IKABA

HUKUM PASANG GIGI PALSU ||ANTARA MEMELIHARA KESEHAN DAN UNTUK KECANTIKAN

HUKUM PASANG GIGI PALSU ANTARA MENJAGA KESEHATAN DAN KECANTIKAN

Setiap manusia dikaruniai gigi untuk alat menggigit makanan dan menggoyahnya, hanya saja tidak semua orang memiliki gigi yang kuat sehingga manakala lanjut usia terkadang gigipun kropos sehingga dalam rangka untuk bisa kembali asal dan menjaga penampilan gigi tetap rapi, sebagian orang berupaya memasang gigi palu.

Pertanyaannya
Bagaimana hukum memakai gigi palsu dengan tujuan memelihara kesehatan atau mempercantik diri ?

Waalaikum salam.

Jawaban.
Dalam dunia medis ada istilah Veneer dan crown.
Veneer gigi adalah prosedur medis yang dilakukan dengan menempelkan veneer di bagian depan gigi, sedangkan crown adalah metode pemasangan selubung gigi palsu di atas gigi yang rusak atau patah.
Kedua model perawatan gigi di atas memiliki beragam tujuan, misalnya tujuan medis untuk memelihara gigi dari kerusakan yang lebih parah, atau menghindari gigi yang keropos supaya tidak mudah patah, atau memperbaiki rongga gigi yang tidak seragam, keruncingan gigi yang tidak wajar, hingga warna gigi yang berubah drastis.
Lantas bagaimana pandangan Islam terhadap veneer dan crown gigi, apakah kedua jenis upaya medis ini termasuk ke dalam mengubah ciptaan Allah? Sementara Nabi saw pernah bersabda:

لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُوتَشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ

Artinya, “Allah melaknat wanita-wanita yang membuat tato, meminta ditato, mencabuti alis dan memperbaiki susunan giginya untuk mempercantik diri, yang telah merubah ciptaan Allah.” (HR Al-Bukhari).

Hadits di atas secara jelas menuturkan perbaikan susunan gigi dalam rangka mempercantik dan mengubah ciptaan Allah adalah bagian sesuatu yang haram, namun apakah lantas hadits tersebut dapat kita pahami secara tekstual, atau ada makna lain?
Badruddin Al-‘Aini dalam ‘Umdatul Qari menjelaskan makna mengubah gigi pada hadits tersebut, yaitu yang berlebihan dalam melakukannya. Ia berkata:

والمعنى هنا المتفلجة هي التي تتكلف بأن تفرق بين الأسنان لأجل الحسن ولا يتيسر ذلك إلا بالمبرد ونحوه


Artinya, “Makna di sini ‘al-mutafallijah’ yaitu orang memaksakan diri merenggangkan giginya demi kecantikan, dan hal itu tidak mungkin dilakukan kecuali dengan proses mengikir atau sejenisnya.” (Badruddin al-‘Aini, ‘Umdatul Qari, jilid XXII, halaman 62).

Ibnu Hajar Al-‘Asqallani dalam Fathul Bari menjelaskan, jika tujuan semata untuk kecantikan saja, maka itulah yang dianggap tidak baik. Sedangkan kalau tujuannya untuk kesehatan, maka boleh.

والمتفلجات للحسن” يفهم منه أن المذمومة من فعلت ذلك لأجل الحسن، فلو احتاجت إلى ذلك لمداواة مثلا جاز

Artinya, “’Orang-orang yang memperbaiki susunan giginya’, maksudnya itu adalah perbuatan tercela apabila semata-mata dimaksudnya untuk mempercantik, sedangkan apabila untuk kebutuhan semisal pengobatan maka boleh.” (Ibnu Hajar al-‘Asqallani, Fathul Bari, [Beirut: Darul Fikr, t.t.], jilid X, hal. 373).

Senada dengan hal tersebut, An-Nawawi menjelaskan kalau upaya pada gigi untuk tujuan medis seperta pengobatan, mencegah kerusakan, menutupi kecacatan dan kejelekan pada gigi, maka tidak apa-apa. Hanya saja yang tidak boleh, jika giginya sudah bagus, namun ia tetap merenggangkan giginya demi kecantikan semata. Beliau berkata:

وفيه اشارة إلى أن الحرام هو المفعول لطلب الحسن أما لواحتاجت إليه لعلاج أو عيب فى السن ونحوه فلابأس


Artinya, “Dalam hadits tersebut ada isyarat bahwa yang diharamkan adalah [merenggangkan gigi] dengan tujuan mempercantik, namun bila ia merenggangkan gigi sebab kebutuhan pengobatan, pencegahan atau aib dan sejenisnya, maka tidak apa-apa.” (An-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim ibn Al-Hajjaj, [Beirut: Dar Ihya at-Turats, 1392], jilid XIV, halaman 107).
Dari beberapa penjelasan hadits tersebut, kita mendapati bahwa proses veneer dan crown gigi diperbolehkan dengan tujuan medis seperti yang telah disebutkan pada uraian-uraian di atas. Thahir bin ‘Asyur mengatakan:

وَلَيْسَ مِنْ تَغْيِيرِ خَلْقِ اللَّهِ التَّصَرُّفُ فِي الْمَخْلُوقَاتِ بِمَا أَذِنَ اللَّهُ فِيهِ وَلَا مَا يَدْخُلُ فِي مَعْنَى الْحُسْنِ فَإِنَّ الْخِتَانَ مِنْ تَغْيِيرِ خَلْقِ اللَّهِ وَلَكِنَّهُ لِفَوَائِدَ صِحِّيَّةٍ، وَكَذَلِكَ حَلْقُ الشَّعْرِ لِفَائِدَةِ دَفْعِ بَعْضِ الْأَضْرَارِ، وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ لِفَائِدَةِ تَيْسِيرِ الْعَمَلِ بِالْأَيْدِي، وَكَذَلِكَ ثَقْبُ الْآذَانِ لِلنِّسَاءِ لِوَضْعِ الْأَقْرَاطِ وَالتَّزَيُّنِ


Artinya, “Tindakan pada ciptaan Allah yang diizinkan juga yang bukan ditujukan untuk mempercantik tidak termasuk dalam kategori mengubah ciptaan Allah. Praktik sunat merupakan pengubahan terhadap ciptaan Allah, namun membawa manfaat bagi kesehatan, begitu pula mencukur rambut untuk kepentingan menangkal penyakit, memotong kuku untuk kepentingan memperlancar pekerjaan yang melibatkan tangan, dan juga tindik telinga perempuan untuk dipakaikan anting dan berhias” (Muhammad Thahir bin ‘Asyur, At-Tahrir wa at-Tanwir, [Tunis, al-Dar al-Tunisiyah lil Nasyr, 1984]. Jilid V, halaman 205).
Bahkan boleh pasang gigi dan menambalnya sekalipun dari emas dengan syarat ada tujuan untuk kemaslahatan seperti untuk menghaluskan makanan atau agar berbicara tepat dan bacaan benar .

Referensi :


التقريرات السديدة ج ١ ص ٣٥٧.
حالات جواز لبس الذهب : ١. السن أي إذا قلعت إحدى أسنانه أو فسدت بحيث لا ينتفع يها فيجوز أن يضع مكانها سنا من ذهب.


Hal hal yang diperbolehkan menggunakan emas, salah satu diantaranya adalah untuk menambal gigi / sebagai gigi palsu, artinya apabila ada gigi yang tanggal atau rusak sekira tidak bisa dipakai maka diperbolehkan menambalnya / menggantinya dengan gigi dari emas. [Taqrirotus Sadidah I / 357].

Jadi memasang gigi palsu dalam Islam, menyimpulkan apa yg dipaparkan dalam keterangan diatas dan Syeh Qorthowi, hal ini diperjelas lagi oleh Syekh Shaleh Munajid Berkata: “Memasang gigi buatan ditempat gigi yang dicabut karena sakit atau rusak itu adalah perkara yang mubah (diperbolehkan). Tidak ada dosa di dalam melakukannya. Kami tidak mengetahui satupun dari ahli ilmu (Ulama) yang mencegahnya (memasang gigi palsu). Tidak ada perbedaan (hukum) antara dipasang secara permanen ataupun tidak.”begitu juga  veneer dan crown gigi hukumnya boleh jika dimaksudkan untuk tujuan kesehatan menurut medis. Kedua prosedur medis tersebut bukan bagian dari mengubah ciptaan Allah, akan tetapi hanya untuk memperbaiki dan mencegah bagian gigi yang keropos supaya tidak patah.Akan tetapi jika untuk mempercantik hukumnya tidak boleh ( haram.) Wallahu a’lam


Posted

in

, ,

by

Tags:

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *