DUA CARA MEMBACA “MÂLIKI YAUM DALAM SHALAT”
Deskripsi Masalah:
Seorang Ahmad ( nama samaran)sering bepergian ketika mendengar adzan menunjukkan waktu shalat lalu dia berhenti dimasjid untuk melakukan shalat berjamaah, namun Sering terjadi, ketika seorang imam membaca surat al-Fatihah dan sampai pada ayat “Mâliki yaumid-dîn”, di rakaat pertama mîm-nya dipanjangkan, sedangkan pada rakaat kedua dipendekkan.
Pertanyaan:
Bagaimana Hukum praktik bacaan sebagaimana Deskripsi di atas?
Jawaban:
Hukumnya boleh, bahkan sebagian ulama membacanya dengan cara demikian (pendek pada rakaat kedua).
Referensi:
(Hâsyiyah al-Bâjûrî, 1/156)
وَكَانَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَةِ الْأُولَى مَالِك بِإِثْبَاتِ الْأَلِفِ وَفِي الثَّانِيَةِ مَلِك بِحَذْفِهَا لِأَنَّهُ يُسَنُّ طَوِيلُ الْأُولَى عَنْ الثَّانِيَةِ وَلَوْ بِحَرْفٍ اهـ
Referensi:
(Hâsyiyah al-Bâjûrî, 1/156)
“Sebagian ulama membaca pada rakaat pertama dengan ‘Mâlik’ (dengan menetapkan alif), dan pada rakaat kedua dengan ‘Malik’ (dengan menghilangkan alif), karena disunnahkan membaca rakaat pertama lebih panjang daripada rakaat kedua, meskipun hanya berbeda satu huruf.”
Intinya:
Perbedaan bacaan ini menunjukkan kekayaan dalam ilmu tajwid dan tafsir Al-Quran. Meskipun ada perbedaan pendapat, namun semua bacaan yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat dianggap sahih dan tidak mengurangi makna ayat.
المكتبة الشاملة
كتاب موسوعة التفسير المأثور
[مجموعة من المؤلفين] ج: ٢ص٣١-٣٢
١١٨ – عن أنس، قال: صلَّيْت خلف النبي – صلى الله عليه وسلم – وأبي بكر وعمر وعثمان وعلي، كلهم كان يقرأ: {مالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} (١). (١/ ٧٠)
١١٩ – عن بعض أزواج النبي – صلى الله عليه وسلم -، أنّ النبي – صلى الله عليه وسلم – قرأ: {مالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} (٢). (١/ ٧٠)
١٢٠ – عن أبي هريرة، أنّ النبي – صلى الله عليه وسلم – كان يقرأ: «مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ» (٣). (١/ ٧٠)
١٢١ – عن أبي هريرة، أنّ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – كان يقرأ: «مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ» (٤). (١/ ٧٠)
١٢٢ – عن عبد الله بن مسعود: أنه قرأ على رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: {مالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} بالألف، {غَيْرِ المَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ} خفضٌ (٥). (١/ ٧٠)
١٢٣ – عن عمر بن الخطاب -من طرق- أنّه كان يقرأ: {مالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} بالألف (٦) .. (١/ ٧٠)
١٢٤ – عن أبي قِلابة، أنّ أُبَيَّ بن كعب كان يقرأ: {مالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} (٧). (١/ ٧٠)
١٢٥ – عن أبي عبيدة، أنّ عبد الله [بن مسعود] قرأها: {مالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} (٨). (١/ ٧٠)
١٢٦ – عن أبي هريرة: أنّه كان يقرؤها: {مالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} بالألف (٩). (١/ ٧٠)
١٢٧ – عن يحيى بن وثاب -من طريق الأعمش- أنه كان يقرأ: {مالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} (١) [١٩]. (ز)
١٢٨ – عن محمد بن الحسن الشَّيْبانيّ: أنّ أبا حنيفة صَلّى بهم في شهر رمضان، وقرأ حروفًا اختارها لنفسه من الحروف التي قَرَأَهُنَّ الصحابة والتابعون، فقرأ: (مَلَكَ يَوْمَ الدِّينِ) على مثال: فَعَل، ونصب اليومَ، جعله مفعولًا (٢). (ز)
١٢٩ – قال يحيى بن سلّام: من قرأ «مَلِكِ» فهو من باب: المُلْكِ؛ يقول: هو مَلِكُ ذلك اليوم. وأخبرني بَحْرٌ السَّقّاءُ، عن الزهري، أنّ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – وأبا بكر وعمر كانوا يقرؤونها: {مالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} بكسر الكاف، وتفسيرها على هذا المقرأ: مالكه الذي يَمْلِكُه. وقرأ بعض القراء: (مالِكَ) بفتح الكاف، يجعله نداء: يا مالك
[١٩] رَجَّحَ ابنُ جرير (١/ ١٥١ – ١٥٤) قراءة «ملكِ يوم الدين» مُسْتَدِلاًّ على ذلك بإجماع القراء، وبالدلالات اللغوية؛ حيث إن لفظة «ملك» أعم من لفظة «مالك»، فكل ملكٍ فهو مالك، وليس كل مالكٍ ملِكًا، ومستدلاًّ بأن في قراءة «مَلِك» مع الآيات السابقة زيادة معنى ليست في قراءة {مالك} مع ما قبلها من الآيات؛ لأنه أخبر أنه مالك كل شيء بقوله: {رب العالمين} فتصير قراءة {مالك} تكريرًا لما قبلها من معنًى.
ورجّح ابن عطية (١/ ٧٤ – ٧٦) وابن كثير (١/ ٢١١) صِحَّة القراءتين معًا.
واستشهد ابن عطية بقراءة النبي – صلى الله عليه وسلم -: «مَلِك» و {مالك}.
وانتَقَدَ ابنُ عطية (١/ ٧٦ – ٧٧) قولَ مَن احتجَّ لقراءة {مَلِك} بأنّ لفظة «مَلِك» أعم من لفظة «مالِك» بقوله: «تتابع المفسرون على سَرْد هذه الحجة، وهي عندي غير لازمة؛ لأنهم أخذوا اللفظتين مطلقتين لا بنسبة إلى ما هو المملوك وفيه الملك، فأما إذا كانت نسبة الملك هي نسبة المالك، فالمالك أبلغ».
ووجّه ابن جرير (١/ ١٥٤ – ١٥٥) قراءة «مَلِك» بأنّ لله المُلْك يوم الدين خالصًا دون جميع خلقه الذين كانوا قبل ذلك في الدنيا ملوكًا جبابرة ينازعونه الملك، ويدافعونه الانفرادَ بالكبرياء والعظمة والسلطان والجبرية.
ووجّه قراءة {مالك} بمعنى: أنه يملك الحكمَ بينهم وفصلَ القضاء، متفرِّدًا به دون سائر خلقه.
“Kitab Ensiklopedia Tafsir Ma’tsur”
[Kumpulan Penulis] Jilid 2, Halaman 31-32
118 – Dari Anas, ia berkata: “Aku salat di belakang Nabi shallallahu alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, semuanya membaca: ‘Malik yaumid din’ (Penguasa hari pembalasan).” (1/70)
119 – Dari beberapa istri Nabi shallallahu alaihi wasallam, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam membaca: ‘Malik yaumid din’.” (1/70)
120 – Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam biasa membaca: “Malik yaumid din’.” (1/70)
121 – Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa membaca: “Malik yaumid din’.” (1/70)
122 – Dari Abdullah bin Mas’ud: Bahwa ia membaca kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: ‘Malik yaumid din’ dengan alif, ‘ghairul magdhubi alaihim’ dengan rafa’ (1/70)
123 – Dari Umar bin Khattab – melalui beberapa jalur – bahwa ia biasa membaca: ‘Malik yaumid din’ dengan alif” (6) .. (1/70)
124 – Dari Abu Qilabah, bahwa Ubay bin Ka’ab biasa membaca: ‘Malik yaumid din’.” (1/70)
125 – Dari Abu Ubaidah, bahwa Abdullah [bin Mas’ud] membacanya: ‘Malik yaumid din’.” (1/70)
126 – Dari Abu Hurairah: Bahwa ia biasa membacanya: ‘Malik yaumid din’ dengan alif” (9). (1/70)
127 – Dari Yahya bin Wuhab – melalui jalur al-A’masy – bahwa ia biasa membaca: ‘Malik yaumid din’.” (1) [19]. (Z)
128 – Dari Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani: Bahwa Abu Hanifah salat bersama mereka di bulan Ramadhan, dan membaca huruf-huruf yang ia pilih sendiri dari huruf-huruf yang dibaca oleh para sahabat dan tabi’in, maka ia membaca: (Malik yaumid din) dengan pola fa’ala, dan nasab yaum, menjadikannya maf’ul (2). (Z)
129 – Yahya bin Sallam berkata: “Barangsiapa membaca ‘Malik’, maka itu dari bab al-mulk; ia berkata: ‘Ia adalah Malik (Penguasa) hari itu.’ Dan telah memberitahuku Bahru al-Saqqaa’, dari al-Zuhri, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Abu Bakar, dan Umar biasa membacanya: ‘Malik yaumid din’ dengan kasrah pada huruf kaf, dan tafsirnya menurut bacaan ini adalah: ‘Malik-Nya yang memiliki-Nya.’ Dan beberapa qari’ membaca: (Malik) dengan fathah pada huruf kaf, menjadikannya sebagai panggilan: ‘Ya Malik’.”
[19] Ibn Jarir (1/151-154) lebih meyakini bacaan “Malik yaumid din” dengan dalil ijma’ para qari’, dan dalil-dalil bahasa; karena kata “Malik” lebih umum daripada kata “Malik”, setiap Malik adalah Malik, tetapi tidak setiap Malik adalah Malik, dan beliau berdalil bahwa dalam bacaan “Malik” dengan ayat-ayat sebelumnya terdapat penambahan makna yang tidak ada dalam bacaan {Malik} dengan ayat-ayat sebelumnya; karena telah diberitakan bahwa Dia adalah Penguasa segala sesuatu dengan firman-Nya: {Rabbul ‘alamin}, sehingga bacaan {Malik} menjadi pengulangan dari makna sebelumnya.
Dan Ibn ‘Atiyyah (1/74-76) dan Ibn Kathir (1/211) lebih meyakini kebenaran kedua bacaan tersebut.
Dan Ibn ‘Atiyyah mengutip hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam yang membaca “Malik” dan {Malik}.
Dan Ibn ‘Atiyyah (1/76-77) mengkritik pendapat orang yang berdalil untuk bacaan {Malik} dengan mengatakan bahwa kata “Malik” lebih umum daripada kata “Malik” dengan mengatakan: “Para mufassir bersepakat dalam menyajikan dalil ini, namun menurutku tidaklah tepat; karena mereka mengambil kedua kata tersebut secara mutlak, tidak dengan nisbah kepada apa yang dimiliki dan di dalamnya terdapat kekuasaan, maka jika nisbah kekuasaan adalah nisbah pemilik, maka Malik lebih tepat.”
Dan Ibn Jarir (1/154-155) menjelaskan bacaan “Malik” dengan mengatakan bahwa bagi Allah-lah kekuasaan pada hari kiamat secara khusus tanpa semua makhluk-Nya yang sebelumnya di dunia menjadi raja-raja yang besar menyaingi-Nya dalam kekuasaan, dan mempertahankan kesendirian dalam kebesaran, keagungan, kekuasaan, dan ketegasan.
Dan beliau menjelaskan bacaan {Malik} dengan makna: bahwa Dia memiliki keputusan di antara mereka dan pemisahan peradilan, secara khusus tanpa makhluk-Nya yang lain.
Penjelasan Singkat:
Teks di atas membahas perbedaan bacaan dalam Al-Quran, khususnya pada kata “Malik” (Penguasa) dalam surat Al-Fatihah. Para sahabat dan ulama berbeda pendapat mengenai bacaan yang benar, ada yang membaca dengan alif (Malik) dan ada yang membaca dengan kasrah (Malik). Masing-masing pendapat memiliki dalil dan penafsiran yang berbeda.
Intinya:
Perbedaan bacaan ini menunjukkan kekayaan dalam ilmu tajwid dan tafsir Al-Quran. Meskipun ada perbedaan pendapat, namun semua bacaan yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat dianggap sahih dan tidak mengurangi makna ayat.
Wallahu a’lam bish-shawab