Assalamualaikum.
Deskripsi masalah
Kewajiban memberikan nafkah bagi suami kepada istrinya tidak hanya sebatas nafkah dhahir sàja melainkan juga nafkah batin ( jima’). Katakanlah seorang suami bernama Fulan satu bulan lamanya bekerja merantau mencari penghasilan baru datang akhirnya dia bersetubuh dengan istrinya bernama Fulanah, namun ketika selesai mencapai puncak nikmatnya berhubungan (jima’) mendadak istrinya menstruasi, hal itu diketahui karena ada bekas darah dikemaluannya ( Dzakarnya )
Pertanyaan
Bagaimana hukumnya persetubuhan suami istri yang diketahui menstruasi secara mendadak setelah jima’ ? 🙏🏻
Waalaikum salam
Jawaban
Melakukan hubungan intim tanpa ada unsur kesengajaan lalu haid maka tidaklah berdosa, ( dima’fu) karena yang berdosa jika sudah diketahui istrinya haid.
Jadi selama tidak diketahui dan tidak mengulanginya jima’ setelahnya maka tidaklah berdosa, karena Allah Mengampuni Siapa yang Tersalah dan Lupa
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَال: (إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ) حَدِيْثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه وَاْلبَيْهَقِيّ وَغَيْرُهُمَا.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah membiarkan(mengampuni) kesalahan dari umatku akibat kekeliruan dan lupa serta keterpaksaan.” (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Al Baihaqi serta selain keduanya).[1]
[1] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (2045), Ibnu Hibban dalam Shahihnya (16/202), Ath Thabrani dalam al Kabir (11274), Al Hakim dalam al Mustadrak (2/216) , Ad Daruquthni dalam Sunannya (4/170) dan Al Baihaqi dalam al Kubra (7/356
Orang yang melakukannya dengan sengaja mendapatkan dosa besar dan wajib baginya untuk bertobat. Jika ia tidak sengaja maka tidak ada dosa baginya.
Al-Khatib As-Syirbini menjelaskan dalam Kitab Mughnil Muhtaj:
وَوَطْءُ الْحَائِضِ فِي الْفَرْجِ كَبِيرَةٌ مِنْ الْعَامِدِ الْعَالِمِ بِالتَّحْرِيمِ الْمُخْتَارِ، يُكَفِّرُ مُسْتَحِلُّهُ كَمَا فِي الْمَجْمُوعِ عَنْ الْأَصْحَابِ وَغَيْرِهِمْ، بِخِلَافِ الْجَاهِلِ وَالنَّاسِي وَالْمُكْرَهِ لِخَبَرِ «إنَّ اللَّهَ تَعَالَى تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اُسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ» وَهُوَ حَسَنٌ رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُ
Artinya: “Menggauli istri yang sedang haid di kemaluannya adalah dosa besar bagi suami yang sengaja, mengetahui keharamannya, dan tidak terpaksa. Orang yang menghalalkan perbuatan ini dianggap kafir seperti disebutkan di dalam Kitab Al-Majmu’ dari Ashabus Syafi’i dan selainnya. Berbeda dengan orang yang tidak tahu keharamannya, orang lupa, dan terpaksa (maka dimaafkan), karena hadits Nabi: “Sungguh Allah memaafkan dari umatku yang tersalah, lupa, dan yang terpaksa. Ini hadits hasan yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan selainnya).” (Al-Khatib As-Syirbini, Mughnil Muhtaj, [Beirut: Darul Ma’rifah], jilid I, halaman 173.Wallahu A’lam bisshowab