Kategori
Uncategorized

Q.008.NIAT DAN DO’A QURBAN DAN AQIQOH

Assalamualaikum
Deskripsi masalah.
Saya Abdul Hamid Aceh ingin berqurban Wajib atau Nadzar, dan saudaraku sepupu ingin juga berqurban dengan qurban sunnah akan tetapi kami tidak tahu niatnya

Pertanyaannya.
Bagaimana niat dan do’a quban, baik qurban sunnah ataupun qurban wajib ? Mohon penjelasannya Kiyai

Waalaikum salam.

Jawaban:
Sesungguhnya setiap amalan itu bergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.”
Sebagaimana Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam bersabda:.


 عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ . [رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة.

“Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan”.
(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .
 
Catatan :
Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam syafi’i berkata : Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba tergantung dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiganya. diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata : Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata : Hadits ini merupakan sepertiga Islam.
 
Adapun asbabul wurud dari Hadis ini, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama : “Ummu Qais”, bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah atau mengharap keridhaan Allah SWT. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais).

Kemudian terkait pertanyaan sebagaimana deskripsi jika seseorang ingin berqurban wajib, atau sunnah atau qurban Nadzar maka dia harus berniat karena niat termasuk bagian dari syarat ,namun demikian penting sebelumnya kami berikan contoh ibarah yang menunjukan qurban sunnah yaitu sebagaimana berikut:

Kitab Sulaiman Kurdi juz 2 halaman 204

وَقَالَ العَلاَّمَةُ السَّيِّد عُمَرُ البَصْرِى فِى حَوَاشِ التُّحْفَة المحتاج ……….. كَذَالِكَ فِى نَازِلَةٍ وَقَعَتْ لِهَذَا الحَقِيْر وَهِيَ اشْتَرَى شَاةً لِلتَّضْحِيَةِ فَلَقِيَهُ شَحْصٌ آخَرَ فَقَالَ مَاهَذِهِ فَقَالَ أُضْحِيَتِى.

Al Allamah As Sayid Umar Al Bashriy berkata dalam komentar atas kitab Tuhfatul Muhtaj: Demikian pula dalam peristiwa yang terjadi pada seorang yang naif ini, yakni seseorang membeli kambing untuk digunakan qurban lalu bersua dengan seseorang lain kemudian bertanya: ‘Apa ini?’ Maka jawab si orang tadi: ‘Qurbanku.


Adapun niatnya adalah sebagaimana saya kutip dari kitab ” SYARQOWI SYARAH TAHRIR berikut :

Niat qurban sunnah

نويتُ الأضحية المسنونة لله تعالى


Saya niat qurban yang disunnahkan karena Allah Taala .

Atau memakai kalimat:

نويتُ أداءَ سُنّةِ التضحيةِ لله تعالى


Niat saya melaksanakan sunnah qurban karena Allah Ta’ala atau saya niat melaksanakan qurban sunnah karena Allah Ta’ala

Niat qurban wajib

نويتُ الأضحيةَ الواجبةَ لله تعالى

Saya niat qurban wajib karena Allah Ta’ala

Atau memakai kalimat:

نويتُ أداءَ واجبةِ التضحيةِ لله تعالى


Saya niat melaksanakan kewajiban qurban karena Allah Ta’ala .

NIAT QURBAN SEKALIGUS AQIQOH DIGABUNGKAN dengan mengikuti pendapatnya Imam Romli sah tetapi menurut Ibnu Hajar tidak sah berikut ibarohnya dan niatnya sebagai berikut:

مسئلة) لو نوي العقيقة والضحية لم تحصل غير واحد عند حج ويحصل الكل عند م ر اهـ


(Masalah) Apabila seseorang meniati aqiqah dan qurban, maka tidak hasil kecuali satu (niat) menurut Imam Ibnu Hajar , dan bisa hasil keseluruhannya(yaitu niat beraqiqoh dan niat berqurban) menurut Imam Muhammad Ramli. (Itsmid al-‘Ain Hal 77).

Ibarot senada bisa dilihat di : Bughyah alMustarsyidin 154, al-Baajuri II/304 dan al-Qalyubi IV/255.

Niat Qurban dan sekaligus aqiqoh Wajib

نويتُ الأضحيةَ والعقيقة الواجبتين لله تعالى

Niat Qurban dan sekaligus aqiqoh sunnah.

نويتُ الأضحية والعقيقة المسنونتين لله تعالى

Lalu bagaimana semisal seseorang yang mengatakan jika saya sukses dalam usaha bisnis (dagang ) maka saya nadzar akan berqurban, ternyata usahanya betul-betul sukses maka dia wajib berqurban yang tentunya dengan hewan tertentu, sedangkan contoh ungkapan yang bisa menjadikan makna Nadzar baik secara hakikat maupun secara hukum adalah sebagai berikut:

Referensi:

Kitab Bajuriy juz 2 halaman 310:

وَقَولُهُ مِنَ الأُضْحِيَّةِ المَنْذُورَةِ اى حَقِيْقَةً كَمَا لَو قَالَ: للهِ عَلَيَّ ان أُضْحِيَ بِهَذِهِ, فَهَذِهِ مُعَيَّنَةٌ بِالنَذْرِ إبْتِدَاءً, كَمَا لَو قَالَ للهِ عَلَيَّ أُضْحِيَّةٌ… أوْ حُكْمًا كَمَا لَوْ قَالَ هَذِه اُضْحِيَةٌ اَو جَعَلْتُ هَذِهِ اُضْحِيَةٌ فَهَذِهِ وَاجِبَةٌ بِالجَعْلِ لَكِنَّهَا فِى حٌكْمِ المَنْذُرَةِ.

Yang termasuk qurban nadzar sebenarnya adalah seperti apabila seseorang berkata: ‘Demi Allah wajib atasku berqurban dengan ini’ maka ucapan itu jelas sebagai nadzar sejak awal. Hal ini sebagaimana apabila seseorang berkata ‘Demi Allah wajib atasku qurban” atau secara hukum sebagai nadzar. Seperti bila seseorang berkata: Ini adalah hewan qurban’ atau diucapkan ‘Aku menjadikan ini sebagai hewan qurban’. Maka ini adalah wajib disebabkan kata ‘menjadikan’, akan tetapi dalam konteks hukum yang dinadzari.

Dari ibarah diatas tentang ucapan dengan kata tertentu maka hal ucapan tersebut hakikatnya adalah qurban nadzar sedang kata Ja’lu ( menjadikan ) maka dalam hal ini adalah berarti qurban wajib akan tetapi dalam konteks hukum yang dinadzarkan . Sedangkan niatnya walau qurban nadzar tetap mempunya arti wajib .Dengan demikian tidak perlu niat mandzuroh melainkan tetap niat qurban wajib sebagaimana contoh niat tersebut.


شرقاوي على شرح التحرير.ص ٤٦٥
ويشترط لها نية عند ذبح أو قبله عند تعيين لمايضحي به سواء كانت تطوعا أو واجبة بنحو جعلتها أضحية أو بتعيينها له عن نذر لا فى عين لها بنذر إبتداء فلايشترط لها نية ومعلوم أن النية بالقلب وتسن باللسان فيقول نويت الأضحية المسنونة أو أداء سنة التضحية فى المسنونة أو الواجبة .فإن قتصر على نحو الأضحية صارت واجبة يحرم الأكل منها ولو من جاهل قال م ر.

Niat dan Do’a Ketika menyembelih qurban dengan disembelih sendiri maka do’anya sebagai berikut:

بسم الله والله أكبر اللهم هذا منك وإليك فتقبل منّي كماتقبلتَ من سيدنا محمد نبيك ورسولك وإبراهيم خليلِك.


Jika menyembelih qurban diwakilkan kepada Kiyai atau tukang jagal maka niat dan Do’anya sebagai berikut:

بسم الله والله أكبر اللهم هذا منك وإليك فتقبلْ منّا كماتقبلت من سيدنا محمد نبيك ورسولك وإبراهيم خليلك.

Referensi:


تنوير القلوب:ص،٢٤٨
والأفضل أن يذبح الأضحية بنفسه فإن لم يحل وكل مسلما عالما بشروطها وحضر ذبحها ويقول الذابح اللهم هذا منك وإليك فتقبل منّي كماتقبلتَ من سيدنا محمد نبيك ورسولك وإبراهيم خليلِك

Begitu pula halnya dengan niat aqiqoh tinggal merubah kalimat qurban diganti aqiqoh karena hukumnya aqiqoh sama dengan qurban .misalnya ;

نويتُ العقيقة المسنونة عن ولدي…/بنتي…….. لله تعالى

نويتُ العققيةَ الواجبةَ عن ولدي…/بنتي……لله تعالى

Atau dengan melafadhkan niat Aqiqoh wajib sebagai berikut:

نويت العقيقة عن ولدي ….فرضا لله تعالى

Niat aqiqoh sunnat:

نويت العقيقة عن ولدي ….سنة لله تعالى

Referensi:


تنوير القلوب. ٢٤٨
واماالعقيقة للمولود فهى سنة مؤكدة تذبح يوم السابع، ويقول عند الذبح  بسم الله والله أكبر اللهم هذا منك وإليك  اللهم هذه عقيقة  فلان ..    ………


Namun demikian ada do’a disaat Aqiqoh  disebutkan dalam Risalatul Mu’asyarah Halaman 41  yang dikutip dari Kitab Qurratul Uyun lissyaikh Al-Imam Al-Alim Al-Allamah Al-Hammam Abi Muhammad Qosim bin Ahmad bin Musa   Ibnu Yamun Attalidy Al-Ahmasyi.

*Jika anak laki- yang diaqiqohkan do’anya begini.*

اللهم ربي إن هذه عقيقة فلان بن فلان دمها بدمه ولحمها بلحمه وعظمها بعظمه وجلدها بجلده وشعرها بشعره  اللهم اجعلها فداء لفلان بن فلان من النار.

*Jika anak perempuan- yang diaqiqohkan do’anya begini*

اللهم ربي إن هذه عقيقة فلان بن فلان دمها بدمها ولحمها بلحمها وعظمها بعظمها وجلدها بجلدها وشعرها بشعرها  اللهم اجعلها فداء لفلان بن فلان من النار.

_Artinya: Ya Allah Tuhanku sesungguhnya ini adalah Aqiqohnya.  sebut namanya yang diaqiqohi_ .. _Darahnya aqiqoh dengan darahnya ( fulan) dan dagingnya aqiqoh dengan dagingnya dan tulangnya aqiqoh dengan tulangnya dan kulitnya aqiqoh dengan kulitnya dan bulu-bulunya aqiqoh dengan bulunya/_ rambutnya, Ya Allah jadikanlah aqqoh ini _sebagai tebusan ………dari api neraka._

Catatan

Doa aqiqah yang disebutkan diatas secara eksplisit tidak ada dalam hadits yang sahih atau kitab-kitab rujukan utama seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, atau kitab-kitab fiqih klasik yang banyak dikenal, seperti Al-Umm (Imam Syafi’i) atau Al-Mughni (Ibn Qudamah). Namun, doa tersebut dapat ditemukan dalam beberapa kitab fiqih atau kitab panduan pelaksanaan aqiqah yang berkembang dalam tradisi Islam.

Doa seperti ini biasanya diajarkan di beberapa kalangan umat Islam sebagai doa yang sifatnya doa ijtihad, artinya disusun oleh ulama-ulama terdahulu untuk memohon keberkahan dan kebaikan dalam prosesi aqiqah. Salah satu sumber yang memuat doa semacam ini adalah kitab-kitab fikih mazhab, seperti I’anatuth Thalibin, atau kitab-kitab panduan amalan sehari-hari yang lebih bersifat lokal atau tradisional.

Meskipun demikian, dalam Islam, doa yang dibaca saat aqiqah tidaklah harus baku seperti itu. Yang lebih penting adalah niat ikhlas dan doa agar anak yang diaqiqahkan diberi keberkahan.

Begitulah jawaban Untuk Ust. HAMID  ACEH.


والله أعلم بالصواب

Kategori
Uncategorized

ZAKAT ” HUTANG PIUTANG UANG

Assalamu Alaikum.

Maaf para kiyai,dimohon jawabannya.

Deskripsi masalah.
Ada orang ( yang bernama Ahmad ) bekerja merantau ke luar negri.Alhamdulillah hasilnya bekerja, Ahmad mempunyai uang lebih dari 100 juta.Tapi mohon maaf, uang yang 100 juta itu ada ditangan orang lain atau dihutangkan kepada orang lain dengan waktu yang lama, sehingga jika dihitung sampai melebihi dari satu tahun.

Pertanyaannya:

Apakah uang 100 juta dari hasil bekerja di luar negri sementara masih ada ditangan orang lain ( dihutangi ) Wajib zakat..?

Waalaikum salam

Jawaban: Ditafshil

Jika uang yang dipinjamkan diniatkan untuk modal usaha bisnis atau dangang maka dalam hal ini , Uang 100 juta dari hasil bekerja di luar negri tersebut wajib zakat, walaupun uang tersebut berada ditangan orang lain ( Da’in ). Tetapi jika orang yang meminjamkan uang bukan pedagang atau meminjamkan uang bukan tujuan modal melainkan semata-mata untuk membantu meringankan kesusahan orang yang berhutang maka Mudin ( orang yang menghutangkan ) dalam hal ini tidak wajib zakat uang .
Alasan yang wajib zakat jika diniatkan modal:
1: Karena di kitab Mughnil Muhtaj, disebutkan, bahwa
jika seseorang ( Ahmad ) memiliki uang ( harta dagangan) yang sampai satu nishob selama 6 bulan. Kemudian Ahmad menghutangkan uang ( harta dagangan ) itu kepada Umar, maka dianggap tidak putus haul nya. Jadi menurut imam Rofi’i didalam bab zakatnya tijaroh ( harta dagangan ), uangnya ( harta dagangannya ) Ahmad yang dihutang oleh Umar itu wajib dizakati.

2- Karena hutang tidak termasuk penghalang (menguragi) nishob zakat

Referensi:


(مغني المحتاج)
(وَشَرْطُ زَكَاةِ النَّقْدِ الْحَوْلُ) لِخَبَرِ أَبِي دَاوُد وَغَيْرِهِ «لَا زَكَاةَ فِي مَالٍ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ» (1) نَعَمْ لَوْ مَلَكَ نِصَابًا سِتَّةَ أَشْهُرٍ مَثَلًا ثُمَّ أَقْرَضَهُ إنْسَانًا لَمْ يَنْقَطِعْ الْحَوْلُ كَمَا ذَكَرَهُ الرَّافِعِيُّ فِي بَابِ زَكَاةِ التِّجَارَةِ فِي أَثْنَاءِ تَعْلِيلٍ وَأَسْقَطَهُ مِنْ الرَّوْضَةِ.

Dalam madzhab Syafi’i, hutang tidak menghalangi kewajiban zakat. Jadi
Seseorang yang berdagang yang sudah sampai nishob , namun modalnya dapat dari hutangan itu tetap wajib mengeluarkan zakatnya dagangan.Alasannya ialah karena hutang tidak termasuk penghalang (pengurang) nishob zakat. Wallohu a’lam.

(مغني المحتاج،جز ١ ،صحيفة ٤١١)
ولا يمنع الدين وجوبها ) سواء أكان حالا أم لا

Hutang itu tidak menghalangi terhadap di wajibkannya zakat,sama saja hutangnya itu kontan atau kredit………..

(تحفة المحتاج في شرح المنهاج ، جز ١٣ ، صحيفة ٢٢)
( وَلَا يَمْنَعُ الدَّيْنُ ) الَّذِي فِي ذِمَّةِ مَنْ بِيَدِهِ نِصَابٌ فَأَكْثَرُ مُؤَجَّلًا أَوْ حَالًّا لِلَّهِ تَعَالَى أَوْ لِآدَمِيٍّ ( وُجُوبَهَا ) عَلَيْهِ ( فِي أَظْهَرِ الْأَقْوَالِ ) لِإِطْلَاقِ النُّصُوصِ الْمُوجِبَةِ لَهَا وَلِأَنَّهُ مَالِكٌ لِنِصَابٍ نَافِذِ التَّصَرُّفِ فِيهِ وَلَوْ زَادَ الْمَالُ عَلَى الدَّيْنِ بِنِصَابٍ وَجَبَتْ زَكَاتُهُ قَطْعًا كَمَا لَوْ كَانَ لَهُ مَا يُوفِيهِ غَيْرَ مَا بِيَدِهِ وَالثَّانِي يَمْنَعُ مُطْلَقًا

Dan hutang(yang ada di tangannya orang yang sudah mempunyai satu nishob,atau lebih dari satu nishob,sama saja hutang itu kontan atau kredit) itu tidak mencegah terhadap di wajibkannya zakat,menurut qoul ( pendapat ) yang lebih dhohir.

Referensi: Tentang Hutang piutang uang

فقه الزكاة للشيخ يوسف القرضاوى الجزء الثانى

وقت الوجوب: تجب زكاة الأوراق النقدية عند مضي الحول، وهو سنة كاملة من حين ملكه لها، والأيسر لضبط ذلك تحديد يوم في السنة، فإذا حل هذا اليوم فإن المسلم يحسب ما يملكه من النقود، وهذا يشمل كل ما في ملكه من الرواتب الشهرية وأجرة الدور وريع المستغلات التجارية التي لا تعد للبيع وجميع ما في الحساب الجاري من سيولة نقدية، ويخصم ما عليه من الديون الحالّة، ثم يُخرج مما تبقى ربع العشر (أي 2.5%).
ثالثاً: زكاة عروض التجارة
المقصود بعروض التجارة: ما ملكه المسلم بنية بيعه والمتاجرة فيه، فلا تشمل الزكاة الأعيان التي لا تُعد للبيع، ونصابها معتبر بقيمتها، ومقداره وكنصاب الورق النقدي، فإذا كانت قيمة العروض مساويةً لقيمة 595 جراماً من الفضة وجبت فيها الزكاة.
القدر الواجب إخراجه: ربع العشر من قيمة العروض التجارية في السوق عند مضي الحول، والمعتبر عند التقويم سعر البيع، فإذا كان البيع بالجملة المعتبر سعر الجملة، وإن كان البيع بالتجزئة فالمعتبر سعر التجزئة.
رابعاً: زكاة أسهم الشركات
– ١- ان يقصد بتملكها الاستثمار والحصول على الأرباح والعوائد: فإن كانت الشركة تخرج الزكاة (كما في السوق السعودي) فلا زكاة على مالك السهم، وإن شك في إخراج الشركة للزكاة كاملة فإن عليه إخراج ما تبرأ به ذمته.
وإن كانت الشركة لا تخرج الزكاة فيجب على مالك السهم تقدير الزكاة باحتساب ما تجب فيه من قيمة الموجودات، وإن شق عليه وأراد الاحتياط فيخرج 2.5% من القيمة الدفترية للأسهم التي يملكها بعد خصم الأصول الثابتة، القيمة الدفترية للسهم عبارة عن حقوق المساهمين مقسومة على عدد الأسهم المصدرة.
– ٢ -ان يقصد بتملك الأسهم المتاجرة أو المضاربة فيها للاستفادة من فروق أسعار الشراء والبيع: فهذا يزكي ما يملك من أسهم زكاة عروض تجارة، فإذا حال عليه الحول ينظر إلى قيمة الأسهم السوقية، ويزكيها زكاة عروض التجارة (2.5%).
خامساً: زكاة الصناديق الاستثمارية
يجب على من يملك وحدات في الصناديق الاستثمارية إخراج زكاتها إلا أن كان مدير الصندوق يخرج الزكاة نيابةً عن المساهمين.
وتُزكى وحدات الصناديق كزكاة عروض التجارة (2.5%) حسب قيمتها يوم الحول، ويخصم منها الموجودات غير الزكوية كالأصول الثابتة والأصول المعدة للتأجير إن وُجِدت.
سادساً: زكاة الأراضي
– ١-إن نوى بتملكها المتاجرة بها فإنه يخرج ربع العشر من قيمتها إذا حال الحول عليها وهي في ملكه سواء ملكها بإرث أو هبة أو معاوضة.
– ٢- إذا لم ينوِ المتاجرة بها عند تملكها فإنه لا زكاة فيها كما لو نوى أن يجعلها منزلاً أو استراحة أو مزرعة.
– ٣- إذا كانت الأرض معدة للإيجار أو للبناء عليها من أجل الإيجار فلا زكاة على مالكها في قيمتها، وإنما تجب الزكاة في أجرتها.
سابعاً: زكاة المساهمات العقارية
– ١- لأصل أن ما يوضع في هذه المساهمات من مال تجب زكاته كل عام مع ما تحقق من أرباح، وتجب الزكاة على كل مساهم بمقدار نصيبه، ويُعتبر ذلك بالقيمة التي تساويها عند الحول سواءً زادت عن رأس المال أو نقصت.
– ٢- لمساهمات المتعثرّة التي لا يمكن تصفيتها ولا يستطيع المساهم فيها الحصول على ماله لا تجب زكاتها على المساهمين من حين تعثرّها.

ثامناً: زكاة الديون
أ- الديون التي لك على الآخرين:
– ١- إن كان الدين على مليء باذل فإنه تجب زكاته مع سائر الأموال، ويجوز تأخير زكاته حتى يقبضه، فيزكيه لما مضى.
– ٢- إن كان الدين غير مرجو الوفاء كالدين على معسر أو جاحد أو مماطل فإنه لا تجب زكاته، وإذا قبضه فإنه يستأنف به حولاً جديداً، وإن زكاه عن سنة واحدة فحسن.
ب- الديون التي عليك:
– ١- إذا كان الدين يحل خلال حول الزكاة فإنه يخصم من المال الذي عندك مما تجب فيه الزكاة.
– ٢- إذا كان الدين مؤجلاً ففي خصمه من المال الزكوي خلاف مشهور بين الفقهاء، فمنهم من يرى أن الدين المؤجل يُخصم كاملاً، ومنهم من يرى أنه يُخصم بقيمته لو كان حالاً، ومنهم من يرى أنه لا يُخصم، وهذا الأخير هو ما يظهر لي رجحانه، والله أعلم.

Waktu kewajiban: Zakat atas uang kertas harus dibayar ketika telah lewat satu tahun, yaitu satu tahun penuh sejak dia memilikinya, dan cara yang paling mudah untuk mengontrolnya adalah dengan menentukan hari dalam setahun. eksploitasi yang tidak siap untuk dijual dan semua yang ada di rekening giro dalam hal likuiditas tunai, dan apa yang terhutang dikurangkan dari hutang yang belum dibayar, dan kemudian seperempat dari sepersepuluh (yaitu 2,5%) diambil dari sisanya .
Ketiga: Zakat penawaran dagang
Yang dimaksud dengan penawaran jual beli adalah barang yang dimiliki seorang muslim dengan niat untuk dijual dan diperjualbelikan, maka zakat tidak termasuk barang-barang yang tidak dipersiapkan untuk dijual, dan nisabnya diperhitungkan dalam nilai, jumlah dan sebagai nisab uang kertas. .
Jumlah yang harus dibayar: seperempat dari sepersepuluh dari nilai penawaran komersial di pasar ketika tahun telah berlalu, dan apa yang dipertimbangkan ketika menilai harga jual.
Keempat: Zakat atas saham perusahaan
1 – Bahwa pemilik bermaksud untuk berinvestasi dan memperoleh keuntungan dan pengembalian: Jika perusahaan membayar zakat (seperti di pasar Saudi) , maka tidak ada zakat pada pemilik saham.
Jika perusahaan tidak membayar zakat, maka pemilik saham harus menaksir zakat dengan menghitung apa yang menjadi haknya dari nilai harta ekspor.
2- Bahwa dia bermaksud dengan memiliki saham perdagangan atau berspekulasi di dalamnya untuk memanfaatkan selisih harga jual dan beli: orang ini membayar zakat atas saham yang dia miliki sebagai penawaran dagang, dan setelah lewat satu tahun dia melihat nilai pasar saham, dan membayar zakat padanya sebagai zakat penawaran dagang (2,5%) .
Kelima: Zakat dana investasi
Mereka yang memiliki unit dalam dana investasi harus membayar zakat padanya, kecuali pengelola dana membayar zakat atas nama pemegang saham.
Zakat atas satuan dana adalah zakat atas penawaran dagang (2,5%) menurut nilainya pada hari dalam setahun, dan harta yang tidak dapat dizakati seperti harta tetap dan harta yang dimaksudkan untuk disewakan, jika ada, dikurangkan darinya.
Keenam: Zakat atas tanah
1- Jika dia bermaksud untuk memilikinya untuk diperdagangkan, dia membayar seperempat dari sepersepuluh dari nilainya jika satu tahun telah berlalu ketika dia memilikinya, baik dia memilikinya melalui warisan, hadiah atau pertukaran .
2 – Jika dia tidak berniat untuk memperdagangkannya ketika memilikinya, maka tidak ada zakat atasnya, sebagaimana jika dia berniat menjadikannya rumah, rumah peristirahatan, atau tanah pertanian.

  1. Jika tanah itu disewakan atau dibangun di atasnya untuk disewakan, maka tidak ada kewajiban zakat atas nilainya kepada pemiliknya, tetapi wajib zakat atas sewanya.
    Ketujuh: Zakat kontribusi real estate
    1 – Prinsipnya adalah bahwa uang yang ditempatkan dalam kontribusi ini harus dizakatkan setiap tahun dengan keuntungan yang diperoleh, dan zakat wajib atas setiap pemegang saham sesuai dengan bagiannya, dan ini dianggap nilai yang sama dengan itu pada saat itu. tahun, apakah itu lebih dari modal atau kurang.
    2- Kontribusi macet yang tidak dapat dicairkan dan pemegang saham tidak dapat memperoleh uangnya Zakat tidak wajib bagi pemegang saham sejak mereka gagal bayar.
    Kedelapan: zakat utang
    A- Utang yang harus dibayar oleh orang lain:
    1- Jika hutang itu dipiutang oleh orang yang berutang uang, maka zakatnya harus dibayar bersama dengan sisa uangnya.
    2- Jika hutang tidak diharapkan untuk dibayar, seperti hutang orang yang bangkrut, tidak tahu berterima kasih, atau menunda-nunda, maka zakatnya tidak wajib.
    B- Hutang kamu:
    1- Jika hutang jatuh tempo dalam tahun zakat, maka itu dipotong dari uang yang kamu miliki untuk zakat.
    2- Jika utang ditangguhkan, maka dalam memotongnya dari uang zakat, ada perbedaan pendapat yang terkenal di antara para ahli fiqih.Sebagian dari mereka melihat bahwa utang yang ditangguhkan itu telah dipotong seluruhnya, dan sebagian dari mereka melihat bahwa itu dikurangi nilainya jika itu langsung, dan beberapa dari mereka melihat bahwa itu tidak dikurangi, dan yang terakhir inilah yang menurut saya lebih utama. Allah maha mengetahui

Wallahu A’lam bisshowab

Kategori
Uncategorized

Q.007.PANITIA ( PEKERJA) KURBAN DAN TUKANG JAGAL

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya pekerja kurban diberi upah/diberi persen dengan dagingnya kurban , wahai kiyai? kemudian jika tidak boleh , bagaimana solusi secara islami?

Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jawaban:
Panitia atau pekerja daging kurban hukumya tidak boleh diberi upah/dipersen dengan dagingnya kurban.
Adapun solusinya adalah panitia atau para pekerja kurban itu boleh diberi dagingnya kurban.Tapi dengan syarat daging kurban yang diberikan kepada pekerja kurban itu harus diambilkan dari bagiannya orang yang berkurban dengan cara orang yang berkurban itu berniat sedekah daging kurban yang diberikannya kepada pekerja kurban( panitia).

Referensi:

المكتبة الشاملة
كتاب كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار
[تقي الدين الحصني]
فصول الكتاب
ص: ٥٣٣

وَاعْلَم أَن مَوضِع الْأُضْحِية الِانْتِفَاع فَلَا يجوز بيعهَا بل وَلَا بيع جلدهَا وَلَا يجوز جعله أُجْرَة للجزار وَإِن كَانَت تَطَوّعا بل يتَصَدَّق بِهِ المضحي أَو يتَّخذ مِنْهُ مَا ينْتَفع بِهِ من خف أَو نعل أَو دلو أَو غَيره وَلَا يؤجره والقرن كالجلد وَعند أبي حنيفَة رَحمَه الله أَنه يجوز بَيْعه وَيتَصَدَّق بِثمنِهِ وَأَن يَشْتَرِي بِعَيْنِه مَا ينْتَفع بِهِ فِي الْبَيْت لنا الْقيَاس على اللَّحْم وَعَن صَاحب التَّقْرِيب حِكَايَة قَول غَرِيب أَنه يجوز بيع الْجلد وَيصرف ثمنه مصرف الْأُضْحِية وَالله أعلم

Ketahuilah bahwa sesungguhnya penempatan posinya kurban itu adalah kemanfaatan, Jadi tidak boleh menjualnya dan menjual kulitnya dan tidak boleh menjadikan upah kepada tukang jagal walaupun keadaannya kurban tathawwu’ bahkan hendaknya orang yang berkurban mensedekahkan kulit kurban dan menjadikan kulit kurban tersebut sesuatu yang bermanfaat diantaranya dijadikan muse, sandal , dan timba atau lainnya, dan tidak boleh diberi upah pembuatnya. Sedangkan tanduknya kurban itu sama seperti kulitnya.

Menurut pendapatnya Imam Abu Hanifah bahwa boleh menjual kulitnya kurban dan mesedekahkan dengan harganya dan boleh membelinya selama dapat digunakan didalam rumah.

(فرع)

مَحل التَّضْحِيَة بلد المضحي وَفِي نقل الْأُضْحِية وَجْهَان تخريجاً من نقل الزَّكَاة وَالصَّحِيح هُنَا الْجَوَاز وَالله أعلم

(فرع)

لَو وهب غَنِيا من الْأُضْحِية هبة تمْلِيك قَالَ الإِمَام فَالْأَظْهر أَنه مُمْتَنع فَإِن الْهِبَة لَيست صَدَقَة وَالْأُضْحِيَّة يَنْبَغِي أَن تكون مترددة بَين الصَّدَقَة وَالْإِطْعَام وَالله أعلم.

 Dalam ibarah kitab yang lainnya dijelaskan

وَيَحْرُمُ الْإِتْلَافُ وَالْبَيْعُ لِشَيْءٍ من أَجْزَاءِ أُضْحِيَّةِ التَّطَوُّعِ وَهَدْيِهِ وَإِعْطَاءُ الْجَزَّارِ أُجْرَةً مِنْهُ بَلْ هُوَ عَلَى الْمُضَحِّي وَالْمُهْدِي كَمُؤْنَةِ الْحَصَادِ


 
Artinya: Dan haram menghilangkan dan menjual sesuatu yang termasuk bagian dari hewan kurban sunah dan hadiahkannya, dan haram pula memberikan upah kepada tukang jagalnya dengan sesuatu yang menjadi bagian dari hewan qurban tersebut. Tetapi biaya tukang jagal menjadi beban pihak yang berkurban dan Muhdi (orang yang berbakat) sebagaimana biaya manen. (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudl ath-Thalib, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1422 H/2000 M, juz, I, halaman: 545)
Adapun dalil hadits tidak yang memperbolehkan membayar ongkos kepada jagal atau panitia / pekerja yaitu hadits Nabi sebagaimana berikut:


 
 عن عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ على بُدْنِهِ فَأُقَسِّمَ جِلَالَهَا وَجُلُودَهَا وَأَمَرَنِي أَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا شَيْئًا وَقَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ من عِنْدِنَا


 
Artinya: Dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah, ia berkata: Rasulullah SAW memerintahkan kepadaku untuk mengurusi hewan kurbannya kemudian aku membagikan jilal-nya (pakaian hewan yang terbuat dari kulit untuk menahan dingin) dan kulitnya, dan beliau memerintahkan kepadaku untuk tidak memberikan sedikit pun bagian tubuh dari hewan kurban tersebut (sebagai upah) kepada tukang jagal. Dan beliau bersabda: Kami akan memberikan upah tukang jagalnya dari harta yang ada pada kami. (lihat, Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudlath-Thalib, juz, I, halaman: 545)
 
Kenapa tidak diperbolehkan membayar jagal dengan sesuatu yang termasuk dari bagian anggota tubuh dari hewan kurban? Alasannya adalah bahwa pihak yang berkurban mengeluarkan kurbannya dalam rangka Taqarrub ( mendekatkan ) diri kepada Allah atau beribadah. Oleh karenanya ia tidak boleh menarik kembali hewan tersebut kecuali apa yang telah diperbolehkan yaitu memakannya sesuai aturan yang telah ditetapkan.


 
 وَلِأَنَّهُ إنَّمَا أَخْرَجَ ذلك قُرْبَةً فَلَا يَجُوزُ أَنْ يَرْجِعَ إلَيْهِ إلَّا ما رُخِّصَ لَهُ فِيهِ وَهُوَ الْأَكْلُ وَخَرَجَ بِأَجْرِهِ إعْطَاؤُهُ منه لِفَقْرِهِ وَإِطْعَامُهُ مِنْهُ إنْ كان غَنِيًّا فَجَائِزَانِ


 
Artinya: Karena  ia (orang yang berkurban) mengeluarkan kurbannya itu untuk mendekatkan diri kepada Allah (ibadah). Maka ia tidak boleh menarik kembali kurbannya kecuali apa yang telah diperbolehkan yaitu memakannya. (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudlath-Thalib, juz, I, halaman: 545)
 
Adapun yang terpenting dari penjelasan di atas adalah adanya larangan untuk mengambil bagian dari hewan kurban untuk diberikan kepada orang yang memotongnya sebagai upah. Alasannya karena pemberian seperti kulit kambing kurban kepada tukang jagal itu selama bukan sebagai upah, tetapi karena ia adalah orang yang hidupnya pas-pasan, adalah diperbolehkan. Sebagaimana ibaroh berikut;

 وَخَرَجَ بِأَجْرِهِ إعْطَاؤُهُ مِنْهُ لِفَقْرِهِ وَإِطْعَامُهُ مِنْهُ إنْ كَانَ غَنِيًّا فَجَائِزَانِ

Artinya: Dan dikecualikan dengan upah jagal adalah memberi suatu bagian dari hewan kurban kepada si jagal karena kefakirannya atau memberinya makan dari hewan kurban tersebut jika ia orang yang mampu, maka kedua hal ini boleh. (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudlath-Thalib, juz, I, halaman: 545).
Begitu juga Syekh Nawawi Banten menjelaskan dalam kitabnya ;


ـ (ويحرم أيضا جعله) أي شيئ منها (أجرة للجزار) لأنه في معنى البيع (ولو كانت الأضحية تطوعا) فإن أعطى للجزار لا على سبيل الأجرة بل على سبيل التصدق جزءا يسيرا من لحمها نيئا لا غيره كالجلد مثلا، ويكفي الصرف لواحد منهم، ولا يكفي على سبيل الهدية

Artinya, “(Menjadikannya) salah satu bagian dari kurban (sebagai upah bagi penjagal juga haram) karena pemberian sebagai upah itu bermakna ‘jual’, (meskipun itu ibadah kurban sunnah). Jika kurbanis memberikan sebagian daging kurban mentah, bukan selain daging seperti kulit, kepada penjagal bukan diniatkan sebagai upah, tetapi diniatkan sebagai sedekah [tidak masalah]. Pemberian daging kurban kepada salah satu dari penjagal itu memadai, tetapi pemberian daging kepada penjagal tidak memadai bila diniatkan hadiah,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Tausyih ala Ibni Qasim, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1417 H], halaman 272). Berbeda dari Syekh M Nawawi Banten yang menganggap pemberian kepada tim jagal dengan niat hadiah itu tidak memadai, Syekh M Ibrahim Al-Baijuri berpendapat lain. Menurut Al-Baijuri, orang yang berkurban dilarang memberikan sesuatu dari hewan kurban kepada tim jagal dengan niat sebagai upah mereka. Kalau pemberian itu diniatkan sebagai sedekah atau hadiah untuk mereka, maka hal itu tidak masalah. ـ

(ويحرم أيضا جعله أجرة للجزار) لأنه في معنى البيع فإن أعطاه له لا على أنه أجرة بل صدقة لم يحرم  وله إهداؤه وجعله سقاء أو خفا أو نحو ذلك كجعله فروة وله إعارته والتصدق به أفضل


Artinya, “(Menjadikan [daging kurban] sebagai upah bagi penjagal juga haram) karena pemberian sebagai upah itu bermakna ‘jual’. Jika kurbanis memberikannya kepada penjagal bukan dengan niat sebagai upah, tetapi niat sedekah, maka itu tidak haram. Ia boleh menghadiahkannya dan menjadikannya sebagai wadah air, khuff (sejenis sepatu kulit), atau benda serupa seperti membuat jubah dari kulit, dan ia boleh meminjamkannya. Tetapi menyedekahkannya lebih utama,” (Lihat Syekh M Ibrahim Baijuri, Hasyiyatul Baijuri, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 311).

Kesimpulan.
Dari beberapa ibaroh keterangan kitab di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang berkurban dilarang memberikan sesuatu dari hewan kurbannya kepada tim jagal dengan niat sebagai upah kerja mereka. Tetapi ketika tim jagal itu tidak lain adalah tim panitia kurban sendiri, orang yang berkurban tetap dapat memberikan daging atau kulit mereka dengan niat sedekah dari orang yang berqurban, bukan niat sebagai upah maka dalam hal ini boleh.
Wallahu A’lam bisshowab.

Kategori
Uncategorized

Q.006. MEKANISME PEMBAGIAN DAGING QURBAN DAN KISAH NABI IBRAHIM DAN ISMAIL

Assalamualaikum

Deskripsi masalah
Sebelunya saya mohon maaf Kiyai, Satu tahun yang lalu dirumah (mushollah saya) itu ada Qurban namun cara pembagiannya disama ratakan baik sepenerima (Kiyai) panitia, dan yang lainya , karena ketika saya lihat para penisepuh dulu dan disebagian pengasuh musholla lainnya itu cara bagiannya tidak sama, maaf bukannya saya ingin bagian melebihi dari yang lain. Kami mohon penjelasannya kalau bisa sertakan dengan dalilnya.

Pertanyaan:
1- Bagaimana sebenarnya cara pembagian daging qurban berikut kepala menurut syariat

Waalaikum salam.

Alhamdulillah wassholatuwassamu ala Rasulillah.

Jawaban:
Untuk mengetahui dan memahami cara pembagian daging qurban dan juga kepala dari quban menurut syariat, bisa diambil dari kisah Nabi Ibrahim dan juga pendapat ulama’ sebagaimana berikut:

Qurban satu sapi sebenarnya boleh sebagian dagingnya diberikan kepada satu orang (Muqobil/’orang fakir atau orang miskin ) namun demikian agar masyarakat sama- sama menikmati daging qurban tersebut perlu adanya pembagian secara adil, sedangkan yang dimaksud pembagian yang adil itu bukan harus disama ratakan, melainkan adil itu adalah meletakkan sesuatu sesuai dengan tempatnya ( sesuai dengan anjuran syariat Islam ) semisal orang tua meninggal dunia sementara dia tinggalkan dua anak laki-laki dan perempuan maka keduanya punya hak warisan akan tetapi cara pembagiannya tidak harus sama melainkan seorang anak laki-laki mempunyai hak 2/3 dari harta warisan sedangkan anak perempuan punya hak bagian warisan 1/3. Oleh karena itu penting kami jelaskan tentang pembagian daging qurban sebagaimana Ijtihadnya para fuqaha’ bahwa pembagian daging qurban setidaknya ada tiga pendapat :

  1. Disedekahkan seluruhnya kecuali sekedar untuk lauk-pauknya orang yang berqurban
  2. Dimakan sendiri separo dan disedekahkan separo
  3. Sepertiga dimakan sendiri, sepertiga dihadiahkan dan sepertiga lagi disedekahkan.(Kifayatul Akhyar)

الشرقاوى على التحرير: ص:٤٦٩
( قوله وأن يتصدق ) أى يسن ذلك لأنه أقرب للتقوى وأبعد عن حظ النفس وسن أن جمع بين الأكل والتصدق والإهداء أن يجعل أثلاثا فيصدق بثلث ويهدى ثلاثا ويبقى ثلاثا لأهل بيته
فإن لم يفعل وجب التصدق بما يتمول منها ولو جزأ يسيرا من لحمها بحيث ينطلق عليه الإسم
ويكفي الصرف لواحد من الفقراء أو المسكين
بخلاف سهم الصنف الواحد من الزكاة لايجوز صرفه لأقل من ثلاثةلأنه يجوز الإقتصار هنا على جزء يسير لايمكن صرفه لأكثر من واحد


Artinya; Dan disunnatkan untuk mensedekahkan semua daging kurban. Alasannya ialah karena mensedekahkan semua daging kurban itu lebih dekat kepada takwa, dan lebih menjauhkan diri dari bagian hawa nafsu.
Dan disunnatkan untuk mengumpulkan diantara makan ( 1/3 daging kurban) untuk orang yang berkurban dan untuk keluarganya orang yang berkurban, dan mensedekahkan(1/3 daging kurban), dan menghibahkan (1/3 daging kurban).
Lalu jika orang yang berkurban itu tidak bisa mengerjakan terhadap hal diatas, maka wajib bagi orang yang berkurban itu untuk mensedekahkan sebagian kecil dari daging kurban. Sekiranya bisa dinamakan menyedekahkan daging kurban bagi orang yang berkurban.
Dan dianggap mencukupi jika orang yang berkurban itu hanya memberikan daging kurban kepada seorang fakir atau miskin.
Berbeda dengan bagian satu kelompok dari zakat, itu tidak boleh mentashorrufkan ( memberikan ) zakat kepada kurang dari 3 orang. Karena didalam bab kurban, itu diperbolehkan mengambil cukup hanya mentashorrufkan ( membagikan ) daging kurban yang sedikit, yang mana daging kurban yang sedikit itu tidak mungkin bisa di bagikan kepada lebih dari seorang.

  • Kitab Qolyubi juz IV hal. 254 :

(وَاْلأَصَحُّ وُجُوبُ تَصَدُّقٍ بِبَعْضِهَا) وَهُوَ مَا يَنْطَلِقُ عَلَيْهِ الاِسْمُ مِنْ اللَّحْمِ وَلاَ يَكْفِي عِنْهُ الْجِلْدُ وَيَكْفِي تَمْلِيكُهُ لِمِسْكِينٍ وَاحِدٍ، وَيَكُونُ نِيئًا لاَ مَطْبُوخًا.

(Kifayatul Akhyar, juz 2 : 241 ).


والصحيح الإستحباب


Allah berfirman dalam al-Qur’an;

(والبدن جعلناها لكم من شعائر الله ) جعلها الله سبحانه وتعالى لنا لاعلينا، وبالقياس على العقيقة ، والأفضل التصدق بالجميع إلا اللقمة أو اللقمتان يأكلها فإنها مسنونة ،وقال الإمام الغزالي التصدق بالكل أحسن على كل قول فلو لم يرد التصدق بالكل فماالذي يفعل ؟ قيل يأكل بالنصف ويتصدق بالنصف لقوله تعالى( فكلوامنها وأطعموا البائس الفقير ) فجعلها الله النصفين، وهذا نص عليه الشافعي رضي الله عنه فى القديم ، وقيل يأكل الثلث ويهدي الثلث ويتصدق بالثلث لقوله تعالى ( وأطعموا القانع والمعتر ) فجعلها لثلاثة ،والقانع الجالس فى بيته والمعتر السائل ، وقيل غير ذلك ، وهذا هو الجديد الأصح فعلى هذا فماالمراد بالذي يهدى إليهم ؟ قيل هم المجملون من الفقراء، ويرجع حاصله إلى التصدق بالثلثين،’وهذا ماحكاه أبوالطيب عن الجديد وصححه ،وقيل هم الأغنياء ،وقال الشيخ أبوا حميد يأكل الثلث ،ويتصدق بالثلث ،ويهدى الثلث للأغنياء والمجملين ،ولوا تصدق بالثلثين كان أحب ونقل البندنيجى كون الصدقة بالثلثين أفضل عن النص والله أعلم.

Adapun sipenerima (Kiyai) baiknya adalah mengambil pendapat yang no.1, kalau qurban diberikan seluruhnya maka boleh kiyai mengambil sekehendaknya, namun yang lebih baik mengambil yang biasa dilakukan oleh para penisepuh atau kiyai yaitu mengambil bagian satu sampel kaki kanan yang belakang ( mulai dari kaki sampai paha ) hal ini diqiyaskan pada Aqiqoh .sebagaimana ibarah berikut dalam kitab Tanwirul Qulub lisayyid Muhammd Amin Al-Qudiy, Halaman:239

ويسن أن تطبخ كسائر الولائم إلا رجلها اليمنى إلى أصل الفخذ فتعطى نيئة للقابلة(أى الداية) تفاؤلا

Disunnatkan aqiqoh dimasak seperti halnya semua Walimah/ jamuan kecuali Sampel: red kaki kanan daging aqiqoh ( mulai dari kaki sampai pahanya ) maka berikan kepada sipenerima. Begitu juga halnya dengan qurban berikan kaki yang kanan hal ini diqiaskan pada aqiqoh, karena hukum aqiqoh sama dengan qurban ,namun demikian daging Qurban diberikan mentahnya sedangkan Aqiqoh yang utama berikan masaknya kecuali Kaki yang kanan sebagaimana tersebut.

الموسوعة الفقهية – 2823/31949
ما يستحب وما يكره بعد التضحية:
أ – يستحب للمضحي بعد الذبح أمور:
57 – منها: أن ينتظر حتى تسكن جميع أعضاء
الذبيحة فلا ينخع (1) ولا يسلخ قبل زوال الحياة عن جميع جسدها.
58 – ومنها: أن يأكل منها ويطعم ويدخر، لقوله تعالى: {وأذن في الناس بالحج يأتوك رجالا وعلى كل ضامر يأتين من كل فج عميق ليشهدوا منافع لهم ويذكروا اسم الله في أيام معلومات على ما رزقهم من بهيمة الأنعام فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير} . (2)
وقوله عز وجل: {والبدن جعلناها لكم من شعائر الله لكم فيها خير فاذكروا اسم الله عليها صواف فإذا وجبت جنوبها فكلوا منها وأطعموا القانع والمعتر} . (3)
ولقوله صلى الله عليه وسلم: إذا ضحى أحدكم فليأكل من أضحيته. (4)
59 – والأفضل أن يتصدق بالثلث، ويتخذ الثلث ضيافة لأقاربه وأصدقائه، ويدخر الثلث، وله أن يهب الفقير والغني، وقد صح عن ابن عباس رضي الله عنهما في صفة أضحية النبي صلى الله عليه وسلم قال: ” ويطعم أهل بيته الثلث، ويطعم فقراء جيرانه الثلث، ويتصدق على السؤال بالثلث “. (5)قال الحنفية: ولو تصدق بالكل جاز، ولو حبس الكل لنفسه جاز، لأن القربة في إراقة الدم، وله أن يزيد في الادخار عن ثلاث ليال، لأن نهي النبي صلى الله عليه وسلم عن ذلك كان من أجل الدافة، وهم جماعة من الفقراء دفت (أي نزلت) بالمدينة، فأراد النبي صلى الله عليه وسلم أن يتصدق أهل المدينة عليهم بما فضل عن أضاحيهم، فنهى عن الادخار فوق ثلاثة أيام.
ففي حديث عائشة رضي الله عنها أنها قالت: قالوا يا رسول الله: إن الناس يتخذون الأسقية من ضحاياهم ويجعلون فيها الودك، قال: وما ذاك؟ قالوا: نهيت أن تؤكل لحوم الأضاحي بعد ثلاث، فقال: إنما نهيتكم من أجل الدافة التي دفت، فكلوا، وادخروا وتصدقوا. (1) وفي حديث سلمة بن الأكوع رضي الله عنه أنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من ضحى منكم فلا يصبحن بعد ثالثة وفي بيته منه شيء، فلما كان العام المقبل. قالوا يا رسول الله نفعل كما فعلنا عام الماضي؟ قال: كلوا وأطعموا وادخروا، فإن ذلك العام كان بالناس جهد، فأردت أن تعينوا فيها. (2)
وإطعامها والتصدق بها أفضل من ادخارها، إلا أن يكون المضحي ذا عيال وهو غير موسع الحال، فإن الأفضل له حينئذ أن يدخره لعياله توسعة عليهم، لأن حاجته وحاجة عياله مقدمة على حاجة غيرهم، لقوله صلى الله عليه وسلم: ابدأ بنفسك فتصدق عليها
فإن فضل شيء فلأهلك، فإن فضل شيء عن أهلك فلذي قرابتك، فإن فضل عن ذي قرابتك شيء فهكذا وهكذا. (1)
هذا مذهب الحنفية. (2)
60 – وهاهنا تنبيه مهم وهو أن أكل المضحي من الأضحية وإطعام الأغنياء والادخار لعياله تمتنع كلها عند الحنفية في صور.
منها: الأضحية المنذورة، وهو مذهب الشافعية أيضا. وذهب المالكية والحنابلة إلى أن المنذورة كغيرها في جواز الأكل.
ومنها: أن يمسك عن التضحية بالشاة التي عينها للتضحية بالنذر أو بالنية عند الشراء حتى تغرب شمس اليوم الثالث فيجب التصدق بها حية.
ومنها: أن يضحي عن الميت بأمره فيجب التصدق بالأضحية كلها على المختار.
ومنها: أن تلد الأضحية فيجب ذبح الولد على قول، وإذا ذبح وجب التصدق به كله، لأنه لم يبلغ السن التي تجزئ التضحية فيها، فلا تكون القربة بإراقة دمه، فتعين أن تكون القربة بالتصدق به، ولهذا قيل: إن المستحب في الولد التصدق به حيا

KISAH NABI IBRAHIM DAN PENYEMBELIHAN ISMAIL ALAIHISSALAM

Diceritakan bahwa penyembelihan Oleh Nabi Ibrahim adalah sebagai pelaksanaan Nadzar yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim sendiri dengan kata-kata ” Demi Allah kalau aku memperoleh anak laki-laki akan aku sembelih dan aku jadikan Qurban untuk Allah “.Ia ucapkan nadzar itu ketika ia berqurban seribu kambing, tiga ratus ekor kerbau dan seratus unta. Orang-orang dan para Malaikat sangat taajjub/ mengagumi amal qurban Nabi Ibrahim itu, tetapi beliau sendiri merasa masih kurang dan ingin mengurbankan anaknya sendiri jika Allah menganugrahinya.

Sesudah beberapa waktu berselang sesuai harapan dan permohonannya, Allah mengaruniakannya seorang putra “Isma’il” setelah Isma’il mencapai usia /umur tujuh tahun ( atau dua belas tahun menurut lain riwayat) Nabi Ibrahim mendengar suara dalam mimpi ” أوف بنذرك ” Laksanakan lah nadzarmu “. Menurut riwayat Ibnu Abbas, ia pada mulanya merasa bimbang dan berfikir-fikir apakah perintah itu dari Allah atau dari syaitan. Akan tetapi suara itu berulang didengarnya pada malam kedua dan ketiga, sehingga ia tidak ragu-ragu lagi bahwa perintah itu adalah dari Allah yang menuntut pelaksanaan nadzarnya.

Tatkala Nabi Ibrahim hendak membawa putranya ketempat penyembelihan, ia berseru kepada istrinya Wahai ” Hajar” berilah pakaian kepada ISMAIL dengan bakaian yang terbaik karena dia akan aku ajak kesuatu jamuan, katanya. Dalam kondisi seperti itu, Iblis berusaha sekuat tenaga yang untuk menggagalkan rencana Nabi Ibrahim dengan mundur mandir mendatangi Nabi ISMAIL dan ibunya Sitti Hajar seraya membisik-bisikkan butuhkan dan rayuan dan fitnaan diantara hamba Allah itu, akan tetapi usahanya syaitan itu gagal dan mencapai maksud jahatnya itu, bahkan dia mendapat lembaran batu dari Nabi ISMAIL tepat mengenai mata kirinya, sehingga tercungkil. Palembang batu Nabi ISMAIL ini diperingati pada setiap kali orang melakukan i ada Haji, dan menjadi salah satu dari mana siknya .Sesampainya mereka di Mina, terjadilah tanya jawab antara Nabi Ibrahim dan putranya ISMAIL sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat ;ASSHAFFAT. Ayat;99-106

وَقَالَ اِنِّيْ ذَاهِبٌ اِلٰى رَبِّيْ سَيَهْدِيْنِ (٩٩)فَبَشَّرْنٰهُ بِغُلٰمٍ حَلِيْمٍ (١٠٠)فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ (١٠١)فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ (١٠٢)وَنَادَيْنٰهُ وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ (١٠٣)قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ (١٠٤)اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰۤؤُا الْمُبِيْنُ (١٠٥) وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظيم (١٠٦)


99: Dan dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya aku harus pergi (menghadap) kepada Tuhanku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.

100; Maka Kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail)

101:Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.

102: Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah).

103: Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim!

104; Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

105: Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

106: Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

Sebelum penyembelihan dilaksanakan, berkatalah ISMAIL kepada ayahnya :” Hai ayahku ! Ikatlah kedua tanganku agar aku tidak dapat bergerak sehingga mengganggumu, tengkurapkan wajahku diatas tanah agar kamu tidak terharu, sehingga timbul rasa kasih sayangmu kepadaku, jagalah pakaianmu agar tidak terkena cipratan darahku sehingga mengurangi pahala dan menyedihkan ibuku jika ia melihatnya, asahlah baik-baik pisaumu agar berlalu licin dan cepat dilahirkan sehingga meringankan rasa pedihku, bawalah pakaianku kepada ibuku sebagai tanda kenang- kenangan, sampaikanlah salamku kepadanya dan pesanan agar ia sabar menjalankan perintah Allah dan janganlah engkau beritahukan padanya, bagaimana kamu mengikuti serta menyembelihku dan janganlah membiarkan anak- anak remaja mendatangi ibuku agar tidak meringankannya kembali kepadaku sehingga ia menjadikan sedih dan susah.

Diceritakan bahwa pisau yang diletakkan pada leher ISMAIL menjadi rumput tidak berfungsi sehingga ISMAIL berkata pada ayahnya :” Wahai Ayahku kekuatanmu telah melemah disebabkan kecintaanmu kepadaku, sehingga engkau tidak berkuasa menyembelihku “. Kemudian Ibrahim pisaunya kepada sebuah batu yang ternyata dapat dipotongnya ( terbelah) menjadi dua, lalu berkata beliau ( Ibrahim) pada pisau yang dipegangnya ” engkau dapat memotong batu, tetapi tidak bisa memotong daging..?” Maka dijawab oleh pisaunya dengan kuasa Allah :” engkau memerintahkan aku memotong, sedangkan Allah Rabbul alamin melarangku, bagaimana àku dapat mematuhi perintahmu dan melangkar perintah Robku.

Sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibrahim dan ISMAIL, maka Allah melarang menyembelih ISMAIL dan untuk meneruskan qurban, Allah menggantinya seekor kambing.

اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰۤؤُا الْمُبِيْنُ (١٠٥)وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظيم (١٠٦)

105: Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.106: Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.Yakni Idul Adha.

Diceritakan bahwa kambing yang dibawa oleh Jibril guna untuk menggantikan Ismail, Ialah kambing yang diqurbankan oleh Habil yang masih hidup di surga hingga saat diqurbankannya mengganti Ismail. Peristiwa ini menjadi dasar disyaratkannya Qurban yang dilakukan pada hari raya Haji.

Adapun takbiran yang dilakukan oleh ummat Islam dihari raya Haji, maka berasal dari cerita bahwa Malaikat Jibril tatkala melihat Nabi Ibrahim menggosokkan pisaunya pada leher Ismail, ia menngeleng kepalanya berta’jub, heran dan kagum, seraya mengucapkan takbir “Allahu Akbar – Allah Akbar ” lalu dijawab oleh Nabi Ibrahim ” Laailaha Illallahu Wallahu Akbar Walillahilhamdu” .

Berkata Ibnu Abbas; Andaikan penyembelihan Ismail Jadi dilaksanakan, maka penyembelihan anak sebagai qurban tentu menjadi sunnat dan syariat.

Diriwayatkan bahwa Nabi Ismail berkata kepada ayahnya sebagai peristiwa penyembelihan ” Wahai ayahku engkaulah yang murah hati atau aku ? Aku ! Jawab ayahnya ” tidak ayah tetapi Aku kata Ismail, karena ayah masih mempunyai putra lain, sedangkan aku hanya mempunyai satu nyawa. Lalu terdengar suara :” Akulah Allah yang lebih murah hati dari pada kamu berdua, karena Aku telah menggantikanmu dengan qurban dan menyelamatkan kamu dari siksa penyembelihan.

Diceritakan bahwa Allah berfirman kepada Malaikatnya yang sedang mengkagumi kemuliaan yang dimiliki oleh Nabi Ismail sehingga Allah mengirim kambing dari surga untuk menggantikannya sebagai qurban:” Demi keagungan dan kebesaranku andaikan semua Malaikat memanggul Qurban diatas punggungnya, niscaya tidak dapat mengembangi kata-kata Ismail ” Lakukanlah hai bapakku apa yang diperintahkan kepadamu, engkau akan mendapatkan aku Insyaallah dari mereka orang yang sabar. { Dikutip dari Kitab Dzurratunnashihin }.

Selanjudnya dijelaskan dalam kitab Syarqowi Alattahrir : bahwa ketika Nabi Ibrahim berqurban Dombanya Ismail (pengganti dari Nabi Ismail ) itu kedua tandukknya diikat atau digantungkan ditalang Ka’bah, sebagaimana keterangan dalam satu riwayat Ibnu Jubair dari Ibnu Abbas hingga terbakar rumah dibeberapa harinya Ibnu Zubair dan terbakar pula kedua tanduk domba . Adapun yang dimaksud dengan kedua tanduk yaitu kepala ( kepala domba ) sebagaimana para Ahli tafsir menginterpretasikan firman Allah ”

وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ (١٠٣)

Maksudnya sungguh benar mimpimu inilah Qurbanmu maka sembellilah qurban dari anakmu sebagai tebusan baginya , mereka para Malaikat berkata: maka dia membawa seekor domba yang diturunkan dari bukit gunung dan ia berkata : Wahai Nabi Allah ambillah aku dan sembellilah aku sebagai tebusan dari Anakmu karena saya lebih Haq untuk disembelih , dan sesungguhnya saya adalah Dombanya Habil putranya Nabi Adam , Lalu Nabi Ibrahim memuji kepada Tuhannya atas pemberiannya. Ketika Nabi Ibrahim selesai menyembelihnya lalu datanglah api dari langit dan membakar terhadap sembelihannya kecuali yang tidak terbakar hanya kepalanya ( Domba ) , Lalu Nabi Ibrahim dan putranya pergi dengan membawa kepala Domba kepada Ibunya ( Sitti Hajar ) dan keduanya memberikan kabar ( menceritakan tentang kejadiannya) Maka dia ( Sitti Hajar ) bersujud syukur kepada Allah. Selesai.

Dikutip dari kitab Nashihatul Muluk karangan Imam Al-Ghazali .Ketika Nabi Ibrahim selesai dari sembelihannya lalu dia mengupasnya lalu Nabi Ibrahim berkata/bertanya kepada Malaikat jibril Untuk apa yang aku lakukan daging Ini ? Maka Malaikat Jibri berkata: kepada Nabi Ibrahim ” Ambillah 1/3 Untuk ahli rumahmu ( keluargamu) dan Hadiahkan 1/3 untuk orang yang membutuhkan dan sedekahkan 1/3 untuk orang-orang fakir.

Referensi:

شرقاوي على التحرير: الجزء الثاني. ص ٤٦٣

قد صح فى الخبر أن قرني كبش إسماعيل كانا معلقين فى ميزاب الكعبة كماقال عليه رواية إبن جبير عن ابن عباس إلى أن احترق البيت فى أيام ابن الزبير واحترق البيت والمراد بالقرنين الرأس كماقاله المفسرين فى تفسير قوله تعالى وناديناه ياإبراهيم صدقت الرؤيا هذه ذبحتك فاذبحها عن ابنك فداء له قالوا فإذا هو بكبش ينحر من الجبل وهو يقول يانبي الله خذني فاذبحني فداء عن ولدك فأنا أحق بالصبح وأنا كبش هابيل ابن آدم عليه السلام فحمد ربه على ماأولاه ولما فرغ إبراهيم من ذبحه جاءت نار من السماء فأحرقته ولم تترك غير رأسه فذهب إبراهيم وابنه ومعهما رأس الكبش إلى أمه وأخبراها بما وقع فوجدت شكرا لله تعالى إنتهى ونقل عن نصيحة الملوك للإمام الغزالي أنه لما فرغ من ذبحه وسلخه قال جبريل ماأصنع بهذ اللحم فقال له جبريل خذ الثلث لأهل بيتك وأهد الثلث لمن تريد وتصدق بالثلث على الفقراء …الخ

Bagaimana halnya dengan kepala hewan apakah harus dihancurkan sebagaimana dagingnya..?

Jawabannya, Jika melihat dari kisah diatas maka yang berhak menerima bagiannya adalah orang yang berqurban, hal ini jika mudhohhiy berqurban sunnah, karena Nabi Ibrahim ketika berqurban hanyalah kepala qurbannya yang dibawa kerumahnya bersama putranya yaitu Nabi Ismail Alaihimassalam. Akan tetapi jika adanya qurban itu qurban wajib atau Nadzar maka tidak boleh menerima bagian apapun dari qurban, maka jika demikian yang layak untuk mendapatkan bagian kepala adalah sipenerima.

Demikian Kisah latar belakang disyariatkannya qurban serta dasar pembagian daging Qurban. Allahu A’lam bisshowab.

Kategori
Uncategorized

M057.HUKUMNYA MEMBANGUN KANTOR SEKRETARIAT DIDALAM MASJID

HUKUMNYA MEMBANGUN KANTOR SEKRETARIAT DI DALAM MASJID.

Assalamu’alaikum

Deskripsi masalah:

Akhir-akhir ini banyak kita jumpai masjid yang megah dan menawan, umat muslim berlomba-lomba membangun masjid untuk mendapatkan amal jariyyah, bahkan bisa dikatakan trend amal zaman sekarang adalah membangun dan memperindah masjid, namun tidak bisa dipungkiri, banyak kita temukan masjid yang didalamnya dibangun sebuah kantor sekretariat organisasi tertentu.

Pertanyaan:

1. Bagaimana hukumnya membangun kantor sekretariat  di dalam masjid?

2. Bagaimana hukumnya pembangunan kantor di dalam masjid yang diambilkan dari kas Masjid?

JAWABAN;

  1. Haram karena membuat sempit masjid serta mengganggu pelaksanaan ibadah sholat.
  2. Tidak boleh, karena kas masjid hanya bisa digunakan untuk mimbar di masjid dan untuk imaroh masjid (pembanguan masjid ) seperti perbaikan dan renovasi fisik(perbaikan masjid),dan untuk masholih nya masjid(kemanfaatan masjid) seperti tagihan listrik dan air, honor muadzin / imam shalat, penyediaan air meneral dls. Sedangkan keberadaan kantor organisasi sama sekali tidak terkait dengan hal tersebut.

Referensi nomor satu:

بغية المسترشدين للسيد عبد الرحمن باعلوي. ص.٩٥
( مسئلة)

يحرم وضع المنبر والخزائن والسرر فى المسجد وإن كان لطلبة العلم ولم يتضرر بها المصلين لأن فى ذلك تحجيرا وتضييقا على المصلين

Artinya : Haram meletakkan Mimbar didalam masjid ( Maksudnya masjid yang tidak digunakan sholat jum’at ) dan haram meletakkan banyak lemari dan tempat tidur, walaupun adanya untuk orang yang belajar ilmu, dan walaupun adanya lemari tidak memudhoratkan kepada orang-orang yang sholat Karena hal itu menghalangi dan menyempitkan kepada orang-orang sholat.

غاية تلخيص المراد من فتاوي إبن زياد هامش بغية المسترشدين  ص ٩٧
ولا يجوز وضع خزانة فيه وإن كان لحاجة من يحيى فى المسجد او يدرس ولم تضيق  على المصلين لأنه قد يتفق فيه الجمع ولأن فيه تحجيرا والناظر فى ذلك سواء ومثلها المنبر فى مسجد لا جمعة فيه

Dalam Kitab Ghayatu Talkhish dijelaskan: Bahwa yang dimaksud dari fatwa Ibnu ziyad Hamisy Bughiyatul Musytarsyidin halaman 98 Adalah dan tidak boleh meletakkan lemari didalam masjid, walaupun karena ada keperluannya orang yang hidup di masjid,atau karena keperluannya orang yang mengajar di masjid. Dan walaupun adanya lemari itu tidak mempersempit kepada orang-orang yang sholat. Alasannya ialah karena kadang-kadang secara kebetulan ada orang banyak di dalam masjid. Dan karena adanya lemari itu bisa menghalangi kepada orang yang akan masuk kedalam masjid. Dan nadzir ( takmir masjid ) juga tidak boleh meletakkan lemari didalam masjid. Dan tidak boleh meletakkan mimbar di masjid yang tidak ada sholat Jum’at nya di masjid itu.

احياء علوم الدين للغزالي ج ٢ ص ٣٣١
ومنها ما هو مباح خارج المسجد كالخياطة وبيع الادوية فهذا فى المسجد ايضا لا يحرم الا بعارض وهو ان يضيق المحل على المصلين ويشوش عليهم صلاتهم فان لم يكن شيئ من ذلك فليس بحرام والاولى تركه ولكن شرط اباحته ان يجري فى اوقات نادرة وايام معدودة فان اتخذ المسجد دكانا على الدوام حرم ومنع منهاهـ

Dan diantaranya sekretariat yang diperbolehkan diluar masjid adalah seperti tukang jahit dan jualan obat-obatan maka hal ini dimasjid juga, maka tidak haram kecuali menjadi penyebab sempitnya tempat pada orang-orang sholat, mengganggu kepada sholat mereka.Maka jika tidak ada sesuatu yang mengganggu dan menyempitkan kepada orang sholat, maka hukumnya tidak haram.Dan yang lebih Utama meninggalkan sesuatu yang dapat menyempitkan kepada orang-orang yang sholat.Akan tetapi disyaratkan kebolehannya yaitu harus berjalan pada waktu yang jarang ,dan beberapa hari yang ditentukan .Maka jika seseorang menjadikan masjid sebagai toko selamanya maka haram hukumnya, dan hendaklah dicegah dari menjadikan masjid sebagai toko selamanya

عمدة المفتي والمستفتي للعلامة جمال الدين محمد بن عبد الرحمن الأهدل ١/٦٤٣
وقد قال النووي : اتفق أصحابنا على أنه لا يجوز نقض المسجد  بحال من الأحوال إلا في مسألة واحدة وهي ما إذا صار المسجد في موضع خراب وتعطل وخيف عليه من أهل الفساد فإنه يحفظ إلى حين إعادته فإن لم ترج إعادته جاز للحاكم أن يبني به مسجدا غيره والجدار المذكور وإن لم يسمى مسجدا لكنه جزء مسجد ولم تدع ضرورة إلى هدمه وقد قال ابن حجر في شرح العباب ” يحرم هدم جزء من المسجد لأن أجزاء المسجد وهواءه مملوكة له إذ هو حر يملك والإذن منه غير ممكن فلم يجز هدم جزء منه إلا إن ألجأت ضرورة محتمة إلى شيء من ذلك فيتقدر بقدرها

Imam Nawawi berkata: Para ash haabusysyaafi’i sepakat, tidak boleh merobohkan masjid disebabkan oleh sebab apapun.
Kecuali karena disebabkan oleh satu sebab, yaitu jika masjid itu berada di tempat yang akan longsor. Dan menjadi sebab masjid itu menjadi kosong.
Dan dikhawatirkan pada masjid itu-gangguan dari ahli berbuat kerusakan.
Maka masjid itu dijaga sampai dengan waktu membangun kembali masjid itu.
Jika tidak mungkin untuk membangun lagi masjid itu , maka diperbolehkan bagi hakim untuk membangunkan masjid lain dari material masjid yang roboh itu,dan dari temboknya masjid yang roboh itu.
Walaupun bangunan itu tidak dinamai masjid tapi dinamai bagian dari masjid. Dan walaupun tidak didorong oleh dorurot ( terpaksa ) untuk merobohkan masjid itu.
Dan sungguh imam Ibnu Hajar berkata didalam Syarahnya kitab Al Ubbab:
Diharamkan untuk merobohkan bagian dari masjid.
Alasannya ialah karena bagian-bagian masjid dan udara diatas masjid itu dihukumi dimiliki oleh masjid.Alasannya ialah karena bagian-bagian masjid dan udara diatas masjid itu tidak dimiliki oleh siapapun selain Allah . Sedangkan idzin dari Allah untuk merobohkan masjid adalah tidak mungkin.
Maka tudak boleh untuk merobohkan bagian dari masjid.
Kecuali jika didorong oleh keterpaksaan yang pasti untuk merobohkan masjid.Maka dioerbolehkan merobohkan masjid sesuai dengan besarnya dorurot ( keterpaksaan ) itu.

Nihayat al Zain :273

ولايجوز إستبدال الموقوف عندنا وإن خرب خلافا للحنفية وصورته عندهم أن يكون المحل قد آل إلى السقوط فيبدل بمحل آخر أحسن منه بعد حكم حاكم يرى صحته و يمتنع قسمة الموقوف أو تغيير هيئته كجعل البستان دارا وقال السبكي يجوز بثلاثة شروط أن يكون يسيرا لا يغيره مسماه وعدم إزالة شيء من عينه إلا بعض نقض لجانبه آخر وأن يكون فيه مصلحة للوقف , ولو خربت البلد وكان فيها مسجد وعمرت مسجدا بمخل أخر جاز نقل وقفه للمحل الاخر حيث تعذر إجراؤه علي المسجد الاول بأن لم يصل فيه أحد

Tidak boleh mengganti barang wakaf menurut kami ( ulama madzhab Syafi`i ) walaupun telah rusak, berbeda dengan pendapat ulama madzhab Hanafi. Contoh penggantian barang wakaf menurut ulama madzhab Hanafi seperti: Ada tempat yang akan runtuh maka boleh diganti di tempat lain yang lebih baik bagus setelah adanya keputusan hakim yang menganggap keabsahannya. Dan tidak boleh membagi barang wakaf atau merubah keadaannya. Seperti halnya kebun dijadikan rumah, Imam As-Subkiy berkata: Boleh dengangan tiga syarat:

  1. Adanya perubahan itu tidak samapai merubah nama wakaf
  2. Tidak menghilangkan sesuatu dari dzatnya wakaf kecuali hanya sebagian yang rusak karena sisi yang lain
  3. Adanya perubahan itu bertujuan untuk kemaslahatan wakaf

Dan andaikan suatu Negara hancur sedangkan didalamnya terdapat masjid, maka boleh memindahkan wakaf nya kemasjid lain dengan catatan masjid yang pertama tidak lagi membutuhkannya , dan tidak ada seorang yang shalat dimasjid tersebut.

Al Anwar li A’maali al Abraar I/438
لا يجوز تغيير الوقف عن هيئته فلا يجعل الدار بستاناً ولا حماماً ولا بالعكس ولا يبني في الأرض الموقوفة ولا يتخدها بستانا إلا إذا جعل الواقف إلي المتولي ما يري المصلحة ولو فعل كان متعديا و في فتاوي القفال أنه يجوز جعل حالفتي القصارين للخبازين قال في الشرح الكبير وكأنه احتمل تغيير النوع دون الجنس ولا يجوز دكان المسجد مسجدا

Referensi nomor dua:

حاشية قليوبي وعميرة ج ١٠ ص ٤٢
فُرُوعٌ : عِمَارَةُ الْمَسْجِدِ هِيَ الْبِنَاءُ وَالتَّرْمِيمُ وَالتَّجْصِيصُ لِلْأَحْكَامِ وَالسَّلَالِمُ وَالسَّوَارِي وَالْمَكَانِسُ وَالْبَوَارِي لِلتَّظْلِيلِ أَوْ لِمَنْعِ صَبِّ الْمَاءِ فِيهِ لِتَدْفَعَهُ لِنَحْوِ شَارِعٍ وَالْمَسَّاحِي وَأُجْرَةُ الْقَيِّمِ وَمَصَالِحِهِ تَشْمَلُ ذَلِكَ ، وَمَا لِمُؤَذِّنٍ وَإِمَامٍ وَدُهْنٍ لِلسِّرَاجِ وَقَنَادِيلَ لِذَلِكَ ،

فتح الاله المنان ص ١٥٠
الموقوف على مصالح المساجد كما في مسئلة السؤال يجوز الصرف فيه البناء والتجصيص المحكم وفي أجرة القيم والمعلم والإمام والحصر والدهن وكذا فيما يرغب المصلين من نحو قهوة وبخور يقدم من ذلك الأهم فالأهم وعليه فيجوز الصرف في مسئلة السؤال لما ذكره السائل اذا فضل من عمارته ولم يكن ثم ما هو أهم منه من المصالح
والله أعلم بالصواب

Kategori
Uncategorized

MASKAWIN DENGAN BACAAN AL-QUR’AN

MASKAWIN DENGAN BACAAN AL QUR’AN.

Deskripsi Masalah
_Terkait Munakahat_
Sulaiman adalah santri pondok pesantren Tahfidzul Amin,
Di usia nya yang ke 23 tahun ini dia sudah khatam 30 juz, bahkan dia sudah mengajar di suatu pondok Tahfiz, Namun karena materi yang belum memadai dia tak kunjung menikah.

Pertanyaan:

1. Bolehkah menikahi seorang perempuan dengan mahar(maskawin) hanya dengan bacaan Al-Qur’an bukan berbentuk uang..?

2. Bagaimana hukumnya bacaan Al-Quran di Jadikan bahan kepentingan duniawi seperti untuk pengobatan, ruqyah, dll ?

3. Musyrik kah Seseorang, Yang Meyakini bahwa Al-Qur’an yang menyembuhkan penyakit  ?

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Jawaban :

1. Akadnya sah, namun untuk hukum mahar(maskawin)nya tafshil :

☑️ Jika hanya Al Qur’an untuk diperdengarkan kepada mempelai wanita, maka tidak bisa dinamakan memberikan manfaat, sehingga tidak sah mahar(maskawin) bacaan Al Qur’an tersebut. Ketika mahar musamma(maskawin yang disebutkan ketika akad nikah) nya fasid/rusak, maka wajib mahar mitsil(jumlah maskawin yang biasa dijadikan maskawin, seperti misalnya uang seratus ribu rupiah).
Jika Al Qur’an untuk diperdengarkan dengan maksud nantinya akan diajarkan juga kepada mempelai wanita, maka diperbolehkan, dikarenakan hal tersebut memberikan manfaat kepada mempelai wanita.
2. Bacaan Al-Qur’an boleh di gunakan sebagai sarana pengobatan dari berbagai penyakit atau ganguan Jin dan semacamnya.
3. Jika meyakini Al Qur’an lah yang menyembuhkan penyakit tersebut maka hal tersebut tidak diperbolehkan (musyrik).
Baiknya, yang benar adalah ruqyah dengan dibacakan Al Qur’an tersebut dijadikan perantara atau wasilah kesembuhan dari Alloh SWT.
_Catatan_
Ruqyah yang diperbolehkan harus memenuhi 3 syarat :
1. Menggunakan ayat Al Qur’an (kalamulloh), nama² Alloh atau sifat² Alloh.
2. Menggunakan bahasa Arab atau bahasa lain yang bisa dipahami.
3. Tidak meyakini bahwa ruqyah tersebut yang menyembuhkan, namun semua karena Alloh SWT.
Mahar dalam bentuk harta benda lebih afdhol dari bacaan dan mengajar Al Qur’an, dikarenakan tidak ada khilaf tentang kesahan nya.
📎 Diperbolehkan nya bacaan dan mengajar Al Qur’an sebagai mahar itu dengan 2 syarat :
1. Mengetahui disyaratkan nya mengajar dengan 2 cara :
🔹 Pernyataan mampu nya mengajar dengan perkataan semua Al Qur’an atau sepertujuh awal atau sepertujuh akhir.
🔹  Memperkirakan waktu mengajar seperti akan mengajarinya selama sebulan dan mengajari segala sesuatu di dalam Al Qur’an sesuai dengan yang dimau.
2. Ada kadar kepayahan/beban/biaya (kulfah) dari apa yang diajarkan nya.
Referensi
*قرة العين بفتاوى اسماعيل الزين* ، ١٤٥

حول قراءة الفاتحة مهرا للزواج

منور سؤال: بسم الله الرحمن الرحيم، الحمد لله البصائر والصلاة والسلام على سيدنا محمد سيد الأوائل والأواخر وعلى آله وصحبه وتابعيهم إلى اليوم الآخر

أما بعد: فقد ورد على سؤال من بعض طلبة العلم من إخواننا الإندونسيين و حاصل ترجمته باللغة العرابية ما نصه: ما قولكم سيدي في عقد النكاح بمهر القراءة الفاتحة كقول الولى أنكحتك وزوجتك بنتي فلانة بمهر قراءة الفاتحة. فهل يصح عقد النكاح أولا. فإن قلتم بالأول فما يجب لها أمهر المثل أولا وكيف الحكم في ذلك وهل الأفضل امهار تعليم قراءة الفاتحة أو النقد المتعامل في البلد أفيدونا جوابا شافيا فإن المسألة واقعة الحال.

فالجواب: والله الموفق للصواب أن عقد النكاح في الصورة المذكورة صحيح. إذا وقع بمهر قراءة الفاتحة كما في السؤال، فإن أريد بقراءتها إقراؤها إياها وتعليمها إيها فإن ذلك صحيح ويكون هو المهر وهو من باب المنفعة، فكما يجوز المهر عينا يجوز أن يكون منفعة كتعليم شيء معلوم من القرآن وقد ورد بذلك نص الحديث الصحيح المشهور. وفي بعض ألفاظه في صحيح البخاري زوجتكها بما معك من القرآن والمعنى على أن يعلمها إياه. فإذا كان المراد بقراءة الفاتحة تعليمها إياه بحيث تستفيد من قراءتها. وكذا غير الفاتحة كاسماعها حديثا نبويا لتستفيد منه معرفة حكم أو ترغيبا أو ترهيبا وكاسماعها بعض الأشعار المتضمنة للزهد في الدنيا والترغيب في الآخرة أو نحو ذلك بحيث يصل إلى ذهنها فهم المعنى فإن ذلك جائز وحيث لم يوجد جميع ما ذكرناه من قراءة الفاتحة أو غيرها بقصد تعليمها إياها أو تعليم من شرطته هي كولدها وعبدها وكذا إذا لم يوجد

إستفادتها من قراءة غير القرآن فيجب حينئذ مهر المثل *لأن مجرد قراءة الفاتحة بحضرتها وهي تسمع لا يوصل إليها منفعة فلا يصح ان يكون ذلك مهرا* واذا فسد المهر المسمى فالمرجوع اليه مهر المثل.

*مجموعة من المؤلفين، الموسوعة الفقهية* الكويتية، ١٥٧/٣٩
جعل تعليم القرآن مهرا للمرأة
أ – جَعْل تَعْلِيمِ الْقُرْآنِ مَهْرًا لِلْمَرْأَةِ
11 – أَجَازَ الشَّافِعِيَّةُ وَأَحْمَدُ فِي أَحَدِ الْقَوْلَيْنِ؛ وَأَصْبَغُ مِنَ الْمَالِكِيَّةِ جَعْل تَعْلِيمِ الْقُرْآنِ مَهْرًا (1) .
وَاشْتَرَطَ الشَّافِعِيَّةُ لِجَوَازِ جَعْل تَعْلِيمِ الْقُرْآنِ مَهْرًا شَرْطَيْنِ:
الشَّرْطُ الأَْوَّل: الْعِلْمُ بِالْمَشْرُوطِ تَعْلِيمُهُ بِأَحَدِ طَرِيقَيْنِ:
الطَّرِيقُ الأَْوَّل: بَيَانُ الْقَدْرِ الَّذِي يُعَلِّمُهُ بِأَنْ يَقُول كُل الْقُرْآنِ أَوِ السُّبُعُ الأَْوَّل أَوِ الأَْخِيرُ.
الطَّرِيقُ الثَّانِي: التَّقْدِيرُ بِالزَّمَانِ بِأَنْ يُصْدِقَهَا تَعْلِيمَ الْقُرْآنِ شَهْرًا وَيُعَلِّمَهَا فِيهِ مَا شَاءَتْ.
وَالشَّرْطُ الثَّانِي: أَنْ يَكُونَ الْمَعْقُودُ عَلَى تَعْلِيمِهِ قَدْرًا فِي تَعْلِيمِهِ كُلْفَةٌ (2) .

*النووي، روضة الطالبين وعمدة المفتين،* ٣٠٤/٧
كُلُّ عَمَلٍ جَازَ الِاسْتِئْجَارُ عَلَيْهِ، جَازَ جَعْلُهُ صَدَاقًا، وَذَلِكَ كَتَعْلِيمِ الْقُرْآنِ وَالصَّنَائِعِ، وَكَالْخِيَاطَةِ وَالْخِدْمَةِ وَالْبِنَاءِ وَغَيْرِهَا، وَفِيهِ مَسَائِلُ.

*[ابن علان، دليل الفالحين لطرق رياض الصالحين، ٣٧٨/٦]*
وفي «فتح الباري» أجمع العلماء على جواز الرقى عند اجتماع ثلاثة شروط أن يكون بكلام الله تعالى أو بأسمائه أو بصفاته وباللسان العربي أو بما يعرف معناه من غيره وأن يعتقد أن الرقية لا تؤثر بذاتها بل بتقدير الله تعالى. واختلفوا في كون الأخير شرطاً والراجح أنه لا بد من اعتبار الشروط الثلاثة. وقال الربيع: سألت الشافعي عن الرقي فقال: لا بأس أن يرقي بكتاب الله أو بما يعرف من ذكر الله.

*فتح الباري ج ١٠ ص* ١٩٥
وقد أجمع العلماء على جواز الرقى عند اجتماع ثلاثة شروط: أن يكون بكلام الله تعالى أو بأسمائه وصفاته، وباللسان العربي أو بما يعرف معناه من غيره، وأن يعتقد أن الرقية لا تؤثر بذاتها بل بذات الله تعالى. واختلفوا في كونها شرطا، والراجح أنه لا بد من اعتبار الشروط المذكورة، ففي صحيح مسلم من حديث عوف بن مالك قال: “كنا نرقى في الجاهلية، فقلنا: يا رسول الله كيف ترى في ذلك؟ فقال: اعرضوا علي رقاكم، لا بأس بالرقى ما لم يكن فيه شرك” وله من حديث جابر “نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الرقى، فجاء آل عمرو بن حزم، فقالوا: يا رسول الله إنه كانت عندنا

مختصر الرقية الشرعية ج ١ ص* ٦ 
أجمع العلماء رحمهم الله أنَّ الرُّقيةَ حتى تكون شرعية صحيحة يجب أنْ تتوفر فيها ثلاثة شروط ؛ هي: أولاً : أن تكون بكلام الله تعالى أو بأسمائه وصفاته . وثانياً : أن تكون باللسان العربي ، أو بما يعرف معناه ، لا بالألفاظ المجهولة والمُطَلْسَمة والتَمْتَمَات التي يقولها المشعوذون والدجالون خفية قاتلهم الله . وثالثاً : أن يُعتقد أن الرقية لا تؤثر بذاتها بل بفعل الله سبحانه ، وما هي والراقي إلا سبب .(2) *وقال النووي رحمه الله : ” وأما الرقى بآيات القرآن وبالأذكار المعروفة ، فلا نهي فيها ، بل هو سنة “*

قرة العين بفتاوى اسماعيل الزين، ١٤٦
وقول السائل: وهل الأفضل إمهار تعليم قراءة الفاتحة أو النقد المتعامل في البلد. فجوابه أن الأفضل إمهار نقد المتعامل في البلد لأن تعليم الفاتحة يعتبر من المنافع وكون المهر منفعة مختلف فيه. وأما إذا كان عينا نقدا أو غيره فمتفق على صحته ومجمع على جوازه.

Kategori
Uncategorized

Q.005.BERQURBAN DISEMBELIH SENDIRI

Assalamualaikum.

Sebelumnya mohon maaf, saya Mahfudh Alumni Bata-bata dari Giligenting Sumenep mau bertanya Ust.

Deskripsi masalah.
Disebagian masyarakat, ada seseorang yang berkemampun berqurban, namun qurbannya itu disembelih sendiri, sedangkan yang biasa hewan qurban itu diserahkan kepada Kiyai .

Pertanyaannya.
Bagaimana hukumnya seseorang yang berqurban , namun qurbannya disembelih sendiri ?

Waalaikum salam.Wahai KH.Mahfudh.
Jawaban : Boleh seseorang yang berqurban itu menyembelih qurbannya dengan dirinya sendiri bahkan itu lebih utama dari pada diwakilkan, namun jika tidak bisa misalkan karena tidak tahu cara-caranya menyembelih atau karena tidak tega dan lain sebagainya, maka boleh diwakilkan atau diserahkan kepada Kiyai atau orang yang mengetahui dan mememahami terhadap Syarat-syarat sahnya sembelihan hewan qurban,
Adapun hal Qurban yang diserahkan kepada pengasuh pesantren atau mushollah atau takmir masjid itu semua, bertujuan agar lebih mudah dalam pelaksanaannya baik dari penyembelihannya atau pembagiannya daging qurban tersebut, sedangkan cara pembagian daging Qurban itu harus dengan cara syariat Islam dan telah disepakati para ulama baik hewan qurban itu disembelih sendiri atau diwakilkan atau diserahkan kepada Kiyai pengasuh musholla atau pengasuh pesantren dll, .

Adapun cara pembagian qurban menurut Ijtihad para fuqaha’ setidaknya yaitu ada tiga pendapat : (1) Disedekahkan seluruhnya kecuali sekedar untuk lauk-pauk (2) Dimakan sendiri separo dan disedekahkan separo (3) Sepertiga dimakan sendiri, sepertiga dihadiahkan dan sepertiga lagi disedekahkan. (Kifayatul Akhyar, juz 2 : 241). Dengan rincian sebagai berikut:

  1. 1/3 bagian daging kurban untuk yang berkurban dan keluarganya
  2. , 1/3 bagian untuk fakir miskin, dan
  3. 1/3 sisanya untuk disedekahkan kepada orang-orang yang membutuhkannya


Adapun sipenerima (Kiyai) baiknya adalah mengambil pendapat yang pertama/no.1.karena qurban diberikan seluruhnya. Dengan demikian maka boleh kiyai mengambil sekehendaknya namun yang lebih baik mengambil yang lumrah yaitu satu sampel kaki kanan yang belakang hal ini diqiyaskan atau disamakan dengan Aqiqoh karena hukum aqiqoh sama seperti qurban, hanya saja kalau qurban diberikan mentahnya


تنوير القلوب .ص .٢٤٨

والأفضل أن يذبح الأضحية بنفسه فإن لم يحل وكل مسلما عالما بشروطها وحضر ذبحها ويقول الذابح: اللهم هذا منك وإليك فتقبل مني كما تقبلت من سيدنا محمد نبيك وإبراهيم خليلك .
كتاب أحكام الأضحية والذكاة للعثمين .ص ٢١٧
الدليل الثاني: أن النبي صلى الله عليه وسلم ضحى عن أمته، فعن على بن الحسين عن أبي رافع رضي الله عنه أن النبي صلي الله عليه وسلم كان إذا ضحى؛ اشترى كبشين أقرنين سمينين أملحين، فإذا صلى وخطب؛ أتي بأحدهما وهو قائم في مصلاه فذبحه بنفسه بالمدية، ثم يقول: ((اللهم هذا عن أمتي جميعا من شهد لك بالتوحيد وشهد لي بالبلاغ)) ، ثم يؤتي بالآخر فيذبحه بنفسه ويقول: ((هذا عن محمد، وآل محمد)) . فيطعمها جميعا المساكين، ويأكل هو وأهله منهما، فمكثنا سنين ليس لرجل من بني هاشم يضحي قد كفاه الله المؤونة برسول الله صلى الله عليه وسلم والغرم. أخرجه أحمد والبزاز (٣) ، قال في مجمع الزوائد (٤) : وإسناده حسن، سكت عنه في التلخيص، وله شواهد عند أحمد، والطبراني، وأبن ماجه، والبيهقي، والحاكم (٥) .

الموسوعة الفقهية – 2799/31949

النوع الثاني: شرائط ترجع إلى المضحي
يشترط في المضحي لصحة التضحية ثلاثة شروط:
35 – (الشرط الأول) : نية التضحية: لأن الذبح قد يكون للحم، وقد يكون للقربة، والفعل لا يقع قربة إلا بالنية، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى. (2)
والمراد بالأعمال القربات، ثم إن القربات من الذبائح أنواع كثيرة، كهدي التمتع والقران والإحصار وجزاء الصيد وكفارة الحلف وغير ذلك من محظورات الحج والعمرة، فلا تتعين الأضحية من بين هذه القربات إلا بنية التضحية، وتكفي النية بالقلب دون التلفظ بها كما في الصلاة، لأن النية عمل القلب، والذكر باللسان دليل على ما فيه.
وقد اتفق على هذا الشرط الحنفية والمالكية والشافعية والحنابلة. (1)
وصرح الشافعية باستثناء المعينة بالنذر، كأن قال بلسانه – من غير نية بقلبه – لله علي نذر أن أضحي بهذه الشاة، فإن نذره ينعقد باللفظ ولو بلا نية، ولا تشترط النية عند ذبحها، بخلاف المجعولة، بأن قال بلسانه: جعلت هذه الشاة أضحية، فإن إيجابه ينعقد وإن لم ينو عند النطق، لكن لا بد من النية عند ذبحها إن لم ينو عند النطق.
وقالوا: لو وكل في الذبح كفت نيته ولا حاجة لنية الوكيل، بل لا حاجة لعلمه بأنها أضحية.
وقالوا أيضا: يجوز لصاحب الأضحية أن يفوض في نية التضحية مسلما مميزا ينوي عند الذبح أو التعيين، بخلاف الكافر وغير المميز بجنون أو نحوه. (2)
وقال الحنابلة: إن الأضحية المعينة لا تجب فيها النية عند الذبح، لكن لو ذبحها غير مالكها بغير إذنه، ونواها عن نفسه عالما بأنها ملك غيره لم تجزئ عنهما، أما مع عدم العلم فتجزئ عن المالك ولا أثر لنية الفضولي

الموسوعة الفقهية – 2823/31949

ما يستحب وما يكره بعد التضحية:

أ – يستحب للمضحي بعد الذبح أمور:
57 – منها: أن ينتظر حتى تسكن جميع أعضاء

الذبيحة فلا ينخع (1) ولا يسلخ قبل زوال الحياة عن جميع جسدها.
58 – ومنها: أن يأكل منها ويطعم ويدخر، لقوله تعالى: {وأذن في الناس بالحج يأتوك رجالا وعلى كل ضامر يأتين من كل فج عميق ليشهدوا منافع لهم ويذكروا اسم الله في أيام معلومات على ما رزقهم من بهيمة الأنعام فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير} . (2)
وقوله عز وجل: {والبدن جعلناها لكم من شعائر الله لكم فيها خير فاذكروا اسم الله عليها صواف فإذا وجبت جنوبها فكلوا منها وأطعموا القانع والمعتر} . (3)
ولقوله صلى الله عليه وسلم: إذا ضحى أحدكم فليأكل من أضحيته. (4)
59 – والأفضل أن يتصدق بالثلث، ويتخذ الثلث ضيافة لأقاربه وأصدقائه، ويدخر الثلث، وله أن يهب الفقير والغني، وقد صح عن ابن عباس رضي الله عنهما في صفة أضحية النبي صلى الله عليه وسلم قال: ” ويطعم أهل بيته الثلث، ويطعم فقراء جيرانه الثلث، ويتصدق على السؤال بالثلث “. (5)قال الحنفية: ولو تصدق بالكل جاز، ولو حبس الكل لنفسه جاز، لأن القربة في إراقة الدم، وله أن يزيد في الادخار عن ثلاث ليال، لأن نهي النبي صلى الله عليه وسلم عن ذلك كان من أجل الدافة، وهم جماعة من الفقراء دفت (أي نزلت) بالمدينة، فأراد النبي صلى الله عليه وسلم أن يتصدق أهل المدينة عليهم بما فضل عن أضاحيهم، فنهى عن الادخار فوق ثلاثة أيام.
ففي حديث عائشة رضي الله عنها أنها قالت: قالوا يا رسول الله: إن الناس يتخذون الأسقية من ضحاياهم ويجعلون فيها الودك، قال: وما ذاك؟ قالوا: نهيت أن تؤكل لحوم الأضاحي بعد ثلاث، فقال: إنما نهيتكم من أجل الدافة التي دفت، فكلوا، وادخروا وتصدقوا. (1) وفي حديث سلمة بن الأكوع رضي الله عنه أنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من ضحى منكم فلا يصبحن بعد ثالثة وفي بيته منه شيء، فلما كان العام المقبل. قالوا يا رسول الله نفعل كما فعلنا عام الماضي؟ قال: كلوا وأطعموا وادخروا، فإن ذلك العام كان بالناس جهد، فأردت أن تعينوا فيها. (2)
وإطعامها والتصدق بها أفضل من ادخارها، إلا أن يكون المضحي ذا عيال وهو غير موسع الحال، فإن الأفضل له حينئذ أن يدخره لعياله توسعة عليهم، لأن حاجته وحاجة عياله مقدمة على حاجة غيرهم، لقوله صلى الله عليه وسلم: ابدأ بنفسك فتصدق عليها

فإن فضل شيء فلأهلك، فإن فضل شيء عن أهلك فلذي قرابتك، فإن فضل عن ذي قرابتك شيء فهكذا وهكذا. (1)
هذا مذهب الحنفية. (2)
60 – وهاهنا تنبيه مهم وهو أن أكل المضحي من الأضحية وإطعام الأغنياء والادخار لعياله تمتنع كلها عند الحنفية في صور.
منها: الأضحية المنذورة، وهو مذهب الشافعية أيضا. وذهب المالكية والحنابلة إلى أن المنذورة كغيرها في جواز الأكل.
ومنها: أن يمسك عن التضحية بالشاة التي عينها للتضحية بالنذر أو بالنية عند الشراء حتى تغرب شمس اليوم الثالث فيجب التصدق بها حية.
ومنها: أن يضحي عن الميت بأمره فيجب التصدق بالأضحية كلها على المختار.
ومنها: أن تلد الأضحية فيجب ذبح الولد على قول، وإذا ذبح وجب التصدق به كله، لأنه لم يبلغ السن التي تجزئ التضحية فيها، فلا تكون القربة بإراقة دمه، فتعين أن تكون القربة بالتصدق به، ولهذا قيل: إن المستحب في الولد التصدق به حيا

Referensi: Tanwirul Qulub no.239

ويسن أن تطبخ كسائر الولائم إلا رجلها اليمنى إلى أصل الفخذ فتعطى نيئة للقابلة(أى الداية) تفاؤلا

Kategori
Uncategorized

SETATUS MOBIL DINAS

Para pemangku jabatan pemerintahan mulai dari presiden, menteri, gubernur, bupati, anggota dewan mulai dari pusat hingga daerah pasti mendapatkan fasilitas mobil dinas. Bahkan lurah atau kepala desa pun mendapatkan fasilitas sepeda motor. Beberapa waktu lalu masalah mobil dinas ini menjadi sorotan media massa, Pasalnya, mobil dinas yang seharusnya dimanfaatkan sebagai fasilitas untuk bekerja demi kepentingan rakyat, sering kali digunakan untuk kepentingan pribadi oleh sebagian oknum pejabat.

Pertanyaannya:

  1. Apa status mobil dinas tersebut
  2. Bagaimana hukum menggunakan mobil dinas di luar jam kerja.

Jawaban: No.1

Mobil dinas tersebut menurut Imam Asnawi statusnya adalah ‘ariyah(pinjaman).

Referensi:

إعانة الطالبين الجزء الثالث ص: ۱۲۸ طبعة الحرمين

(قَوْلُهُ قَالَ الْإِسْتَوَى يَجُوزُ لِلْإِمَامِ إِعَارَةُ مَالِ بَيْتِ الْمَالِ أَيْ لأَنَّهُ إِذَا جَازَ لَهُ التَمْلِيكُ فَالْإِعَارَةُ أَوْلَى قَالَ فِي التَّحْفَةِ وَمِثْلُهُ في النهايَةِ وَرُدَّ بِأَنَّهُ إِنْ أَعَارَهُ لِمَنْ لَهُ حَقٌّ فِي بَيْتِ الْمَالِ فَهُوَ إِيصَالُ حَقَّ لِمُسْتَحِقِهِ فَلَا يُسَمى عَارِيَةً أَوْ لِمَنْ لا حَقَّ لَهُ فِيهِ لَمْ يَجْرُ لأَنَّ الْإِمَامَ فِيهِ كَالْوَلِي فِي مَالِ مَوْلِيهِ وَهُوَ لا يَجُوزُ لَهُ إِعَارَة شَيْءٍ مِنْهُ مطلقا إلخ اهـ
…………..

مغني المحتاج الجزء الثاني ص: ۳۲۷ طبعة دار الكتب العلمية.

فَإِنْ قِيلَ يَرِدُ عَلَى قَيْدِ مِلْكِ الْمَنْفَعَةِ صِحَّةُ إِعَارَةِ الْكَلْبِ لِلصَّيْدِ مَعَ أَنَّهُ لَا يُمْلَكُ وَصِحَّةُ إِعَارَةِ الْأَضْحِيَّةِ وَالْهَدْيِ الْمَنْذُورَيْنِ مَعَ خُرُوجِهِمَا عَنْ مِلْكِهِ وَصِحَةُ إِعَارَةِ الْإِمَامِ مَالَ بَيْتِ الْمَالِ مِنْ أَرْضِ وَغَيْرِهَا مَعَ أَنَّهُ لَيْسَ مِلْكًا لَهُ أُجِيبَ بِأَنَّ هَذِهِ الْأُمُورَ لَيْسَتْ عَارِيَةً حَقِيقَةً بَلْ شَبيهَةً بِهَا وَبِأَنَّهُمْ أَرَادُوا هُنَا بِمِلْكِ الْمَنْفَعَةِ مَا يَعْمُ الاخْتِصَاصَ بِهَا وَالتَّصَرُّفَ فِيهَا إِلَّا بِطَرِيقِ الْإِبَاحَةِ قَالَ شَيْخُنَا وَعَلَى هَذَا لَا يَرِدُ مَا عَلَيْهِ الْعَمَلُ مِنْ إعَارَةِ الصُّوفِي وَالْفَقِيهِ مَسْكَنَهُمَا بِالرِّبَاطِ وَالْمَدْرَسَةِ وَمَا فِي مَعْنَاهُمَا اهـ أَيْ عَلَى الْقَوْلِ بِجَوَازِ ذَلِكَ وَالْمُعْتَمَدُ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ كَمَا قَالَهُ الْأَذْرَعِيُّ وَغَيْرُهُ

Jawaban:No.2

Menggunakan mobil dinas di luar jam kerja diperbolehkan bila ada izin atau sesuai dengan ‘urf(adat kebiasaan).
……..
الأشباه والنظائر ص: ۷۳ طبعة الحرمين.

(الْقَاعِدَةُ الْخَامِسَةُ) تَصَرُّفُ الْإِمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوطُ بِالْمَصْلَحَةِ هَذِهِ الْقَاعِدَةُ نَصَّ عَلَيْهَا الشَّافِعِيُّ وَقَالَ مَنْزِلَهُ الْإِمَامِ مِنَ الرَّعِيَّةِ مَنْزَلَهُ الْوَلِيَ مِنَ الْيَتِيمِ قُلْتُ وَأَصْلُ ذَلِكَ مَا أَخْرَجَهُ سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ فِي سُنَنِهِ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنِ الْبَرَّاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ قَالَ عُمَرُ رضى الله عنه إِنِّي أَنْزَلْتُ نَفْسِي مِنْ مَالِ اللَّهِ مَنْزِلَةَ وَالِي الْيَتِيمِ إِنِ احْتَجْتُ أَخَذْتُ مِنْهُ فَإِذَا أَيْسَرْتُ رَدَدْتُهُ فَإِنِ اسْتَغْنَيْتُ اسْتَعفَفْتُ.

المحلى وحاشية القليوبي الجزء الثالث ص: ۲۲ طبعة الحرمين.

(وَلَهُ) أَيْ لِلْمُسْتَعِيرِ الانْتِفَاعُ بِحَسَبِ الْإِذْنِ) (قَوْلُهُ بِحَسَبِ الْإِذْنِ) أَيْ بِحَسَبٍ مَا يَقْتَضِيهِ الْعُرْفُ فِيهِ وَمِنْهُ تَكْرَارُ الاِنْتِفَاعِ بِنَحْوِ لُبْسِ ثَوْبٍ وَرُكُوبٍ دَابَّةٍ وَسُكْنَى دَارٍ مَا يُقَيَّدُ بِمَرَّةٍ أَوْ مُدَّةٍ وَلَوْ عَدَلَ عَنِ الطَّرِيقِ الْمَأْذُونِ فِيهِ أَوْ جَاوَزَ محَلَّا أَذِنَ لَهُ فِي وُصُولِهِ صَارَ ضَامِنًا وَلَزِمَتْهُ أَجْرَة مَا جَاوَزَهُ فَقَطْ وَلَهُ الرُّكُوبُ فِي الْعَوْدِ مِنْهُ كَمَا مَرَّ
………..

Kategori
Uncategorized

MEMBERIKAN HIDANGAN PADA PENTAKZIAH

MEMBERI HIDANGAN PADA PENTAKZIAH.

Hal yang sudah lumrah di masyarakat ketika para pentakziah(orang yang melayat terhadap orang mati) datang, keluarga biasanya menyiapkan hidangan secukupnya kepada para pentakziah. Hal itu memang wajar dilakukan karena biasanya para pentakziah juga memberikan beras, uang dan barang lainnya.

Pertanyaan: Bolehkah memberikan hidangan tersebut?

Jawaban: Boleh bahkan sunnah jika hidangan tersebut tidak diambilkan dari harta mahjur ‘alaih atau ahli waris yang tidak diketahui ridlonya.
(mahjur alaihi adalah ahli waris yang gila,atau ahli waris yang masih anak kecil,atau ahli waris yang bodoh).

Referensi:

ح قرة العين بفتاوي الشيخ إسماعيل الزين ص: ۸۷ توكو كتاب البركة.
إعْدَادُ أَهْلِ الْمَيِّتِ الطَّعَامَ،
سُؤَالُ: مَا حُكْمُ إِطْعَامِ الطَّعَامِ لِلْمُعِزِينِ قَبْلَ أَنْ يُدْفَنَ الْمَيِّتُ سَوَاءٌ كَانَ قَبْلَ الْغُسْلِ أَوْ بَعْدَهُ أَوْ قَبْلَ الصَّلَاةِ أَوْ بَعْدَهَا بَيْنُوا لَنَا ذَلِكَ. الْجَوَابُ : إِذَا كَانَ الطَّعَامُ الْمَذْكُورُ مِنْ مَالِ الْوَرَثَةِ الْبَالِغِينَ أَوْ مِنْ غَيْرِهِمْ مِنْ أَهْلِ الْمَيِّتِ مِمَّنْ يَصِحُ تَبَرُّعُهُ فَإِنَّهُ مَحْمُودُ شَرْعًا لِأَنَّهُ إِمَّا صَدَقَةً يُرْجَى حُصُولُ ثَوَابِهَا إِلَى الْمَيِّتِ وَهَذَا مُسْتَحَبُّ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ. وَأَمَّا ضِيَافَةُ لِلْحَاضِرِينَ وَهِيَ مِنْ مُكْتَرَمِ الْأَخْلَاقِ وَفِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ مَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ فَصَارَ الطَّعَامُ الْمَذْكُورُ مُسْتَحَبًّا عَلَى كُلِّ حَالٍ مَا لَمْ يَكُنْ مِنْ مَالِ الْقَاصِرِينَ ، وَلَا فَرْقَ فِي اسْتِحْبَابِ ذَلِكَ بَيْنَ كَوْنِهِ قَبْلَ الدَّفْنِ أَوْ قَبْلَ الْغُسْلِ أَوْ بَعْدَ ذلك.

الفتاوى الفقهية الكبرى الجزء الثاني ص: ۷ طبعة دار الفكر.
وَلَا يَجُوزُ أَنْ يُفْعَلَ شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ مِنَ التِّرْكَةِ حَيْثُ كَانَ فِيهَا مَحْجُورٌ عَلَيْهِ مُطْلَقًا أَوْ كَانُوا كُلُّهُمْ رُشَدَاءَ لَكِنْ لَمْ يَرْضَ بَعْضُهُمْ بَلْ مَنْ فَعَلَهُ مِنْ مَالِهِ لَمْ يَرْجِعُ بِهِ عَلَى غَيْرِهِ وَمَنْ فَعَلَهُ مِنَ التَرْكَةِ غَرَمَ حِصَّةَ غَيْرِهِ الَّذِي لَمْ يَأْذَنْ فِيهِ إِذْنَا صَحِيحًا

Kategori
Uncategorized

Sholawat Ashololey

SHALAWAT ASHOLOLEY

Banyak hal yang dilakukan masyarakat muslim Indonesia untuk mengapresiasikan kecintaan dan menyemarakkan bulan Ramadhan. Mulai dari tadarusan, buka bersama, sedekah pada yatim piatu dll. Warung atau tempat yang biasanya digunakan untuk hal-hal yang berbau maksiat khusus di bulan Ramadhan pun untuk sementara waktu ditutup rapat-rapat. Yang lebih mengagumkan lagi adalah sebagian grup musik terutama yang beraliran koplo, khusus di bulan suci ini mereka mementaskan lagu-lagu yang berbau religi mulai “Tombo Ati” dan bermacam-macam shalawat. Namun, lagu yang mereka bawakan adalah nada musik beriramakan Ashololey/koplo dan biasanya dilantunkan oleh seorang vokalis perempuan. Mungkin karena terbawa kebiasaan, ketika shalawatan maka akan juga disertai sedikit tarian dan joget lenggak-lenggok.

Pertanyaan: Bagaimanakah hukum menyenandungkan lagu religi atau shalawatan yang diiringi dengan tabuhan irama koplo?

Jawaban: Hukumnya haram karena dalam realita di dalamnya terdapat unsur- unsur berikut ini:

  1. Merusak bacaan
  2. Terjadi tasyabbuh bil fussaq (menyerupai orang fasiq) 3. Mengandung istihza’ (meremehkan atau melecehkan).

Bila unsur-unsur tersebut di atas tidak terjadi, maka menurut Imam Romli dan Imam Zarkasyi masing-masing mempunyai hukum tersendiri, yakni:

  1. Hukum bernyanyi adalah makruh.
  2. Hukum menggunakan alat musik adalah haram.
  3. Hukum bershalawat adalah sunnah.

Referensi:

بدع المساجد ص: ٣٣

(مَسْأَلَهُ ز) سُئِلَ السَّيِّدُ أَحْمَد زَيْنِي دَحْلَان مُفْتِي الشَّافِعِيَّةِ بِمَكَّةَ الْمُتَوَفَّى بِالْمَدِينَةِ سَنَةَ ١٣٠٤ عَنْ جَمَاعَةٍ يَقرءونَ مَوْلِدَ النَّبِي – ﷺ – يَطْرَبُونَ فِيهِ بِالْغِنَاءِ وَالْأَءلحانِ وَالتَّكْسِيرِ خُصُوصًا فِي الْأَشْعَارِ وَالْقَصَائِدِ المُتعَلِقَةِ بِجَنَابِهِ – صلى الله عليه وسلم – وَيَرْفَعُونَ أَصْوَاتَهُمْ رَفْعًا شَدِيدًا وَيَمُدُّونَ الْمَقْصُورَ وَقَضَرُونَ الْمَمْدُودَ وَيَقِفُونَ فِي أثناءِ الْكَلِمَاتٍ وَيَقْطَعُونَ بَعْضًا عَنْ بَعْضٍ كَمَا فَعَلُوا بِمِثْلِ قَوْلِهِ أَشْرَقَ الْبَدْرُ عَلَيْنَا الْأَبْيَاتِ يَقُولُونَ أَشْرَقًا الْبَادْرُو عَلَايْنَا مَا رُحَبَانُ الحَ فَهَلْ ذَلِكَ حَرَامٌ أَوْ مَكْرُوهُ أَوْ مُبَاحٌ فَأَجَابَ بِقَوْلِهِ التَّغَنِي بِالْأَءلْحَانِ وَالتَّكْسِيرِ وَرَفْعِ الصَّوْتِ فِي قِرَاءَةِ الْمَوْلِدِ حَرَامُ بَلِ الْوَاجِبُ عَلَى مَنْ حَضَرَ قِرَاءَةَ الْمَوْلِدِ سَوَاءُ الْقَارِئُ وَالسَّامِعُ أَنْ يَكُونَ فَصِيحًا غَيْرَ لَّاحِنٍ خَافِضًا غَيْرَ رَافِعِ الصَّوْتِ خَاشِعًا مُتَوَاضِعًا مُتَأَءدبًا لحضْرَتِهِ وَعَظَمَتِهِ – صلى الله عليه وسلم – وَأَنْ يَتَأَءمَّلَ وَيَتَقَهُمَ مَا يَسْمَعُهُ مِنْ أَخْلَاقِهِ الْكَرِيمَةِ كَمَا قَالَ: وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ.

قرة العين بفتاوي الشيخ إسمعيل زين ص: ۲۰۱ طبعة البركة
سُؤال: مَا قَوْلُكُمْ فِيمَنْ صَلَّى عَلَى النَّبِي صلى الله عليه وسلم عِنْدَ فِعْلٍ مَا حَرَّمَ الله ؟ الْجَوَابُ أَنَّ ذَلِكَ حَرَامٌ لِأَنَّهُ يُعْتَبَرُ اسْتِهْزاء لِلصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ فِي غَيْرِ مَوْضِعِ لَائِقِ.

حاشية الجمل الجزء الخامس ص: ۳۸۰ طبعة دار الفكر
(كَغنَاءِ) بِكَسْرِ الْغَيْنِ وَالْمَدِ بِلَا آلَةٍ وَاسْتِمَاعِهِ) فَإِءنَّهُما مَكْرُوهَانِ لِمَا فِيهِمَا مِنَ اللَّهُو أَمَّا مَعَ الْآلَةِ فَمُحَرَّمَانِ وَتَعْبِيرِي بِالاءسْتِمَاعِ هُنَا وَفِيمَا يَأْتِي أَوْلَى مِنْ تَعْبِيرِه بِالسَّمَاعِ (قَوْلُهُ: فَإِنَّهُمَا مَكْرُوهَانِ) أَيْ، وَلَوْ مِنْ أَجْنَبِيَّةٍ أَوْ أَمْرَدَ إِلَّا إِنْ خَافَ فِتْنَةٌ أَوْ نَظَرًا مُحَرَّمًا وَإِلَّا حَرُمَ، وَلَيْسَ مِنَ الْغِنَاءِ مَا اعْتِيدَ عِنْدَ مُحَاوَلَةِ عَمَلٍ وَحَمْلٍ تَقِيلٍ كَحَدْوِ الْأَعْرَابِ لإءبلِهِمْ وَغِنَاء النّسَاء لِتَسْكِيتِ صِغَارِهِمْ فَلَا شَكٍّ فِي جَوَازِهِ قَالَ الْغَزَالِيُّ الْغناءُ إِنْ قُصِدَ بِهِ تَرْوِيحُ الْقَلْبِ لِيُقَوِيَ عَلَى الطَّاعَةِ فَهُوَ طَاعَةُ أَوْ عَلَى الْمَعْصِيَةِ فَهُوَ مَعْصِيَةٌ أَوْ لَمْ يُقْصَدْ بِهِ شَيْءٍ فَهُوَ لَهُو مَعْفُوٌّ عَنْهُ اهـ ح ل (قَوْلُهُ أَمَّا مَعَ الْآءلَةِ فَمُحَرَّمَانِ)، وَهَذَا مَا مَشَى عَلَيْهِ الشَّارِحُ وَالَّذِي مَشَى عَلَيْهِ م ر فِي شَرْحِهِ أَنَّ الْغِنَاءَ مَكْرُوهُ عَلَى مَا هُوَ عَلَيْهِ وَالْآلَةَ مُحَرَّمَةٌ وَعِبَارَتْهُ وَمَتَى افْتَرَنَ بِالْغِنَاءِ آلَة مُحَرَّمَةٌ فَالْقِيَاسُ كَمَا قَالَهُ الزَّرْكَشِيُّ تَحْرِيمُ الْآلَةِ فَقَطْ وَبَقَاءُ الْغِنَاءِ عَلَى الْكَرَاهَةِ انْتَهَتْ

Ketik Pencarian