
HUKUMNYA KELIRU NIAT ( UCAPAN LISAN BERBEDA DENGAN UCAPAN HATI ) LISAN ADA’AN SEDANGKAN HATI QODHO’AN
Assalamualaikum.
Seorang musholliy ia melakukan sholat fardu keliru dalam melafatkan niat misal sholat ada’a sementara dalam niat menjadi qodho’an.
Pertanyaanya.
Bagaimana hukum sholat dengan keliru ucapan dan niat sebagai mana deskripsi ?
Waalaikum salam.
Jawaban
Jika Keliru dalam lisan tapi dalam hati benar maka dalam hal seperti itu tidaklah berpengaruh terhadap ketidak absahan sholat. Artinya shalatnya dianggap sah. Tetapi jika ucapan lafadh niat dalam lisan benar tapi niatan dalam hati keliru maka dalam hal ini berdampak terhadap sholat. Artinya shalatnya dianggap tidak sah. Karena yang dianggap benar atau sah dalam bab niat adalah apa yang sesuai didalam hati.Hal ini berdasarkan hadits kaidah sebagi berikut: Sabda Rasulullah SAW. :
“انما الاعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى رواه البخارى
Artinya:“Segala sesuatu tergantung pada niatnya, dan apa yang didapatkan ialah apa yang telah diniatkan.” (HR. Bukhari).
Kaidah ke-1
الامور بمقاصدها
Segala sesuatu tergantung pada tujuannya.
Contoh kaidah:
Diwajibkannya niat dalam berwudhu, mandi, shalat dan puasa.
Penggunaan kata kiasan (kinayah) dalam talak. Seperti ucapann seorang suami kepada istrinya: انت خالية (engkau adalah wanita yang terasing). Jika suami bertujuan menceraikan dengan ucapannya tersebut, maka jatuhlah talak kepada istrinya, namun jika ia tidak berniat menceraikan maka tidak jatuh talak-nya.
Kaidah ke-2
ما يشترط فيه التعين فالخطأ فيه مبطل
Sesuatu yang memerlukan penjelasan, maka kesalahan dalam memberikan penjelasan menyebabkan batal. Contoh kaidah:
Seseorang yang melakukan shalat dhuhur dengan niat ‘ashar atau sebaliknya, maka shalatnya tersebut tidak sah.
Kesalahan dalam menjelaskan pembayakan tebusan (kafarat) zhihar kepada kafarat qatl (pembunuhan).
Kaidah ke-3
ما يشترط التعرض له جملة ولا يشترط تعيينه تفصيلا اذا عينه واخطأ ضرَّ
Sesuatu yang memerlukan penjelasan secara global dan tidak memerlukan penjelasan secara rinci, maka ketika kesalahan dalam penjelasan secara rinci membahayakan.
Contoh kaidah :
Musholliy ingin melakukan sholat ada’an kemudian niatnya qoho’an maka sholatnya tidak sah. Hal ini perlu adanya perbedaan/penjelasan antara ada’an dan qodho’an.
Begitu juga Seseorang yang bernama Mulyadi niat berjamaah kepada seorang imam bernama K. Sufyan. Kemudian, ternyata bahwa yang menjadi imam bukanlah Kiyai Sufyan tapi orang lain yang mempunyai panggilan (Khoirul Mustamsikin), maka shalat Mulyadi tidak sah karena ia telah berniat makmum kepada Kiyai Sufyan yang berarti telah menafikan mengikuti Kiyai (Khoirul Mustamsikin), . Perlu diketahui, bahwa dalam shalat berjamah hanya disyaratkan niat berjamaah tanpa adanya kewajiban menentukan siapa imamnya.
Kaidah ke-4
ما لا يشترط التعرض له جملة ولا تفصيلا اذا عينه واخطأ لم يضر
Sesuatu yang tidak disyaratkan penjelasannya secara global maupun terperinci ketika dita’yin dan salah maka statusnya tidaklah membahayakan.
Contoh kaidah :
Kesalahan dalam menentukan tempat shalat. Seperti Kiyai Muntaha (pengelolah kantin Asyiq) niat shalat di di diCongkop Bata-bata , padahal saat itu dia berada di Simbar manyora (suatu daerah yang berda di Kecamatan Kalibawang Wong serjo). Maka shalatnya Kiyai Muntaha tidak batal karena sudah adanya niat. sedangkan menentukan tempat shalat tidak ada hubungannya dengan niat baik secara globlal atau terperinci (tafshil). Wallahu A’lam bisshowab.