HUKUM MENINGGALKAN SHOLAT KARENA MALAS DALAM ISLAM
Assalamualaikum.
Deskripsi/Latar Belakang:
Sholat merupakan salah satu kewajiban utama dalam Islam yang menjadi pilar kedua dari rukun Islam. Sholat lima waktu wajib dilakukan oleh setiap Muslim yang telah baligh, berakal, dan tidak memiliki uzur syar’i. Kewajiban ini ditegaskan dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad ﷺ, di antaranya dalam firman Allah:
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًۭا مَّوْقُوتًۭا
“Sesungguhnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103).
Namun, dalam praktiknya, tidak sedikit umat Islam yang meninggalkan sholat karena alasan tertentu, termasuk karena malas. Rasa malas ini dapat muncul akibat lemahnya keimanan, terbiasa menunda-nunda, atau kurangnya kesadaran akan pentingnya sholat sebagai ibadah yang menentukan kualitas hubungan seseorang dengan Allah.
Meninggalkan sholat karena malas sering menjadi permasalahan besar dalam kehidupan beragama. Dalam pandangan syariat, meninggalkan sholat dengan sengaja memiliki konsekuensi serius, baik dari sisi akidah maupun hukuman.
Pertanyaannya
1.Bagaimana hukum seseorang meninggalkan sholat lima waktu menurut madzhab yang empat,
2.Membunuh orang muslim hukumnya haram tapi bagaimana dengan membunuh muslim yang meninggalkan shalat karena malas ?
Waalaikumsalam salam
1. Hukum Meninggalkan Shalat karena Malas Menurut Mazhab Empat
Mazhab Hanafiyah:
Orang yang meninggalkan shalat karena malas dihukumi sebagai fasiq (pelaku dosa besar). Ia tidak dihukum mati, tetapi diberi hukuman ta‘zir dan dipenjara hingga ia bertaubat atau meninggal dunia.
Mazhab Maliki dan Syafi’i:
Orang yang meninggalkan shalat tetap dianggap muslim, tetapi berdosa besar. Hukuman bagi mereka adalah hukuman mati sebagai ta’zir (dalam pengaturan pemerintah), jika setelah diingatkan ia tetap enggan melaksanakan shalat.
Mazhab Hanbali:
Meninggalkan shalat dianggap sebagai kekufuran besar yang mengeluarkan seseorang dari Islam. Jika ia tidak bertaubat setelah diingatkan, maka hukumannya adalah hukuman mati.
2. Hukum Membunuh Muslim yang Meninggalkan Shalat karena Malas
Membunuh seorang muslim tanpa otoritas syar’i adalah haram, sebagaimana firman Allah:
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًۭا مُّتَعَمِّدًۭا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَـٰلِدًۭا فِيهَا
“Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, ia kekal di dalamnya.”
(QS. An-Nisa: 93)
Namun, untuk pelaku yang meninggalkan shalat:
Dalam Pandangan Syariat:
Hukuman mati hanya dapat dijatuhkan oleh pemerintah atau hakim syar’i berdasarkan hukum Islam. Individu dilarang mengeksekusi hukuman sendiri.
Pendapat Ulama tentang Hukuman:
Imam Syafi’i: Jika seseorang meninggalkan shalat dengan mengakui kewajibannya tetapi tetap enggan melaksanakan, ia diberi waktu untuk bertaubat. Jika menolak, ia dihukum mati sebagai bentuk ta’zir.
Mazhab Hanbali: Meninggalkan shalat dianggap murtad. Jika tetap meninggalkan setelah diingatkan, hukumannya adalah mati sebagai bentuk hadd (hukuman tetap).
Dalil-dalil yang Mendukung Pandangan Ini
Dari Al-Qur’an:
فَخَلَفَ مِنۢ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَٱتَّبَعُوا۟ ٱلشَّهَوَٰتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّۭا
(مريم: ٥٩).
“Maka datanglah setelah mereka pengganti yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.”QS. Maryam: 59:
{وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَلَا تَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ}
(الروم: ٣١).
“Dan hendaknya mereka mendirikan shalat dan janganlah menjadi orang-orang yang musyrik.”
QS. Ar-Rum: 31:
Dari Hadits:
قال النبي ﷺ:
“إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ”
(رواه مسلم، رقم ٨٢).
Nabi ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya pembatas antara seseorang dengan syirik dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.”
(HR. Muslim no. 82)
حديث أنس بن مالك:
“إِذَا سَمِعْنَا الأَذَانَ لَمْ نُغِرْ عَلَيْهِمْ، وَإِنْ لَمْ نَسْمَعْهُ أَغَرْنَا عَلَيْهِمْ”
(رواه البخاري، رقم ٦١٠؛ ومسلم، رقم ١٣٦).
Hadits Anas bin Malik:
“Jika terdengar adzan, maka kami tidak menyerang mereka. Namun, jika tidak terdengar, maka kami serang.”
(HR. Bukhari no. 610, Muslim no. 1365)
Pendapat Sahabat:
قال عبد الله بن شقيق:
“كان أصحاب رسول الله ﷺ لا يرون شيئًا من الأعمال تركه كفر إلا الصلاة”
(رواه الترمذي، رقم ٢٦٢٢).
Abdullah bin Syaqiq berkata:
“Para sahabat Nabi tidak memandang ada amalan yang jika ditinggalkan menyebabkan kekufuran kecuali shalat.”
(HR. Tirmidzi no. 2622)
Kesimpulan
Meninggalkan shalat karena malas adalah dosa besar dengan hukuman yang bergantung pada pendapat mazhab:
Tidak kafir menurut jumhur ulama (Syafi’i, Maliki, Hanafi) tetapi tetap mendapatkan hukuman berat.
Dianggap kafir oleh Mazhab Hanbali.
Eksekusi hukuman terhadap pelaku hanya boleh dilakukan oleh pemerintah yang berwenang dalam penerapan syariat. Individu tidak diperkenankan melakukan pembunuhan atas dasar pribadi.
Nasihat dan Dakwah:
Orang yang meninggalkan shalat wajib diingatkan, didakwahi, dan diberi kesempatan bertaubat sebelum hukuman dijatuhkan.
Wallahu a’lam.
TAMBAHAN REFERENSI:
الموسوعة الفقهية الكويتيه ص ٥٣-٥٤
حُكْمُ تَارِكِ الصَّلاَةِ:
٥ – لِتَارِكِ الصَّلاَةِ حَالَتَانِ: إِمَّا أَنْ يَتْرُكَهَا جُحُودًا لِفَرْضِيَّتِهَا، أَوْ تَهَاوُنًا وَكَسَلاً لاَ جُحُودًا. فَأَمَّا الْحَالَةُ الأُْولَى: فَقَدْ أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ تَارِكَ الصَّلاَةِ جُحُودًا لِفَرْضِيَّتِهَا كَافِرٌ مُرْتَدٌّ يُسْتَتَابُ، فَإِنْ تَابَ وَإِلاَّ قُتِل كُفْرًا كَجَاحِدِ كُل مَعْلُومٍ مِنَ الدِّينِ بِالضَّرُورَةِ، وَمِثْل ذَلِكَ مَا لَوْ جَحَدَ رُكْنًا أَوْ شَرْطًا مُجْمَعًا عَلَيْهِ. وَاسْتَثْنَى الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ مِنْ ذَلِكَ مَنْ أَنْكَرَهَا جَاهِلاً لِقُرْبِ عَهْدِهِ بِالإِْسْلاَمِ أَوْ نَحْوِهِ فَلَيْسَ مُرْتَدًّا، بَل يَعْرِفُ الْوُجُوبَ، فَإِنْ عَادَ بَعْدَ ذَلِكَ صَارَ مُرْتَدًّا. وَأَمَّا الْحَالَةُ الثَّانِيَةُ: فَقَدِ اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِيهَا – وَهِيَ: تَرْكُ الصَّلاَةِ تَهَاوُنًا وَكَسَلاً لاَ جُحُودًا – فَذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ يُقْتَل حَدًّا أَيْ أَنَّ حُكْمَهُ بَعْدَ الْمَوْتِ حُكْمُ الْمُسْلِمِ فَيُغَسَّل، وَيُصَلَّى عَلَيْهِ، وَيُدْفَنُ مَعَ الْمُسْلِمِينَ؛ لِقَوْل النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِل النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُول اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِْسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ (١) وَلأَِنَّهُ تَعَالَى أَمَرَ بِقَتْل الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ قَال: {فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَآتَوْا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ (٢) } وَقَال صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللَّهُ عَلَى الْعِبَادِ فَمَنْ جَاءَ بِهِنَّ لَمْ يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ شَيْئًا اسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ كَانَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ وَإِنْ شَاءَ أَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ (٣) فَلَوْ كَفَرَ لَمْ يَدْخُل تَحْتَ الْمَشِيئَةِ. وَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ إِلَى أَنَّ تَارِكَ الصَّلاَةِ تَكَاسُلاً عَمْدًا فَاسِقٌ لاَ يُقْتَل بَل يُعَزَّرُ وَيُحْبَسُ حَتَّى يَمُوتَ أَوْ يَتُوبَ. وَذَهَبَ الْحَنَابِلَةُ: إِلَى أَنَّ تَارِكَ الصَّلاَةِ تَكَاسُلاً يُدْعَى إِلَى فِعْلِهَا وَيُقَال لَهُ: إِنْ صَلَّيْتَ وَإِلاَّ قَتَلْنَاكَ، فَإِنْ صَلَّى وَإِلاَّ وَجَبَ قَتْلُهُ وَلاَ يُقْتَل حَتَّى يُحْبَسَ ثَلاَثًا وَيُدْعَى فِي وَقْتِ كُل صَلاَةٍ، فَإِنْ صَلَّى وَإِلاَّ قُتِل حَدًّا، وَقِيل كُفْرًا، أَيْ لاَ يُغَسَّل وَلاَ يُصَلَّى عَلَيْهِ وَلاَ يُدْفَنُ فِي مَقَابِرِ الْمُسْلِمِينَ. لَكِنْ لاَ يُرَقُّ وَلاَ يُسْبَى لَهُ أَهْلٌ وَلاَ وَلَدٌ كَسَائِرِ الْمُرْتَدِّينَ
Hukum Orang yang Meninggalkan Shalat
Orang yang meninggalkan shalat memiliki dua keadaan:
Meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya. Meninggalkan shalat karena malas dan lalai tanpa mengingkari kewajibannya. Keadaan Pertama:
Para ulama sepakat bahwa orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya dihukumi sebagai kafir murtad. Ia diminta bertaubat, dan jika ia tidak bertaubat maka ia dibunuh dalam keadaan kafir, sebagaimana hukuman bagi siapa saja yang mengingkari perkara agama yang telah diketahui secara pasti (ma‘lum min ad-din bi ad-dharurah).
Demikian pula, orang yang mengingkari rukun atau syarat yang telah disepakati dalam shalat.
Namun, mazhab Syafi‘iyah dan Hanabilah memberikan pengecualian bagi orang yang mengingkari kewajiban shalat karena ketidaktahuan, seperti orang yang baru masuk Islam atau orang yang serupa dengannya. Orang tersebut tidak dianggap murtad, tetapi ia diberitahu tentang kewajibannya. Jika setelah diberitahu ia tetap mengingkari, maka ia dianggap murtad.
Keadaan Kedua:
Meninggalkan shalat karena malas dan lalai tanpa mengingkari kewajibannya.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum orang yang berada dalam keadaan ini:
Mazhab Malikiyah dan Syafi‘iyah:
Orang yang meninggalkan shalat karena malas atau lalai dihukum dengan hukuman mati sebagai had (sanksi syar‘i), tetapi ia tetap dianggap sebagai seorang muslim. Setelah wafat, jenazahnya dimandikan, dishalatkan, dan dikuburkan di pemakaman kaum muslimin.
Dalil mereka adalah sabda Nabi ﷺ:
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Jika mereka melakukan itu, maka mereka telah menjaga darah dan harta mereka dariku kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka ada pada Allah.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Juga firman Allah Ta‘ala:
“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, maka lepaskanlah mereka.”
(QS. At-Taubah: 5)
Selain itu, Nabi ﷺ bersabda:
“Lima shalat yang Allah wajibkan atas hamba-Nya. Barang siapa yang menunaikannya tanpa meremehkan haknya, maka baginya janji Allah untuk memasukkannya ke surga. Namun, barang siapa yang tidak menunaikannya, maka ia tidak memiliki janji dengan Allah; jika Dia berkehendak, Dia mengazabnya, dan jika Dia berkehendak, Dia memasukkannya ke surga.”
(HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)
Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat karena malas tidak dihukumi kafir, karena ia masih berada di bawah kehendak Allah.
Mazhab Hanafiyah:
Orang yang meninggalkan shalat karena malas dihukumi sebagai fasiq (pelaku dosa besar). Ia tidak dihukum mati, tetapi diberi hukuman ta‘zir dan dipenjara hingga ia bertaubat atau meninggal dunia.
Mazhab Hanabilah:
Orang yang meninggalkan shalat karena malas dipanggil untuk melaksanakan shalat. Jika ia tetap tidak mau shalat, maka ia dihukum mati. Ia tidak langsung dihukum mati, tetapi terlebih dahulu ditahan selama tiga hari, dan setiap waktu shalat ia diajak untuk bertaubat. Jika ia masih tidak mau shalat, maka ia dihukum mati.
Dalam hal status hukumnya setelah wafat, ada dua pendapat di kalangan Hanabilah:
Pendapat pertama: Ia dihukum mati sebagai had, dan statusnya tetap sebagai seorang muslim. Jenazahnya dimandikan, dishalatkan, dan dikuburkan di pemakaman muslimin. Pendapat kedua: Ia dihukumi kafir. Oleh karena itu, jenazahnya tidak dimandikan, tidak dishalatkan, dan tidak dikuburkan di pemakaman muslimin. Namun, keluarganya tidak diperbudak, dan anak-anaknya tidak dijadikan tawanan sebagaimana perlakuan terhadap orang murtad pada umumnya.
شرح سلم التوفيق ص ١٨
“ويجب على ولاة الأمر من الإمام أو نائبه (قتل تارك الصلاة) أو تارك شرط من شروطها المجمع عليها أو كن من أركانها كذلك ودخل فيها الجمعة في محل الإجماع عليها (كلا) أي تساهلا وتهاونا بأن يعد ذلك سهلا هينا (إن لم يتب) أي لم يمتثل الأمر ولم يصل ويتوعد بالقتل إن تركها فإن فعلها بعد ذلك ترك وإلا قتل بضرب عنقه بنحو السيف ولا يقتل بالفائتة إلا إن توعد على تركها قبل وإذا قال صليت قبل منه وإن كان جالسا عندنا ولم نشاهد ذلك منه فلا يعتد بقتل الاحتمال إنه طرأ عذر جوز له الصلاة بالإيماء بخلاف ما لو قال صليت في الحجر لا يقبل منه لأنه من خوارق العادات التي لا يعتد بها شرعًا”
“Dan wajib bagi para pemimpin (imam atau wakilnya) untuk (membunuh orang yang meninggalkan shalat) atau orang yang meninggalkan syarat-syarat shalat yang telah disepakati atau rukun-rukunnya, dan termasuk di dalamnya shalat Jumat di tempat yang telah disepakati (keduanya). Artinya, bersikap lalai dan meremehkan dengan menganggap hal itu mudah dan ringan (jika tidak bertaubat), yaitu tidak mematuhi perintah dan tidak shalat, dan mengancam dengan hukuman mati jika dia meninggalkannya. Jika dia melakukannya setelah itu dan meninggalkannya lagi, maka dia dibunuh dengan cara dipenggal lehernya dengan pedang, dan tidak dibunuh karena meninggalkan shalat yang telah lewat kecuali jika dia telah mengancam untuk meninggalkannya sebelumnya. Dan jika dia mengatakan telah shalat, maka hal itu diterima darinya meskipun dia sedang duduk di hadapan kita dan kita tidak melihatnya melakukan shalat, karena kita tidak dapat menghukumi dengan dugaan bahwa dia sedang dalam keadaan uzur sehingga dibolehkan baginya untuk shalat dengan isyarat. Berbeda halnya jika dia mengatakan telah shalat di atas batu, hal itu tidak diterima darinya karena termasuk dalam kategori hal-hal yang aneh yang tidak dapat dijadikan dasar hukum.”
Penjelasan Singkat:
Ibarat di atas membahas tentang hukum bagi orang yang meninggalkan shalat dan kewajiban pemimpin dalam menegakkan hukum tersebut. Inti dari teks ini adalah:
✅Hukuman bagi yang meninggalkan shalat: Ibarat ini menyatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat atau syarat-syarat shalat yang telah disepakati harus dibunuh.
✅ Syarat-syarat pembunuhan: Pembunuhan hanya boleh dilakukan jika orang tersebut tidak bertaubat dan terus-menerus meninggalkan shalat.
✅ Pengecualian: Ada beberapa pengecualian dalam penerapan hukum ini, misalnya jika seseorang mengaku telah shalat namun tidak dapat dibuktikan, maka dia tidak dapat dihukum
الأم الشافعى ص ٢٩١- ٢٩٢
الْحُكْمُ فِي تَارِكِ الصَّلَاةِ.
أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ قَالَ قَالَ الشَّافِعِيُّ – رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى -: مَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ مِمَّنْ دَخَلَ فِي الْإِسْلَامِ قِيلَ لَهُ لِمَ لَا تُصَلِّي؟ فَإِنْ ذَكَرَ نِسْيَانًا قُلْنَا فَصَلِّ إذَا ذَكَرْت، وَإِنْ ذَكَرَ مَرَضًا قُلْنَا فَصَلِّ كَيْفَ أَطَقْت قَائِمًا أَوْ قَاعِدًا أَوْ مُضْطَجِعًا أَوْ مُومِيًا فَإِنْ قَالَ أَنَا أُطِيقُ الصَّلَاةَ، وَأُحْسِنُهَا، وَلَكِنْ لَا أُصَلِّي وَإِنْ كَانَتْ عَلَيَّ فَرْضًا قِيلَ لَهُ الصَّلَاةُ عَلَيْك شَيْءٌ لَا يَعْمَلُهُ عَنْك غَيْرُك، وَلَا تَكُونُ إلَّا بِعَمَلِك فَإِنْ صَلَّيْت، وَإِلَّا اسْتَتَبْنَاك فَإِنْ تُبْت، وَإِلَّا قَتَلْنَاك فَإِنَّ الصَّلَاةَ أَعْظَمُ مِنْ الزَّكَاةِ، وَالْحُجَّةُ فِيهَا مَا وَصَفْت مِنْ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – قَالَ ” لَوْ مَنَعُونِي عِقَالًا مِمَّا أَعْطَوْا رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لَقَاتَلْتهمْ عَلَيْهِ لَا تُفَرِّقُوا بَيْنَ مَا جَمَعَ اللَّهُ.
(قَالَ الشَّافِعِيُّ): يَذْهَبُ فِيمَا أَرَى، وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ إلَى قَوْلِ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: {وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ}: وَأَخْبَرَ أَبُو بَكْرٍ أَنَّهُ إنَّمَا يُقَاتِلُهُمْ عَلَى الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ، وَأَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَاتَلُوا مَنْ مَنَعَ الزَّكَاةَ إذْ كَانَتْ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ جَلَّ ثَنَاؤُهُ، وَنَصَبَ دُونَهَا أَهْلُهَا فَلَمْ يَقْدِرْ عَلَى أَخْذِهَا مِنْهُمْ طَائِعِينَ، وَلَمْ يَكُونُوا مَقْهُورِينَ عَلَيْهَا فَتُؤْخَذُ مِنْهُمْ كَمَا تُقَامُ عَلَيْهِمْ الْحُدُودُ كَارِهِينَ وَتُؤْخَذُ أَمْوَالُهُمْ لِمَنْ وَجَبَتْ لَهُ بِزَكَاةٍ أَوْ دَيْنٍ كَارِهِينَ أَوْ غَيْرَ كَارِهِينَ فَاسْتَحَلُّوا قِتَالَهُمْ وَالْقِتَالُ سَبَبُ الْقَتْلِ فَلَمَّا كَانَتْ الصَّلَاةُ، وَإِنْ كَانَ تَارِكُهَا فِي أَيْدِينَا غَيْرَ مُمْتَنِعٍ مِنَّا فَإِنَّا لَا نَقْدِرُ عَلَى أَخْذِ الصَّلَاةِ مِنْهُ لِأَنَّهَا لَيْسَتْ بِشَيْءٍ يُؤْخَذُ مِنْ يَدَيْهِ مِثْلُ اللُّقَطَةِ، وَالْخَرَاجِ، وَالْمَالِ.
قُلْنَا إنْ صَلَّيْت، وَإِلَّا قَتَلْنَاك كَمَا يُفَكِّرُ فَنَقُولُ إنْ قَبِلْت الْإِيمَانَ، وَإِلَّا قَتَلْنَاك إذْ كَانَ الْإِيمَانُ لَا يَكُونُ إلَّا بِقَوْلِك، وَكَانَتْ الصَّلَاةُ، وَالْإِيمَانُ مُخَالِفَيْنِ مَعًا مَا فِي يَدَيْك، وَمَا نَأْخُذُ مِنْ مَالِك لِأَنَّا نَقْدِرُ عَلَى أَخْذِ الْحَقِّ مِنْك فِي ذَلِكَ، وَإِنْ كَرِهْت فَإِنْ شَهِدَ عَلَيْهِ شُهُودٌ أَنَّهُ تَرَكَ الصَّلَاةَ سُئِلَ عَمَّا قَالُوا فَإِنْ قَالَ كَذَبُوا، وَقَدْ يُمْكِنُهُ أَنْ يُصَلِّيَ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ صُدِّقَ، وَإِنْ قَالَ نَسِيت صُدِّقَ وَكَذَلِكَ لَوْ شَهِدُوا أَنَّهُ صَلَّى جَالِسًا، وَهُوَ صَحِيحٌ فَإِنْ قَالَ: أَنَا مَرِيضٌ أَوْ تَطَوَّعْت صُدِّقَ (قَالَ الشَّافِعِيُّ): وَقَدْ قِيلَ يُسْتَتَابُ تَارِكُ الصَّلَاةِ ثَلَاثًا، وَذَلِكَ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى حَسَنٌ فَإِنْ صَلَّى فِي الثَّلَاثِ، وَإِلَّا قُتِلَ، وَقَدْ خَالَفَنَا بَعْضُ النَّاسِ فِيمَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ إذَا أُمِرَ بِهَا، وَقَالَ: لَا أُصَلِّيهَا فَقَالَ: لَا يُقْتَلُ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: أَضْرِبُهُ وَأَحْبِسُهُ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ أَحْبِسُهُ، وَلَا أَضْرِبُهُ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا أَضْرِبُهُ، وَلَا أَحْبِسُهُ، وَهُوَ أَمِينٌ عَلَى صَلَاتِهِ (قَالَ الشَّافِعِيُّ): فَقُلْت لِمَنْ يَقُولُ لَا أَقْتُلُهُ: أَرَأَيْت الرَّجُلَ تَحْكُمُ عَلَيْهِ بِحُكْمٍ بِرَأْيِك وَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْفِقْهِ فَيَقُولُ قَدْ أَخْطَأْت الْحُكْمَ، وَوَاللَّهِ لَا أُسَلِّمُ مَا حَكَمْت بِهِ لِمَنْ حَكَمْت لَهُ قَالَ فَإِنْ قَدَرْتُ عَلَى أَخْذِهِ مِنْهُ أَخَذْتُهُ مِنْهُ، وَلَمْ أَلْتَفِتْ إلَى قَوْلِهِ، وَإِنْ لَمْ أَقْدِرْ، وَنَصَبَ دُونَهُ قَاتَلْتُهُ حَتَّى آخُذَهُ أَوْ أَقْتُلَهُ فَقُلْت لَهُ: وَحُجَّتُك أَنَّ أَبَا بَكْرٍ قَاتَلَ مَنْ مَنَعَ الزَّكَاةَ، وَقَتَلَ مِنْهُمْ، قَالَ: نَعَمْ، قُلْت: فَإِنْ قَالَ لَك: الزَّكَاةُ فَرْضٌ مِنْ اللَّهِ لَا يَسَعُ جَهْلُهُ، وَحُكْمُك رَأْيٌ مِنْك يَجُوزُ لِغَيْرِك عِنْدَك، وَعِنْدَ غَيْرِك أَنْ يَحْكُمَ بِخِلَافِهِ فَكَيْفَ تَقْتُلُنِي عَلَى مَا لَسْت عَلَى ثِقَةٍ مِنْ أَنَّك أَصَبْت فِيهِ كَمَا تَقْتُلُ مَنْ مَنَعَ فَرْضَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي الزَّكَاةِ الَّذِي لَا شَكَّ فِيهِ؟ قَالَ: لِأَنَّهُ حَقٌّ عِنْدِي وَعَلَيَّ جَبْرُك عَلَيْهِ.
(قُلْت): قَالَ لَك، وَمَنْ قَالَ لَك إنَّ عَلَيْك جَبْرِي عَلَيْهِ؟ قَالَ: إنَّمَا وُضِعَ الْحُكَّامُ لِيُجْبِرُوا عَلَى مَا رَأَوْا (قُلْت): فَإِنْ قَالَ لَك: عَلَيَّ مَا حَكَمُوا بِهِ مِنْ حُكْمِ اللَّهِ أَوْ السُّنَّةِ أَوْ مَا لَا اخْتِلَافَ فِيهِ؟ قَالَ: قَدْ يَحْكُمُونَ بِمَا فِيهِ الِاخْتِلَافُ (قُلْت): فَإِنْ قَالَ: فَهَلْ سَمِعْت بِأَحَدٍ مِنْهُمْ قَاتَلَ عَلَى رَدِّ رَأْيِهِ فَتَقْتَدِي بِهِ؟ فَقَالَ: وَأَنَا لَمْ أَجِدْ هَذَا فَإِنِّي إذَا كَانَ لِي الْحُكْمُ فَامْتَنَعَ مِنْهُ قَاتَلْتُهُ عَلَيْهِ (قُلْت): وَمَنْ قَالَ لَك هَذَا؟ (وَقُلْت): أَرَأَيْت لَوْ قَالَ لَك قَائِلٌ: مَنْ ارْتَدَّ عَنْ الْإِسْلَامِ إذَا عَرَضْتَهُ عَلَيْهِ فَقَالَ قَدْ عَرَفْتُهُ، وَلَا أَقُولُ بِهِ أَحْبِسُهُ وَأَضْرِبُهُ حَتَّى يَقُولَ بِهِ قَالَ: لَيْسَ ذَلِكَ لَهُ لِأَنَّهُ قَدْ بَدَّلَ دِينَهُ، وَلَا يُقْبَلُ مِنْهُ إلَّا أَنْ يَقُولَ بِهِ قُلْت: أَفَتَعْدُو الصَّلَاةُ إذْ كَانَتْ مِنْ دِينِهِ، وَكَانَتْ لَا تَكُونُ إلَّا بِهِ كَمَا لَا يَكُونُ الْقَوْلُ بِالْإِيمَانِ إلَّا بِهِ أَنْ يُقْتَلَ عَلَى تَرْكِهَا أَوْ يَكُونَ أَمِينًا فِيهَا كَمَا قَالَ بَعْضُ أَصْحَابِك: فَلَا نَحْبِسُهُ، وَلَا نَضْرِبُهُ؟ قَالَ لَا يَكُونُ أَمِينًا عَلَيْهَا إذَا ظَهَرَ لِي أَنَّهُ لَا يُصَلِّيهَا، وَهِيَ حَقٌّ عَلَيْهِ قُلْت أَفَتَقْتُلُهُ بِرَأْيِك فِي الِامْتِنَاعِ مِنْ حُكْمِك بِرَأْيِك، وَتَدَعُ قَتْلَهُ فِي الِامْتِنَاعِ مِنْ الصَّلَاةِ الَّتِي هِيَ أَبْيَنُ مَا افْتَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ بَعْدَ تَوْحِيدِ اللَّهِ وَشَهَادَةِ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَالْإِيمَانِ بِمَا جَاءَ بِهِ مِنْ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
Hukum tentang Orang yang Meninggalkan Shalat
Al-Rabi’ mengabarkan kepada kami bahwa Imam al-Syafi’i rahimahullah berkata: “Barang siapa yang meninggalkan shalat wajib setelah masuk Islam, maka ia ditanya, ‘Mengapa kamu tidak shalat?’ Jika ia menjawab karena lupa, maka kami katakan kepadanya, ‘Shalatlah ketika kamu ingat.’ Jika ia menyebutkan sakit, kami katakan, ‘Shalatlah sesuai kemampuanmu, baik berdiri, duduk, berbaring, atau dengan isyarat.’ Jika ia berkata, ‘Aku mampu shalat dan menguasainya, tetapi aku tidak mau shalat meskipun itu kewajibanku,’ maka ia diberitahu, ‘Shalat adalah kewajiban yang hanya bisa dilakukan oleh dirimu sendiri, tidak bisa diwakilkan kepada orang lain. Maka, shalatlah atau kami akan memintamu bertobat. Jika kamu bertobat, maka itu baik. Jika tidak, kami akan membunuhmu karena shalat lebih besar (urgensinya) daripada zakat.’”
Imam al-Syafi’i kemudian berkata: “Dalil tentang hal ini adalah apa yang telah aku sampaikan bahwa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Seandainya mereka menahan seutas tali (untuk zakat) yang dahulu mereka berikan kepada Rasulullah ﷺ, aku akan memerangi mereka karenanya. Janganlah kalian memisahkan antara apa yang Allah gabungkan.’”
Al-Syafi’i melanjutkan: “Menurutku, Allah Ta’ala lebih mengetahui, dalil dari firman-Nya: {Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat}. Abu Bakar menyampaikan bahwa ia akan memerangi mereka karena meninggalkan shalat dan zakat. Para sahabat Rasulullah ﷺ juga memerangi orang-orang yang tidak mau menunaikan zakat karena zakat adalah salah satu kewajiban Allah. Mereka memerangi mereka hingga dapat mengambil zakat tersebut. Namun, shalat berbeda. Orang yang meninggalkannya berada di bawah kekuasaan kita, tetapi kita tidak bisa mengambil shalat darinya karena shalat bukanlah sesuatu yang bisa diambil seperti harta, pajak, atau barang.”
Al-Syafi’i berkata: “Kami berkata kepadanya, ‘Shalatlah atau kami akan membunuhmu, sebagaimana kami berkata kepada seseorang yang menolak iman: ‘Berimanlah, atau kami akan membunuhmu.’ Karena iman tidak bisa terjadi kecuali dengan pengakuanmu, begitu pula shalat adalah ibadah yang hanya bisa dilakukan oleh dirimu sendiri.”
Pendapat dalam Menyikapi Orang yang Meninggalkan Shalat
Al-Syafi’i berkata: “Ada pendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat diberi waktu untuk bertobat selama tiga hari. Jika ia shalat dalam waktu tersebut, maka ia dibiarkan hidup. Jika tidak, ia dibunuh. Pendapat ini, insyaAllah, adalah baik. Namun, sebagian ulama berbeda pendapat dengan kami terkait hukum ini. Ada yang berpendapat bahwa orang tersebut tidak dibunuh, melainkan hanya dipukul atau dipenjara. Ada juga yang mengatakan cukup dipenjara tanpa dipukul, atau bahkan tidak dipukul dan tidak dipenjara, karena ia dianggap amanah terhadap shalatnya.”
Imam al-Syafi’i menjawab pendapat ini dengan berkata: “Jika seseorang menolak keputusan hakim dengan alasan bahwa keputusan itu salah, maka hakim akan tetap mengambil haknya dengan paksa. Begitu pula, Abu Bakar memerangi orang yang tidak menunaikan zakat karena zakat adalah kewajiban yang jelas dari Allah, sedangkan shalat memiliki kedudukan yang lebih tinggi.”
Kesimpulan Imam al-Syafi’i
Al-Syafi’i menyatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat tanpa uzur wajib diberi peringatan dan diminta bertobat. Jika tetap tidak mau shalat, maka ia dihukum mati, karena meninggalkan shalat adalah pelanggaran besar terhadap kewajiban utama setelah iman kepada Allah dan Rasul-Nya ﷺ.Wallahu A’lam bish-shawab