar al-Basri tentang ucapan seseorang, “Segala sesuatu adalah milik Allah, wahai fulan” dan seterusnya. Beliau menjawab, “Ucapan umum ‘Segala sesuatu adalah milik Allah’ ini bukan bahasa Arab murni, tetapi merupakan ungkapan yang berkembang di kalangan ahli tasawuf. Tidak ada seorang imam pun yang mencatat hadis yang melarang ucapan ini, dan yang dimaksud dengan ucapan ini bukanlah sesuatu yang mengarah pada keharaman atau kemungkaran, karena mereka hanya menyebutnya untuk memohon pertolongan atau memuliakan orang yang mereka anggap baik.”
(Dalam buku “Qarat al-‘Ain bi Fatawa Isma’il ‘Utsman al-Zain” halaman 210)
Adapun masalah pertama, yaitu kalimat “Segala sesuatu adalah milik Allah” yang sering digunakan di negeri kita, Yaman, Hadramaut, Mesir, Maghrib, Syam, dan di sini di Hijaz, khususnya di dua masjid suci. Makna dari “Segala sesuatu adalah milik Allah” adalah apa yang kita inginkan dan maksudkan, yaitu segala sesuatu berasal dari Allah, dengan tujuan mencari keridhaan-Nya dan bersiap diri hanya untuk-Nya, bukan untuk yang lain. Dalam kalimat ini terdapat pengakuan bahwa yang memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan sebenarnya adalah Allah SWT, meskipun Allah melaksanakannya melalui sebagian hamba-Nya.
Penjelasan Singkat
Kedua kutipan di atas membahas tentang penggunaan ungkapan “Segala sesuatu adalah milik Allah” dalam bahasa sehari-hari di kalangan umat Islam, khususnya di wilayah-wilayah Arab. Para ulama berpendapat bahwa ungkapan ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan sering digunakan sebagai bentuk pengakuan atas kekuasaan Allah dan sebagai doa untuk memohon pertolongan-Nya.
Point-point penting:
Asal usul ungkapan: Ungkapan ini bukan bahasa Arab murni, melainkan berkembang dari tradisi sufi.
Tujuan penggunaan: Untuk memohon pertolongan dan memuliakan Allah.
Hukum: Tidak ada larangan eksplisit dalam Islam untuk menggunakan ungkapan ini.
Makna mendalam: Mengakui bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan hanya kepada-Nyalah kita berharap.Wallahu a’lam bish-shawab