HUKUMNYA KAWIN LARI DAN MACAM-MACAMNYA WALI DALAM PERNIKAHAN

HUKUMNYA KAWIN LARI DAN MACAM-MACAMNYA WALI DALAM PERNIKAHAN

Deskripsi Masalah :
Sebut saja Melati, dia sangat mencintai kekasihnya (Muhaimin) walaupun kekasihnya tuna nitra bahkan bukanlah orang yang kaya , Namun Melati tetap mencintai dan menyayangi kekasihnya, padahal kekasihnya dia dibenci sama keluarganya, bahkan tidak hanya itu, melaikan hubungan mereka sama sekali tidak dapat restu dari orang tuanya dengan alasan tidak kufu’, karena Melati dan Muhaimin tetap tidak dapat restu maka mereka nikat kawin lari sedangkan mereka yang melaksanakan kawin lari masih dalam kawasan mereka (غير مسافة القصر) (tidak sampai dua marhalah/tidak sampai ( 88,704 km ) , lama-lama hubungan mereka di ketahui oleh pihak keluarga melati, lalu salah satu keluarga melati (anggaplah kakaknya) membawa paksa Melati jauh dari Muhaimin, dengan alasan tidak kufu’ dan nikahnya tidak sah. Dalam kondisi yang seperti itu Muhaimin tidak bisa berbuat apa-apa di karenakan pihak keluarganya telah membawanya .

Pertanyaan :

  1. Apakah dapat dibenarkan tindakan orang tua sebagaimana deskripsi ?
  2. Bagaimanakah hukum nikahnya mereka ? Bila tidak sah bagaimana solusinya ?
  3. Bagaimanakah hukumnya kakak melati yang mengklaim nikahnya melati tidak sah serta membawa paksa melati jauh dari Muhaimin ?
  4. Sebenarnya sebatas manakah kufu’ (Kafaah) itu menurut agama ?

Jawaban : No.1

Orang tuanya dibenarkan. Alasannya karena ortu / Wali nikah itu berhak memaksa menikahkan anak gadisnya walaupun tanpa seidzinnya.Namun dalam Islam sunnah orang tua itu menawarkan kepada anak gadisnya.Hal ini berbeda dengan anak janda ( wanita yang sudah pernah nikah) maka ia lebih berhak menikah walaupun tanpa seidzin walinya. Artinya lebih berhak untuk menentukan calon suaminya

Jawaban No.2

🅰️.Jika Muhaimin membawa lari Melati sejauh diperbolehkannya sholat qosor(paling sedikit 85 kilometer) namun menurut jumhur Ulama masaafatul Qashri : 88,704 km, jika yang menikahkan adalah wali hakim, setelah ditetapkan atas adlalnnya wali dengan surat resmi oleh pengadilan, maka akad nikahnya sah.

Referensi:

غاية تلخيص المراد من فتاوى ابن زياد ص 102
(مسألة)

أخذ رجل امرأة عن أهلها قهرا وبعدها عن وليها إلى مسافة القصر وكذا دونه إن تعذرت مراجعته لنحو خوف صح نكاحها بإذنها إن زوجها الحاكم من كفء إذ لم يفرق الأصحاب بين غيبة الولي وغيبتها ، ولا في غيبتها بين أن تكون مكرهة على السفر أو مختارة، بل أقول لو كان لها ولي بالبلد وعضلها بعد أن دعته إلى كفء وتعسر لها إثبات عضله فسافرت إلى موضع بعيد عن الولي وأذنت لقاضي البلد الذي انتقلت إليه في تزويجها من الكفء صح النكاح، وليس تزويج الحاكم في الأول من رخص السفر التي لا تناط بالمعادي كما يتخيل ذلك، نعم قد ارتكب المتعاطي لذلك بقهره الحرة والسفر بها وتغريبها عن وطنها ما لا يحل في الدين ولا يرتضي، بل ذلك من الكبائر العظام التي ترد بها الشهادة ويحصل بها الفسق.

🅱️.Nikahnya Melati dan muhamin Tidak sah. Apabila tidak memenuhi syarat menjauhkan diri dari ortunya atau lari dari tempatnya tinggalnya tidak mencapai ( مسافة القصر ) ukuran Masafatul Qashri menurut Jumhur Ulama : 88,704 km , empat burud ini ada banyak, di antaranya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini :

يَاأَهْلَ مَكَّةَ لاَ تَقْصُرُوا فيِ أَقَلِّ مِنْ أَرْبَعَةِ بَرْدٍ مِنْ مَكَّةَ إِلىَ عُسْفَان


Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Wahai penduduk Mekkah, janganlah kalian mengqashar shalat bila kurang dari 4 burud, dari Mekkah ke Usfan”. (HR. Ad-Daruquthuny)
Selain dalil hadits di atas, dasar dari jarak minimal 4 burud adalah apa yang selalu dilakukan oleh dua ulama besar dari kalangan shahabat, yaitu Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma. Mereka berdua tidak pernah mengqashar shalat kecuali bila perjalanan itu berjarak minimal 4 burud. Dan tidak ada yang menentang hal itu dari para shahabat yang lain.
Dalil lainnya adalah apa yang disebutkan oleh Al-Atsram, bahwa Abu Abdillah ditanya, “Dalam jarak berapa Anda mengqashar shalat?”. Beliau menjawab,”Empat burud”. Ditanya lagi,”Apakah itu sama dengan jarak perjalanan sehari penuh?”. Beliau menjawab,”Tidak, tapi empat burud atau 16 farsakh, yaitu sejauh perjalanan dua hari”.
Para ulama sepakat menyatakan bahwa jarak 1 farsakh itu sama dengan 4 mil. Dalam tahkik kitab Bidayatul Mujtahid dituliskan bahwa 4 burud itu sama dengan 88,704 km. Meski jarak itu bisa ditempuh hanya dengan satu jam naik pesawat terbang, tetap dianggap telah memenuhi syarat perjalanan. Karena yang dijadikan dasar bukan lagi hari atau waktu, melainkan jarak tempuh. Dua Hari Perjalanan = 88,704 km. Dan semua ulama sepakat bahwa meski pun disebut masa perjalanan dua hari, namun yang dijadikan hitungan sama sekali bukan masa tempuh. Tetapi yang dijadikan hitungan adalah jarak yang bisa ditempuh di masa itu selama dua hari perjalanan.
Sedangkan dalam menentukan standar jarak menurut ukuran sekarang terdapat beberapa pendapat:
a. Jarak 80,64 km (8 km lebih 640 m) (Lihat Al-Kurdi, Tanwirul Quluub, Thoha Putra, juz I hal 172).

b. Jarak 88, 704 km (Lihat Al-Fiqhul Islami, juz I, halaman 75).

c. Jarak 96 km bagi kalangan Hanafiyah.

d. Jarak 119,9 km bagi mayoritas ulama.

e. Jarak 94,5 km menurut Ahmad Husain Al-Mishry.

Dari paparan diatas dapat disimpulkan, bahwa jika seseorang yang nikat melakukan kawin lari sementara perjalannannya minimalnya tidak sampai مسافة القصر sebagaimana yang telah disebutkan diatas, maka hukum nikahnya tidak sah . Akan tetapi sebaliknya jika sampai مسافة القصر dan telah memenuhi syarat yang lainnya , maka nikahnya sah, namun maksiat .Alasannya karena tidak mendapatkan restu dari ortunya.

Solusinnya:

Dinikahkan kembali oleh hakim setelah ditetapkan ‘adlalnnya wali oleh Pengadilan Agama dengan bukti surat resmi. (عضل)

Wali adlal ialah wali yang tidak mau menikahkan anaknya karena alasan-alasan tertentu yang menurut walinya itu tidak disetujui adanya pernikahan anaknya atau cucunya dengan calon suaminya, karena hal itu tidak sesuai kehendak walinya, padahal wanita yang hendak menikah itu berakal sehat dan bakal suaminya itu dalam keadaan kufu.
Apabila terjadi hal seperti itu diatas, maka perwalian pindah langsung pada wali Hakim ( Qadi ) bukan pada wali ab’ad, mengapa demikian karena adlal itu adalah Dhalim sedangkan yang dapat menghilangkan kedhaliman satu-satunya adalah Hakim .

Apabila adlalnya sampai 3×, maka perwaliannya pindah kepada wali ab’ad bukan wali Hakim.
Kalau adlalnya itu karena sebab yang riel (benar secara syar’i ) maka tidak disebut adlal seperti:

  • Seperti Wanita nikah dengan peria yang tidak kufu
  • Maharnya dibawah mahar mitsli.
  • Atau wanita itu dipinang oleh peria lain yang lebih pantas ( kufu ) dari pinangan pertama itu.

Jawaban no.3

Kalau klaim dan tindakan tersebut dilakukan sebelum terjadinya solusi, maka klaim itu sah, dan tindakan untuk memisahkan keduanya adalah wajib dalam rangka amar ma’ruf mahi mungkar.

Jawaban No.4

Kafaah atau bisa disebut kufu’ , artinya adanya persamaan tingkat dan derajat, walaupun tidaklah muthlak, namun lebih kurang adanya ada titik kesamaan/kesetaraan.

Sebagian besar para ulama fiqih berpendapat, bahwa kufu itu merupakan hak bagi istri dan wali. Maka wali tidak boleh mengawinkan seorang wanita dengan laki- laki yang tidak sekufu’, kecuali atas persetujuan dari semua walinya, yakni seluruh keluarganya. Karena mengawinkannya dengan yang tidak sekufu, berarti menimpakan malu terhadap dirinya dan seluruh keluarganya.

a) Kufu ditinjau dari segi agama .
Orang Islam yang kawin dengan orang yang bukan Islam, hal ini dianggap bukan sekufu yakni tidak sepadan dalam Al-Qur’an dinyatakan:

وَلاَ تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرُُ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلاَ تُنكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرُُ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُوْلاَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللهُ يَدْعُوا إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ {221}

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinNya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahNya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah : 221).

Lafaz ” Syirik ” dilihat termasuk orang-orang yangenganut agama yang menganggap Allah lebih dari satu. Jika ada yang menganut agama yang menganggap Allah itu lebih dari satu atau menyekutukan Allah berarti musyrik

b) Kufu ditinjau dari segi Iffah

Iffah artinya terpelihara dari segala yang haram baik dari hal tingkah laku maupun pergaulan . Maka dianggap tidak kufu bagi orang yang nasab nya atau keturunannya yang baik-baik, misalnya kawin dengan keturunan penzina walaupun masih seagama hal ini sesuai dengan firman Allah:

اَلزَّانِيْ لَا يَنْكِحُ اِلَّا زَانِيَةً اَوْ مُشْرِكَةً ۖوَّالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَآ اِلَّا زَانٍ اَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ ﴿النور : ۳

Artinya :” Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin. (QS. An-Nur: 3)

Dalam hal keseimbangan ( kufu ) antara laki-laki dan perempuan, maka yang terpenting menurut agama adalah keseimbangan dalam agama, Yakni hendaklah calon suami atau CANTIN adalah orang yang diridhoi agamanya dan akhlaknya.Sebagaima hal ini dijelaskan dalam hadits ;


وإذا أتاكم من ترضون دينه وخلقه فانكحوه إلاتفعلوه تكن فتنة فى الأرض وفساد كبير ( رواه الترمذي عن إبن خاتم )

Artinya :” Apabila datang kepadamu seorang peminang yang kamu didloi agamanya dan akhlaknya, terimalah pinangan itu dan kawinkanlah perempuan yang dipinang dengannya. Jika kamu tidak lakukan, tentu akan mendapat fitnah dalam masyarakat dan kerusakan yang luas. ( HR. Turmudzi dari Ibnu Khatim ) .

Dari keterangan hadits diatas kita dapat memperoleh pelajaran bahwa dalam hal kufu ( kafaah ) yang terpenting adalah keseimbangan agamanya dan akhlaknya.

Referensi :

إعانة الطالبين الجزء ٣ صحـ٣٦٢


وعبارة التحفة مع الاصل: وكذا يزوج السلطان إذا عضل القريب أو المعتق أو عصبته إجماعا، لكن بعد ثبوت العضل عنده بامتناعه منه أو سكوته بحضرته بعد أمره به والخاطب والمرأة حاضران أو وكيلهما أو بينة عند تعززه أو تواريه. نعم: إن فسق بعضله لتكرره منه مع عدم غلبة طاعاته على معاصيه أو قلنا بما قاله جمع إنه كبيرة زوج الابعد، وإلا فلا: لان العضل صغيرة وإفتاء المصنف بأنه كبيرة بإجماع المسلمين مراده أنه عند عدم تلك الغلبة في حكمها لتصريحه هو وغيره بأنه صغيرة. اه. وقوله لتكرره منه: قال في الروض: ولا يفسق إلا إذا تكرر ثلاث مرات. اه. (قوله: ولو مجبرا) غاية في الولي: أي لا فرق فيه بين أن يكون مجبرا أو لا (قوله: أي منع) تفسير لعضل (قوله: مكلفة) مفعول عضل، وهو قيد أول

.
أسنى المطالب الجزء ١٤ صحــ ٣٧٤


فإذا تعذر منه ناب عنه السلطان ( فإن عضل الولي ) ولو مجبرا أي منع ( بالغة ) عاقلة من تزويجها ( أمره القاضي ) به ( فإن امتنع ) منه ( أو سكت ) بحضرته ( زوجها ) كما في الغائب ويأثم بالعضل لقوله تعالى { فلا تعضلوهن أن ينكحن أزواجهن } ( وكذا ) يزوجها ( إن اختفى أو تعزز ) أو غاب غيبة لا يزوج فيها القاضي ( وأثبتت ) أي أقامت ( بعضله ) حينئذ بينة كما في سائر الحقوق ( وله الامتناع ) من التزويج ( لعدم الكفاءة ) فلا يكون امتناعه منه عضلا ؛ لأن له حقا في الكفاءة ويؤخذ من التعليل أنها لو دعته إلى عنين أو مجبوب بالباء فامتنع كان عاضلا ، وهو كذلك إذ لا حق له في التمتع واعتبر القفال مع الكفاءة أن يتبين موضع الصلاح للمرأة في مناكحته واستحسنه الزركشي ، ولو دعت إلى رجل وادعت كفاءته وقال الولي ليس بكفء رفع إلى القاضي فإن ثبتت كفاءته لزمه تزويجها منه فإن امتنع زوجها القاضي منه ( لا لنقصان المهر ) أو لكونه من غير
نقد البلد فليس له الامتناع من تزويجها لأجله ؛ لأن المهر محض حقها

– للشربني الجزء-٢ص٤١٣
وانما يحصل العضل من الولي إذا دعت بالغة عاقلة رشيدة كانت او سفهية الى كفء وامتنع الولي من تزويجه ولو عينت كفا واراد الأب او الجد المجبر كفا غيره فله ذلك في الأصح لأنه اكمل نظرا منها.
الفتاوى الفقهية الكبرى الجزء ٨ صحــ ٤٤٧
( وسئل ) بما صورته حلف الولي بالطلاق أنه لا يزوج ابنته لزيد فخطبها رجل من أخيها فامتنع فزوجه القاضي فهل يصح لكون الولي عاضلا وللشهود حضور العقد أو لا وإذا أقرت امرأة بالرضاع بينها وبين آخر فهل تقبل أو لا ؟ ( فأجاب ) بقوله ما ذكر ليس بعضل لأن شرط العضل أن تطلب بالغة عاقلة التزويج من كفء ولو عنينا أو مجبوبا بشرط أن يخطبها وأن تعينه ولو بالنوع بأن خطبها أكفاء ودعت إلى أحدهم فإذا امتنع الولي حينئذ من التزويج مطلقا أو إلا ممن هو أكفأ من ذلك المعين وثبتت ذلك عند القاضي ولم يتكرر عضل الولي ثلاث مرات زوجها القاضي ولو بحضرة
روضة الطالبين وعمدة المفتين الجزء ٢ صحــ ٤٧٤
الطرف السابع في خصال الكفاءة إحداها التنقي من العيوب المثبتة للخيار واستثنى البغوي منها التعنين وقال لا يتحقق فلا ينظر إليه وفي تعليق الشيخ أبي حامد وغيره التسوية بين التعنين وغيره وإطلاق الجمهور يوافقه فمن به عيب ليس كفءا لسليمة منه وكذا إن كان بها ذلك العيب لكن ما به أفحش أو أكثر فليس بكفء فإن تساويا أو كان ما بها أكثر فوجهان بناء على ثبوت الخيار في هذه الحالة ويجريان لو كان مجبوبا وهي رتقاء وزاد الروياني على العيوب المثبتة للخيار العيوب المنفرة كالعمى والقطع وتشوه الصورة وقال هي تمنع الكفاءة عندي وبه قال بعض الأصحاب واختاره الصيمري
بغية المسترشدين صحـــــ ٢٥١ ; ٢٥٢
وليس لعامى يجهل حكم ما رآه أن ينكره حتى يعلم أنه مجمع عليه أو فى اعتقاد الفاعل ولا لعالم أن ينكر مختلفا فيه حتى يعلم من فاعله أنه حال ارتكابه معتقد تحريمه لاحتمال أنه قلد من يرى حله أو جهل حرمته -إلى أن قال- وله أركان: الأول المحتسب -إلى أن قال- الثانى ما فيه الحسبة وهو كل منكر ولو صغيرة مشاهد فى الحال الحاضر ظاهر للمحتسب بغير تجسس معلوم كونه منكرا عند فاعله فلا حسبة للآحاد فى معصية انقضت نعم يجوز لمن علم بقرينة الحال أنه عازم على المعصية وعظه ولا يجوز التجسس إلا إن ظهرت المعصية كأصوات المزامير من وراء الحيطان ولا لشافعى على حنفى فى شربه النبيذ ولا لحنفى على شافعى فى أكل الضب مثلا الثالث المحتسب عليه ويكفى فى ذلك كونه إنسانا ولو صبيا ومجنونا الرابع نفس الاحتساب وله درجات التعريف ثم الوعظ بالكلام اللطيف ثم السب والتعنيف ثم المنع با لقهر والأولان يعمان سائر المسلمين والأخران مخصوصان بولاة الأمور زاد ج وينبغى كون المرشد عالما ورعا حسن الخلق إذ بها تندفع المنكرات وتصير الحسبة من القربات وإلا لم يقبل منه بل ربما تكون الحسبة منكرة لمجاوزة حد الشرع
حواشى الشرواني ومعه الجزء ٩ صحـــــ ٤٦٢-٤٦٣

(ومن المنكر فراش حرير) في دعوة اتخذت للرجال وظاهر كلامهم هنا أن العبرة في الذي ينكر باعتقاد المدعو وبه عبر جمع من الشراح وغيرهم ولا ينافيه ما يأتي في السير أن العبرة في الذي ينكر باعتقاد الفاعل تحريمه لأن ما هنا في وجوب الحضور ووجوبه مع وجود محرم في اعتقاده فيه مشقة عليه فسقط وجوب الحضور لذلك وأما الإنكار ففيه إضرار بالفاعل ولا يجوز إضراره إلا إن اعتقد تحريمه بخلاف ما إذا اعتقده المنكر فقط لأن أحدا لا يعامل بقضية اعتقاد غيره فتأمله وإذا سقط الوجوب وأراد الحضور اعتبر حينئذ اعتقاد الفاعل فإن ارتكب أحد محرما في اعتقاده لزم هذا المتبرع بالحضور الإنكار فإن عجز لزمه الخروج إن أمكنه عملا بكلامهم في السير حينئذ ثم رأيت غير واحد قالوا المنقول أنه لا يحرم الحضور إلا إن اعتقد الفاعل التحريم وهو صريح فيما ذكرته وسواء فيما ذكرته النبيذ وغيره خلافا لمن فرق ولا ينافيه قول الشافعي  في شاربه الحنفي: أحده وأقبل شهادته لأن المعتمد في تعليله أن الحاكم يجب عليه رعاية اعتقاده دون المرفوع إليه (قوله فسقط وجوب الحضور لذلك) جعل سقوط الوجوب منوطا باعتقاد المدعو والوجه أنه منوط باعتقاد المدعو أو الفاعل أو هما فتأمله (قوله وإذا سقط الوجوب) الوجه أن المعتبر في سقوطه اعتقاد المدعو أو الفاعل وفي الإنكار اعتقاد الفاعل (قوله وسواء فيما ذكرته النبيذ وغيره خلافا لمن فرق إلخ) وقول الشارح يعني المحلي هنا ولو كان المنكر مختلفا فيه كشرب النبيذ والجلوس على الحرير حرم الحضور على معتقد تحريمه محمول على ما إذا كان المتعاطي له يعتقد تحريمه أيضا شرح م ر أي أما إذا كان يعتقد حله فيجوز الحضور ولا يجب فالحاصل أنه إن كان الفاعل يعتقد حرمته حرم على معتقد حرمته الحضور إلا لإزالته أو يعتقد حله جاز لمعتقد الحرمة الحضور ولا يجب.
الإقناع للشربني الجزء ٢ صحـــــ ٤١٣
وانما يحصل العضل من الولي إذا دعت بالغة عاقلة رشيدة كانت او سفهية الى كفء وامتنع الولي من تزويجه ولو عينت كفا واراد الأب او الجد المجبر كفاء غيره فله ذلك في الأصح لأنه اكمل نظرا منها
حاشيتا قليوبي وعميرة الجزء ٣ صحـ ٢٣٧
( وخصال الكفاءة ) , أي الصفات المعتبرة فيها ليعتبر مثلها في الزوج خمسة , ( سلامة من العيوب المثبتة للخيار ) , وسيأتي في بابه فمن به بعضها كالجنون أو الجذام أو البرص لا يكون كفؤا للسليمة عنها ; لأن النفس تعاف صحبة من به , ذلك , ولو كان بها عيب أيضا , فإن اختلف العيبان , فلا كفاءة بينهما , وإن اتفقا وما به أكثر , فكذلك وكذا إن تساويا أو كان ما بها أكثر في الأصح ; لأن الإنسان يعاف من غيره , ما لا يعافه من نفسه , ويجري الخلاف فيما لو كان مجبوبا , وهي رتقاء , أو قرناء , ( وحرية فالرقيق ليس كفؤا لحرة ) أصلية كانت أو عتيقة ; لأنها تعير به , وتتضرر بأنه لا ينفق إلا نفقة المعسرين , ( والعتيق ليس كفؤا لحرة أصلية ) بخلاف المعتقة ومن مس الرق أحد آبائه ليس كفؤا لمن لم يمس أحدا من آبائها أو مس أبا أبعد قال الرافعي , ويشبه أن يكون الرق في الأمهات مؤثرا , ولذلك تعلق بها الولاء زاد في الروضة قوله : المفهوم من كلام الأصحاب أنه لا يؤثر وصرح , به صاحب البيان فقال : من ولدته رقيقة كفء لمن ولدتها عربية ; لأنه يتبع الأب في النسب ( ونسب ) كأن تنتسب إلى من تشرف به بالنظر إلى مقابله كالعرب فإن الله فضلهم على غيرهم , ( فالعجمي ليس كفء عربية ) والاعتبار بالأب فمن أبوه عجمي وأمه عربية , ليس كفؤا لمن أبوها عربي وأمها عجمية , ( ولا غير قرشي ) من العرب ( قرشية ) أي كفء قرشية لحديث { قدموا قريشا , ولا تقدموها } رواه الشافعي بلاغا , ( ولا غير هاشمي ومطلبي ) , من قريش كفؤا ( لهما ) لحديث مسلم { إن الله اصطفى كنانة من ولد إسماعيل , واصطفى قريشا من كنانة واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم } , وحديث البخاري { نحن وبنو المطلب شيء واحد , وبنو هاشم , وبنو المطلب , أكفاء , وغير قريش من العرب بعضهم أكفاء بعض } , كما ذكره جماعة قال في الروضة : وهو مقتضى كلام الأكثرين ( والأصح اعتبار النسب في العجم كالعرب ) , والثاني لا يعتبر ; لأنهم لا يعتنون بحفظ الأنساب , ولا يدونونها بخلاف العرب , ( وعفة فليس فاسق كفء عفيفة ) , وإنما يكافئها عفيف , وإن لم يشتهر بالصلاح شهرتها , والمبتدع ليس كفؤا للسنية ,
( وحرفة فصاحب حرفة دنيئة ليس كفء أرفع منه , فكناس وحجام وحارس , وراع وقيم الحمام ليس كفء بنت خياط ولا خياط بنت تاجر أو بزاز , ولا هما بنت عالم وقاض ) نظر المعرف في ذلك , ( والأصح أن اليسار لا يعتبر ) ; لأن المال غاد ورائح , ولا يفتخر به أهل المروءات والبصائر . والثاني يعتبر ; لأنه إذا كان معسرا تتضرر هي بنفقته , وبعدم إنفاقه على الولد , وعلى هذا قيل يعتبر اليسار بقدر المهر والنفقة فيكون بهما كفؤا لصاحبة الألوف والأصح , أنه لا يكفي ذلك ; لأن الناس أصناف غني وفقير ومتوسط , وكل صنف أكفاء , وإن اختلفت المراتب ولا يعتبر أيضا الجمال نعم يعتبر إسلام الآباء , وكثرتهم فيه فمن أسلم بنفسه ليس كفؤا , لمن لها أبوان أو ثلاثة في الإسلام , وقيل إنه كفؤ لها ومن له أبوان في الإسلام ليس كفؤا لمن لها عشرة آباء في الإسلام , وقيل : إنه كفؤ لها ; لأن الأب الثالث لا يذكر في التعريف فلا يلحق العار بسببه
( و ) الأصح ( وإن بعض الخصال لا يقابل ببعض ) فلا يزوج سليمة من العيوب دنيئة بمعيب نسيب , ولا حرة فاسقة بعبد عفيف , ولا عربية فاسقة بعجمي عفيف , ولا عفيفة رقيقة بفاسق حر , لما بالزوج في الصور المذكورة من النقص المانع من الكفاءة , ولا ينجبر بما فيه من الفضيلة الزائدة عليها , ومقابل الأصح أن دناءة نسبه تنجبر بعفته الظاهرة , وأن الأمة العربية يقابلها الحر العجمي , قال الإمام : والتنقي من الحرف الدنيئة يعارضه الصلاح وفاقا واليسار إن اعتبر يعارض بكل خصلة غيره , ( وليس له تزويج ابنه الصغير أمة ) لانتفاء خوف الزنا المشترط في جواز نكاحها . ( وكذا معيبه على المذهب ) ; لأنه خلاف الغبطة فلا يصح وفي قول يصح ويثبت له الخيار إذا بلغ , وقطع بعضهم بالبطلان في تزويجه الرتقاء أو القرناء لما فيه من بذل مال في بضع لا ينتفع به , ( ويجوز من تكافئه بباقي الخصال ) كالنسب والحرفة , ( في الأصح ) ; لأن الزوج لا يعير باستقراض من لا تكافئه نعم يثبت له الخيار إذا بلغ , والثاني لا يجوز ذلك ; لأنه قد لا يكون فيه غبطة
تحفة المحتاج في شرح المنهاج الجزء ٣٠ صحـ ١٢٠

أما العيوب التي لا تثبت الخيار فلا تؤثر كعمى وقطع أطراف وتشوه صورة خلافا لجمع متقدمين بل قال القاضي : يؤثر كل ما يكسر ثورة التوقان والروياني ليس الشيخ كفؤا للشابة واختير وكل ذلك ضعيف لكن تنبغي مراعاته بخلاف زعم قوم رعاية البلد فلا يكافئ جبلي بلديا فلا يراعى لأنه ليس بشيء كما في الروضة.

MACAM-MACAM WALI DALAM PERNIKAHAN

Wali nikah dalam pernikahan sangatlah penting karena akad nikah tidak sah kecuali dengan seorang wali ( dari pihak perempuan) dan dua orang saksi yang adil. Dalam hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits:


عن عائشة رضي الله عنها قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ايماامرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل ، فإن دخل بها فلها المهر بمااستحل من فرجها فإاشتجروا فالسلطان ولى من لأولي له ( أخرجه الأربعة إلاالنسائ وصححه أبوعوانة وابن حبان والحاكم)


Dari:” Aisyah RA .ia berkata : Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Siapapun perempuan yang menikah tanpa dengan seidzin walinya, maka batallah pernikahannya , dan jika ia telah disetubuhi, maka perempuan itu berhak menerima maskawin lantaran ia telah menghalalkan kemaluannya , dan jika terdapat pertentangan antara wali-wali, maka Sultan-lah yang menjadi wali bagi orang yang tidak mempunyai wali. ( Imam yang empat )

Adapun macam-macamnya wali dalam pernikahan rinciannya sebagaimana dijelaskan dalam ibarah berikut;

Referensi

الموسوعة الفقهية – 27130/31949

أنواع الولاية في النكاح:
80 – ذهب الفقهاء إلى أن الولاية في النكاح بحسب المولى عليه نوعان:
ولاية إجبار: وهي تنفيذ القول بالإنكاح على الغير، أي أن يباشر الولي العقد فينفذ على المولى عليه شاء أو أبى.
وولاية اختيار: أو ولاية ندب واستحباب، أو ولاية شركة، على اختلاف بين الفقهاء في تسميتها.
وليس في هذه الولاية تنفيذ القول على الغير أو إجباره، ومقتضاها أن نكاح المولى عليه يصح بعد أخذ إذنه أو اختياره (1) .
وللفقهاء في كل نوع تفصيل:

1- Mujbir

Pengertian Wali Mujbir adalah wali yang berhak mengawinkan anak perempuannya yang sudah baligh, berakal dan gadis untuk dikawinkan dengan tiada meminta idzin terlebih dahulu kepada anak perempuannya tersebut. Wali mujbir ini hanya bapak dan kakeknya artinya yang menjadi wali mujbir itu hanyalah Bapak dan kakeknya. Sedangkan selain keduanya disebut Wali Ghairu Mujbir.

النوع الأول – ولاية الإجبار:
81 – اتفق الفقهاء على إثبات ولاية الإجبار لبعض الأولياء على بعض المولى عليهم، ولهم في ذلك تفصيل.
82 – قال الحنفية: ولاية الحتم والإيجاب والاستبداد ” الإجبار ” تكون للولي، وهو عندهم العصبة مطلقا، فله إنكاح الصغير والصغيرة، والمجنون والمجنونة لقوله صلى الله عليه وسلم:” النكاح إلى العصبات ” (1) ، والبالغات خرجن بحديث عائشة رضي الله عنها قالت: ” قلت: يا رسول الله يستأمر النساء في أبضاعهن؟ قال: نعم، قلت: فإن البكر تستأمر فتستحي فتسكت. قال: سكاتها إذنها ” (2) وبخروج البالغات بقي الصغار، ولحديث عائشة: ” أن النبي صلى الله عليه وسلم تزوجها وهي بنت ست سنين، وبنى بها وهي بنت تسع سنين ” (3) .
وشرط ثبوت هذه الولاية عندهم كون المولى عليه صغيرا أو صغيرة، أو مجنونا كبيرا أو مجنونة كبيرة، سواء كانت الصغيرة بكرا أو ثيبا، فلا تثبت هذه الولاية على البالغ العاقل ولا على البالغة العاقلة، لأن هذه الولاية تدور مع الصغر وجودا وعدما في الصغير والصغيرة، وفي الكبير والكبيرة تدور
مع الجنون وجودا وعدما، سواء كان الجنون أصليا بأن بلغ مجنونا، أو عارضا بأن طرأ بعد البلوغ، وقال زفر: إذا طرأ لم يجز للمولى التزويج، وعلى أصل الحنفية ينبني أن الأب والجد لا يملكان إنكاح البكر البالغة بغير رضاها عندهم.
وقالوا: إن إثبات ولاية الإنكاح على هؤلاء، لأن النكاح يتضمن المصالح، وذلك يكون بين المتكافئين، والكفء لا يتفق في كل وقت، فمست الحاجة إلى إثبات الولاية على الصغار تحصيلا للمصلحة، والقرابة موجبة للنظر والشفقة فينتظم الجميع، إلا أن شفقة الأب والجد أكثر.
وإن كان المزوج للصغير أو الصغيرة أبا أو جدا، وللمجنون أو المجنونة ابنهما، وللرقيق مالكه لزم النكاح، ولا خيار لواحد من هؤلاء المولى عليهم، ولو كان النكاح بغير كفء أو بغبن فاحش، لوفور شفقة الأولياء، وشدة حرصهم على نفع المولى عليهم فكأنهم باشروه بأنفسهم، ولأن النبي صلى الله عليه وسلم ما خير عائشة رضي الله تعالى عنها حين بلغت، لكنه يشترط في الأولياء عندئذ أن لا يعرف من أي منهم سوء الاختيار مجانة وفسقا وإلا فبطل النكاح.
وإن كان المزوج لواحد من هؤلاء غير من ذكر من الأولياء، فلكل واحد منهم الخيار وإن كان إنكاحه من كفء وبلا غبن – إن شاء أقام على النكاح، وإن شاء فسخ، وقال أبو يوسف: لا خيار لهم كما في إنكاح الأب والجد.
وقالوا: يملك السيد إجبار العبد والأمة والمدبر وأم الولد على النكاح صيانة لملكه وتحصينا له عن الزنا الذي هو سبب هلاكهم أو نقصانهم، وليس للمولى أن يزوج المكاتب والمكاتبة بغير رضاهما، لخروجهما عن يده، ولا يجوز نكاحهما إلا بإذن المولى للرق الثابت فيهما، ويملك المكاتب تزويج أمته لأنه من الاكتساب، ولا يملك تزويج العبد لأنه خسران لا اكتساب، ولو زوج أمته من عبده بغير مهر جاز ولا مهر، وقيل: يجب حقا للشرع ثم يسقط (1) .
83 – وقال المالكية: الولي المجبر أحد الثلاثة:
أ – الأب فله الجبر، ولو بدون صداق المثل، ولو لأقل حال منها، أو لقبيح منظر لثلاث من بناته:
الأولى: البكر ولو عانسا طالت إقامتها عند أبيها وعرفت مصالح نفسها قبل الزواج.وجبر البكر ولو عانسا هو المشهور في المذهب، خلافا لابن وهب حيث قال: للأب جبر البكر ما لم تكن عانسا، لأنها لما عنست صارت كالثيب.
ومنشأ الخلاف هل العلة في الجبر البكارة أو الجهل بمصالح النساء، فالمشهور ناظر للأول، وابن وهب ناظر للثاني.
واستثنى المالكية من جبر البكر من رشدها الأب، أي جعلها رشيدة أو أطلق الحجر عنها لما قام بها من حسن التصرف، وهذه البكر المستثناة من الجبر لا بد من إذنها في النكاح بالقول.
كما استثنوا من أقامت سنة فأكثر ببيت زوجها بعد أن دخل بها ثم تأيمت وهي بكر فلا جبر عليها تنزيلا لإقامتها ببيت الزوج سنة منزلة الثيوبة.
الثانية: الثيب التي لم تبلغ وتأيمت بعد أن أزال الزوج بكارتها، فللأب جبرها لصغرها إذ لا عبرة بثيوبتها في هذه الحالة، والثيب التي بلغت وزالت بكارتها بزنا ولو تكرر متى زال الحياء عن وجهها أو ولدت من الزنا فللأب جبرها، ولا حق لولادتها من الزنا، والثيب التي زالت بكارتها بعارض كوثبة أو ضربة أو نحو ذلك، فللأب جبرها ولو عانسا.
أما من زالت بكارتها بنكاح فاسد ولو مجمعا على فساده فليس للأب جبرها إن درئ الحد لشبهة، وإلا فله جبرها.
الثالثة: المجنونة البالغة الثيب للأب جبرها لعدم تمييزها، ولا كلام لولدها معه إن كان لها ولد رشيد، إلا من تفيق أحيانا فتنتظر إفاقتها لتستأذن ولا تجبر.
ومحل جبر الأب في الثلاث إذا لم يلزم على تزويج أي منهن ضرر عادة، كتزويجها من خصي أو ذي عاهة – كجنون ونحوه – مما يرد به الزوج شرعا، وإلا فلا جبر.
ب – وصي الأب عند عدم الأب فله الجبر فيما للأب جبر فيه، ومحله إن عين له الأب الزوج، وبذل مهر المثل، ولم يكن فاسقا، بخلاف الأب فله جبرها مطلقا ولو بدون مهر المثل، وللوصي الجبر كذلك إن أمره الأب به ولو ضمنا، أو أمره بالنكاح ولم يعين له الزوج ولا الإجبار، بأن قال له: زوجها، أو زوجها ممن أحببت أو لمن ترضاه، وهذا هو الراجح، وقالوا: الراجح الجبر إن ذكر البضع أو النكاح أو التزويج بأن قال له الأب: أنت وصيي على بضع بناتي، أو على نكاح بناتي، أو على تزويجهن، أو وصيي على بنتي تزوجها، أو تزوجها ممن أحببت، وإن لم يذكر شيء من الثلاثة فالراجح عدم الجبر، كما إذا قال: وصيي على بناتي، أو على بعض بناتي، أو على بنتي فلانة، وأما لو قال: وصيي فقط فلا جبر اتفاقا. والوصي في الثيب البالغة إذا أمره الأب بتزويجها كأب، مرتبته بعد الابن، ولا جبر، فإن زوجها مع وجود الابن جاز على الابن، وإن زوجها الأخ برضاها جاز على الوصي، لصحة عقد الأبعد مع وجود الأقرب، والجواز بمعنى المضي بعد الوقوع، وإلا فالابن مقدم على الوصي، وهذا مقدم على الأخ. هذا عن الولي المجبر للأنثى، أما الولي المجبر للذكر فقالوا: يجبر أب ووصي وحاكم لا غيرهم ذكرا مجنونا مطبقا وصغيرا لمصلحة اقتضت تزويجهما، بأن خيف الزنا أو الضرر على المجنون فتحفظه الزوجة، ومصلحة الصبي تزويجه من غنية أو شريفة أو ابنة عم أو لمن تحفظ ماله، ولا جبر للحاكم إلا عند عدم الأب والوصي، إلا إذا بلغ عاقلا أي رشد ثم جن فالكلام للحاكم.
ج – المالك لأمة أو عبد، له جبرهما على النكاح، ولو كان المالك أنثى فلها الجبر كذلك لكن توكل في العقد على الأمة بخلاف العبد فلها العقد بنفسها، ويمتنع الجبر إن كان يلحق المملوك في النكاح الذي يجبر عليه ضرر، كالتزويج لذي عاهة، فلا جبر، ويفسخ النكاح ولو طال الأمد.
وللمالك الجبر ولو كان المملوك عبدا مدبرا أو معتقا لأجل، ما لم يمرض مالك المدبر، أو يقرب أجل العتق كالثلاثة الأشهر فدون، فإن مرض أو قرب الأجل فلا جبر للمالك.
والأصح عند اللخمي وغيره عدم الجبر مطلقا للأنثى المدبرة أو المعتقة لأجل.
ولا جبر للسيد على المبعض والمكاتب، لأن المكاتب أحرز نفسه وماله، والمبعض تعلقت به الحرية.
وكره للسيد جبر أم ولده بعد أن يستبرئها على النكاح، فإن جبرها صح على الأصح، وقيل: لا جبر له عليها، فإن جبرها لم يمض.
وجبر الشركاء مملوكهم – ذكرا أو أنثى – إن اتفقوا على تزويجه، لا إن خالف بعضهم فليس للآخر جبر.
وقدم المالك على سائر الأولياء المجبرين لقوة تصرفه لأنه يزوج الأمة مع وجود أبيها وله جبر الثيب والبكر، والكبيرة والصغيرة، والذكر والأنثى، لأن الرقيق مال من أمواله، وله أن يصلح ماله بأي وجه (1) .
84 – وقال الشافعية: للأب ولاية الإجبار وهي تزويج ابنه الصغير العاقل وابنته البكر صغيرة أو كبيرة، عاقلة أو مجنونة بغير إذنها، لخبر: ” الثيب أحق بنفسها من وليها، والبكر يستأذنها أبوها في نفسها ” (1) ، وفي رواية: ” البكر يستأمرها أبوها ” (2) حملت على الندب، ولأنها لم تمارس الرجال بالوطء فهي شديدة الحياء.
ولتزويج الأب ابنته البكر بغير إذنها شروط:
الأول: أن لا يكون بينه وبينها عداوة ظاهرة، فإن كان فليس له تزويجها إلا بإذنها بخلاف غير الظاهرة لأن الولي يحتاط لموليته لخوف العار وغيره.
الثاني: أن يزوجها من كفء.
الثالث: أن يزوجها بمهر مثلها.
الرابع: أن يكون المهر من نقد البلد.
الخامس: أن لا يكون الزوج معسرا بالمهر.
السادس: أن لا يزوجها بمن تتضرر بمعاشرته كأعمى وشيخ هرم.
السابع: أن لا يكون قد وجب عليها الحج، فإن الزوج قد يمنعها لكون الحج على التراخي، ولها غرض في تعجيل براءة ذمتها.
وهذه الشروط منها ما هو معتبر لصحة النكاح بغير الإذن، ومنها ما هو معتبر لجواز الإقدام فقط.
فالمعتبر لصحة النكاح دون إذنها من هذه الشروط: أن لا يكون بينها وبين وليها عداوة ظاهرة، وأن يكون الزوج كفئا، وأن يكون موسرا بحال الصداق حتى لا يكون قد بخسها حقها، وما عدا ذلك من الشروط معتبر لجواز الإقدام على عقد النكاح دون إذنها.
وقال الشافعية: ويستحب استئذان البكر إذا كانت مكلفة لحديث: ” البكر يستأمرها أبوها “. وتطييبا لخاطرها، أما غير المكلفة فلا إذن لها، ويسن استفهام المراهقة، وأن لا يزوج الصغيرة حتى تبلغ.
والمستحب في الاستئذان أن يرسل إليها نسوة ثقات ينظرن ما في نفسها، والأم أولى بذلك لأنها تطلع على ما لا يطلع عليه غيرها.
والجد أبو الأب وإن علا كالأب عند عدمه أو عدم أهليته فيما ذكر لأن له ولاية وعصوبة كالأب، ويزيد الجد عليه في صورة واحدة وهي تولي طرفي العقد بخلاف الأب.
ووكيل الأب والجد كالأب والجد، لكن وكيل الجد يتولى طرفي العقد.
ولا أثر لزوال البكارة بلا وطء في القبل، كسقطة، وحدة طمث وطول تعنيس – وهو الكبر – أو بأصبع ونحوه في الأصح كما في منهاج الطالبين – أو الصحيح كما في روضة الطالبين – بل حكمها حكم الأبكار لأنها لم تمارس الرجال فهي على حالها وحيائها، والثاني أنها كالثيب لزوال العذرة، ولو خلقت بلا بكارة فهي بكر.
ويلزم المجبر – الأب أو الجد – تزويج مجنونة أطبق جنونها بالغة محتاجة ولو ثيبا لاكتسابها المهر والنفقة، وربما كان جنونها لشدة الشبق، فإن لم يكن للمجنونة أب أو جد لم تزوج المجنونة الصغيرة حتى تبلغ، وحينئذ يزوجها السلطان في الأصح المنصوص، بمراجعة أقاربها تطييبا لقلوبهم ولأنهم أعرف بمصلحتها، والثاني: يزوجها القريب بإذن السلطان لقيامه مقام إذنها.
وتزوج بواسطة السلطان للحاجة – إلى النكاح بظهور علامة شهوتها، أو توقع شفائها بقول عدلين من الأطباء، لأن تزوجها يقع إجبارا وغير الأب والجد لا يملك الإجبار، وإنما يصار إليه للحاجة النازلة منزلة الضرورة، ولا يزوجها لمصلحة كتوفر المؤن في الأصح، والثاني: نعم كالأب والجد، قال ابن الرفعة وهو الأصح، وإذا أفاقت المجنونة – هذه – بعد تزويجها لا خيار لها، لأن تزويجها كالحكم لها أو عليها.
ويزوج الأب والجد المجنونة لأنه لا يرجى لها حالة تستأذن فيها، ولهما ولاية الإجبار، إن ظهرت مصلحة في تزويجها، ولا تشترط الحاجة قطعا، لإفادتها المهر والنفقة، بخلاف المجنون، وسواء في جواز التزويج صغيرة وكبيرة، ثيب وبكر، جنت قبل البلوغ أو بعده.
ويلزم الولي المجبر – الأب أو الجد – تزويج مجنون بالغ أطبق جنونه وظهرت حاجته للنكاح بظهور رغبته فيه إما بدورانه حول النساء وتعلقه بهن، أو بتوقع شفائه بالوطء بقول عدلين من الأطباء لظهور المصلحة المترتبة على ذلك.
فإن تقطع جنون الرجل والمرأة – ولو ثيبا – البالغين لم يزوجا حتى يفيقا ويأذنا، ويكون العقد حال الإفاقة (1) .
والأظهر عند الشافعية أنه ليس للسيد إجبار عبده – غير المكاتب والمبعض ولو صغيرا وخالفه في الدين – على النكاح، لأنه لا يملك رفعه بالطلاق، ولأن النكاح يلزم ذمة العبد مالا فلا يجبر عليه كالكتابة.
والثاني: له إجباره كالأمة، وقيل: يجبر الصغير.
وللسيد إجبار أمته غير المبعضة والمكاتبة على النكاح، لأن النكاح يرد على منافع البضع وهي مملوكة له، وبهذا فارقت العبد، فيزوجها برقيق ودنيء النسب وإن كان أبوها قرشيا لأنها لا نسب لها، ولا يزوجها بمعيب كأجذم وأبرص ومجنون بغير رضاها – وإن كان يجوز بيعها منه وإن كرهت – ولو أجبرها السيد والحالة هذه على النكاح لم يصح.
وإذا طلب العبد البالغ أو الأمة من سيد كل منهما أن يزوجه لم يجبر السيد على ذلك، لأنه يشوش عليه مقاصد الملك وفوائده، ولما فيه من تنقيص القيمة وتفويت الاستمتاع بالأمة عليه، ومقابل الأظهر في العبد: يجبر السيد على إنكاح العبد أو على بيعه، لأن المنع من ذلك يوقعه في الفجور إن خشي العنت، وقيل في الأمة: إن حرمت الأمة على السيد تحريما مؤبدا بنسب أو رضاع أو مصاهرة أو كانت بالغة تائقة خائفة الزنا، لزم السيد تزويجها، إذ لا يتوقع منه قضاء شهوتها، ولا بد من إعفافها، أما إذا كان التحريم لعارض كأن ملك أختين فوطئ إحداهما ثم طلبت الأخرى تزويجها فإنه لا يلزمه إجابتها قطعا (1) . .
85 – وقال الحنابلة في ولاية الإجبار: للأب خاصة تزويج بنيه الصغار، وكذا المجانين ولو بالغين دون إذنهم، لأنه لا قول لهم فكان له ولاية تزويجهم كأولاده الصغار، وحيث زوج الأب ابنه لصغره أو جنونه فإنه يزوجه بغير أمة لئلا يسترق ولده، ولا معيبة عيبا يرد به النكاح كرتقاء وجذماء لما فيه من التنفير، ويزوج الأب ابنه الصغير والمجنون بمهر المثل وغيره ولو كرها، وليس لأي منهما خيار إذا بلغ وعقل.
وللأب تزويج بناته الأبكار ولو بعد البلوغ دون إذنهن لقول النبي صلى الله عليه وسلم: ” الأيم أحق بنفسها من وليها، والبكر تستأذن في نفسها وإذنها صماتها ” (1) فلما قسم النساء قسمين وأثبت الحق لأحدهما دل على نفيه عن القسم الآخر وهي البكر، فيكون وليها أحق منها بها، ودل الحديث على أن الاستئذان هنا والاستئمار في حديث آخر مستحب غير واجب.
وللأب أيضا تزويج ثيب لها دون تسع سنين بغير إذنها، لأنه لا إذن لها.
وليس للجد تزويج هؤلاء بدون إذنهم لعموم الأحاديث، ولأنه قاصر عن الأب فلم يملك الإجبار كالعم. ويسن استئذان بكر بالغة هي وأمها، أما هي فلما تقدم، وأما أمها فلحديث ابن عمر رضي الله عنهما مرفوعا: ” آمروا النساء في بناتهن ” (1) ، ويكون استئذان الولي لها بنفسه أو بنسوة ثقات ينظرن ما في نفسها لأنها قد تستحيي منه، وأمها بذلك أولى لأنها تطلع منها على ما تخفيه على غيرها.
وحيث أجبرت البكر أخذ بتعيين بنت تسع سنين فأكثر كفئا لا بتعيين المجبر من أب أو وصيه، لأن النكاح يراد للرغبة فلا تجبر على من لا ترغب فيه.
وقد صرح بعض علماء الحنابلة بأنه يشترط للإجبار شروط هي:
أن يزوجها من كفء بمهر المثل، وأن لا يكون الزوج معسرا، وأن لا يكون بينها وبين الأب عداوة ظاهرة، وأن يزوجها بنقد البلد، فإن امتنع المجبر من تزويج من عينته بنت تسع سنين فأكثر، فهو عاضل سقطت ولايته، ويفسق به إن تكرر (2) .
وقالوا: وأما المجنونة فلجميع الأولياء تزويجها إذا ظهر منها الميل للرجال، لأن لها حاجة إلى النكاح لدفع ضرر الشهوة عنها، وصيانتها عن الفجور، وتحصيل المهر والنفقة والعفاف وصيانة العرض، ولا سبيل إلى إذنها فأبيح تزويجها كالبنت مع أبيها، ويعرف ميلها إلى الرجال من كلامها وتتبعها الرجال وميلها إليهم ونحوه من قرائن الأحوال، وكذا إن قال ثقة من أهل الطب إن تعذر غيره وإلا فاثنان: إن علتها تزول بتزويجها، فلكل ولي تزويجها لأن ذلك من أعظم مصالحها كالمداواة، ولو لم يكن للمجنونة ذات الشهوة ونحوها ولي إلا الحاكم زوجها.
وإن احتاج الصغير العاقل أو المجنون المطبق البالغ إلى النكاح لوطء أو خدمة أو غيرهما زوجهما الحاكم بعد الأب والوصي، أي مع عدمهما، لأنه ينظر في مصالحهما إذن، ولا يملك تزويجهما بقية الأولياء وهم من عدا الأب ووصيه والحاكم لأنه لا نظر لغير هؤلاء في مالهما ومصالحهما المتعلقة به، وإن لم يحتاجا إلى النكاح فليس للحاكم تزويجهما، لأنه إضرار بهما بلا منفعة (1) .
وللسيد عند الحنابلة إجبار إمائه الأبكار والثيب على النكاح، لا فرق بين الكبيرة والصغيرة منهن، ولا بين القن والمدبرة وأم الولد، لأن منافعهن مملوكة له، والنكاح عقد على منفعتهن، ولذلك ملك الاستمتاع بها، وبهذا فارقت العبد، ولأنه ينتفع بذلك ما له من مهرها وولدها وتسقط عنه نفقتها وكسوتها، ولا فرق بين كونها مباحة أو محرمة عليه كأخته من رضاع.
ولا يجبر مكاتبته ولو صغيرة لأنها بمنزلة الخارجة عن ملكه، ولذلك لا يلزمه نفقتها، ولا يملك إجارتها ولا أخذ مهرها.
وللسيد إجبار عبده الصغير، وكذا المجنون ولو بالغا، لأن الإنسان إذا ملك تزويج ابنه الصغير والمجنون فعبده كذلك مع ملكه وتمام ولايته أولى.
ولا يملك السيد إجبار عبده الكبير العاقل على النكاح، لأنه مكلف يملك الطلاق فلا يجبر على النكاح كالحر، والأمر بإنكاحه مختص بحالة طلبه (1) .

2- Wali Musyarokah atau Wali Nadbu

النوع الثاني: ولاية المشاركة أو ولاية الندب والاستحباب:
86 – هذه الولاية تفيد أن نكاح المولى عليها إنما يكون بعد أخذ إذنها ندبا واستحبابا عند أبي حنيفة وأبي يوسف، أو ولاية مشتركة بين الولي والمولى عليها عند محمد من الحنفية، أي لا ينعقد نكاح الولي إلا بعد أخذ إذن المولى عليها كما نص المالكية والشافعية والحنابلة.
وللفقهاء في ذلك تفصيل:
87 – فيرى أبو حنيفة وأبو يوسف في رأيه الأول أنه لا إجبار على البكر البالغة العاقلة في النكاح، وكذلك الحر البالغ العاقل والمكاتب والمكاتبة ولو صغيرين، لقول النبي صلى الله عليه وسلم: ” الثيب أحق بنفسها من وليها، والبكر تستأمر، وإذنها سكوتها ” (1) ، وقالت عائشة: ” يا رسول الله، يستأمر النساء في أبضاعهن؟ قال: نعم، قلت: فإن البكر تستأمر فتستحي فتسكت. قال: سكاتها إذنها ” (2) .
ولأن ولاية الحتم والإيجاب في حالة الصغر إنما تثبت بطريق النيابة عن الصغيرة لعجزها عن التصرف على وجه النظر والمصلحة بنفسها، وبالبلوغ والعقل زال العجز وثبتت القدرة حقيقة، ولهذا صارت من أهل الخطاب في أحكام الشرع، إلا أنها مع قدرتها حقيقة عاجزة عن مباشرة النكاح عجز ندب واستحباب، لأنها تحتاج إلى الخروج إلى محافل الرجال، والمرأة مخدرة مستورة
والخروج إلى محفل الرجال من النساء عيب في العادة، فكان عجزها عجز ندب واستحباب لا حقيقة، فثبتت الولاية عليها على حسب العجز، وهي ولاية ندب واستحباب لا ولاية حتم وإيجاب إثباتا للحكم على قدر العلة.
وأما طريق محمد فهو أن الثابت بعد البلوغ ولاية الشركة لا ولاية الاستبداد، فلا بد من الرضا كما في الثيب البالغة (1) .
وإذا كان الرضا في نكاح البالغة العاقلة شرط الجواز فإنها إذا زوجت بغير إذنها توقف التزويج على رضاها، فإن رضيت جاز، وإن ردت بطل.
وفرق الحنفية – كسائر فقهاء المذاهب – بين ما يعرف به الرضا بالنكاح من الثيب، وما يعرف به من البكر البالغة العاقلة، فقالوا: إن كانت المرأة التي يراد تزويجها ثيبا فرضاها يعرف بالقول تارة وبالفعل أخرى، أما القول فهو التنصيص على الرضا وما يجرى مجراه، والأصل فيه قوله صلى الله عليه وسلم: ” الثيب تستأمر في نفسها ” (2) ، وقوله صلى الله عليه وسلم: ” الثيب تعرب عن نفسها ” (1) ، وأما الفعل نحو التمكين من نفسها، والمطالبة بالمهر والنفقة، ونحو ذلك، لأن هذا دليل الرضا، وهو يثبت بالنص مرة وبالدليل أخرى، والأصل فيه ما روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال لبريرة رضي الله تعالى عنها: ” إن وطأك فلا خيار لك ” (2) .
وإن كانت المرأة بكرا فيعرف رضاها بهذين الطريقين، وبثالث وهو السكوت، وهذا استحسان، والقياس أن لا يكون سكوتها رضا.
وجه الاستحسان ما ورد عن عائشة رضي الله عنها ” أنها سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم: يستأمر النساء في أبضاعهن؟ قال: نعم. فقالت عائشة رضي الله تعالى عنها: فإن البكر تستأمر فتستحي فتسكت، فقال صلى الله عليه وسلم: سكاتها إذنها ” وروي: ” سكوتها رضاها ” وروي: ” سكوتها إقرارها ” (3) ، وكل ذلك نص في الباب، ولأن البكر تستحي عن النطق بالإذن في النكاح، لما فيه من إظهار رغبتها في الرجال فتنسب إلى الوقاحة، فلو لم يجعل سكوتها إذنا ورضا بالنكاح دلالة، وشرط استنطاقها وهي لا تنطق عادة، لفاتت عليها مصالح النكاح مع حاجتها إلى ذلك، وهذا لا يجوز، وترجح جانب الرضا على جانب السخط في سكوت البكر لأنها لو لم تكن راضية لردت، لأنها إن كانت تستحي عن الإذن فلا تستحي عن الرد، فلما سكتت ولم ترد دل على أنها راضية، بخلاف ما إذا زوجها أجنبي أو ولي غيره أولى منه، لأن احتمال السخط – في حالة السكوت – ازداد، فقد يكون سكوتها عن جوابه مع أنها قادرة على الرد تحقيرا له وعدم مبالاة بكلامه، فبطل رجحان دليل الرضا، ولأنها إنما تستحي من الأولياء من الأجانب، والأبعد عند قيام الأقرب وحضوره أجنبي، فكانت في حق الأجانب كالثيب، فلا بد من فعل أو قول يدل على الرضا، ولأن المزوج إذا كان أجنبيا أو كان الولي الأبعد كان النكاح من طريق الوكالة لا من طريق الولاية لانعدامها، والوكالة لا تثبت إلا بالقول، وإذا كان وليا فالجواز بطريق الولاية فلا يفتقر إلى القول.
ووجه القياس الذي لا يعتبر سكوت المرأة رضا أن السكوت يحتمل الرضا ويحتمل السخط، فلا يصلح دليل الرضا مع الشك والاحتمال، ولهذا لم يجعل دليلا إذا كان المزوج أجنبيا أو وليا غيره أولى منه.
والسنة للولي أن يستأمر البكر قبل النكاح ويذكر لها الزوج، فيقول: إن فلانا يخطبك أو يذكرك، فإذا سكتت فقد رضيت، لما ورد عن عائشة وغيرها، فإذا زوجها من غير استئمار فقد أخطأ السنة، زاد في البحر عن المحيط: وتوقف على رضاها، وقد صح ” أنه صلى الله عليه وسلم لما أراد أن يزوج فاطمة من علي رضي الله تعالى عنهما دنا إلى خدرها فقال: إن عليا يذكرك فسكتت فزوجها ” (1) .
ولو استأذن الولي البكر البالغة العاقلة في النكاح فضحكت غير مستهزئة، أو تبسمت، أو بكت بلا صوت فهو إذن – في المختار للفتوى – لأنه حزن على مفارقة أهلها، وإنما يكون ذلك عند الإجازة، وعن أبي يوسف في البكاء أنه رضا لأنه لشدة الحياء، وعن محمد رد لأن وضعه لإظهار الكراهة، قال ابن الهمام بعدما سبق: والمعول عليه اعتبار قرائن الأحوال في البكاء والضحك، فإن تعارضت أو أشكل احتيط.
ولو استأذنها الولي فبكت بصوت لم يكن إذنا ولا ردا، حتى لو رضيت بعده انعقد كما قال الحصكفي نقلا عن المعراج وغيره.
والحكم كذلك لو استأذنها الولي بواسطة وكيله أو رسوله، أو زوجها وليها وأخبرها رسوله أو فضولي عدل.
ولو قال الولي للبكر: أريد أن أزوجك فلانا، فقالت: غيره أولى منه لم يكن إذنا، ولو زوجها ثم أخبرها فقالت: قد كان غيره أولى منه كان إجازة، لأن قولها في الأول إظهار عدم الرضا بالتزويج من فلان، وقولها في الثاني قبول أو سكوت عن الرد، وسكوت البكر عن الرد يكون رضا.
ولو قال الولي للبكر: أريد أن أزوجك من رجل ولم يسمه فسكتت لم يكن رضا كذا روي عن محمد، لأن الرضا بالشيء بدون العلم به لا يتحقق.
ولو قال: أزوجك فلانا أو فلانا حتى عد جماعة فسكتت، فمن أيهم زوجها جاز.
ولو سمى لها الجماعة مجملا بأن قال: أريد أن أزوجك من جيراني أو من بني عمي فسكتت، فإن كانوا يحصون فهو رضا، وإن كانوا لا يحصون لم يكن رضا، لأنهم إذا كانوا يحصون يعلمون فيتعلق الرضا بهم، وإذا لم يحصوا لم يعلموا فلا يتصور الرضا، لأن الرضا بغير المعلوم محال.
ولو سمى الولي لها الزوج ولم يسم المهر فسكتت فسكوتها رضا على ما صححه التمرتاشي والمرغيناني وشراح كتابيهما تنوير الأبصار والهداية وجمهور المتقدمين، لأن للنكاح صحة بدون ذكر المهر، وقيل يشترط تسمية قدر الصداق مع تسمية الزوج، لاختلاف الرغبة باختلاف الصداقة قلة وكثرة، وتمام الرضا لا يثبت إلا بذكر الزوج والمهر وهو ما نقله الحصكفي عن المتأخرين، ونقله الكاساني عن الفتاوي.
ولو استأذن المرأة غير الولي الأقرب، كأجنبي أو ولي بعيد، فلا عبرة لسكوتها بل لا بد من القول أو ما هو في معناه من فعل يدل على الرضا كطلب مهرها ونفقتها، وتمكينها من الوطء، ودخوله بها برضاها، وقبول التهنئة والضحك سرورا، ونحو ذلك، لأن السكوت إنما جعل رضا عند الحاجة أي عند استئمار الولي وعجزها عن المباشرة، فلا يقاس عليه عدم الحاجة وهو من لا يملك العقد ولا التفات إلى كلامه.
وقالوا: من زالت بكارتها بوثبة – أي نطة – من فوق إلى أسفل، أو طفرة وهي عكس النطة، أو درور حيض، أو حصول جراحة، أو تعنيس فهي بكر حقيقة، لأن البكر عندهم المرأة التي لم تجامع بنكاح ولا غيره، كما نقل ابن عابدين عن الظهيرية، فهي وإن زالت منها العذرة – أي الجلدة التي على المحل – فإن بكارتها لم تزل لأنها لم تجامع، فهي بكر حقيقة، وهي كذلك بكر حكما تزوج كما تزوج الأبكار، وتأخذ في الرضا وغيرها حكم الأبكار حتى تدخل – كما قال ابن مودود الموصلي – تحت الوصية لهم بالإجماع.
ومن زالت عذرتها بوطء يتعلق به ثبوت النسب، وهو الوطء بعقد جائز أو فاسد أو شبهة عقد تزوج كما تزوج الثيب، ولا يكفي في رضاها السكوت.
وإذا زالت عذرتها بالزنا فإنها تزوج كما تزوج الأبكار في قول أبي حنيفة، لأنه علة إقامة السكوت مقام النطق في البكر الحياء، وهو موجود في حق هذه وإن كانت ثيبا حقيقة، لأن زوال بكارتها لم يظهر للناس فيستقبحون منها الإذن بالنكاح صريحا ويعدونه من باب الوقاحة، ولا يزول ذلك ما لم يوجد النكاح أو يشتهر الزنا، ولو اشترط نطقها فإن لم تنطق تفوتها مصلحة النكاح، وإن نطقت والناس يعرفونها بكرا تتضرر باشتهار الزنا عنها، فوجب أن لا يشترط دفعا للضرر. وقال أبو يوسف ومحمد: تزوج كما تزوج الثيب لقوله صلى الله عليه وسلم: ” البكر تستأمر والثيب تشاور ” (1) وهذه ثيب حقيقة، لأن الثيب حقيقة من زالت عذرتها وهذه كذلك، فيجرى عليها أحكام الثيب، ومن أحكامها أنه لا يجوز نكاحها بغير إذنها نصا فلا يكتفى بسكوتها.
ولو كانت مشتهرة بالزنا، بأن أقيم عليها الحد، أو اعتادته وتكرر منها، أو قضى عليها بالعدة، تستنطق بالإجماع لزوال الحياء وعدم التضرر بالنطق.
ولو مات زوج البكر أو طلقها قبل الدخول تزوج كالأبكار، لبقاء البكارة والحياء (2) .
88 – ويرى المالكية أن الولي غير المجبر هو من عدا الذين سبق ذكرهم في ولاية الإجبار، وهم الأب والوصي والحاكم والمالك، وعليه لا تزوج بالغ إلا بإذنها، سواء كانت بكرا أو ثيبا، والإذن من كل منهما مختلف فإذن البكر غير المجبرة صمتها، أي إذا سئلت، هل ترضين بأن نزوجك من فلان على مهر قدره كذا على أن الذي يتولى العقد فلان؟ فلا تكلف النطق، وندب إعلامها بأن سكوتها إذن ورضا، فإن لم تعلم بذلك وادعت الجهل فلا تقبل دعواها وتم النكاح عند الأكثر.
ولا تزوج البكر إن منعت، بأن قالت: لا أتزوج أو لا أرضى أو ما في معناه، وكذا إن نفرت، لأن النفور دليل عدم الرضا، لا إن ضحكت أو بكت فتزوج، لأن بكاءها يحتمل أنه لفقد أبيها الذي يتولى عقدها.
والثيب – ولو سفيهة – تعرب عن الرضا أو المنع، ولا يكتفى منها بالصمت ويشارك الثيب في عدم الاكتفاء بالصمت ست أبكار:

الأولى: البكر التي رشدها أبوها بأن أطلق الحجر عنها في التصرف المالي وهي بالغ فلا بد من إذنها بالقول.

الثانية: البكر التي عضلت فرفعت أمرها إلى الحاكم فزوجها الحاكم لا بد من إذنها بالقول، فإن أمر الحاكم أباها بالعقد، فأجاب وزوجها لم يحتج لإذن، لأنه مجبر.

الثالثة: البكر المهملة التي لا أب لها ولا وصي وزوجت بعرض، وهي من قوم لا يزوجون بالعروض، أو يزوجون بعرض معلوم فزوجها وليها بغيره لا بد من نطقها بأن تقول: رضيت به، ولا تكفي الإشارة.

الرابعة: البكر ولو مجبرة التي زوجت برقيق – أي التي أراد وليها أن يزوجها لرقيق – لا بد من إذنها بالقول، لأن العبد ليس بكفء للحرة.

الخامسة: البكر التي زوجت لذي عيب – كجذام وبرص وجنون وخصاء – فلا بد من نطقها بأن تقول: رضيت به مثلا.

السادسة: غير المجبرة التي افتيت عليها، أي تعدى عليها وليها غير المجبر فعقد عليها بغير إذنها ثم أنهى إليها الخبر فرضيت، فيصح النكاح، ولا بد من رضاها بالقول.
وقال المالكية: يصح عقد المفتات عليها إذا رضيت بعقد وليها عليها افتياتا بشروط ستة:

الأول: أن يقرب رضاها، بأن يكون العقد بالسوق أو بالمسجد مثلا ويسار إليها بالخبر من وقته.

الثاني: أن يكون الرضا بالقول، فلا يكفي الصمت.

الثالث: أن لا يقع منها رد للنكاح قبل الرضا به.

الرابع: أن تكون من افتيت عليها بالبلد حال الافتيات والرضا، فإن كانت بآخر لم يصح ولو قرب البلدان وأنهى إليها الخبر من وقته. الخامس: أن لا يقر الولي بالافتيات حال العقد، بأن سكت أو ادعى أنه مأذون، فإن أقر به لم يصح.

السادس: أن لا يكون الافتيات على الزوجة والزوج معا، فإن كان عليهما معا لم يصح ولا بد من فسخه.
والافتيات على الزوج كالافتيات على الزوجة في جميع ما مر، أي فيصح العقد إن رضي به نطقا، مع الشروط السابقة (1) .
89 – وقال الشافعية: ليس للولي المجبر تزويج ثيب بالغة وإن عادت بكارتها إلا بإذنها، لخبر: ” لا تنكحوا الأيامى حتى تستأمروهن ” (2) ، ولأنها عرفت مقصود النكاح فلا تجبر بخلاف البكر، فإن كانت تلك الثيب صغيرة غير مجنونة وغير أمة لم تزوج، سواء احتملت الوطء أم لا، حتى تبلغ، لأن إذن الصغيرة ليس معتبرا فامتنع تزويجها إلى البلوغ، أما المجنونة فيزوجها الأب والجد عند عدمه قبل بلوغها للمصلحة، وأما الأمة فلسيدها أن يزوجها.
وقالوا: وسواء في حصول الثيوبة واعتبار إذنها زوال البكارة بوطء في قبلها حلال كالنكاح أو حرام كالزنا أو بوطء لا يوصف بهما كشبهة، ولا فرق في ذلك بين أن يكون في نوم أو يقظة، والوطء في الدبر لا أثر له على الصحيح، لأنها لم تمارس الرجال بالوطء في محل البكارة.
ولا أثر لزوال البكارة بلا وطء في القبل، كسقطة وحدة طمث وطول تعنيس – وهو الكبر – أو بأصبع ونحوه في الأصح كما في منهاج الطالبين، أو الصحيح كما في روضة الطالبين بل حكمها حكم الأبكار لأنها لم تمارس الرجال فهي على حالها وحيائها، والثاني أنها كالثيب لزوال العذرة، ولو خلقت بلا بكارة فهي بكر (1) .
90 – وقال الحنابلة: لا يجوز لغير الأب من الأولياء تزويج حرة كبيرة بالغة – ثيبا كانت أو بكرا – إلا بإذنها، لحديث: ” لا تنكح الأيم حتى تستأمر، ولا تنكح البكر حتى تستأذن قالوا: يا رسول الله وكيف إذنها؟ قال: أن تسكت ” (1) إلا المجنونة فلسائر الأولياء تزويجها إذا ظهر منها الميل للرجال، لأن لها حاجة إلى النكاح لدفع ضرر الشهوة عنها، وصيانتها عن الفجور، وتحصيل المهر والنفقة العفاف وصيانة العرض، ولا سبيل إلى إذنها فأبيح تزويجها، كالبنت مع أبيها، ويعرف ميلها إلى الرجال من كلامها وتتبعها الرجال وميلها إليهم ونحوه من قرائن الأحوال، وكذا إن قال ثقة من أهل الطب إن تعذر غيره وإلا فاثنان: إن علتها تزول بتزويجها، فلكل ولي تزويجها لأن ذلك من أعظم مصالحها كالمداواة، ولو لم يكن للمجنونة ذات الشهوة ونحوها ولي إلا الحاكم زوجها.
وليس لمن عدا الأب ووصيه الذي نص عليه تزويج صغيرة لها دون تسع سنين بحال، ولهم تزويج بنت تسع سنين فأكثر بإذنها، ولها إذن صحيح معتبر نصا، لما روي عن عائشة رضي الله تعالى عنها أنها قالت: ” إذا بلغت الجارية تسع سنين فهي امرأة ” (2) ، وروي مرفوعا عن ابن عمر رضي الله تعالى عنهما (1) ، ومعناه: في حكم المرأة، ولأنها تصلح بذلك للنكاح وتحتاج إليه، أشبهت البالغة.
وإذن الثيب الكلام لقوله صلى الله عليه وسلم: ” الثيب تعرب عن نفسها ” (2) ، وهي من وطئت في القبل بآلة الرجال ولو بزنا، وحيث حكمنا بالثيوبة وعادت البكارة لم يزل حكم الثيوبة، لأن الحكمة التي اقتضت التفرقة بينها وبين البكر مباضعة الرجال وهذا موجود مع عود البكارة.
وإذن البكر الصمات ولو زوجها غير الأب لما سبق، وإن ضحكت أو بكت فذلك كسكوتها، لما ورد عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” تستأمر اليتيمة فإن سكتت فهو إذنها، وإن أبت فلا جواز عليها ” وفي رواية: ” فإن بكت أو سكتت ” (3) ولأنها غير ناطقة بالامتناع مع سماعها للاستئذان فكان ذلك إذنا منها، ونطق البكر أبلغ من سكوتها وضحكها وبكائها لأنه الأصل في الإذن وإنما اكتفي منها بالصمات للاستحياء، فإن أذنت نطقا فقد تم الإذن، وإن لم تأذن نطقا استحب أن لا يجبرها على النطق، واكتفي بسكوتها إن لم تصرح بالمنع.
وزوال البكارة بأصبع أو وثبة أو شدة حيضة ونحوه كسقوط من شاهق لا يغير صفة الإذن، فلها حكم البكر في الإذن، لأنها لم تخبر المقصود ولا وجد وطؤها في القبل فأشبهت من لم تزل عذرتها، وكذا وطء في الدبر ومباشرة دون الفرج لأنها غير موطوءة في القبل.
ويعتبر في الاستئذان تسمية الزوج على وجه تقع معرفة المرأة به، بأن يذكر لها نسبه ومنصبه ونحوه لتكون على بصيرة من إذنها في تزويجه لها، ولا يشترط في الاستئذان تسمية المهر لأنه ليس ركنا في النكاح ولا مقصودا منه، قال البهوتي: ولا يشترط أيضا اقترانه بالعقد، ولا يشترط الإشهاد على إذنها لوليها أن يزوجها ولو غير مجبرة، والاحتياط الإشهاد (1) .

والله أعلم بالصواب

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Demo slot scatter hitam slot https://itgid.org/akurat77/ akun demo slot77 slot thailand slot qris slot demo scatter hitam toto slot Slot77 situs toto slot slot demo gratis toto 4d Daun77 Daun77 Daun77 slot mahjong slot77 4d Usutoto demo situs slot gacor slot thailand Slot Terbaik Usutoto Usutoto slot toto slot Daun77 Daun77 Daun77 Akurat77 Akurat77 Akurat77 Akurat77 https://www.twitch.tv/asengbakbak/ https://grillmaster343.gumroad.com/ https://www.openstreetmap.org/user/Aseng%20Bak%20Bak https://open.mit.edu/profile/01JJYCB4QXWEWYCWR5FV6TXNS2/ https://www.lanubedocente.21.edu.ar/profile/yangphnen21/profile https://www.concentra.edu.do/profile/yangphnen21/profile https://www.tarauaca.ac.gov.br/profile/yangphnen21/profile https://www.colegioenlinea.edu.co/profile/yangphnen21/profile https://www.centrotecnologico.edu.mx/profile/yangphnen21/profile https://www.rodriguesalves.ac.gov.br/profile/yangphnen21/profile https://www.ceacuautla.edu.mx/profile/yangphnen21/profile https://www.lasallesancristobal.edu.mx/profile/yangphnen21/profile Bajak Laut Beraksi Tebar Angpao Dewa Rezeki Turun Tangan Sambut Imlek Hujan Angpao Dan Permen Sambut Imlek Lucky Neko Kucing Keberuntungan Spaceman Meluncur Ke Bumi Starlight Princess Joget Cantik Menjelang Tahun Baru Imlek, Mahjong Ways Permainan Bangsawan dari China Bagi Hadiah! Teknik Manipulasi Olympus1000 Efektif, Pancing Jepe Keluar Petir x1000! Pola Terbaru Lagi! Ini dia 5 Cara Menang dengan Mudah di Olympus1000! Pergi ke Taman Membeli Bunga, Dapat Jepe Wild Mahjong Ways Langsung Wede Tanpa Bunga! Pola Rahasia Telah Terbongkar! Situs Olympus1000 Ini Lagi Gacohhrr, Menangkan Bray! Rahasia Pecah x1000 di Mahjong Ways yang Jarang Diketahui! Olympus1000: Strategi Gachoor untuk Jepe Mxwin Tanpa Ribet Trik Mahjong Ways 3 agar Scatter Hitam Muncul Lebih Cepat Bagaimana Mendapatkan Jepe Mxwin di Mahjong Ways dengan Mudah Panduan Gachoor Olympus1000: Cara Mendapatkan Pecah x1000 Mahjong Ways 3: Tips Mendekati Scatter Hitam dengan Efektif Jangan Pakai Emosi, Inilah Kunci Sukses Jepe Mxwin di Mahjong Ways! Kamu Harus Coba! Olympus1000 Gachoor: Strategi Jitu Mendapatkan Pecah x1000 Trik Menang di Princess of Starlight Segampang Ini! Trik Rahasia Pola Penarik Jepe x5000! Jepe Mxwin Mahjong Ways: Tips Ampuh Raih Kemenangan Besar Paling Akurat Salad Menciptakan Mood Kuat! Pola Ahli Membawa Kebahagiaan pada Selot Online! Simak Kelucuannya! Pecah x1000 Mahjong Ways 3: Panduan Gachoor Anti Gagal Hari Ini! Strategi Mahjong Ways Terbaru Menjelang Imlek 2025 Jepe Mxwin Sensasional! Rahasia Mendapatkan Scatter Hitam dan Pecah x1000 di Mahjong Ways! Tips Rahasia Mahjong Ways 3 agar Jepe Mxwin Semakin Mencarimu! Cobain Sendiri Biar Tahu! Halubet76 Terungkap! 5 Jurus Ampuh Taklukan Petir Kakek Olympus 5 Trik Populer Pecah di Mahjong Ways dan 7 Alasan Mengapa Game Tersebut Sangat Digemari 7 Fakta Mencenangkan Mahjong Ways yang Jarang Diketahui Orang Pahami Teknik Rahasia Para Sultan Sukses Bermain di Mahjong Online Hacker Bobol Platform Game Online: Rahasia Pola Midas Fortune Terungkap Warga Antusias Bongkar Rahasia Mendapatkan Angpao dari Mahjong Ways dalam Rangka Menyambut Imlek Pemain Sepak Bola Tampan Sukses Menang Besar di Mahjong Ways Pemuda Desa Sukses Taklukan Tantangan Pola Mahjong Ways Bermodal 5 Ribu Rahasia Scatter Mahjong Ways Terungkap, Bule Cantik Kena Jambret di Bali Strategi Akurat Pola Efektif Mencapai Kemenangan Mutlak di Mahjong Ways DWV99 DWV138 DWVGAMING https://elearning.ikifa.ac.id/ MBAK4D MBAK4D METTA4D METTA4D METTA4D METTA4D https://jurnal.lapan.go.id/docs/ https://prod02.generacmobileproducts.com/ METTA4D METTA4D MBAK4D demo slot Mahjong Ways Jepe x1000, Keberuntungan Dahsyat yang Jarang Terjadi! Bocor Hujan Sketter di Mahjong Ways, Sensasi Baru yang Wajib Dicoba! Jepe Gila-Gilaan di Mahjong Ways! Peluang Besar Menanti Anda Sekarang Mahjong Ways Meledak dengan x1000, Keseruan yang Sulit Dilupakan! Rahasia Mahjong Ways Bocor Jepe x1000 yang Sedang Viral! Nikmati Hujan Sketter Mahjong Ways, Pengalaman Baru yang Tak Terbayangkan Mahjong Ways x1000, Momen Epik yang Siap Mengubah Hidup Anda! Kesempatan Pungut Cuan, Pola Jepe Sensasional Mahjong Ways di Akurat77 Berulah Lagi! Burung Merak Terbang ke Jakarta, Kemenangan Terjamin di Prakmatik Plai! Mahjong Ways Ngambek! Ngasih Wild Ga Henti Tapi Ga Ada yang Tahu! Inilah Waktu G4c0rnya! Olympus1000 Bocor Sketter dan Jepe x1000, Fenomena Ini Sedang Terjadi di Akurat77! Momen Langka! Olympus1000 Hujan Sketter yang Tak Diduga Petrik Kini Terbuka! Rasakan Jepe x1000 Olympus1000, Petualangan yang Mengguncang Adrenalin Olympus1000 Bocor Jepe Gila-Gilaan, Ini Dia Pola Rahasia Kemenangan Untuk Anda! Keajaiban Olympus1000: Hujan Sketter yang Membawa Keberuntungan Besar Sensasional! Peluang Kemenangan di Olympus1000 Terbuka! Inilah Saatnya Anda Cuan Hebat! Hujan Sketter di Olympus1000, Kakek Zeus Mengamuk Dikasih Hadiah Kemarahan Petir Jepe! Rahasia Dikasih Kejutan Mxwin Jepe x500 oleh Olympus1000, Ini Dia Cara yang Harus Kamu Cobain! Olympus1000 Bocor Sketter dan x1000, Sensasi Tak Tertandingi Ada di Sini! Serunya Olympus1000 Jepe Gila, Dikasih Spin Puas Hujan Sketter Berjejeran! Tiru Pola Ini Dalam Mahjong Ways Pola Rahasia Mahjong Ways Gempar Fitur Sketer Hitam Diretas Kejayaan Meraih Sketer Hitam Mahjong Ways Luncurkan Strategi Menaklukkan Starlight Princess Pola Andalan Usutoto Menaklukkan Princess Starlight Alasan Starlight Princess Mengamuk Hujan Lapuk! Kabar Viral Fufufafa Membuat Mahjong Ways Kembali Mengamuk Beri Jepe X100! Meroket! Keberhasilan Pelantikan Trump Membuat Pumping Mahjong Ways! Ini Selengkapnya! Mencari Buah Semangka: Inilah Trik Menang Pola Mahjong Ways yang Tidak Disangka! Pola Ini Kasih Jepe Paus Wild Sampai Banjir-Banjir! Mahjong Ways Beri Hujan FS! Kocak Abis! Pemenang Mahjong Ways Adi Sampai Goyang Dumang! Naga Emas Sampai Muncul! Bisikan Si Gobel! Tips dan Trik Pola Rahasia Kemenangan di Mahjong Ways 2 situs Akurat77 Dibocorkan! Kemayoran Kebakaran! Inilah 2 Pola Jepe Sketter yang Akan Memunculkan Naga Emas Permainan Mahjong Ways! Disangka Tidak Kompeten! Budi Beberkan Alasan Ia Berhenti Bekerja Demi Wild Mahjong! Panduan & Cara Akurat Memakai Pola Wede Jamin Kaya di Mahjong Ways 2025! Tips Para Ahli: Pakai Ratusan Pola Tapi Belum Wede di Mahjong Ways? Inilah Caranya! 5 Hal Ini Ternyata Membesarkan Peluang Kemenangan di Mahjong Ways! Tuntas Sudah! Pola Rahasia Ini Pasti Kasih Menang! Skater Hitam Pasti Turun. Kode Rahasia Dipecahkan! Mrs. Mimi Ungkap Dapat Jackpot Sehari 5 Kali! Usai Jepe Paus di Mahjong Ways, Mr Zack Bocorkan Pola Rahasianya! Ayo Cari Tahu! Aloe Pemulus Muka, Inilah Teknik Curangi Mahjong Ways yang Bikin Murka! 3 Strategi Curangi Mahjong Ways Hingga Dapat Hujan Scatter Hitam! Pergi ke Sawah Menanam Padi, Inilah Fitur Rahasia Mahjong Ways yang Harus Kamu Cobain! Ramalan Bintang! Inilah 5 Zodiak yang Diprediksi Pasti G4c0r di Mahjong Ways! Meresahkan Pecinta Selot! Mahjong Ways Kembali Mengamuk, Hujan Wild Dimana-mana! Strategi Akurat Memenangkan Mahjong Ways, Pola Jitu Pasti Sketter! Viral Game Princess Khusus LAKIK! Jepe Wangi Sedang Menanti! Pagi Cerah Bersama Kakek Petir, 5 Pola yang Akan Membuatmu Menggelintir! Jepe Maksimal di Olympus1000! Andi Bocorkan Rahasia Kemenangannya! Berburu Sketter Hitam dari Mahjong Ways, Ternyata Ini Rahasianya! Sangat Mudah! Mexwin Sensasional Hanya Pake Pola Ini! Rahasia Kemenangan Jitu Olympus1000! Dikasih Spin Puas Ama Kakek Olympus! Pola Pasti G4c0r yang Wajib Kamu Coba! Hujan Perkalian! Teknik Ini Bikin Hujan Petir Bersama Kakek Olympus1000! Rajin Ternak Pola, Abangda Berhasil Meraih Maxwin di Olympus1000! 10 Pola Terakurat yang Terbukti Memenangkan Budi di Starlight Princess! Berhasil Meraih Kemenangan Besar Pada Mahjong Ways! Pemuda Ini Sampai Pingsan Karena Shock! Rahasia Sukses Bermain Kakek Olympus1000 yang Perlu Anda Ketahui Panduan Lengkap Kakek Olympus1000: Cara Menang Mudah dan Cepat Mengungkap Strategi Kakek Olympus1000 untuk Pemain Pemula Trik Kakek Olympus1000 yang Bisa Membantu Anda Menang Lebih Sering Kenapa Kakek Olympus1000 Menjadi Pilihan Utama Penggemar Game? Taktik Terbaik untuk Meningkatkan Kemenangan di Kakek Olympus1000 Kakek Olympus1000: Cara Memanfaatkan Fitur-Fitur Khusus untuk Keuntungan Mengapa Kakek Olympus1000 Populer di Kalangan Gamer? Ini Penjelasannya Kakek Olympus1000: Langkah-langkah Mudah untuk Mencapai Menang Besar Tips Terbaik untuk Bermain Kakek Olympus1000 dengan Lebih Cermat Inilah Mengapa Kakek Olympus1000 Menjadi Permainan Favorit Banyak Orang Cara Menjadi Ahli dalam Kakek Olympus1000: Tips dari Pemain Berpengalaman 5 Hal yang Harus Anda Ketahui Sebelum Bermain Kakek Olympus1000 Kakek Olympus1000: Memahami Fitur Unik yang Membuatnya Menarik Strategi Jitu untuk Meraih Kemenangan Konsisten di Kakek Olympus1000 Mengoptimalkan Peluang Menang di Kakek Olympus1000 dengan Langkah Mudah Rahasia di Balik Kesuksesan Kakek Olympus1000 yang Wajib Anda Coba Kakek Olympus1000: Cara Memaksimalkan Setiap Putaran untuk Hasil Maksimal Trik Cerdas Memahami Pola di Kakek Olympus1000 untuk Meningkatkan Peluang Anda Tradisi Imlek Modern Angpao Trik Pamungkas PG Soft Viral Bocah Hilang Kesadaran Imlek Meriah Pahlawan Langit Beri Angpao Rayakan Imlek Bersama Koboi