Hukum Shalat dengan Sarung Transparan /tipis
Assalamualaikum
Deskripsi Masalah
Dalam ibadah shalat, salah satu syarat sahnya adalah menutup aurat. Aurat laki-laki dalam shalat adalah antara pusar hingga lutut, sementara aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Pakaian yang digunakan harus cukup tebal sehingga tidak memperlihatkan warna kulit.
Namun, terdapat kasus di mana seseorang memakai sarung yang secara kasat mata tampak transparan atau tipis, tetapi warna kulitnya tidak terlihat. Hal ini menimbulkan pertanyaan:
apakah shalat dengan sarung semacam ini tetap sah, ataukah dianggap tidak memenuhi syarat menutup aurat? Bagaimana hukum fiqih terkait masalah ini?
Waalaikum salam
Jawaban
Terkait hukum shalat dengan memakai sarung yang transparan, maka hal ini perlu ditinjau terlebih dahulu:
Jika warna kulit terlihat, maka shalatnya batal (tidak sah).
Jika warna kulit tidak terlihat, maka shalatnya tetap sah.
Adapun cara mengukur apakah warna kulit terlihat atau tidak adalah dengan meminta seseorang untuk melihatnya secara langsung. Jika orang tersebut dapat melihat warna kulit saat berhadapan, maka pakaian tersebut tidak memenuhi syarat penutup aurat dan dapat membatalkan shalat.
Referensi :
(بجيرمى على الخاطيب, ١/٣٣٩).
وَشَرْطُ السَّاتِرِ جِرْمٌ يَمْنَعُ إِدْرَاك َلَوْنِ البَشَرَةِ لاَحَجْمَهَا وَلَوْ بِطِيْنٍ وَنَحْوِ مَاءٍ كَدِرٍ. (قَوْلُهُ يَمْنَعُ إِدْرَاكَ البَشَرَةَ) أي لِمُعْتَدِلِ البَصَرِ عَادَةٍ كَمَا فِى نَظَائِرِهِ كَذَا نُقِلَ بِالدَّرْسِ عَنْ فَتَاوِى الشَّارِحِ ع ش على م ر فَلاَ يَضُرُّ رُؤْيَةُ حَدِيْدِ البَصَرِ وَكَذَا إِذَا رَآهَا فِى الشَّمْسِ دُوْنَ الظِّلِّ ع ش وَقَدَّرَ الشَّارِحُ لَوْنَ لِيُفِيْدَ الإِكْتِفَاءَ بِمَا يَمْنَعُ اللَّوْنَ وَإِنْ لَمْ يَمْنَعْ الجِرْمَ كَالسَّرَاوِيْلَ الضَيِّقَةِ لَكِنَّهُ مَكْرُوْهٌ لِلْمَرْأَةِ اهـ
1. Referensi “حاشية البجيرمي على الخطيب” (Hasyiyah al-Bujairmi ‘ala al-Khatib, 1/339):
“Syarat penutup aurat adalah sesuatu yang memiliki massa (jirm) yang dapat menghalangi penglihatan terhadap warna kulit, bukan sekadar bentuk tubuh, meskipun dengan tanah liat atau air keruh sekalipun. (Kalimat ‘menghalangi penglihatan warna kulit’) maksudnya adalah bagi orang yang memiliki penglihatan normal sebagaimana dalam kasus-kasus serupa. Hal ini sebagaimana dinukil dalam pembelajaran dari fatwa-fatwa sang pensyarah (asy-Syarih) A. Sy. atas M. R., sehingga tidaklah merugikan jika masih dapat terlihat oleh orang yang memiliki penglihatan sangat tajam. Demikian pula, jika terlihat di bawah sinar matahari namun tidak terlihat di tempat teduh (A. Sy.). Sang pensyarah (asy-Syarih) menggunakan kata ‘warna’ agar menunjukkan bahwa cukup dengan sesuatu yang dapat menghalangi warna kulit, meskipun tidak menghalangi massa, seperti celana yang ketat. Namun, pemakaian semacam itu tetaplah makruh bagi perempuan
(البيان فى مذهب الإمام الشافعي, ٢/١٢٠).
مَسْأَلَةٌ (الثَّوْبُ الشَّفَافُ) وَيَجِبُ سَتْرُ العَوْرَةِ بِمَالَايَصِفُ لَوْنَ البَشَرَةِ وَهُوَ صِفَةُ جِلْدِهِ أَنَّهُ أَسْوَدُ أَوْ أَبْيَضُ وَذَلِكَ يَحْصُلُ بِالثَّوْبِ وَالجد وَمَاأَشْبَهَهُمَا اهـ
2. Referensi “البيان فى مذهب الإمام الشافعي”
(Al-Bayan fi Madzhab al-Imam asy-Syafi’i, 2/120):
“Masalah: (Kain yang transparan). Wajib menutup aurat dengan sesuatu yang tidak menampakkan warna kulit, yaitu warna asli kulitnya apakah hitam atau putih. Hal ini dapat dicapai dengan kain, kulit tebal, atau benda serupa lainnya.”
Terjemahan ini mempertahankan makna asli teks sambil tetap memperhatikan kelancaran bahasa. Jika ada bagian yang perlu diperjelas, silakan tanyakan.Wallahu a’lam bish-shawab