PERTANYAAN :
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Bagaimana hukum menyentuh isterinya, batal atau tidak?
Jika batal kasih dalil dan jika tidak kasih dalil dari masing2 madzhab,
Sebab di tempat tinggal saya ada hal seperti itu.
JAWABAN :
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته.
Wudlunya tidak sah / harus diulang, niat lagi dan membasuh dari awal lagi, karena salah satu syarat sahnya wudhu adalah tidak adanya sesuatu yang merusaknya (di tengah wudhu) semisal haid dan menyentuh dzakar. Wallohu a’lam.
.وشرطه أى الوضوء كون الماء مطلقا إلى أن قال وعدم المنافي من نحو حيض ومس ذكر حال الوضوء لأنه اذا طرأ عليه أبطله فلا يصح مع وجوده، قوله لأنه اذا طرأ الخ ويحتاج بعد زواله الى استئناف طهارة وتجديد نية.الشرقاوي ١/٦٤
MENURUT EMPAT MADZHAB :
– Madzhab Syafii : menyentuh wanita ( seperti bersalaman dengan wanita ) membatalkan wudhu secara mutlaq
– Madzhab Imam Malik : membatalkan wudhu apabila bermaksud (menstimulus) birahi, atau (reflek) muncul syahwat
– Madzhab Imam Abi Hanifah : tidak membatalkan wudhu secara absolut
(Catatan:)
Sikap kita terhadap perbedaan pendapat para ulama adalah mengambil atau mengaplikasikan hukum yang sesuai dengan kondisi kita ;
_ apabila dalam kondisi normal dan mudah, kita memakai hukum yang azimah yaitu madzhab Syafii
_ namun bila kondisinya tidak memungkinkan, maka kita mengikuti imam Abi Hanifah.
Agama Islam itu mudah …
فتاوى البيت المسلم لفضيلة الامام العلامة ا. د. علي جمعة مفتي الديارالمصرية
Wallahu a’lam ..
SOLUSI :
Ada solusi Qiil dalam madzhab syafi’i. Menurut imam Furoni dan Imam Haromain tidak batal bila tak disengaja, menurut imam Ibnu Suraij tidak batal bila tidak syahwat, menurut imam AL AUZA’I tidak batal bila tidak menyentuh dengan tangan. Baca ktab AL BAHJAH JuZ 1 HLM 137 -138. Apakah itu mutlaq atau khusus dalam thowaf? Jawabannya MUTLAQ.
Memang terdapat pendapat di kalangan Syafi’iyah yang menyatakan tidak membatalkan wudhu bila persentuhan terjadi akibat tidak adanya kesengajaan, yaitu pendapat al-Furaani dan Imam Haramain. SOLUSINYA :
1. Mengikuti pendapat di atas
2. Pindah Madzhab, namun demikian harus mengikuti segala ketentuaan yang berlaku dalam madzhab yang diikutinya seperti syarat, rukun dan hal-hal yang membatalkan wudhu.
( قَوْلُهُ : وَسَوَاءٌ إلَخْ ) وَلَنَا وَجْهٌ أَنَّهُ لَا يُنْتَقَضُ وُضُوءُ الْمَلْمُوسِ ، وَوَجْهٌ أَنَّ لَمْسَ الْعُضْوِ الْأَشَلِّ أَوْ الزَّائِدِ لَا يَنْقُضُ ، وَوَجْهٌ لِابْنِ سُرَيْجٍ أَنَّهُ يُعْتَبَرُ الشَّهْوَةُ فِي الِانْتِقَاضِ قَالَ الْحَنَّاطِيُّ وَحُكِيَ هَذَا عَنْ نَصِّ الشَّافِعِيِّ ، وَوَجْهٌ حَكَاهُ الْفُورَانِيُّ وَإِمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَآخَرُونَ أَنَّ اللَّمْسَ لَا يَنْقُضُ إلَّا إذَا وَقَعَ قَصْدًا ، وَأَمَّا تَخْصِيصُ النَّقْضِ بِأَعْضَاءِ الْوُضُوءِ فَلَيْسَ وَجْهًا لَنَا بَلْ مَذْهَبُ الْأَوْزَاعِيِّ وَحُكِيَ عَنْهُ أَنَّهُ لَا يَنْقُضُ إلَّا اللَّمْسُ بِالْيَدِ كَذَا فِي الْمَجْمُوعِ
Dari kalangan Syafiiyah juga terdapat beberapa pendapat :
a. Ada yang menyatakan tidak menjadi batal wudhunya orang yang disentuh
b. Ada yang menyatakan tidak membatalkan menyentuh anggauta badan yang telah lumpuh atau anggauta tambahan
c. Ada yang menyatakan (pendapat Ibn Suraij) yang membatalkan saat terjadi syahwat dalam persentuhan, berkata al-Hannaathy diceritakan ini adalah hokum yang telah ditetapkan oleh Imam Syafi’i
d. Ada yang menyatakan (Pendapat al-Furaani dan Imam Haramain dan ulama-ulama lain) persentuhan kulit tidak membatalkan kecuali bila terjadi unsure kesengajaan.
Sedang bersentuhan kulit yang membatalkan terbatas pada anggauta wudhu saja bukan merupakan pendapat kalangan syafi’i namun pendapat al-Auzaa’i yang juga diceritakan menurutnya bahwa tidak membatalkan wudhu kecuali menyentuhnya dengan tangan, inilah yang diuaraikan dalam kitab al-majmuu’.
[ Syarh alBahjah alWardiyyah II/44 ].
ومما تعم به البلوي في الطواف ملامسة النساء للزحمة ، فينبغي للرجل أن لا يزاحمهن ولها أن لا تزاحم الرجال خوفا من انتقاض الطهارة ، فإن لمس أحدهما بشرة الآخر ببشرته انتقض طهور اللامس وفي الملموس قولان للشافعي رحمه الله تعالي أصحهما أنه ينتقض وضوءه وهو نصه في أكثر كتبه ، والثاني لا ينتقض واختاره جماعة قليلة من أصحابه والمختار الأول .
Termasuk cobaan yang umum dalam thowaf adalah bersentuhan kulit dengan wanita karena berdesakan, maka sebaiknya bagi laki-laki tidak mendesaknya dan bagi wanita tidak mendesak kaum pria karena dikhawatirkan rusaknya bersuci, bila terjadi persentuhan kulit diantara keduanya naka batal kesuciannya orang yang menyentuh. Sedang bagi yang disentuh terdapat dua pendapat milik Imam Syafi’i rh. Pendapat yang paling shahih menyatakan juga batal wudhunya ini teks keterangan beliau dibeberapa kitabnya, sedang menurut pendapat yang kedua tidak batal, pendapat ini dipilih oleh sebagian golongan dari pengikut beliau sedang pendapat yang terpilih adalah pendapat yang pertama. [ Al-Iidhooh Hal. 102 ].
Wallahu A’lamu Bis Showaab..
Pingback: T007. Bersentuhan antara Suami Istri atau Lain Jenis dalam Bab Wudhu’ | IKATAN ALUMNI BATA-BATA (IKABA) – imamghazali64285837