![](https://i0.wp.com/ikaba.id/wp-content/uploads/2023/08/InShot_20230815_070632495.jpg?resize=1024%2C576&ssl=1)
Assalamu Alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Diskripsi masalah
Begini kiyai. Aku duduk serumah bersama si Fulan, dan saya tahu terhadap kelakuan atau aktifitasnya /profesinya si Fulan ia adalah orang yang suka main judi suka belli nomer /togel dan lain sebagainya dan saya tahu yang di makan setiap harinya si Fulan itu adalah hasil dari main judi .
Pertanyaannya.
Bagaimana hukumnya kalau aku makan pemberian orang tersebut.?
Waalaikum salam.
Jawaban.
Ketahuilah bahwa yang halal itu adalah jelas dan yang harampun juga jelas dan sesuatu yang berada diantara yang halal dan haram itu adalah subhat maka jika seseorang jatuh pada perkara yang subhat maka berarti jatuh kepada perkara yang haram . Artinya jika seseorang sudah mengetahui terhadap perbuatan seseorang atau kasabnya yang diperoleh dari judi ataupun mencuri dan dilihat oleh mata kepalanya sendiri maka itulah yang disebut dengan haram yang sudah jelas, maka haram memakannya, berbeda dengan hal yang belum diketahui secara jelas walaupun sifulan dia suka mencuri atau judi maka dalam hal ini boleh memakannya namun makruh , oleh karenanya , jika seseorang itu ingin menjaga kesucian agamanya agar ia tidak jatuh kepada barang yang subhat lebih baik tidak memakannya itu semua agar tidak jatuh kepada yang haram. hal ini berdasarkan dengan sebuah hadits sebagai berikut:
Segala Hal yang Haram dan yang Halal telah Jelas
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بِشِيْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: (إِنَّ الحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاس، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِيْ الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ. أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَىً. أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ، أَلاَ وإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهيَ اْلقَلْبُ) رَوَاهُ اْلبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
Dari Abu ‘Abdillah Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Sesungguhnya perkara yang halal itu telah jelas dan perkara yang haram itu telah jelas. Dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang (samar), tidak diketahui oleh mayoritas manusia. Barang siapa yang menjaga diri dari perkara-perkara samar tersebut, maka dia telah menjaga kesucian agama dan kehormatannya. Barang siapa terjatuh ke dalam perkara syubhat, maka dia telah terjatuh kepada perkara haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar daerah larangan (hima), dikhawatirkan dia akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah, bahwa setiap raja itu mempunyai hima, ketahuilah bahwa hima Allah subhanahu wa ta’ala adalah segala yang Allah subhanahu wa ta’ala haramkan. Ketahuilah bahwa dalam tubuh manusia terdapat sepotong daging. Apabila daging tersebut baik maka baik pula seluruh tubuhnya dan apabila daging tersebut rusak maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah kalbu (hati). [HR. Al-Bukhari dan Muslim][1]
[1] Diriwayatkan oleh Imam al Bukhari no. 52, 2051 dan Muslim no. 1599
Begitupun hadis yang menyatakan tidak diterimanya Shodaqoh dari hasil Ghulul (korupsi):
عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ دَخَلَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَلَى ابْنِ عَامِرٍ يَعُودُهُ وَهُوَ مَرِيضٌ فَقَالَ أَلَا تَدْعُو اللَّهَ لِي يَا ابْنَ عُمَرَ قَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تُقْبَلُ صَلَاة بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
“Dari Mush’ab bin Sa’d beliau berkata; Abdullah bin Umar menjenguk ibnu ‘Amir yang sedang sakit. Maka Ibnu ‘Amir berkata; Tidakkah engkau mau mendoakan untukku wahai Ibnu Umar? Ibnu Umar menjawab; Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda; Shalat tidak diterima tanpa bersuci dan Shodaqoh juga tidak diterima dari hasil kecurangan” (H.R. Muslim)[9]
Hadits di atas merupakan dalil yang memuat atau mencakup beberapa materi fiqih yang kemudian di formulasikan kepada suatu kaidah,yang diantaranya adalah;
Menggunakan Harta yang Bercampur antara Halal dan Haram
كتاب الأشباه والنظائر -السيوطي
[الْقَاعِدَةُ الثَّانِيَةُ: إذَا اجْتَمَعَ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ غَلَبَ الْحَرَامُ]
Pendapat pertama, apabila yang haram lebih banyak dari yang halal, maka status uang harta pemilik toko/warung hukumnya haram. Alasan lain adalah karena orang yang jualan di tempat haram itu sama dengan membantu secara tidak langsung terhadap orang-orang yang berbuat dosa.Hal ini juga dijelaskan dalam sebuah Hadits
من أعان على معصية ولو بشطر كلمة كان شريكا له فيها
Artinya :” Barangsiapa membantu pada perbuatan maksiat walaupun adanya separuh kata maka ia termasuk bekerja sama baginya dalam perbuatan maksiat
Pendapat kedua, hukumnya halal walaupun yang halal lebih sedikit daripada yang haram. Ini disebut harta syubhat. Dan harta syubhat statusnya makruh (tidak sampai haram). Ini adalah pendapat yang dianggap lebih unggul dibanding yang pertama. Berdasarkan pada hadits sahih riwayat Bukhari Muslim:
فمن اتقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه، ومن وقع في الشبهات وقع في الحرام، كالراعي يرعى حول الحمى يوشك أن يقع فيه
Artinya: Barangsiapa yang takut syubhat maka dia telah membebaskan diri dari agama dan harga dirinya. Barang siapa yang terjatuh pada perkara syubhat, maka ia jatuh pada perkara haram. Sebagaimana penggembala yang menggebmlala di sekitar pagar, maka dia hampir mengenai pagar itu.
Ini berdasarkan pendapat Ibnu Mas’ud
عن ذر بن عبد الله عن ابن مسعود قال : جاء إليه رجل فقال : إن لي جارا يأكل الربا ، وإنه لا يزال يدعوني ، فقال : مهنأه لك ، وإثمه عليه
Dari Dzar bin Abdullah, dia berkata, “Ada seseorang yang menemui Ibnu Mas’ud lalu orang tersebut mengatakan, ‘Sesungguhnya, aku memiliki tetangga yang membungakan utang, namun dia sering mengundangku untuk makan di rumahnya.’ Ibnu Mas’ud mengatakan, ‘Untukmu enaknya ( makanannya ) sedangkan dosa adalah tanggungannya.’” ( Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq ) [11]
عن سلمان الفارسي قال: إذا كان لك صديق عامل، أو جار عامل أو ذو قرابة عامل، فأهدى لك هدية، أو دعاك إلى طعام، فاقبله، فإن مهنأه لك، وإثمه عليه.
Dari Salman Al-Farisi, beliau mengatakan, “Jika kamu memiliki kawan, tetangga, atau kerabat yang profesinya haram, lalu dia memberi hadiah kepadamu atau mengajak kamu makan di rumahnya, terimalah! Sesungguhnya, rasa enaknya adalah hak kamu, sedangkan dosanya adalah tanggung jawabnya.” (Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq)
Dalam hadits di atas seorang muslim dan muslimah dianjurkna untuk menghindari situasi syubhat. Namun, tidak ada larangan di situ. Oleh karena itu, Ulama hanya menyimpulkan bahwa harta syubhat adalah makruh.
Pendapat Madzhab Syafi’i Tentang Harta Campuran Halal Dan Haram
Madzhab Syafi’iyah berpendapat bahwa uang atau harta yang bercampur antara halal dan haram hukum penggunaannya adalah makruh. Imam Suyuthi berkata dalam kitab Al-Ashbah wan-Nadzair
ومنها: معاملة من أكثر ماله حرام، إذا لم يعرف عينه لا يحرم في الأصح لكن يكره، وكذا الأخذ من عطايا السلطان، إذا غلب الحرام في يده، كما قال في شرح المهذب: إن المشهور فيه الكراهة لا التحريم، خلافاً للغزالي
Artinya: Transaksi seseorang yang kebanyakan hartanya haram, apabila tidak diketahui harta apa yang haram, maka tidak haram menurut pendapat yang paling sahih akan tetapi hukumnya makruh. Begitu juga hukum menerima hadiah dari raja apabila mayoritas harta raja itu haram seperti pendapat Nawawi dalam Al-Majmuk Syarah Muhadzab bahwa yang masyhur dalam masalah ini adalah makruh, bukan haram. Ini berbedda dengan pendapat Al-Ghazali (menurutnya hukumnya haram).
Pendapat Imam Malik Dan Hanafi Tentang Harta Syubhat (Campur Halal Haram)
Madzhab Malik sependapat dengan madzah Syafi’i bahwa harta yang bercampur antara halal dan haram adalah makruh. Menurut salah satu pendapat dari madzhab Maliki hukumnya haram memakan harta syubhat dan menerima hadiah dari harta syubhat.
Sedang Muhammad bin Mustafa Al Khadimi dari madzhab Hanafi dalam kitab Bariqah Mahmudiyah menyatakan bahwa menurut pendapat terpilih di kalangan ulama Hanafi adalah apabila mayoritas harta itu haram, maka status harta dan penggunaannya adalah haram. Dan apabila mayoritas dari harta itu halal, maka hukumnya makruh. Lihat teksnya di bawah:
أن المختار عندهم أنه إن كان الغالب حراماً فحرام، وإن كان الغالب حلالا فموضع توقفنا.
Pendapat Madzhab Hanbali Tentang Harta Campuran Halal Dan Haram (Syubhat)
Ada 4 (empat) pendapat dalam Madzhab Ahmad bin Hanbal (Hanbali) terkait dengan masalah harta syubhat sebagai berikut:
Pertama, apabila diketahui bahwa dalam harta itu terdapat harta halal dan haram, maka hukumnya haram.
Kedua, apabila perkara yang haram itu melebihi 1/3 (sepertiga), maka haram semuanya. Kalau kurang sepertiga maka halal.
Ketiga, apabila yang haram lebih banyak, maka hukumnya haram. Apabila harta yang halal lebih banyak, maka hartanya halal. karena yang sedikit ikut pada yang banyak Seperti dinyatakan Ibnul Jauzi dalam kitab Al-Minhaj.
Keempat, tidak haram secara mutlak. Baik harta yang haram itu sedikit atau banyak tapi makruh. Kemakruhannya meningkat atau menurun berdasarkan kadar banyak atau sedikitnya harta yang haram. Ini pendapat Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni.[12]
Kesimpulan
Jika sudah jelas kasabnya diperoleh dari barang yang haram dan diketahui oleh seseorang melalui mata kepala sendiri maka haram pula memakannya. Sebagaimana ungkapan dalam kaidah ushul fiqh.
نحن نحكم بالظواهر والله يتولى السرائر
Artinya : “Kami menghukumi dengan sesuatu yang dhahir (lahiriah), dan Allah yang menangani seluruh yang tersembunyi (samar)
Dan barang siapa yang memakan barang yang syubhat maka agamanya ikut syubhat dan menjadi perantara petangnya hatinya , dan barang siapa yang memakan barang haram maka hatinya menjadi mati dan enteng terhadap agamanya dan menjadi penyebab lemahnya keyakinannya dan terhalang doanya, serta sedikit ibadahnya, bahkan jika Allah murka terhadap seseorang maka Allah berikan rizki kepadanya dengan rizki yang haram , bahkan jika seseorang berjalan dengan tujuan mencari barang yang haram maka syaitan akan menjadi temannya. Akan tetapi jika tidak diketahui dengan mata kepala sendiri walau dia tukang judi main togel atau lainnya maka hukumnya makaruh namun sebagian ulama mengatakan haram jika aktifitas kasabnya sudah biasa barang yang haram. Dan sebaliknya jika seseorang memakan barang yang halal maka bersihlah/jernih agamanya dan hatinya lembut serta tidak ada penghalang do’anya untuk tidak diterima.
Imam Nawawi didalam kitab Al Majmu’ berkata: Dimakruhkan mengambil uang(makanan)dari orang, yang mana ditangan orang itu ada barang yang halal dan barang yang haram, seperti menerima uang(makanan)dari raja yang dholim.Dan kemakruhannya itu berbeda-beda disebabkan karena banyaknya syubhat atau sedikitnya syubhat.
(Syubhat adalah uang/barang yang tidak jelas halal dan haramnya).
Referensi:
(فائدة)
قال فى المجمعوع : يكره الأخذ ممن بيده حلال وحرام كالسلطان الجائر .وتختلف الكراهة بقلة الشبهة وكثرتها، ولا يحرم الا إن تيقن ان هذا من الحرام . وقول الغزالى : يحرم الأخذ ممن اكثر ماله حرام وكذا معاملته : شاذ.. اعانة الطالبين المجلد الثانى ،صفحة 355
Referensi
وصية المصطفى.ص١
من أكل الحلال صفا دينه ورق قلبه ولم يكن لدعوته حجاب
ياعلي من أكل الشبهات إشتبه عليه دينه وأظلم قلبه وخف دينه وضعف يقينه وحجب دعوته وقلت عبادته .ياعلي: إذا غضب الله على أحد رزقه مالا حراما فإذا اشتد غضبه عليه وكل به الشيطان يبارك له فيه ويصحبه ويشغله بالدنيا عن الدين ويسهله أمور دنياه ويقول الله غفور رحيم ياعلي: من سافر أحد طالبا الحرام ماشيا إلا كان الشيطان قرينه ولاراكبا إلا كان ديفه ولاجمع أحد مالاحراما إلا أكله الشيطان… الخ. والله أعلم بالصواب