PERTANYAAN :
Assalamualaikum ustadz..
Bagaimana hukumnya seorang suami menthalaq istrinya yang sedang hamil?
JAWABAN :
Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..
Imam Abu Zakariya Muhyiddin Yahya bin Syaraf al-Nawawi di dalam kitabnya (Syarh al Nawawi ‘Ala Muslim) menjelaskan bahwa hadist Nabi yang menyatakan “Kemudian ceraikanlah ia (istri) dalam kondisi suci atau hamil” mengindikasikan kebolehan menceraikan istri yang sedang hamil yang tampak jelas kehamilannya, ini merupakan pendapat Imam Syafi’i. Imam Ibnu Mundzir mengklaim bahwa ini adalah pendapat mayoritas Ulama’, diantaranya Imam Thawus, Imam al Hasan, Imam Ibnu Sirin, Imam Rabi’ah, Imam Hammad bin Abi Sulaiman, Imam Malik, Imam Ahmad, Imam Ishaq, Imam Abu Tsur, dan Imam Abu ‘Ubaid, juga sebagian Ulama’ dari kalangan madzhab Maliki, namun sebagian yang lain menyatakan haram. Ibnu Mundzir juga menceritakan riwayat lain dari al Hasan yang menyatakan bahwa sesungguhnya mencerai istri yang sedang hamil adalah makruh.
Di dalam sebuah literatur Fiqh kontemporer (al Mausu’ah al Fiqhiyah al Kuwaitiyah) juga dijelaskan bahwa menceraikan istri yang sedang hamil adalah sah berdasar kesepakatan Ulama’, baik raja’i ataupun bain (dan seterusnya). Dan jika ia dicerai dengan cerai raja’i, maka sah ruju’nya suami kepadanya pada pertengahan masa iddah.
Berdasar pemaparan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa cerai seorang suami kepada istrinya yang sedang hamil adalah sah walaupun sebagian Ulama’ menyatakan makruh bahkan haram.
2. “Jika suami mengajak ruju’, apakah harus melaksanakan akad lagi?”
dari uraian tersebut di atas, juga dapat diketahui bahwa suami diperbolehkan meruju’ istri yang telah diceraikan sebelum selesai masa iddah. Syaikh Muhammad bin Umar Nawawi al-Jawi al-Bantani di dalam kitabnya (Tausikh ‘Ala Ibni Qasim) juga menegaskan bahwa jika seorang suami mencerai istrinya dengan 1 atau 2 cerai, maka diperbolehkan baginya untuk ruju’ (walaupun tanpa seizing istri) dalam masa iddah. (Untuk lebih jelas mengenai cara ruju’ suami,
Wallahu a’lam bis shawab.
Dasar pengambilan (1)
قوله صلى الله عليه و سلم ( ثم ليطلقها طاهرا أو حاملا ) فيه دلالة لجواز طلاق الحامل التي تبين حملها وهو مذهب الشافعي قال بن المنذر وبه قال أكثر العلماء منهم طاوس والحسن وبن سيرين وربيعة وحماد بن أبي سليمان ومالك وأحمد وإسحاق وأبو ثور وأبو عبيد قال بن المنذر وبه أقول وبه قال بعض المالكية وقال بعضهم هو حرام وحكى بن المنذر رواية أخرى عن الحسن أنه قال طلاق الحامل مكروه شرح النووي على مسلم – (ج 10 / ص 65)
Dasar pengambilan (2)
يَصِحُّ طَلاَقُ الْحَامِل رَجْعِيًّا وَبَائِنًا بِاتِّفَاقِ الْفُقَهَاءِ …………..الى ان قال فَإِذَا طَلَّقَهَا رَجْعِيًّا صَحَّ رُجُوعُ الزَّوْجِ إِلَيْهَا أَثْنَاءَ الْعِدَّةِ . الموسوعة الفقهية الكويتية – (ج 16 / ص 273(
Dasar pengambilan (3)
(وإذا طلق) شخص (امرأته واحدة أو اثنتين فله) بغير إذنها (مراجعتها مالم تنقض عدتها) ــ إلى أن قال ــ (فإن انقضت عدتها) أي الرجعة (حل له) أي زوجها (نكاحها بعقد جديد وتكون معه) بعد العقد (على ما بقي من الطلاق) سواء اتصلت بزوج غيره أم لا. إهـ هامش توشيح على ابن قاسم ص 218-219 دار الفكر
Wallahu a’lamu bisshowab..