![](https://i0.wp.com/ikaba.id/wp-content/uploads/2023/06/InShot_20230628_111257880.jpg?resize=1024%2C576&ssl=1)
Assalamualaikum.
Idzin bertanya, wahai kiyai , di kampung kami semua orang mendapat daging kurban, walaupun non muslim(orang kafir).
Apa dasar non muslim(orang kafir)dapat daging kurban? Mohon pencerahan dan ibaroh nya.
Wassalamu’alaikum warahmatullah
Wa alaikumussalam.
Jawaban:
DIKALANGAN ULAMA’ MADZHAB YANG EMPAT BERBEDA PENDAPAT
Pengikut Madzhab Imam Ahmad Bin Hanbal (عند الحنابلة)
BOLEH karena berkurban itu merupakan sedekah. Sedangkan tidak ada larangan untuk memberikan sedekah kepada pihak non-Muslim. Namun kebolehan memberikan daging kurban kepada non-Muslim tidak bisa dipahami secara mutlak. Tetapi harus dibaca dalam konteks non-Muslim yang bukan harbi (non-Muslim yang tidak memusuhi orang Islam). Dan bukan kurban wajib, tetapi kurban sunnah.
✅Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta’ala menjelaskan dalam kitabnya Al Mughniy :
فَصْلٌ : وَيَجُوزُ أَنْ يُطْعِمَ مِنْهَا كَافِرًا .وَبِهَذَا قَالَ الْحَسَنُ ، وَأَبُو ثَوْرٍ ، وَأَصْحَابُ الرَّأْيِ وَقَالَ مَالِكٌ : غَيْرُهُمْ أَحَبُّ إلَيْنَا .وَكَرِهَ مَالِكٌ وَاللَّيْثُ إعْطَاءَ النَّصْرَانِيِّ جِلْدَ الْأُضْحِيَّةِ . وَلَنَا أَنَّهُ طَعَامٌ لَهُ أَكْلُهُ فَجَازَ إطْعَامُهُ لِلذِّمِّيِّ ، كَسَائِرِ طَعَامِهِ ، وَلِأَنَّهُ صَدَقَةُ تَطَوُّعٍ ، فَجَازَ إطْعَامُهَا الذِّمِّيَّ وَالْأَسِيرَ ، كَسَائِرِ صَدَقَةِ التَّطَوُّعِ .فَأَمَّا الصَّدَقَةُ الْوَاجِبَةُ مِنْهَا ، فَلَا يُجْزِئُ دَفْعُهَا إلَى كَافِرٍ لِأَنَّهَا صَدَقَةٌ وَاجِبَةٌ ، فَأَشْبَهَتْ الزَّكَاةَ ، وَكَفَّارَةَ الْيَمِينِ
[انظر كتاب المغني : ج ٩ ص ٤٥٠ / مسألة الاستحباب أن يأكل ثلث أضحيته ويهدي ثلثها ويتصدق بثلثها / فصل يجوز إطعام الكافر من الأضحية / للإمام أبو محمد عبد الله بن أحمد بن محمد بن قدامة (٥٤١ – ٦٢٠ ه) على مختصر: أبي القاسم عمر بن حسين بن عبد الله بن أحمد الخرقي (المتوفى ٣٣٤ ه) / الناشر: مكتبة القاهرة، الطبعة: الأولى، (١٣٨٨ هـ = ١٩٦٨ مـ) – (١٣٨٩ هـ = ١٩٦٩ مـ)].
(Pasal): DAN BOLEH MEMBERIKAN MAKAN DARI HEWAN KURBAN KEPADA ORANG KAFIR. Inilah pandangan yang yang dikemukakan oleh Al-Hasanul Bashri, Abu Tsaur, dan kelompok rasionalis (ashhabur ra’yi). Imam Malik berkata, ‘Selain mereka (orang kafir) lebih kami sukai’. Menurut Imam Malik dan Al-Laits, makruh memberikan kulit hewan kurban kepada orang Nasrani. Sedang menurut kami, itu adalah makanan yang boleh dimakan karenanya boleh memberikan kepada kafir dzimmi sebagaimana semua makanannya,
[Lihat Kitab Al Mughniy : Juz 9 Hal 450. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy].
✅Menurut Pengikut Madzhab Imam Malik (عند المالكية)
MAKRUH memberikan daging kurban kepada kafir dzimmi ataupun yang lainnya kecuali mereka masih kerabatnya
✅Imam Al Kharsyi Al Malikiy rahimahullahu ta’ala menjelaskan dalam kitabnya Syarhu Al Kharsyi ‘Ala Mukhtashar Khalil :
الْمَشْهُورُ مِنْ الْمَذْهَبِ أَنَّهُ يُكْرَهُ لِلْمُضَحِّي أَنْ يُطْعِمَ الْكَافِرَ سَوَاءٌ كَانَ ذِمِّيًّا أَوْ غَيْرَهُ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ لِأَنَّهَا قُرْبَةٌ وَلَيْسَ هُوَ مِنْ أَهْلِ الْقُرَبِ وَهَلْ مَحَلُّ الْكَرَاهَةِ أَيْ كَرَاهَةِ إطْعَامِ الْكَافِرِ مِنْهَا إذَا بَعَثَ لَهُ مِنْهَا إلَى مَنْزِلِهِ أَمَّا إنْ كَانَ فِي عِيَالِ الْمُضَحِّي كَالظِّئْرِ وَعَبْدِهِ النَّصْرَانِيِّ أَوْ وَلَدِهِ النَّصْرَانِيِّ فَلَا كَرَاهَةَ وَهُوَ قَوْلُ ابْنِ حَبِيبٍ أَوْ الْكَرَاهَةُ مُطْلَقًا
[انظر كتاب شرح الخرشي على مختصر خليل : ج ٣ ص ٤١ / للامام أبو عبد الله محمد الخرشي المالكي / الناشر: المطبعة الكبرى الأميرية ببولاق مصر، الطبعة: الثانية، ١٣١٧ هـ].
Pandangan mazhab yang terkenal adalah tidak disukainya orang yang menyembelih kurban untuk memberi makan orang kafir, baik dia dzimmi atau orang lain dari kurbannya, karena itu termasuk ibadah dan dia bukan salah satu dari kerabat
Dan objek makruh yaitu makrooh memberi makan sebagian kepada orang kafir jika sebagian dikirim kepadanya ke rumahnya, tetapi jika ada di antara anak-anak kurban seperti lumbung dan budaknya yang beragama Kristen atau anak laki-lakinya yang beragama Kristen , maka tidak ada makruh, kata Ibnu Habib atau makruh sama sekali
✅Menurut Pengikut Madzhab Imam Imam Asy Syafi’iy (عند الشافعية)
a).MUTLAQ TIDAK BOLEH (BAIK DARI QURBAN SUNAT MAUPUN WAJIB), sebab, hewan kurban adalah jamuan Allah (dhiyafatullah) untuk mereka kaum muslimin yang fakir miskin pada hari raya Idul Adha.
Sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Nihayatul Muhtaj Ila Syarhi Al Minhaj oleh Imam Syamsuddin Ar Ramliy Asy Syafi’iy :
لَوْ ضَحَّى عَنْ غَيْرِهِ أَوْ ارْتَدَّ فَلَا يَجُوزُ لَهُ الْأَكْلُ مِنْهَا كَمَا لَا يَجُوزُ إطْعَامُ كَافِرٍ مِنْهَا مُطْلَقًا , وَيُؤْخَذُ مِنْ ذَلِكَ امْتِنَاعُ إعْطَاءِ الْفَقِيرِ وَالْمُهْدَى إلَيْهِ مِنْهَا شَيْئًا لِلْكَافِرِ , إذْ الْقَصْدُ مِنْهَا إرْفَاقُ الْمُسْلِمِينَ بِالْأَكْلِ لِأَنَّهَا ضِيَافَةُ اللَّهِ لَهُمْ فَلَمْ يَجُزْ لَهُمْ تَمْكِينُ غَيْرِهِمْ مِنْهُ لَكِنْ فِي الْمَجْمُوعِ أَنَّ مُقْتَضَى الْمَذْهَبِ الْجَوَازُ
[انظر كتاب نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج : ج ٨ ص ١٤١ / كتاب الأضحية / للإمام شمس الدين محمد بن أبي العباس أحمد بن حمزة شهاب الدين الرملي الشافعي (ت ١٠٠٤هـ) / الناشر: دار الفكر، بيروت، الطبعة: ط أخيرة – ١٤٠٤هـ/١٩٨٤مـ].
“Apabila seseorang berkurban untuk orang lain atau ia menjadi murtad, maka ia tidak boleh memakan daging kurban tersebut sebagaimana tidak boleh memberikan makan dengan daging kurban kepada orang kafir SECARA MUTLAK. Dari sini dapat dipahami bahwa orang fakir atau orang (kaya, pent) diberi yang kurban tidak boleh memberikan sedikitpun kepada orang kafir. Sebab, tujuan dari kurban adalah memberikan belas kasih kepada kaum Muslim dengan memberi makan kepada mereka, karena kurban itu sendiri adalah jamuan Allah untuk mereka. Maka tidak boleh bagi mereka memberikan kepada selain mereka. AKAN TETAPI MENURUT PENDAPAT KETENTUAN MADZHAB SYAFI’I CENDERUNG MEMBOLEHKANYA,”
[Lihat Kitab Nihayatu Al Muhtaj ila Syarhi Al Minhaj : Juz VIII, Hal 141. Karya Imam Syamsuddin Ar Ramliy Asy Syafi’iy].
Pendukung pendapat ini adalah bahwa tujuan kurban itu sendiri adalah untuk menunjukkan belas kasih kepada orang-orang Muslim dengan cara memberi makan kepada mereka. Sebab, hewan kurban adalah jamuan Allah (dhiyafatullah) untuk mereka pada hari raya Idul Adha. Konsekuensi logis dari cara pandangan seperti ini adalah TIDAK DIPERBOLEHKAN MEMBERIKAN DAGING KURBAN KEPADA NON-MUSLIM.
Dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy Asy Syafi’iy rahimahullahu ta’ala dalam kitabnya Tuhfatu Al-Muhtaj:
( وَلَهُ ) أَيْ الْمُضَحِّي عَنْ نَفْسِهِ مَا لَمْ يَرْتَدَّ إذْ لَا يَجُوزُ لِكَافِرٍ الْأَكْلُ مِنْهَا مُطْلَقًا وَيُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّ الْفَقِيرَ وَالْمُهْدَى إلَيْهِ لَا يُطْعِمُهُ مِنْهَا وَيُوَجَّهُ بِأَنَّ الْقَصْدَ مِنْهَا إرْفَاقُ الْمُسْلِمِينَ بِأَكْلِهَا فَلَمْ يَجُزْ لَهُمْ تَمْكِينُ غَيْرِهِمْ مِنْهُ
[انظر كتاب تحفة المحتاج في شرح المنهاج : ج ٩ ص ٣٦٣ / كتاب الأضحية / للإمام أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي الشافعي/ الناشر: المكتبة التجارية الكبرى بمصر لصاحبها مصطفى محمد، الطبعة: بدون طبعة، عام النشر: ١٣٥٧ هـ – ١٩٨٣ مـ].
(Dan baginya) yaitu, orang yang berkurban atasnama dirinya sendiri, selama dia tidak murtad, karena orang kafir TIDAK BOLEH MEMAKANNYA SAMA SEKALI (SECARA MUTLAK), yang diambil dari sembelihannya, dan diambil dari situ bahwa orang miskin dan orang yang diberikan hadiah kepadanya tidak boleh makan darinya, dan niatnya adalah untuk mengikat umat Islam untuk memakannya, maka tidak diperbolehkan bagi mereka untuk memberikan kesempatan/celah kemungkinan orang lain memakannya.
b).BOLEH JIKA DARI KURBAN SUNNAH, BANGET(SANGAT) KEFAKIRANNYA, dan BOLEH memberikan makanan kepada para tawanan, karena hal itu baik, dan pahala bisa diharapkan.
Yang memperbolehkan disyaratkan orang kafirnya harus faqiier sekali jikalau tidak memakannya bisa mati
Sebagaimana penjelasan Syaikh Sulaiman Al Bujairamiy Asy Syafi’iy rahimahullahu ta’ala dalam kitab Hasyiyyahnya :
لَكِنْ فِي الْمَجْمُوعِ أَنَّ مُقْتَضَى الْمَذْهَبِ الْجَوَازُ وَفِي ع ش عَلَى م ر.
(قَوْلُهُ: كَمَا لَا يَجُوزُ إطْعَامُ كَافِرٍ) دَخَلَ فِي الْإِطْعَامِ مَا لَوْ ضَيَّفَ الْفَقِيرُ أَوْ الْمُهْدَى إلَيْهِ الْغَنِيُّ كَافِرًا فَلَا يَجُوزُ، نَعَمْ لَوْ اضْطَرَّ الْكَافِرُ وَلَمْ يَجِدْ مَا يَدْفَعُ ضَرُورَتَهُ إلَّا لَحْمَ الْأُضْحِيَّةِ فَيَنْبَغِي أَنْ يَدْفَعَ لَهُ مِنْهُ مَا يَدْفَعُ ضَرُورَتَهُ وَيَضْمَنُهُ الْكَافِرُ بِبَدَلِهِ لِلْفُقَرَاءِ وَلَوْ كَانَ الدَّافِعُ لَهُ غَنِيًّا كَمَا لَوْ أَكَلَ الْمُضْطَرُّ طَعَامَ غَيْرِهِ فَإِنَّهُ يَضْمَنُهُ بِالْبَدَلِ، وَلَا تَكُونُ الضَّرُورَةُ مُبِيحَةً لَهُ إيَّاهُ مَجَّانًا (قَوْلُهُ: مُطْلَقًا) أَيْ فَقِيرًا أَوْ غَنِيًّا مَنْدُوبَةٌ أَوْ وَاجِبَةٌ
[انظر كتاب تحفة الحبيب على شرح الخطيب = حاشية البجيرمي على الخطيب : ج ٤ ص ٣٤٠ / كتاب الصيد والذبائح / فصل في الأضحية / للإمام سليمان بن محمد بن عمر البُجَيْرَمِيّ المصري الشافعي (ت ١٢٢١هـ) / الناشر: دار الفكر، تاريخ النشر: ١٤١٥هـ – ١٩٩٥مـ].
Akan tetapi dalam kitab Al Majmu’ disebutkan ketentuan Madzhab Asy Syafi’iy adalah BOLEH memberikan daging kurban kepada non-Muslim
“Pendapat yang mengatakan non muslim tidak boleh diberikan qurban, larangan tersebut termasuk juga ketika orang faqir atau orang muslim kaya yang diberikan hadiah daging qurban kedatangan tamu orang kafir maka dilarang memberikan jamuan qurban kepadanya. Tetapi bila orang kafir tersebut bertamu dan ia kelaparan sampai tidak ada makanan untuk menolong nyawanya melainkan daging qurban, maka BOLEH DIBERIKAN KEPADANYA SEUKURAN YANG DAPAT MENOLONG IA AGAR TIDAK MATI. Dan si non muslim tersebut harus memberikan ganti rugi uang sebesar harga daging yang ia makan, sekalipun yang memberikan makan kepadanya orang kaya. Sebagaimana orang yang mengalami dharurat (terpaksa) mencuri atau makan makanan orang lain tanpa izin, maka ia harus berikan ganti rugi (untuk menghalalkannya). Kondisi darurat (terpakasa) yang dialami seseorang tidak begitu saja menjadikan gratis barang yang ia makan. Perkataan kafir dilarang secara mutlak, yang dimaksud kafir adalah seluruhnya baik ia faqir atau kaya. Baik qurban sunnah atau juga qurban wajib.
✅Menurut Pengikut Madzhab Imam Abu Hanifah (عند الحنفية)
TIDAK BOLEH mengalokasikan denda kifarat, nadzar, sedekah zakat fitrah, dan daging kurban kepada orang kafir harbi (orang kafir yang memerangi Islam). Dan BOLEH MEMBERIKAN KEPADA KAFIR DZIMMI (kafir yang tidak memerangi orang Islam).
Imam ‘Alauddin Al Kasaniy Al Hanafiy rahimahullahu ta’ala menjelaskan dalam kitabnya Badai’u Ash Shanai’ Fi Tartibi Asy Syarai’ :
وَرُوِيَ عَنْ أَبِي حَنِيفَةَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – أَنَّهُ لَا يَجُوزُ، وَهَذِهِ الرِّوَايَةُ بِقَوْلِ أَصْحَابِنَا – رَحِمَهُمُ اللَّهُ -: أَشْبَهُ فَإِنَّهُمْ قَالُوا: إنَّهُ لَا يَجُوزُ صَرْفُ الْكَفَّارَةِ وَالنَّذْرِ وَصَدَقَةِ الْفِطْرِ وَالْأُضْحِيَّةِ إلَى الْحَرْبِيِّ الْمُسْتَأْمَنِ لِمَا فِيهِ مِنْ الْإِعَانَةِ عَلَى الْحِرَابِ، وَيَجُوزُ صَرْفُهَا إلَى الذِّمِّيِّ؛ لِأَنَّا مَا نُهِينَا عَنْ بِرِّ أَهْلِ الذِّمَّةِ
[انظر كتاب بدائع الصنائعفي ترتيب الشرائع : ج ٧ ص ٣٤١ / فصل في شرائط ركن الوصية / الشرط الذي يرجع إلى الموصى له / للامام علاء الدين، أبو بكر بن مسعود الكاساني الحنفي الملقب بـ «بملك العلماء» (ت ٥٨٧ هـ) ، الطبعة: الأولى ١٣٢٧ – ١٣٢٨ هـ].
Dan diriwayatkan dari Abu Hanifah rahimahullahu bahwa itu tidak diperbolehkan, dan narasi ini sesuai dengan kata-kata sahabat kita (Hanafiyyah) – rahimahumullahu -: Mereka berkata: TIDAK BOLEH mengalokasikan denda kifarat, nadzar, sedekah zakat fitrah, dan daging kurban kepada orang kafir harbi (orang kafir yang memerangi Islam) yang diharapkan keamanannya, karena hali itu bisa membantu mereka memerangi (orang Islam). Dan BOLEH MEMBERIKAN KEPADA KAFIR DZIMMI (yang tidak memerangi orang Islam), karena kami tidak dilarang untuk berbuat kebaikan kepada orang-orang kafir dzimmi.
[Lihat Kitab Badai’u Ash Shanai’ Fi Tartibi Asy Syarai’ : Juz 7 Hal 347. Karya Imam ‘Alauddin Al Kasaniy Al Hanafiy].
Didalam kitab Al-Fatawa Al-‘Alamgiriyya atau Al-Fatawa Al-Hindiyya, dijelaskan :
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ وَيُطْعِمَ مِنْهَا غَيْرَهُ، وَالْأَفْضَلُ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِالثُّلُثِ وَيَتَّخِذَ الثُّلُثَ ضِيَافَةً لِأَقَارِبِهِ وَأَصْدِقَائِهِ، وَيَدَّخِرَ الثُّلُثَ، وَيُطْعِمَ الْغَنِيَّ وَالْفَقِيرَ جَمِيعًا، كَذَا فِي الْبَدَائِعِ. وَيَهَبُ مِنْهَا مَا شَاءَ لِلْغَنِيِّ وَالْفَقِيرِ وَالْمُسْلِمِ وَالذِّمِّيِّ، كَذَا فِي الْغِيَاثِيَّةِ.
[انظر كتاب الفتاوى العالمكيرية المعروفة بالفتاوى الهندية : ج ٥ ص ٣٠٠ / كتاب الأضحية وفيه تسعة أبواب الباب السادس في بيان ما يستحب في الأضحية والانتفاع بها / المؤلف: جماعة من العلماء
برئاسة الشيخ: نظام الدين البرنهابوري البلخي
بأمر السلطان: محمد أورنك زيب عالمكير، الطبعة: الثانية، ١٣١٠ هـ / الناشر: المطبعة الكبرى الأميرية ببولاق مصر – بدون السنة]
“DISUNNAHKAH agar dia memakan sendiri kurbannya dan memberikan kepada orang lain. Yang paling afdhol adalah dia bersedekah dengan sepertiganya, mengambil sepertiganya lagi untuk memberi makan tamu dan keluarganya, dan menyimpan sepertiga lagi. Dia juga boleh memberikannya kepada yang kaya maupun miskin, demikian dari kitab Al-Bada`i’. Atau dia BOLEH MEMBERIKANNYA SEMAUNYA DIA KEPADA ORANG FAKIR DAN KAYA, MUSLIM MAPUN DZIMMI.”
[Lihat kitab Al-Fatawa Al-‘Alamgiriyya atau Al-Fatawa Al-Hindiyya, dijelaskan : Juz 5 Hal 300. Disusun Oleh Para Ulama’ India Yang Diketuai Oleh Al-Sheikh Nizam Al-Din Al-Balkhi Dengan Perintah Sultan Abu Al-muzaffar Muhammad Aurangzeb Alamgiriyya. Ia Adalah Fatwa Yang Berlandaskan Madzhab Hanafiy].
Referensi :
فقه الزكاة دكتور يوسف القرضاوى الجزء الثانى
إعطاء أهل الذمة من الصدقات
أما أهل الذمة وهم أهل الكتاب ومن في حكمهم ممن يعيشون بين ظهراني المسلمين، حيث دخلوا في ذمتهم، وخضعوا لسلطان دولتهم، وقبلوا جريان أحكام الإسلام عليهم، واكتسبوا بذلك التبعية لدار الإسلام، أو ما يشبه “الجنسية” بلغة عصرنا، فهؤلاء في صرف الزكاة والصدقات إليهم، خلاف وتفصيل، نوضحه فيما يلي:
الإعطاء من صدقة التطوع:
لا جناح على المسلم أن يعطي غير المسلم من أهل الذمة مما يتطوع به من الصدقات رعاية للرابطة الإنسانية، ولحرمة العهد الذي بينهم وبين المسلمين. وكفرهم بالإسلام لا يمنع من البر بهم والإحسان إليهم – ما داموا غير محاربين للمسلمين – قال تعالى: (لا ينهاكم الله عن الذي لم يقاتلوكم في الدين ولم يخرجوكم من دياركم أن تبروهم وتقسطوا إليهم، إن الله يحب المقسطين) (الممتحنة: 8).
وقد نزلت هذه الآية ردًا على تحرج بعض المسلمين من برِّ أقاربهم المشركين.
وقبل هذا ما رواه عن ابن عباس: أنهم كانوا يكرهون الصدقة على أنسابهم وأقربائهم من المشركين، فسألوا فرخِّص لهم، ونزلت هذه الآية (ابن كثير: 4/349 – طبع الحلبي). (ليس عليك هداهم ولكن الله يهدي من يشاء، وما تنفقوا من خير فلأنفسكم، وما تنفقون إلا ابتغاء وجه الله، وما تنفقوا من خير يوف إليكم وأنتم لا تظلمون) (البقرة: 272).
ومعنى (وما تنفقون إلا ابتغاء وجه الله) – كما قال ابن كثير (الجزء الأول ص 224)- أن المتصدق إذا تصدق ابتغاء وجه الله فقد وقع أجره على الله، ولا عليه في نفس الأمر لمن أصاب: ألبرٍّ أو فاجر؟ أو مستحق أو غيره؟ وهو مثاب على قصده، ومستند هذا تمام الآية: (وما تنفقوا من خير يوف إليكم وأنتم لا تظلمون).
وقد مدح الله الأبرار من عباده بقوله: (ويطعمون الطعام على حبه مسكينًا ويتيمًا وأسيرًا) (الإنسان: 8).
وقد كان الأسرى حينئذ من أهل الشرك، كما جاء عن الحسن وغيره (مصنف ابن أبي شيبة: 4/39-40).
Memberi sedekah kepada para dhimmi, (Kristen dll)
Memberikan sedekah kepada orang kristen ,Ahli Kitab dan orang-orang yang serupa dengan mereka, yang hidup di tengah-tengah kaum Muslimin, di mana mereka memasuki dzimma mereka, tunduk pada Pemerintah negara mereka, menerima aliran hukum Islam atas mereka. , dan dengan demikian timbul ketergantungan pada keislaman, atau yang disamakan dengan “kebangsaan” dalam bahasa zaman kita ini. Dalam mengeluarkan zakat dan sedekah kepada mereka, terdapat perbedaan dan perincian, yang kami jelaskan sebagai berikut:
Memberi dari sukarela amal:
Tidak ada dosa bagi seorang Muslim jika dia memberikan kepada non-Muslim dari kaum Dhimmah apa yang dia berikan secara sukarela untuk memelihara ikatan manusia, dan untuk kesucian perjanjian antara mereka dan kaum Muslimin. Dan kekafiran mereka terhadap Islam tidak menghalangi mereka untuk berbuat baik kepada mereka dan memperlakukan mereka dengan baik – selama mereka tidak memerangi kaum Muslimin – Allah yang Maha Tinggi berfirman: (Allah tidak melarang kamu dari orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama. dan tidak mengusir kamu dari rumahmu, agar kamu bersikap baik kepada mereka dan memperlakukan mereka dengan adil, karena Allah menyukai orang-orang yang adil) (Al-Mumtahinah: 8).
Wallahu A’lam bisshowab