MENJAMAK SHALAT KARENA ADA HAJAT(KEPERLUAN)
Assalamualaikum warahmatullahi wa barakaatuh…
Izin bertanya:
Deskripsi masalah:
Ditempat saya sekarang sudah musim padi mulai tumbuh atau nampak (bahasa Kalsel: meuray) buahnya. Karena sudah nampak buahnya -padahal belum matang/siap dipanen- maka burung Manyar (mirip Pipit) siap memakan padinya, terpaksa ditunggu dan dipasang alat untuk memburu atau menjaga padinya.
Dan karena sibuk mengurus itu lalu terlewatkan waktu sholat pun bisa terlewati, karena bila lengah sedikit saja sudah habis padinya, belum matang saja sudah di makannya, jangan harap memanennya kalau tidak dirawat dan di jaga.
Kalau hari Jum’at yang agak susah, terpaksa tenaga isteri atau perempuan yang membantu menjaga nya juga untuk bergantian. Tapi tidak semua sehat para isteri untuk membantu, bahkan ada yg hidup sendiri misalnya, terpaksa mungkin bisa ketinggalan Jum’at.
Yang jam istirahat burungnya cuma malam saja, bahkan subuh sudah ada burungnya.
Lalu yang jadi pertanyaan:
1. Boleh kah shalat yang lima waktu keculi subuh di jamak baik takdim atau ta’khir…?
2. Apakah boleh diganti sholat Jum’at dgn Zuhur dan jamak dengan ashar…?
Note: yang mengganti Jumat dgn Zuhur untuk para petani maksudnya.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakaatuh
Waalaikum salam.
Jawaban.No.1
Shalat adalah kewajiban bagi setiap orang muslim, kapanpun dan dimanapun. Artinya kewajiban shalat tidak tergoyahkan oleh ruang dan waktu. Namun, dalam realita kehidupan manusia, seringkali keadaan berbicara lain.
Bisa saja kondisi tidak mengizinkan seseorang menjalankan shalat secara sempurna, misalkan karena orang tersebut di dalam perjalanan, atau di atas perahu atau di ruang angkasa berjam-jam.
Oleh karena itulah dalam fiqih mengajarkan jamak shalat. Yaitu melaksanakan dua macam shalat yang berbeda dalam satu waktu, karena adanya satu alasan tertentu. Meski demikian para ulama fiqih berbeda pendapat mengenai alasan diperbolehkannya jamak shalat.
Sebagian ulama fiqih hanya membolehkan jamak shalat ketika seseorang dalam keadaan bepergian jauh (musafir).
Namun sebagian ulama yang lain seperti Ibnu Sirrin, al-Qaffal dan Abu Ishaq al-Marwazy membolehkan menjamak shalat walaupun ada di rumah dikarenakan keadaan yang amat sangat sibuknya dan jamak ini tidak menjadi kebiasaan. Artinya tidak di lakukan terus menerus, hanya sesekali saja
Misalnya jamak shalat bagi pengantin baru yang sedang menjalani walimatul arusy dan selalu menerima tamu. Begitu diterangkan dalam Syarah Muslim lin Nawawi.
[النووي، شرح النووي على مسلم، ٢١٩/٥]
وَذَهَبَ جَمَاعَةٌ مِنَ الْأَئِمَّةِ إِلَى جَوَازِ الْجَمْعِ فِي الْحَضَرِ لِلْحَاجَةِ لِمَنْ لا يتخذه عادة وهو قول بن سِيرِينَ وَأَشْهَبَ مِنْ أَصْحَابِ مَالِكٍ وَحَكَاهُ الْخَطَّابِيُّ عَنِ الْقَفَّالِ وَالشَّاشِيُّ الْكَبِيرُ مِنْ أَصْحَابِ الشَّافِعِيِّ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ الْمَرْوَزِيِّ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنْ أصحاب الحديث واختاره بن المنذر
حاشية الشربيني على الغرر البهية
وذهب جماعة من الأئمة إلى جواز الجمع في الحضر للحاجة لمن لا يتخذه عادة، وهو قول ابن سيرين وأشهب من أصحاب مالك وحكاه الخطابي عن القفال والشاشي الكبير من أصحاب الشافعي عن أبي إسحاق المروزي عن جماعة من أصحاب الحديث، واختاره ابن المنذر ويؤيده قول ابن عباس حين سئل أراد أن لا يحرج أمته فلم يعلله بمرض ولا غيره اهـ. وسواء في هذا الجمع التقديم والتأخير كما هو ظاهر الإطلاق فليحرر.
Sejumlah imam berpendapat tentang diperbolehkannya menjamak shalat di rumah karena ada keperluan bagi orang yang tidak menjadikannya sebagai kebiasaan. Ini pendapat Ibnu Sirrin, Asyhab pengikut Imam Malik, al-Qaffal. As-Syasyi al-Kabir dari kalangan as-Syafi’I dan Abu Ishaq al-Marwazi dari kalangan ahlul hadits. Sebagaimana dipilih oleh Ibnu Mundzir.
Menurut Madzhab Syafii, Hanafi, Maliki dan Hambali serta Jumhur (mayoritas) Ulama’ menyatakan bahwa menjama’ sholat karena ada hajat (keperluan ) tidak diperbolehkan.
Sedengkan menurut riwayat Imam Ibnu Mundzir, Imam Ibnu Sirin dan Imam Abu Ishaq Al-Marwazi memperbolehkan menjama’ sholat (baik jama’ taqdim atau ta’khir) karena ada hajat (keperluan) dengan catatan selagi hal itu tidak dijadikan sebagai kebiasaan.
Referensi :
( بغية المستر شدين ص.٧٧
فائدة) لنا قول بجواز الجمع فى السفر القصير اختاره البندنيجى وظاهر الحديث جوازه ولو فى الحضر كما فى شرح مسلم وقال الخطابى عن ابى اسحق جوازه فى الحضر للحاجة وان لم يكن خوف ولا مطر ولامرض وبه قال ابن منذر.
(النفحات ص.١٢ )
قال فى الفوائد وكذا يجوز الاخذ والعمل لنفسه بالاقوال والطرق والوجوه الضعيفة الا بمقابل الصحيح فان الغالب فيه انه فاسد ويجوز الافتاء به للغير بمعنى الارشاد به.
المجموع شرح المهذب الجزء الرابع ص: ٢٢٨
(فرع)
في مذاهب العلماء ذكرنا أن مذهبنا أنه إذا فارق بنيان البلد قصر ولا يقصر قبل مفارقتها وإن فارق منزله وبهذا قال مالك وأبو حنيفة وأحمد وجماهير العلماء وحكى ابن المنذر عن الحارث بن أبي ربيعة أنه أراد سفرا فصلى بهم ركعتين في منزله وفيه الأسود بن يزيد وغير واحد من أصحاب ابن مسعود قال وروينا معناه عن عطاء وسليمان بن موسى قال وقال مجاهد لا يقصر المسافر نهارا حتى يدخل الليل قال ابن المنذر لا نعلم أحدا وافقه.
المجموع ج ٤ ص ٣٨٢
( فرع )
فى مذاهبهم فى الجمع فى الحضر بلا خوف ولا سفر ولا مطر ولا مرض : مذهبنا ومذهب ابو حنيفة ومالك وأحمد والجمهور أنه لا يجوز وحكى ابن المنذر عن طائفة جوازه بلا سبب قال وجوزه ابن سيرين لحاجة أو مالم يتخذه عادة إهـ
-كفاية الأخيار.ج١ص١٤٥
قال الاسنائي وما اختاره النووي نص عليه الشافعي في مختصر المزني ويؤيده المعنى ايضا فان المرض يجوز الفطر كالسفر فالجمع اولى بل ذهب جماعة من العلماء الى جواز الجمع في الحضر للحاجة لمن لا يتخذه عادة وبه قال ابو اسحاق المروزي.
ترشح المستفدين ص١٣٤-١٣٥
قال السيد يوسف البطاخ في تشنيف السمع: ومن الشافعية وغيرهم من ذهب الى جواز الجمع تقديما مطلقا لغير سفر ولا مرض ولا غيرهما من الاعذار
Lalu bagaimana dgn solat jum’at
Jawaban .No.2
Jumat merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang memenuhi kriteria wajib Jumat. Tidak ada toleransi, bagi siapa pun yang meninggalkannya tanpa ada uzur, ia mendapat ancaman dosa yang berat berdasarkan petunjuk hadits Nabi.
Namun Islam adalah agama yang mudah. Tidak membebani pemeluknya di luar batas kemampuannya. Tidak pula memberikan beban yang berat kepada umatnya.
Al imam nawawi menjelaskan dalam kitabnya
[النووي، روضة الطالبين وعمدة المفتين، ٣٤٥/١]
وَمِنْهَا: أَنْ يَخَافَ عَلَى نَفْسِهِ، أَوْ مَالِهِ، أَوْ عَلَى مَنْ يَلْزَمُهُ الذَّبُّ عَنْهُ مِنْ سُلْطَانٍ، أَوْ غَيْرِهِ، مِمَّنْ يَظْلِمُهُ
“Di antara uzur-uzur (Jumat dan shalat jamaah) adalah adanya kekhawatiran atas nyawa atau harta, baik bagi dirinya sendiri atau pihak-pihak yang wajib dilindungi nyawanya baik dari pemerintah atau lainnya, dari orang zalim.” (al-Imam al-Nawawi, Raudlatut Thalibin, juz.1, halaman 345)
Dalam perspektif mazhab Hanbali ditegaskan, termasuk uzur Jumat adalah kekhawatiran adanya kerugian dalam pekerjaan yang dibutuhkan untuk menghidupi keluarga atau dirampasnya harta yang ia disewa untuk menjaganya.
Syekh Abu al-Hasan Ali bin Sulaiman al-Mardawi mengatakan:
ومما يعذر به في ترك الجمعة والجماعة خوف الضرر في معيشة يحتاجها أو مال استؤجر على حفظه
“Termasuk uzur dalam meninggalkan Jumat dan jamaah shalat adalah kekhawatiran kerugian dalam pekerjaan yang ia butuhkan, atau harta yang ia disewa untuk menjaganya.” (Syekh Abu al-Hasan Ali bin Sulaiman al-Mardawi, al-Inshaf, juz 2, halaman 212).
Hanya saja, apabila memiliki kesempatan waktu melaksanakan Jumat, maka ia tetap berkewajiban menjalankan Jumat,
Kondisi tersebut juga berlaku untuk profesi lain yang berkenaan dengan tugas keamanan seperti polisi atau tentara, selama kekhawatiran akan bahaya nyawa dan harta muncul ketika ia melaksanakan shalat Jumat atau jamaah.
Kesimpulan; Boleh bagi seseorang menjamak shalat dalam kondisi ada keperluan seperti dalam kondisi musafir bahkan boleh dilakukan ditempat dalam kondisi sangat sibuk atau karena adanya hujan yang sangat lebat , namun demikian sebagian ulama berbeda pandang shalat ditempat (dirumah) dengan catatan tidak dilakukan secara terus menerus atau dijadikan sebagai kebiasaan. Berbeda dengan udzurnya shalat jum’at karena sibuk demi menjaga jiwa dan harta maka boleh meninggalkan shalat juma’at diganti dengan shalat dhuhur lalu bolehkah shalat dhur tersebut dijamak maka jawabannya boleh dengan catatan tidak dilakukan secara terus-menerus Artinya dilakukan sewaktu-waktu akan tetapi jika dilakukan secara terus menerus atau dijakan sebagai kebiasaan maka menurut sebagian ulama tidak boleh. sedangkam shalat yang lima waktu boleh dijama’ dan diqoshor selain subuh dan boleh dilakukan secara sendiri atau berjamaah. Sedangkan bagi musafir tidak diwajibkan shalat jum’at melainkan boleh shalat dhuhur baik dengan cara dijama’ atau diqoshor dengan syarat niat ketika ingin bebergian sebelum masuk waktu fajar. Oleh karenanya solusi bagi pekerja berat seperti petani sebagaimana dalam kasus diatas bisa membuat pos ditempat bercocok tanam untuk bisa melakukan shalat baik dengan cara dijamak atau dilakukan shalat yang biasa (sempurna) hal tersebut sebagai solusi untuk tidak terbiasa melakukan shalat jama’ secara terbiasa walaupun dapat dilakukan dipos tersebut. Wallahu a’lam bisshowab.