PERBEDAAN ORANG KAYA DAN ORANG MISKIN RELASINYA DENGAN PENGGUNAAN DAGING QURBAN.
Assalamualaikum.
Deskripsi masalah.
Ketika memasuki tanggal 10 Dzulhijjah tibalah saat musim kurban, dimana seluruh elemen masyarakat Muslim bersama-sama menikmati “hidangan” Nikmat Tuhan dengan penuh suka cita melalui pendistribusian daging kurban oleh Mudho’hiy ( orang yang berqurban ) atau yang mewakilinya.
Pendistribusian daging qurban oleh Mudha’hiy tidak hanya kepada orang orang miskin, akan tetapi orang kaya juga turut serta menerimanya, Namun demikian menurut tokoh dan Panitia qurban ternyata ada perbedaan hak penerimaan antara kurban yang diterima orang kaya dan miskin
Pertanyaan.
Apa perbedaan antara orang kaya dan orang fakir relasinya dengan setatus daging kurban ? Mohon penjelasannya kiyai ..
Waalaikum salam.
Jawaban.
Perbedaannya antara orang kaya dan orang fakir terkait dengan setatus daging qurban adalah orang kaya sebagai intifa’ sedangkan orang fakir sebagai tamlik setelah daging kurban sampai ditangan mereka.
Adapun maksud dari orang kaya sebagai intifa’ dari daging kurban adalah jika orang yang berqurban menghadiyahkan daging kubarnya kepada orang yang kaya, maka orang yang kaya boleh menhadiyahkan lagi kepada orang lain, sebagaimana dia boleh menerima pemberian dari orang yang berqurban, alasannya karena orang yang kaya hanya punya hak pakai ( dalam arti memanfaatkan untuk dimakan atau menghadiagkan saja ) setelah daging sampai ditangannya, sehingga tidak punya kebebasan dalam memanfaatkannya untuk dijual karena daging yang diterima bukan bersetarus sebagai hak milik. Sedangkan orang fakir adalah orang yang punya hak ( kewajiban ) untuk menerima dan ketika sudah menerima dan sampai ditangannya berarti sudah menjadi hak milik sehingga punya kebebasan untuk menggunakannya sesuka hatinya, baik untuk dimakan disedekahkan bahkan boleh dijual dll sebagaimana ia berhak menerima zakat.
Oleh karenanya bagi orang fakir boleh memanfaatkan qurban yang diambil (secara bebas) meski dengan semisal menjualnya kepada orang Islam, sebab ia memilikinya. Berbeda dari orang kaya, ia tidak diperkenankan menjualnya, tetapi ia hanya diperbolehkan mengalokasikan kurban yang diberikan kepadanya dengan semisal makan, sedekah, dan menghidangkan meski kepada orang kaya, sebab puncak dari tujuannya ia seperti orang yang berkurban itu sendiri.
فتوى السبكي ص ٢٨٨
[كِتَابُ الضَّحَايَا]
(مَسْأَلَةٌ)
إذَا أَهْدَى الْمُضَحِّي مِنْ أُضْحِيَّةٍ إلَى غَنِيٍّ شَيْئًا هَلْ يَجُوزُ لِلْغَنِيِّ أَنْ يُهْدِيَهُ إلَى غَيْرِهِ؟ إنْ قُلْتُمْ: يَجُوزُ فَمَا مَعْنَى قَوْلِ الرَّافِعِيِّ لَيْسَ لَهُ أَنْ يُمَلِّكَ الْأَغْنِيَاءَ؟
(الْجَوَابُ)
قَالَ الشَّيْخُ الْإِمَامُ – رَحِمَهُ اللَّهُ -: الْأَصْلُ الَّذِي يَنْبَغِي أَنْ يُعْتَمَدَ فِي هَذَا الْبَابِ وَلَمْ أَرَهُ مَنْقُولًا وَلَكِنِّي قَرَّرْتُهُ تَفَقُّهًا لَمَّا رَأَيْت الْمَسَائِلَ لَا تَسْتَمِرُّ إلَّا عَلَيْهِ، وَالْقَوَاعِدَ، وَالْأَدِلَّةَ تَشْهَدُ لَهُ أَنَّ أُضْحِيَّةَ التَّطَوُّعِ يَزُولُ الْمِلْكُ عَنْهَا بِالذَّبْحِ لِلَّهِ تَعَالَى، وَمَصْرِفُهَا وَجْهَانِ: أَحَدُهُمَا: الْفُقَرَاءُ تَمْلِيكًا، وَالثَّانِي: الْأَغْنِيَاءُ انْتِفَاعًا، وَالْمُضَحِّي أَحَدُهُمْ، وَلَهُ الْوِلَايَةُ عَلَى ذَلِكَ، وَقِسْمَتُهُ وَتَفْرِقَتُهُ، فَإِنَّ الْمُضَحِّيَ يَتَقَرَّبُ بِأُضْحِيَّتِهِ بِالذَّبْحِ، وَبِذَلِكَ تَنْتَقِلُ عَنْهُ إلَى اللَّهِ تَعَالَى، وَهَذَا مَعْنَى الْقُرْبَةِ فِيهَا، وَإِنْ جَازَ لَهُ الْأَكْلُ مِنْهَا؛ لِأَنَّهُ مَأْذُونٌ فِي ذَلِكَ مِنْ اللَّهِ تَعَالَى، وَإِذَا عَلِمَ ذَلِكَ
فَإِذَا أَعْطَى مِنْهَا لِلْفُقَرَاءِ كَانَ تَمْلِيكًا وَلَيْسَ الْمَعْنَى يُمَلِّكُهُمْ بَلْ يُعْطِيهِمْ كَمَا يُعْطِيهِمْ لِلزَّكَاةِ فَيَمْلِكُونَهَا مِلْكًا تَامًّا يَتَصَرَّفُونَ فِيهِ بِالْبَيْعِ وَغَيْرِهِ؛ وَذَلِكَ لِأَنَّهُمْ الْمَقْصُودُ الْأَعْظَمُ بِهَا، وَلَا يَحْصُلُ لَهُمْ التَّصَرُّفُ التَّامُّ إلَّا بِالتَّمْلِيكِ التَّامِّ فِي ذَلِكَ لِيَنْتَفِعُوا بِهَا وَبِثَمَنِهَا. فَمَعْنَى قَوْلِهِ: يُمَلِّكُ الْفُقَرَاءَ أَنَّهُ يُعْطِي لَهُمْ وَيُسَلِّطُهُمْ تَسْلِيطًا تَامًّا عَلَيْهَا، وَإِذَا أَكَلَ هُوَ مِنْهَا يَأْكُلُهَا وَلَيْسَتْ عَلَى مِلْكِهِ بَلْ الْإِذْنُ مِنْ اللَّهِ تَعَالَى، وَإِذَا أَهْدَى مِنْهَا إلَى غَنِيٍّ فَقَدْ أَحَلَّ ذَلِكَ الْغَنِيَّ مَحَلَّهُ وَرَفَعَ يَدَهُ عَمَّا أَهْدَاهُ لَهُ، فَلِلْغَنِيِّ أَنْ يَأْكُلَ مِنْهُ وَيُهْدِيَ أَيْضًا، وَلَيْسَ ذَلِكَ مِنْ بَابِ الْهَدِيَّةِ الَّتِي هِيَ التَّمْلِيكُ لِمَا قَدَّمْنَاهُ أَنَّهَا لَيْسَتْ مِلْكَهُ، وَإِنَّمَا مَعْنَاهُ رَفْعُ يَدِهِ وَتَسْلِيطُ غَيْرِهِ عَلَيْهَا، وَلَيْسَ لَهُ أَنْ يَبِيعَ لِكَوْنِهِ غَيْرَ مِلْكٍ، وَإِنَّمَا لَمْ يَمْلِكْ لِكَوْنِهِ لَيْسَ هُوَ الْمَقْصُودَ الْأَعْظَمَ مِنْهَا لِمَا قَدَّمْنَا أَنَّ الْمَقْصُودَ الْأَعْظَمَ مِنْهَا الْفُقَرَاءُ، فَمَقْصُودُ الْأُضْحِيَّةِ تَمْلِيكُ الْفُقَرَاءِ، وَالْإِبَاحَةُ لِلْمُضَحِّي، وَالْأَغْنِيَاءِ هَذِهِ حَقِيقَتُهَا
Terjemahan Fatwa Al-Subki Halaman 288 [Kitab Al-Dhahayaa]
(Masalah)
Apabila seseorang yang berkurban memberikan sebagian daging kurbannya kepada orang kaya, apakah orang kaya tersebut boleh menghadiahkan daging itu kepada orang lain? Jika diperbolehkan, apa makna dari pernyataan Imam Al-Rafi’i bahwa tidak diperkenankan bagi yang berkurban untuk “mentamlikkan” (memberikan hak kepemilikan penuh) daging kurban kepada orang kaya?
(Jawaban)
Imam besar – semoga Allah merahmatinya – menjelaskan:
Dasar yang patut dijadikan pedoman dalam hal ini, yang meskipun saya tidak menemukannya secara eksplisit dalam referensi, namun telah saya tetapkan berdasarkan analisis hukum (tafaqquh) karena berbagai masalah dalam topik ini tidak dapat dipahami kecuali dengan dasar tersebut. Kaidah-kaidah dan dalil-dalil juga mendukungnya, yaitu:
Daging kurban yang bersifat sunnah menjadi milik Allah Ta’ala setelah disembelih. Pembagian manfaatnya terbagi menjadi dua bentuk:
1. Fakir miskin (tamlik): Daging kurban diberikan kepada mereka sebagai kepemilikan penuh sehingga mereka dapat memanfaatkannya, termasuk menjualnya.
2. Orang kaya (pemanfaatan): Mereka hanya diberi manfaat dari daging kurban tersebut tanpa kepemilikan penuh.
Orang yang berkurban juga termasuk dalam kategori yang diizinkan memanfaatkannya, dengan hak untuk membagi dan mendistribusikan daging tersebut. Ketika seseorang yang berkurban menyembelih hewan kurbannya, maka ia mendekatkan diri kepada Allah dengan sembelihan tersebut. Dengan demikian, kepemilikannya beralih kepada Allah Ta’ala. Namun, ia diizinkan memakan sebagian darinya karena ada izin dari Allah.
Jika daging tersebut diberikan kepada fakir miskin, pemberian itu bersifat tamlik (kepemilikan penuh), sehingga mereka bebas memanfaatkannya, termasuk menjualnya. Hal ini karena fakir miskin adalah tujuan utama dari pelaksanaan kurban. Untuk merealisasikan manfaat ini, diperlukan tamlik sepenuhnya.
Adapun jika daging diberikan kepada orang kaya, maka pemberian itu tidak untuk tamlik. Artinya, orang kaya hanya diberi izin untuk memanfaatkannya (seperti makan, menyedekahkan, atau menjamu tamu), tetapi tidak diizinkan menjualnya. Ini berbeda dengan fakir miskin yang menjadi tujuan utama kurban. Oleh karena itu, tujuan kurban adalah tamlik bagi fakir miskin, sedangkan bagi orang kaya dan yang berkurban hanya diberikan hak pemanfaatan (ibahah).
Referensi Tambahan
1. “Tuhfatul Muhtaj” dan “Nihayatul Muhtaj”:
وللفقير التصرف في المأخوذ ولو بنحو بيع المسلم لملكه ما يعطاه ، بخلاف الغني فليس له نحو البيع بل له التصرف في المهدي له بنحو أكل وتصدق وضيافة ولو لغني ، لأن غايته أنه كالمضحي نفسه ، قاله في التحفة والنهاية
Fakir miskin dapat memanfaatkan daging yang diterimanya secara penuh, termasuk menjualnya karena menjadi miliknya. Sedangkan bagi orang kaya, mereka tidak boleh menjual daging tersebut. Namun, mereka boleh memanfaatkannya, seperti memakan, menyedekahkan, atau menjamu tamu, baik kepada orang kaya maupun fakir. Hal ini karena mereka hanya disamakan kedudukannya dengan yang berkurban itu sendiri.
Referensi
إعانة الطالبين ج٢ ص ٣٧٩
(قوله: لا تمليكهم) أي لا يجوز تمليك الأغنياء منها شيئا. ومحله إن كان ملكهم ذلك ليتصرفوا فيه بالبيع ونحوه كأن قال لهم ملكتكم هذا لتتصرفوا في بما شئتم أما إذا ملكهم إياه لا لذلك بل للأكل وحده فيجوز، ويكون هدية لهم وهم يتصرفون فيه بنحو أكل وتصدق وضيافة لغني أو فقير لا ببيع وهبة وهذا بخلاف الفقراء، فيجوز تمليكهم اللحم ليتصرفوا فيه بما شاؤا ببيع أو غيره.
2. “I’anah Al-Thalibin”, Juz 2 Halaman 379:
Tidak diperkenankan memberikan daging kurban kepada orang kaya dengan cara tamlik untuk tujuan seperti menjualnya. Namun, jika pemberian itu hanya untuk dimakan atau dimanfaatkan (tanpa hak kepemilikan penuh), maka diperbolehkan. Dalam hal ini, pemberian tersebut dianggap sebagai hadiah, sehingga orang kaya dapat memanfaatkannya dengan memakan, menyedekahkan, atau menjamu tamu, tetapi tidak menjualnya. Sebaliknya, fakir miskin boleh menerima daging dengan tamlik penuh, sehingga mereka bebas memanfaatkannya, sesuka hatinya termasuk menjualnya.
CATATAN
HUKUM QURBAN INI SAMA DENGANGAN AQIQOH ,Artinya aqiqoh demikian juga adanya namun yang utama diberikan masaknya” Wallahu a’lam bish-shawab