HUKUMNYA DAGING YANG LANGSUNG DIGILING TANPA DISUCIKAN TERLEBIH DAHULU

Assalamualaikum pak kyai.

Deskripsi masalah.

Saya dengan Dwi di Banten dan saya dapat nomer dari YouTube sebelum saya mau memberi tau kalo saya juga pengidap was was

Kornologinya begini, saya seorang pedagang bakso dan menggiling bakso di tempat penggilingan umum, sementara daging yang saya giling tidak di sucikan terlebih dahulu, sedangkan daging tersebut terkadang kena air es dikarenakan daging itu terkadang di taro di frezer trus mencair sehingga mencairnya sampai warna airnya jadi merah itu mungkin dikarenakan adanya darah yg masih nempel di daging atau ditulang, dan saya yakin 100% bahwa ditempat penggilingan yg biasa saya giling tidak ada daging yg haram seperti babi.
Adapun Yg saya was was kan adalah takut najis bakso saya.
Dan juga kadang tukang gilingnya ngawur kadang potongan daging jatuh ke lantai langsung di ambil gak di cuci tapi lantainya sepertinya gak ada najis juga sih pak

Pertanyaannya.

Bagaimana hukum daging yang saya giling najiskah atau cuci ? karena daging tersebut tidak di cucikan terlebih dahulu langsung di giling dan kadang daging kena air es karena di taro di frezer trus mencair sehingga cairannya merah atau mungkin ada darah yg masih nempel di daging sebagaimana deskripsi

Tolong beri saya jawaban pak kalo ini najis dan haram bila ada pendapat lain dari ulama yg bisa memudahkan saya biar halal mohon solusinya ustad

Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..

JAWABAN :

Selama daging hewan yang disembelih setelah dipecah-pesah bersama tulangnya belum menyentuh air maka hukumnya najis yang dima’fu dan halal boleh memakannya karena darah yg melekat di daging dan tulang di ma’fu akan tetapi jika sudah terkena air ataupun es maka hukumnya najis Artinya sudah tidak dimakfu lagi .
Adapun solusinya harus disucikan dengan air sebagaimana biasanya atau mengikuti pendapat Imam Nawawi dan as-Subki yang menyatakan suci.

كاشفة السجا على سفينة النجا..ص..٤٣
أَنَّهُ يُعْفٰى عَنِ الدَّمِ الَّذِى عَلَى اللَّحْمِ إِذَا لَمْ يَخْتَلِطْ بِمَاءٍ وَإِلاَّ فَلاَ يُعْفٰى عَنْه وإلا فلا يعفى..اى وإذا كان اللحم يختلط بماء فلا يعفى

Kalau kenyataannya daging tidak bercampur dengan air maka menurut pemahaman ibarat diatas hukumnya najis yang dima’fu . Akan tetapi sebaliknya jika kenyataannya daging yang ada darahnya tersebut telah bercampur air maka dihukumi najis yang tidak di ma’fu (tidak diampuni), namun dikatakan dalam sebagian ulama yaitu menurut Imam an-Nawaawi serta as-Subky dihukumi SUCI.

وأما الدم الباقي على اللحم وعظامه وعروقه من المذكاة فنجس معفو عنه وذلك إذا لم يختلط بشيء كما لو ذبحت شاة وقطع لحمها فبقي عليه أثر من الدم وإن تلون المرق بلونه بخلاف ما لو اختلط بغيره كالماء كما يفعل في البقر الذي تذبح في المحل المعد لذبحها من صب الماء عليها لإزالة الدم عنها فإن الباقي من الدم على اللحم بعد صب الماء عليه لا يعفى عنه وإن قل لاختلاطه بأجنبي ولو شك في الاختلاط وعدمه لم يضر لأن الأصل الطهارة


Sedang darah yang terdapat pada daging, tulang, urat dari hewan yang disembelih maka hukumnya najis yang dima’fu bila tidak tercampuri sesuatu, seperti bila seekor kambing disembelih, dagingnya dipotong-potong dan ternyata masih tersisa bekas darahnya meskipun air kuah masih berwarna merah karenanya. Oleh karenanya berbeda saat tercampuri perkara lainnya seperti air seperti seekor sapi yang disembelih ditempat yang telah dipersiapkan yang disirami air agar menghilangkan darahnya, maka bila masih tersisa darah pada daging setelah penyiraman air tersebut darahnya tidak dima’fu (harus dicucikan sebelum memasaknya) meskipun hanya sedikit karena telah bercampur dengan hal lain. Adapun bila diragukan tercampur dengan hal lain dan tidaknya maka tidak bahaya karena kaidah asalnya adalah suci. [ Nihaayah az-Zain I/40 ].


( قوله حتى ما بقي على نحو عظم ) أي حتى الدم الباقي على نحو عظم فإنه نجس وقيل إنه طاهر وهو قضية كلام النووي في المجموع وجرى عليه السبكي


(Hingga darah yang tersisa pada semacam tulang) artinya darah yang tersisa pada semacam tulang hewan yang disembelih dihukumi najis, namun dikatakan menurut pendapat ulama “sesungguhnya ia suci” dan inilah keputusan pernyataan an-Nawawy dalam kitab al-Majmu’ dan yang dijalani oleh as-Subky. [ I’aanah at-Thoolibiin I/83 ].
Pertanyaannya, apa alasannya darah tadi kok di-ma’fu ?? dan istinbatnya apa ? Jawabnya baca ibaroh berikut :


ويدل له من السنة قول عائشة رضي الله عنها كنا نطبخ البرمة على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم تعلوها الصفرة من الدم فيأكل ولا ينكره والمعتمد الأول لأنه دم مسفوح ولا ينافيه ما تقدم من السنة لأنه محمول على العفو عنه ومعلوم أن العفو لا ينافي النجاسة.

Kesimpulan Daging hewan yang halal dimakan setelah disembelih dan dipecah-pecah selama dagingnya tidak menyentuh air atau pun air es ataupun ragu apakah daging itu telah bercampur air ataupun tidak maka hukumnya najis namun dima’fu boleh dimakan dan halal selama tempat yang ditempati daging suci atau tidak nampak bahwa tempat tersebut ada najisnya tetapi jika Tempat tersebut nampak ada najis maka dagingpun menjadi najis, karena barang yang najis yang disentuh dalam keadaan basah maka barang yang suci akan ikut najis kecuali sama- sana kering maka suci.

Akan tetapi menurut Nawawi dan as-Subki Hukumnya suci walaupun telah bercampur dengan air selama ditempat tersebut suci namun jika yang ditempati nampanya ada najis maka dagingpun menjadi najis disebabkan menyentuh barang yang najis, berbeda jika Tempat tersebut kotor karena antara kotor dan najis sedikit berbeda , jika Tempat itu najis pasti kotor tetapi jika hanya kotor belum tentu najis seperti halnya pakaian dan lantai yang terkena debu, itu bisa dikatakan kotor tetapi hukumnya suci manakala tidak nampak barang yang najis

كتاب التخبير شرح التحرير المكتبة الشامة ص٣٧٩١

  نحن نحكم بالظواهر والله يتولى السرائر 

 “Kami menghukumi dengan sesuatu yang dhahir (lahiriah), dan Allah yang menangani seluruh yang tersembunyi (samar).”

Najis yang didapat baik dengan sengaja maupun tidak, pada akhirnya tetap harus dihilangkan. Najis adalah suatu hal yang sangat harus dihindari. Setidaknya karena dua alasan: makanan dan shalat. Makanan yang terkena najis menjadi haram dikonsumsi, dan shalat tidak sah jika terdapat najis pada badan, pakaian, atau tempat shalat.     Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu’in menjelaskan hukum menghindari najis, beliau menyampaikan:

  ولا يجب اجتناب النجس في غير الصلاة، ومحله في غير التضمخ به في بدن أو ثوب فهو حرام بلا حاجة

  Artinya, “Tidak wajib menghindari najis pada selain shalat. Kecuali sengaja menyentuhkan badan atau pakaian dengan najis, maka haram jika dilakukan tanpa ada tujuan yang dilegalkan syariat” (Zainuddin al-Malibari, Fathul Mu’in, [Beirut: Dar Ibn Hazm], halaman 79). Namun najis yang didapat baik dengan sengaja maupun tidak sengaja pada akhirnya tetap harus dihilangkan. Karena itulah seorang muslim lebih memilih menghindarinya. Sesuatu yang terkena najis statusnya dalam fiqih disebut mutanajjis, atau barang yang terdampak najis—secara umum di masyarakat tetap dise​but dengan istilah najis saja​​​​​​—. Misalnya pakaian yang terkena darah, pakaian tersebut menjadi mutanajjis sebab dihinggapi najis berupa darah.    Namun, tidak semua persentuhan dengan najis dapat mengakibatkan sesuatu menjadi mutanajjis. Imam As-Suyuthi dalam Al-Asybah wan Nazha’ir mengutip kaidah dari Imam al-Qamuli sebagai berikut:

    النجس إذا لاقى شيئا طاهرا وهما جافان لا ينجسه  


  Artinya, “Ketika najis bertemu dengan sesuatu yang suci dalam keadaan keduanya kering, maka najis tersebut tidak memberi dampak pada sesuatu yang terkena olehnya.” (As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nazha’ir, [Beirut Darul kutub Al-‘Ilmiyyah: 1990], 432).

Berdasarkan kaidah di atas dapat diketahui bahwa jika najis dan sesuatu yang bersentuhan dengannya sama-sama dalam keadaan kering, maka sesuatu tersebut tidak menjadi mutanajjis, akan tetapi sebaliknya jika salah satu diantara keduanya basah maka akan menjadi najis.Oleh karena jika daging yang menyentuh lantai yang diyakini najis maka dagingngpun ikut najis kecuali tidak diyakini najis maka hukumnya suci sebagaimana Kaidah tersebut diatas. Wallahu A’lam bisshowab .

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *