Assalamualaikum
Deskripsi Masalah
Dalam tradisi masyarakat, setiap resepsi pernikahan umumnya terdapat tempat khusus untuk kedua mempelai yang disebut dengan pelaminan, kuade, atau pajangan. Tempat ini berfungsi sebagai area untuk menampilkan pengantin kepada para tamu undangan, sehingga mereka dapat melihat langsung kedua mempelai, bahkan berfoto bersama untuk mengabadikan momen tersebut. Dalam praktiknya, pengantin sering kali berhias secara khusus sebelum ditempatkan di kuade. Selain itu, kuade atau pelaminan ini biasanya disewa dari penyedia jasa dekorasi pernikahan.
Pertanyaan:
Bagaimana hukum pengantin yang berhias dan dipajang di kuade sebagaimana deskripsi di atas? Bagaimana hukum menyewa kuade dalam acara pernikahan?
Waalaikum salam
Jawaban:
Hukum pengantin berhias dan berdandan dengan memajangkan diri di atas pentas atau pelaminan (kuade) ditafsil:
1. Haram, jika menimbulkan kemaksiatan, seperti dipertontonkan dan dilihat oleh orang banyak yang bukan mahramnya.
2. Boleh dan tidak haram, jika tidak menimbulkan fitnah atau kemaksiatan. Misalnya, sekadar untuk berfoto bersama keluarga guna mengabadikan momen pernikahan tanpa melibatkan orang lain yang bukan mahram.
3. Haram, jika bercampur baur antara kerabat dekat dan jauh dari pihak suami dan istri, karena menimbulkan ikhtilat (percampuran laki-laki dan perempuan yang bukan mahram).
Dalil-dalil yang mendukung:
1. Kitab Ihya Ulumuddin (Juz 2, hal. 160):
“Menghasilkan sesuatu yang dapat menimbulkan kemaksiatan adalah suatu kemaksiatan. Yang dimaksud dengan sesuatu yang dapat menimbulkan kemaksiatan adalah hal yang berpotensi besar menyebabkan seseorang terjerumus dalam maksiat, sehingga ia tidak dapat menghindar darinya.”
2. Kitab Adab al-Islam (hal. 60):
“Disunnahkan untuk menampakkan dan mengumumkan pernikahan, agar diketahui oleh khalayak, sebagaimana sabda Nabi ﷺ: ‘Umumkanlah pernikahan dan lakukan di masjid-masjid, serta pukullah rebana.’ Namun, hendaknya menghindari sikap berlebihan dan pamer yang dapat menimbulkan banyak fitnah dan dampak negatif, baik dalam urusan agama maupun dunia. Demikian pula, kebiasaan buruk yang berkembang saat ini, seperti pengantin pria masuk ke kerumunan wanita, saudara-saudara laki-lakinya ikut serta, serta bercampur dengan keluarga istri tanpa rasa malu dan tanpa memperhatikan batasan agama.”
3. Kitab Rawa’i al-Bayan (Juz 2, hal. 167):
“Laki-laki wajib mencegah perempuan dari segala sesuatu yang dapat menimbulkan fitnah, seperti mengenakan pakaian ketat, berwarna mencolok, meninggikan suara, memakai wewangian ketika keluar rumah, berjalan dengan cara yang menggoda, dan berbicara dengan suara yang dibuat-buat.”
4. Kitab Fatwa al-Fiqhiyyah al-Kubro (Juz 1, hal. 199-200):
“Jika seorang wanita menampilkan dirinya dengan tujuan diperlihatkan, maka hukumnya tetap haram, meskipun ia menutupi auratnya. Bahkan jika tanpa niat diperlihatkan, tetapi menimbulkan syahwat bagi orang lain yang melihatnya, maka tetap haram.”
Kesimpulan:
Berdasarkan dalil-dalil di atas, pengantin yang berhias dan tampil di pelaminan hukumnya haram jika menimbulkan fitnah atau kemaksiatan, meskipun auratnya tertutup. Namun, diperbolehkan jika hanya untuk berfoto bersama keluarga tanpa adanya campur baur dan tanpa memancing perhatian laki-laki yang bukan mahram.
Jawaban No. 2: Hukum Menyewa Kuade untuk Pernikahan
Menyewa kuade atau pelaminan dalam acara pernikahan hukumnya mubah (boleh) selama tidak ada unsur yang bertentangan dengan syariat, seperti pemborosan (israf), kesombongan (takabbur), atau kemaksiatan lainnya.
1. Dalil Kebolehan Menyewa Kuade
Islam tidak melarang seseorang untuk berhias dan membuat acara pernikahan lebih indah selama tetap dalam batasan syariat. Dalam hadits Rasulullah ﷺ disebutkan:
“إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ”
“Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Jika penyewaan kuade bertujuan untuk memperindah acara tanpa melanggar aturan syariat, maka hukumnya boleh.
2. Larangan dalam Penyewaan Kuade
Namun, jika penyewaan kuade disertai dengan unsur yang melanggar syariat, seperti:
Bermegah-megahan hingga melampaui batas kewajaran (mubazir). Menimbulkan campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram (ikhtilat). Adanya pertunjukan musik atau hiburan yang mengarah kepada kemaksiatan.
Maka hukumnya menjadi haram, sebagaimana dalam firman Allah:
“وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا، إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِ”
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros itu adalah saudara setan.”
(QS. Al-Isra: 26-27)
Dalam Ihya’ Ulumuddin, Imam Al-Ghazali juga menyebutkan
وَتَحْصِيْلُ مَظِنَّةِ الْمَعْصِيَةِ مَعْصِيَةٌ
“Menciptakan sesuatu yang dapat menimbulkan kemaksiatan, hukumnya juga maksiat.”
(Ihya’ Ulumuddin, Juz 2, hal. 160)
3. Kesimpulan Boleh menyewa kuade jika hanya sebagai hiasan dan tidak melanggar syariat. Haram jika disertai pemborosan, kesombongan, atau kemaksiatan lainnya. Disunnahkan mengadakan pernikahan dengan sederhana namun tetap meriah, tanpa melampaui batas.
Referensi:
إحياء علوم الدين الجزء الثاني صحـ 160وَتَحْصِيْلُ مَظِنَّةِ الْمَعْصِيَةِ مَعْصِيَةٌ وَنَعْنِي بِالْمَظِنَّةِ مَا يَتَعَرَّضُ الْإِنْسَانُ لِوُقُوْعِ الْمَعْصِيَةِ غَالِباً بِحَيْثُ لَا يَقْدِرُ عَلَى الْاِنْكِفَافُ عَنْهَا
Dan menghasilkan pada prasangka kemaksiatan, dan yang kami maksud dengan prasangka curiga adalah apa yang diperlihatkan seseorang dapat menimbulkan terjadinya kemaksiatan, dengan sedemikian rupa sehingga tidak dapat berpaling darinya.(mengilak darinya)
(ادب الاءسلام،صحيفة ٦٠)
ويستحب اظهاره واعلانه واشهاره بين الناس ليشهده الخاص والعام لقوله صلى الله عليه وسلم اعلنوا النكاح واجعلوه في المساجد واضربوا علبه بالدفوف،وفي روايته فافصل بين الحلال والحرام والاءعلان.وينبغي ان تحذر من الاءسراف والتفاخر في المظاهر الذي يسبب كثيرا من الفتن والمضار الدينية والدنيوية،وينبغي ان تجتنب العادة الفاسدة التي تجري بين الناس اليوم كدخول الزوج بين النساء ودخول اخوانه واهله معه واختلاط هؤلاء باءهل الزوجة واقاربها واخذهم الصور الفتوغرافية دون حياء من الله ودون غيرة على الحرمات – الى ان قال – وهو لعمري قبيح وبالحرمين اقبح.
Dan disunnatkan untuk menampakkan nikah dan mengumumkannya dan memperlihatkannya, mengumumkannya, dan mengumumkannya agar publik dan pribadi dapat menyaksikannya, karena berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW,: “Umumkan pernikahan dan lakukan di masjid-masjid. , dan pukul kotaknya dengan rebana.” Hindari kebiasaan buruk yang terjadi di kalangan manusia saat ini, seperti masuknya suami ke kalangan perempuan, masuknya saudara laki-laki dan keluarganya bersamanya, mencampurkan mereka dengan milik istri. keluarga dan kerabat, dan mereka mengambil foto tanpa rasa malu dari Allah dan tanpa kecemburuan atas banyaknya keharaman – 167)
(رواءع البيان،جز ٢,صحيفة ١٦٧)
ينبغي على الرجال ان يمنعوا النساء من كل ما يؤدي الى الفتنة والاءغراء كخروجهن بملابس ضيقة او ذات الوان جذابة ورفع اصواتهن وتعطرهن اذا خرجن للاءسواق وتبخترهن في المشية وتكسرهن في الكلام
Hendaknya para lelaki mencegah para wanita dari segala sesuatu yang dapat menimbulkan fitnah dan menggoda, seperti keluar dengan pakaian ketat atau berwarna mencolok, meninggikan suara mereka, memakai wewangian saat keluar ke pasar, berjalan dengan cara yang menggoda, serta berbicara dengan gaya yang dibuat-buat dan dilembut-lembutkan.
Oleh karenanya Seorang wanita diharamkan dari segala sesuatu yang menarik perhatiannya atau membangkitkan hasrat laki-laki terhadapnya, dan dari itu dia mengharamkan minyak wangi dan wewangian ketika dia keluar dari rumahnya agar laki-laki mencium baunya.
Bagaimana jika kedua pengantin menutupi aurat apakah masih haram hukumnya. Maka jawabannya tetap haram karena niatannya adalah untuk diperlihatkan, bahkan walaupun tanpa ada tujuan untuk diperlihatkan tetapi orang lain melihat sehingga menarik syahwat maka hukumnya haram sebagaimana keterangan dalam kitab Fatwa al-Fiqhiyah al-Qubro berikut:
Referensi:
الفتاوى الفقهية الكبرى – (ج ١ /ص ١٩٩-٢٠٠)
(ﻭﺳﺌﻞ) – ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ – ﺃﻧﻪ ﻗﺪ ﻛﺜﺮ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ اﻷﺯﻣﻨﺔ ﺧﺮﻭﺝ اﻟﻨﺴﺎء ﺇﻟﻰ اﻷﺳﻮاﻕ ﻭاﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻟﺴﻤﺎﻉ اﻟﻮﻋﻆ ﻭﻟﻠﻄﻮاﻑ ﻭﻧﺤﻮﻩ ﻓﻲ ﻣﺴﺠﺪ ﻣﻜﺔ ﻋﻠﻰ ﻫﻴﺌﺎﺕ ﻏﺮﻳﺒﺔ ﺗﺠﻠﺐ ﺇﻟﻰ اﻻﻓﺘﺘﺎﻥ ﺑﻬﻦ ﻗﻄﻌﺎ، ﻭﺫﻟﻚ ﺃﻧﻬﻦ ﻳﺘﺰﻳﻦ ﻓﻲ ﺧﺮوجهن ﻟﺸﻲء ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺑﺄﻗﺼﻰ ﻣﺎ ﻳﻤﻜﻨﻬﻦ ﻣﻦ ﺃﻧﻮاﻉ اﻟﺰﻳﻨﺔ ﻭاﻟﺤﻠﻲ ﻭاﻟﺤﻠﻞ ﻛﺎﻟﺨﻼﺧﻴﻞ ﻭاﻷﺳﻮﺭﺓ ﻭاﻟﺬﻫﺐ اﻟﺘﻲ ﺗﺮﻯ ﻓﻲ ﺃﻳﺪﻳﻬﻦ ﻭﻣﺰﻳﺪ اﻟﺒﺨﻮﺭ ﻭاﻟﻄﻴﺐ ﻭﻣﻊ ﺫﻟﻚ ﻳﻜﺸﻔﻦ ﻛﺜﻴﺮا ﻣﻦ ﺑﺪﻧﻬﻦ ﻛﻮﺟﻮﻫﻬﻦ ﻭﺃﻳﺪﻳﻬﻦ ﻭﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻭﻳﺘﺒﺨﺘﺮﻥ ﻓﻲ ﻣﺸﻴﺘﻬﻦ ﺑﻤﺎ ﻻ ﻳﺨﻔﻰ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻳﻨﻈﺮ ﺇﻟﻴﻬﻦ ﻗﺼﺪا ﺃﻭ ﻻ ﻋﻦ ﻗﺼﺪ.
ﻓﻬﻞ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ اﻹﻣﺎﻡ ﻣﻨﻌﻬﻦ ﻭﻛﺬا ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮﻩ ﻣﻦ ﺫﻭﻱ اﻟﻮﻻﻳﺎﺕ ﻭاﻟﻘﺪﺭﺓ ﺣﺘﻰ ﻣﻦ اﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﺣﺘﻰ ﻣﻦ ﻣﺴﺠﺪ ﻣﻜﺔ، ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻤﻜﻨﻬﻦ اﻹﺗﻴﺎﻥ ﺑﺎﻟﻄﻮاﻑ ﺧﺎﺭﺟﻪ ﺑﺨﻼﻑ اﻟﺼﻼﺓ ﺃﻭ ﻳﻔﺮﻕ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺑﺬﻟﻚ ﻭﻣﺎ اﻟﺬﻱ ﻳﺘﻠﺨﺺ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﻣﺬاﻫﺐ اﻟﻌﻠﻤﺎء اﻟﻤﻮاﻓﻘﻴﻦ ﻭاﻟﻤﺨﺎﻟﻔﻴﻦ ﺃﻭﺿﺤﻮا اﻟﺠﻮاﺏ ﻋﻦ ﺫﻟﻚ ﻓﺈﻥ اﻟﻤﻔﺴﺪﺓ ﺑﻬﻦ ﻗﺪ ﻋﻤﺖ، ﻭﻃﺮﻕ اﻟﺨﻴﺮ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺘﻌﺒﺪﻳﻦ ﻭاﻟﻤﺘﺪﻳﻨﻴﻦ ﻗﺪ اﻧﺴﺪﺕ ﺃﺛﺎﺑﻜﻢ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﺟﺰﻳﻞ اﻟﻤﻨﺔ ﻭﺭﻗﺎﻛﻢ ﺇﻟﻰ ﺃﻋﻠﻰ ﻏﺮﻑ اﻟﺠﻨﺔ ﺁﻣﻴﻦ.
(ﻓﺄﺟﺎﺏ) ﺑﺄﻥ اﻟﻜﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻳﺴﺘﺪﻋﻲ ﻃﻮﻻ ﻭﺑﺴﻄﺎ ﻻ ﻳﻠﻴﻖ ﻻ ﺑﺘﺼﻨﻴﻒ ﻣﺴﺘﻘﻞ. ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺄﻟﺔ، ﻭﺣﺎﺻﻞ ﻣﺬﻫﺒﻨﺎ ﺃﻥ ﺇﻣﺎﻡ اﻟﺤﺮﻣﻴﻦ ﻧﻘﻞ اﻹﺟﻤﺎﻉ ﻋﻠﻰ ﺟﻮاﺯ ﺧﺮﻭﺝ اﻟﻤﺮﺃﺓ ﺳﺎﻓﺮﺓ اﻟﻮﺟﻪ ﻭﻋﻠﻰ اﻟﺮﺟﺎﻝ ﻏﺾ اﻟﺒﺼﺮ ﻭاﻋﺘﺮﺽ ﺑﻨﻘﻞ اﻟﻘﺎﺿﻲ ﻋﻴﺎﺽ ﺇﺟﻤﺎﻉ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻌﻬﺎ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ. ﻭﺃﺟﺎﺏ اﻟﻤﺤﻘﻘﻮﻥ ﻋﻦ ﺫﻟﻚ ﺑﺄﻧﻪ ﻻ ﺗﻌﺎﺭﺽ ﺑﻴﻦ اﻹﺟﻤﺎﻋﻴﻦ ﻷﻥ اﻷﻭﻝ ﻓﻲ ﺟﻮاﺯ ﺫﻟﻚ ﻟﻬﺎ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻰ ﺫاﺗﻬﺎ ﻣﻊ ﻗﻄﻊ اﻟﻨﻈﺮ ﻋﻦ اﻟﻐﻴﺮ ﻭاﻟﺜﺎﻧﻲ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻧﻪ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻹﻣﺎﻡ ﻭﻧﺤﻮﻩ ﺃﻭ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻨﻊ اﻟﻨﺴﺎء ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺧﺸﻴﺔ اﻓﺘﺘﺎﻥ اﻟﻨﺎﺱ ﺑﻬﻦ. ﻭﺑﺬﻟﻚ ﺗﻌﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺫﻛﺮ ﻣﻨﻊ اﻟﻨﺴﺎء ﻣﻦ اﻝﺧﺮﻭﺝ ﻣﻄﻠﻘﺎ ﺇﺫا ﻓﻌﻠﻦ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻤﺎ ﺫﻛﺮ ﻓﻲ اﻟﺴﺆاﻝ ﻣﻤﺎ ﻳﺠﺮ ﺇﻟﻰ اﻻﻓﺘﺘﺎﻥ ﺑﻬﻦ اﻧﺠﺮاﺭا ﻗﻮﻳﺎ. ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻣﺎ ﺫﻛﺮﻩ اﻹﻣﺎﻡ ﻳﺘﻌﻴﻦ ﺣﻤﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﺇﺫا ﻟﻢ ﺗﻘﺼﺪ ﻛﺸﻔﻪ ﻟﻴﺮﻯ ﺃﻭ ﻟﻢ ﺗﻌﻠﻢ ﺃﻥ ﺃﺣﺪا ﻳﺮاﻩ ﺃﻣﺎ ﺇﺫا ﻛﺸﻔﺘﻪ ﻟﻴﺮﻯ ﻓﻴﺤﺮﻡ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺫﻟﻚ ﻷﻧﻬﺎ ﻗﺼﺪﺕ اﻟﺘﺴﺒﺐ ﻓﻲ ﻭﻗﻮﻉ اﻟﻤﻌﺼﻴﺔ ﻭﻛﺬا ﻟﻮ ﻋﻠﻤﺖ ﺃﻥ ﺃﺣﺪا ﻳﺮاﻩ ﻣﻤﻦ ﻻ ﻳﺤﻞ ﻟﻪ ﻓﻴﺠﺐ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺳﺘﺮﻩ، ﻭﺇﻻ ﻛﺎﻧﺖ ﻣﻌﻴﻨﺔ ﻟﻪ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﻌﺼﻴﺔ ﺑﺪﻭاﻡ ﻛﺸﻔﻪ اﻟﺬﻱ ﻫﻲ ﻗﺎﺩﺭﺓ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻛﻠﻔﺔ ﻭﻗﺪ ﺻﺮﺡ ﺟﻤﻊ ﺑﺄﻧﻪ ﻳﺤﺮﻡ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺴﻠﻤﺔ ﺃﻥ ﺗﻜﺸﻒ ﻟﻠﺬﻣﻴﺔ ﻣﺎ ﻻ ﻳﺤﻞ ﻟﻬﺎ ﻧﻈﺮﻩ ﻣﻨﻬﺎ ﻫﺬا ﻣﻊ ﺃﻧﻬﺎ اﻣﺮﺃﺓ ﻣﺜﻠﻬﺎ ﻓﻜﻴﻒ ﺑﺎﻷﺟﻨﺒﻲ، ﻭﺗﺨﻴﻞ ﻓﺮﻕ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﺑﺎﻃﻞ ﻭﺑﺄﻧﻪ ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻴﻬﻦ اﻟﺴﺘﺮ ﻋﻦ اﻟﻤﺮاﻫﻖ ﻣﻊ ﺟﻮاﺯ ﻧﻈﺮﻩ ﻓﻜﻴﻒ ﺑﺎﻟﺒﺎﻟﻎ اﻟﺬﻱ ﻳﺤﺮﻡ ﻧﻈﺮﻩ ﻓﻨﺘﺞ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﻭﻣﻦ ﻏﻴﺮﻩ اﻟﻤﻌﻠﻮﻡ ﻟﻤﻦ ﺗﺪﺑﺮ ﻛﻼﻣﻬﻢ ﺃﻥ اﻟﺼﻮاﺏ ﺣﻤﻞ ﻛﻼﻡ اﻹﻣﺎﻡ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻗﺪﻣﺘﻪ ﻓﺈﻥ ﻗﻠﺖ ﻛﻴﻒ ﻳﺠﺐ ﻣﻨﻌﻬﻦ ﺇﺫا ﻓﻌﻠﻦ ﻣﺎ ﻳﺨﺸﻰ ﻣﻨﻪ اﻟﻔﺘﻨﺔ ﺣﺘﻰ ﻣﻦ ﻣﺴﺠﺪ ﻣﻜﺔ ﺇﺫا ﻗﺼﺪﺕ اﻟﻄﻮاﻑ اﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﺘﺄﺗﻰ ﻟﻬﻦ ﻓﻲ ﺑﻴﻮﺗﻬﻦ ﻭﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﺮﺿﺎ ﻋﻠﻴﻬﻦ ﻗﻠﺖ: ﻷﻥ ﺩﺭء اﻟﻤﻔﺎﺳﺪ ﻣﻘﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺟﻠﺐ اﻟﻤﺼﺎﻟﺢ. ﻭﻷﻧﻬﻦ ﻳﺘﻤﻜﻦ ﻣﻦ اﻟﻤﺠﻲء ﺇﻟﻴﻪ ﻓﻲ ﺛﻴﺎﺏ ﺭﺛﺔ ﺑﺤﻴﺚ ﻻ ﻳﺨﺸﻰ ﻣﻨﻬﻦ اﻓﺘﺘﺎﻥ.
Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra – (Juz 1, hlm. 199-200)
(Pertanyaan)
Semoga Allah meridainya (penanya), sesungguhnya pada masa ini telah banyak terjadi perempuan keluar ke pasar dan masjid untuk mendengarkan ceramah, bertawaf, dan lainnya di Masjidil Haram dengan cara yang aneh yang pasti menimbulkan fitnah terhadap mereka. Hal ini karena mereka berhias semaksimal mungkin saat keluar rumah dengan berbagai jenis perhiasan, pakaian indah, seperti gelang kaki, gelang tangan, dan emas yang terlihat di tangan mereka, serta menggunakan dupa dan wewangian. Selain itu, mereka juga memperlihatkan banyak bagian tubuh mereka seperti wajah dan tangan, bahkan berjalan dengan gaya berlenggak-lenggok yang tidak tersembunyi dari pandangan orang yang melihat mereka, baik disengaja maupun tidak.
Apakah wajib bagi imam untuk melarang mereka, begitu juga bagi selain imam dari kalangan penguasa dan orang yang memiliki kemampuan untuk mencegah mereka, termasuk dari masjid, bahkan Masjidil Haram, meskipun mereka tidak dapat melakukan tawaf di luar masjid? Apakah ada perbedaan dalam hal ini antara shalat dan tawaf? Dan apa pendapat para ulama yang setuju dan yang menentang dalam masalah ini? Mohon jelaskan jawabannya, sebab kerusakan yang mereka timbulkan telah meluas dan jalan kebaikan bagi para ahli ibadah serta orang-orang saleh telah terhalang. Semoga Allah membalas dengan kebaikan atas jawaban ini dan mengangkat derajat Anda ke tempat tertinggi di surga, amin.
(Jawaban)
Masalah ini memerlukan pembahasan yang panjang dan rinci yang tidak pantas jika dituangkan dalam karya mandiri. Inti dari mazhab kami, Imam Haramain telah menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) tentang kebolehan perempuan keluar dengan wajah terbuka, dan kewajiban para lelaki untuk menundukkan pandangan. Namun, ada pernyataan Qadhi Iyadh yang menukil adanya ijma’ ulama tentang larangan bagi perempuan melakukan hal tersebut. Para peneliti menjelaskan bahwa kedua ijma’ ini tidak saling bertentangan, karena ijma’ pertama berkaitan dengan kebolehan perempuan keluar dari sudut pandang dirinya sendiri tanpa memperhatikan orang lain, sedangkan ijma’ kedua berkaitan dengan kewajiban imam atau penguasa untuk melarang perempuan keluar jika dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah terhadap orang lain.
Dari sini dapat dipahami bahwa para ulama yang melarang perempuan keluar secara mutlak jika mereka melakukan sesuatu yang disebutkan dalam pertanyaan, yang mengarah pada fitnah besar, berdasarkan kaidah bahwa menolak kerusakan didahulukan daripada mengambil manfaat. Imam Haramain sendiri menyatakan, jika seorang perempuan membuka wajahnya tanpa tujuan agar dilihat atau tanpa mengetahui bahwa ada orang yang melihatnya, maka hukumnya tidak haram. Namun, jika ia membuka wajahnya dengan tujuan agar dilihat, maka hal itu haram baginya karena ia bermaksud menjadi penyebab terjadinya maksiat. Demikian pula, jika ia mengetahui bahwa ada seseorang yang melihatnya (yang bukan mahramnya), maka wajib baginya untuk menutup wajahnya. Jika tidak, berarti ia membantu orang tersebut dalam bermaksiat dengan terus membuka wajahnya, padahal ia mampu menutupnya tanpa beban.
Telah dijelaskan oleh para ulama bahwa haram bagi perempuan muslimah untuk membuka auratnya kepada perempuan non-Muslim lebih dari apa yang tidak boleh dilihat oleh perempuan non-Muslim tersebut. Jika ini berlaku terhadap sesama perempuan, apalagi terhadap lelaki ajnabi (bukan mahram). Juga wajib bagi perempuan muslimah untuk menutup auratnya dari anak laki-laki yang hampir baligh, meskipun diperbolehkan baginya untuk melihat, apalagi dari lelaki dewasa yang diharamkan untuk melihatnya. Dengan demikian, yang benar adalah membawa pernyataan Imam Haramain pada pengertian ini.
Jika Anda bertanya, bagaimana bisa perempuan dilarang keluar jika mereka melakukan sesuatu yang dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah, bahkan di Masjidil Haram, meskipun dengan tujuan bertawaf yang tidak mungkin dilakukan di rumah mereka dan mungkin hukumnya wajib bagi mereka? Jawabannya adalah karena menolak kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil manfaat. Selain itu, mereka masih bisa datang ke masjid dengan pakaian sederhana yang tidak menimbulkan fitnah.
Firman Allah dalam al-Qur’an: QS.Al-Ahzab.ayat.33
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّة
Artinya: “Dan janganlah kalian memamerkan diri sebagaimana yang dilakukan oleh orang perempuan-perempuan jahiliyah yang terdahulu” (QS. al-Ahzab [33] :33)
“ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها
Dan Jangan kamu nampaknya perhiasannya (kepada lelaki lain)Kecuali yang nampak darinya.
Yang dimaksud dengan kalimat “yang biasa nampak daripadanya” adalah wajah dan kedua telapak tangan, dengan pertimbangan bahwa keduanya merupakan anggota tubuh yang tidak bisa dihindari oleh perempuan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Selain keduanya tidak boleh untuk ditampakkan. Larangan ayat ini bersifat umum, mencakup siapapun orangnya, dimana saja, kapan saja, dan dalam kondisi apapun tidak boleh untuk menampakkan aurat selain wajah dan kedua telapak tangan.
Referensi tafsir pada Surat Al-Ahzab.Ayat:33
الأحزاب :٣٣
﴿ وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا﴾
[ سورة الأحزاب:
تفسير الجلالين التفسير الميسرتفسير السعدي تفسير البغوي التفسير الوسيط تفسير ابن كثيرتفسير الطبري تفسير القرطبي إعراب الآية
التفسير الميسر : وقرن في بيوتكن ولا تبرجن تبرج الجاهلية الأولى
والْزَمْنَ بيوتكن، ولا تخرجن منها إلا لحاجة، ولا تُظهرن محاسنكن، كما كان يفعل نساء الجاهلية الأولى في الأزمنة السابقة على الإسلام، وهو خطاب للنساء المؤمنات في كل عصر.
Dan wajib perempuan itu menetapi rumahnya dan janganlah keluar rumah kecuali ada keperluan, dan wajib pula perempuan tidak memamerkan dirinya ( postur tubuhnya/kecantikannya /hiasannya) sebagaimana yang dilakukan perempuan terdahulu sebelum Islam dan sesudah Islam perkataan itu merupakan khithob kepada perempuan-perempuan yang mukmin disetiap zaman. ARTINYA: walaupun perempuan-perempuan sekarang sama aja .
وأدِّين -يا نساء النبي- الصلاة كاملة في أوقاتها، وأعطين الزكاة كما شرع الله، وأطعن الله ورسوله في أمرهما ونهيهما، إنما أوصاكن الله بهذا؛ ليزكيكنَّ، ويبعد عنكنَّ الأذى والسوء والشر يا أهل بيت النبي -ومنهم زوجاته وذريته عليه الصلاة والسلام-، ويطهِّر نفوسكم غاية الطهارة.
Dan laksanakan sholat dengan sempurna tepat pada waktunya wahai perempuan-perempuannya Nabi, dan berikanlah zakat sebagaimana Allah telah syariatkan, dan Ta’atilah Allah dan Rasulnya atas perintahnya dan larangannya. Bahwa sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu ini, agar dia membersihkanmu dan menjauhkanmu dari menyakiti dan kecejelekan dan keburukan, Wahai Ahlul Bait Nabi dan diantara mereka itu adalah istri-istri Nabi dan keturunannya, dan agar Allah membersihkan (mencucikan jiwamu)
المختصر في التفسير : شرح المعنى باختصار
واثبتن في بيوتكنّ، فلا تخرجن منها لغير حاجة، ولا تُظْهِرن محاسنكنّ صنيع من كنّ قبل الإسلام من النساء حيث كنّ يبدين ذلك استمالة للرجال، وأدِّين الصلاة على أكمل وجه، وأعطين زكاة أموالكنّ، وأطعن الله ورسوله، إنما يريد الله سبحانه أن يذهب عنكم الأذى والسوء، يا أزواج رسول الله ويا أهل بيته، ويريد أن يطهّر نفوسكم؛ بتحليتها بفضائل الأخلاق، وتخليتها عن رذائلها تطهيرًا كاملًا، لا يبقى بعده دَنَس.
تفسير الجلالين : معنى و تأويل الآية 33
(وقرن) بكسر القاف وفتحها (في بيوتكن) من القرار وأصله: اقررن بكسر الراء وفتحها من قررت بفتح الراء وكسرها نقلت حركة الراء إلى القاف وحذفت مع همزة الوصل (ولا تبرجن) بترك إحدى التاءين من أصله (تبرج الجاهلية الأولى) أي ما قبل الإسلام من إظهار النساء محاسنهن للرجال والإظهار بعد الإسلام مذكور في آية “ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها
Dan wajib perempuan itu menetapi rumahnya dan janganlah keluar rumah kecuali ada keperluan, dan wajib pula perempuan tidak memamerkan dirinya ( postur tubuhnya/kecantikannya /hiasannya) sebagaimana yang dilakukan perempuan terdahulu sebelum Islam dan sesudah Islam perkataan itu merupakan khithob kepada perempuan-perempuan yang mukmin disetiap zaman. ARTINYA: walaupun perempuan-perempuan sekarang sama aja .
RKH.Abdul Majid Rahimahullah Pengasuh Pondok pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata berakata dalam kitabya;” TARJUMAN” Orang pintar itu mesti ingin keselamatan diakhirat ..Dan baik seseorang itu tidak mengikuti Hawa Nafsu seperti senang memajangkan anak-anaknya disejajarkan sebagai pengantin ia jadikan lelucon dipertontonkan/dipamerkan kepada orang banyak.
[الخطيب الشربيني، مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج، ٢١٤/٤]
(وَ) الْأَصَحُّ (جَوَازُ نَظَرِ الْمَرْأَةِ) الْبَالِغَةِ الْأَجْنَبِيَّةِ (إلَى بَدَنِ) رَجُلٍ (أَجْنَبِيٍّ سِوَى مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ وَرُكْبَتِهِ إنْ لَمْ تَخَفْ فِتْنَةً) وَلَا نَظَرَتْ بِشَهْوَةٍ لِمَا فِي الصَّحِيحَيْنِ عَنْ عَائِشَةَ – رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا – «أَنَّهَا نَظَرَتْ إلَى الْحَبَشَةِ وَهُمْ يَلْعَبُونَ فِي الْمَسْجِدِ» ، وَلِأَنَّ مَا سِوَى مَا بَيْنَهُمَا لَيْسَ بِعَوْرَةٍ مِنْهُ فِي الصَّلَاةِ (قُلْتُ: الْأَصَحُّ التَّحْرِيمُ) أَيْ تَحْرِيمُ نَظَرِهَا تَبَعًا لِجَمَاعَةٍ مِنْ الْأَصْحَابِ وَقَطَعَ بِهِ فِي الْمُهَذَّبِ وَغَيْرِهِ (كَهُوَ) أَيْ كَنَظَرِ الْأَجْنَبِيِّ (إلَيْهَا، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ) لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ} [النور: 31] [النُّورُ] وَقَدْ رُوِيَ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ – رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا – قَالَتْ: «كُنْتُ عِنْدَ مَيْمُونَةَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – إذْ أَقْبَلَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ فَقَالَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – احْتَجِبَا مِنْهُ، فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَيْسَ هُوَ أَعْمَى لَا يُبْصِرُ؟ فَقَالَ أَفَعَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ؟» رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ: حَدِيثٌ صَحِيحٌ.
تَنْبِيهٌ قَضِيَّةُ كَلَامِهِ أَنَّهُ يَحْرُمُ عَلَى الْمَرْأَةِ أَنْ تَنْظُرَ إلَى وَجْهِ الرَّجُلِ وَكَفَّيْهِ عِنْدَ الْأَمْنِ عَلَى الْأَصَحِّ. قَالَ الْجَلَالُ الْبُلْقِينِيُّ: وَهَذَا لَمْ يَقُلْ بِهِ أَحَدٌ مِنْ الْأَصْحَابِ، وَاتَّفَقَتْ الْأَوْجُهُ عَلَى جَوَازِ نَظَرِهَا إلَى وَجْهِ الرَّجُلِ وَكَفَّيْهِ عِنْدَ الْأَمْنِ مِنْ الْفِتْنَةِ. اهـ.
وَيَدُلُّ لَهُ حَدِيثُ عَائِشَةَ الْمَارُّ، لَكِنَّ الْمُصَنِّفُ أَجَابَ عَنْهُ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ بِأَنَّهُ لَيْسَ فِيهِ أَنَّهَا نَظَرَتْ إلَى وُجُوهِهِمْ وَأَبْدَانِهِمْ وَإِنَّمَا نَظَرَتْ لِلَعِبِهِمْ وَحِرَابَتِهِمْ، وَلَا يَلْزَمُ مِنْهُ تَعَمُّدُ النَّظَرِ إلَى الْبَدَنِ وَإِنْ وَقَعَ بِلَا قَصْدٍ صَرَفَتْهُ فِي الْحَالِ.
وَأَجَابَ عَنْهُ غَيْرُهُ بِأَنَّ ذَلِكَ لَعَلَّهُ كَانَ قَبْلَ نُزُولِ الْحِجَابِ، أَوْ كَانَتْ عَائِشَةُ – رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا – لَمْ تَبْلُغْ مَبْلَغَ النِّسَاءِ؛ إذْ ذَاكَ، وَفِي وَجْهٍ ثَالِثٍ أَنَّهَا تَنْظُرُ مِنْهَا مَا يَبْدُو فِي الْمَهْنَةِ فَقَطْ؛ إذْ لَا حَاجَةَ إلَى غَيْرِهِ، وَقَوَّاهُ بَعْضُهُمْ لِعُمُومِ الْبَلْوَى فِي نَظَرِهِنَّ فِي الطُّرُقَاتِ إلَى الرِّجَالِ، وَيُسْتَثْنَى عَلَى مَا صَحَّحَهُ الْمُصَنِّفُ مَا إذَا قَصَدَتْ نِكَاحَهُ فَلَهَا النَّظَرُ إلَيْهَا قَطْعًا، بَلْ يُنْدَبُ كَمَا مَرَّ، وَقَوْلُ الْمُصَنِّفُ كَهُوَ إلَيْهَا قَدْ يَقْتَضِيهِ
Al-Khaṭīb Asy-Syarbīnī: Mughni al-Muhtaj juz 4 hal 214
(Dan) pendapat yang lebih sahih adalah (bolehnya seorang wanita) yang sudah baligh dan bukan mahram (melihat tubuh) seorang laki-laki asing, kecuali bagian antara pusar dan lututnya, (jika tidak dikhawatirkan timbulnya fitnah) dan dia tidak melihatnya dengan syahwat. Hal ini berdasarkan hadis dalam Shahihain dari Aisyah radhiyallahu ‘anha yang mengatakan bahwa ia melihat orang-orang Habasyah sedang bermain di masjid. Selain itu, karena bagian tubuh selain antara pusar dan lutut bukanlah aurat dalam salat.
(Aku berkata: Pendapat yang lebih sahih adalah haramnya), yaitu haramnya seorang wanita melihat laki-laki, mengikuti pendapat sekelompok ulama mazhab dan ditegaskan dalam al-Muhadzdzab serta kitab-kitab lainnya. (Sebagaimana) haramnya seorang laki-laki asing melihat wanita.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
“Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman agar mereka menundukkan pandangan mereka” (QS. An-Nur: 31).
Juga berdasarkan hadis dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha yang berkata:
“Aku pernah berada di rumah Maimunah bersama Rasulullah ﷺ, lalu datanglah Ibnu Ummi Maktum. Maka Nabi ﷺ bersabda, ‘Berhijablah kalian darinya!’ Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, bukankah dia buta dan tidak bisa melihat kami?’ Beliau menjawab, ‘Apakah kalian berdua juga buta? Bukankah kalian bisa melihatnya?'” (HR. At-Tirmidzi, ia mengatakan: hadis ini sahih).
Catatan: Konteks pembahasan ini menunjukkan bahwa haram bagi wanita melihat wajah dan kedua tangan laki-laki ketika aman dari fitnah, menurut pendapat yang lebih sahih. Al-Jalāl al-Bulqīnī mengatakan bahwa pendapat ini tidak dipegang oleh seorang pun dari kalangan mazhab, dan seluruh pendapat dalam mazhab sepakat bolehnya wanita melihat wajah dan kedua tangan laki-laki saat aman dari fitnah.
Dalilnya adalah hadis Aisyah yang telah disebutkan. Namun, penulis kitab ini menjawabnya dalam Syarh Muslim bahwa tidak ada keterangan dalam hadis tersebut bahwa Aisyah melihat wajah dan tubuh mereka, melainkan ia melihat permainan dan senjata mereka. Maka, tidak bisa dijadikan dalil bahwa ia sengaja melihat tubuh mereka.
Sebagian ulama lain menjawab bahwa mungkin kejadian itu terjadi sebelum turunnya ayat hijab, atau saat itu Aisyah belum mencapai usia baligh. Pendapat lain mengatakan bahwa yang boleh dilihat hanyalah bagian tubuh yang biasa tampak dalam pekerjaan, karena tidak ada kebutuhan melihat lebih dari itu. Pendapat ini dikuatkan oleh kenyataan bahwa wanita sering melihat laki-laki di jalanan.
Namun, berdasarkan pendapat yang dipilih oleh penulis, jika wanita itu berniat menikahinya, maka ia boleh melihatnya secara mutlak, bahkan dianjurkan, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Dan pernyataan penulis “Sebagaimana haramnya laki-laki melihat wanita” dapat dimaknai bahwa hukumnya sama.
الأحزاب :٣٣
﴿ وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا﴾
[ سورة الأحزاب:
تفسير الجلالين التفسير الميسرتفسير السعدي تفسير البغوي التفسير الوسيط تفسير ابن كثيرتفسير الطبريتفسير القرطبي إعراب الآية
التفسير الميسر : وقرن في بيوتكن ولا تبرجن تبرج الجاهلية الأولى
والْزَمْنَ بيوتكن، ولا تخرجن منها إلا لحاجة، ولا تُظهرن محاسنكن، كما كان يفعل نساء الجاهلية الأولى في الأزمنة السابقة على الإسلام، وهو خطاب للنساء المؤمنات في كل عصر. وأدِّين – يا نساء النبي- الصلاة كاملة في أوقاتها، وأعطين الزكاة كما شرع الله، وأطعن الله ورسوله في أمرهما ونهيهما، إنما أوصاكن الله بهذا؛ ليزكيكنَّ، ويبعد عنكنَّ الأذى والسوء والشر يا أهل بيت النبي -ومنهم زوجاته وذريته عليه الصلاة والسلام-، ويطهِّر نفوسكم غاية الطهارة.
المختصر في التفسير : شرح المعنى باختصار
واثبتن في بيوتكنّ، فلا تخرجن منها لغير حاجة، ولا تُظْهِرن محاسنكنّ صنيع من كنّ قبل الإسلام من النساء حيث كنّ يبدين ذلك استمالة للرجال، وأدِّين الصلاة على أكمل وجه، وأعطين زكاة أموالكنّ، وأطعن الله ورسوله، إنما يريد الله سبحانه أن يذهب عنكم الأذى والسوء، يا أزواج رسول الله ويا أهل بيته، ويريد أن يطهّر نفوسكم؛ بتحليتها بفضائل الأخلاق، وتخليتها عن رذائلها تطهيرًا كاملًا، لا يبقى بعده دَنَس.
تفسير الجلالين : معنى و تأويل الآية 33
(وقرن) بكسر القاف وفتحها (في بيوتكن) من القرار وأصله: اقررن بكسر الراء وفتحها من قررت بفتح الراء وكسرها نقلت حركة الراء إلى القاف وحذفت مع همزة الوصل (ولا تبرجن) بترك إحدى التاءين من أصله (تبرج الجاهلية الأولى) أي ما قبل الإسلام من إظهار النساء محاسنهن للرجال والإظهار بعد الإسلام مذكور في آية “ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها
Hukum Kuade dikondisikan Karena suatu yang Asalnya Boleh bisa menjadi Haram apabila digunakan Pada Kamaksiatan
الوسائل حكم المقاصد
والله اعلم