DEWAN PIMPINAN PUSAT
IKATAN ALUMNI BATA-BATA

PERBEDAAN WALI HAKIM DAN WALI MUHAKKAN

PERBEDAAN ANTARA WALI HAKIM DAN WALI MUHAKKAN /TAHKIM

Assalamualaikum

Deskripsi masalah

Ada seorang janda yang sudah punya anak beralamatkan /Edintitasnya Jogjakarta dia telah lama ditinggal suaminya karena wafat , sementara ada seorang lelaki duda pun juga punya anak ber alamatkan di Pamekasan Mandura keduanya ingin menikah yang pada awalnya orang tuanya silelaki setuju,  Namun ketika pernihan akan dilangsungkan orang tuanya si laki-laki tidak setuju sedang siperempuan tidak punya wali kerena orang tuanya meninggal begitu juga kakeknya wal hasil dia tidak punya wali baik wali akrab ataupun wali ab’ad. Karena sudah terlanjur ada hubungan ikatan janji dengan kedau tersebut maka dia terpaksa lari kerumahnya silelaki yang berada dimaduara dan dia  ingin menikah dengan sirri dengan cara mengangkat wali muhakkam didaerah lain (Madura)  sementara menurut hukum kalau wali hakim tidak boleh mengakad nikah kecuali diwilayah sendiri.

Adapun latar belakang akan menikah dengan cara sirri mengangkat  muhakkam berawal karena orang tuanya yang laki-laki setuju namun setelah akan menikah ibunya silelaki tidak setuju, maka karena sudah terlanjur dipinang akhirnya nikah sirri sebagai alternatif  untuk menghalalkan keduanya yang selanjutnya tetap akan diperbaharui kembali melalui proses hakim secara rismi

Pertanyaannya.

Bagaimana hukumnya mengangkat wali hakim atau Muhakkam yang bukan dari daerah se wanita? Karena jelas si wanita tidak memiliki wali, yang tidak setuju keluarga si laki-laki.

Waalaikum salam.
Jawaban.

Jika wanita tidak punya wali maka alternatif untuk bisa menikahkan satu-satunya adalah wali Hakim. Karena wali hakim diangkat oleh pemerintah secara rismi yang diberi mandat atau wewenang untuk menikahkan wanita yang tidak punya wali nikah, namun dengan syarat wali hakim harus berada diwilahnya tempat dia bertugas, bukan didaerah lain.Artinya jika wanita dari jakarta kemudian kemadura daerah guluk maka wali hakimnya didaerah kecamatan Guluk- guluk bukan daerah lain ( Jakarta) maka tidak boleh.

Sesuai dengan hadits:

فَإِنَّ السُّلْطَانَ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ

Artinya, “Sungguh penguasa adalah wali bagi perempuan yang tidak memiliki wali,” (HR. Ahmad).

Namun jika Wali hakim diwilayah setempat meminta bayaran untuk menikahkan maka boleh kedua pempelai mengangkat Wali muhakkam walaupun bukan diwilayahnya perempuan yang akan menikah.

Dengan demikian berbeda antara wali hakim dan walimuhakkan perbedaannya adalah:

Wali Hakim adalah orang yang diangkat oleh pemerintah secara rismi yang punya wewenang untuk menikahkan orang perempuan yang tidak punya wali dengan syarat harus menikahkan didaerahnya sendiri. Sehingga perempuan yang dinikahkan oleh wali hakim sah secara agama maupun pemerintah.

Sedangkan Muhakkam adalah orang  yang diangkat oleh kedua pempelai laki-laki dan perempuan dengan syarat harus mujtahid atau walaupun tidak mujtahid yang penting adil walaupun bukan didaerahnya perempuan.( berada diderah lain/tidak terikat dengan wilayah ).

Artinya jika wali hakim harus diwilayah setempat ( tempat bertugas ) yang bisa menikahkan. Sedangkan Wali muhakkam  boleh walaupun bukan diwilayahnya perempuan dan hukum  akad nikahnya  sah menurut agama namun tidak sah menurut pemerintah.

Referensi:

بغية المسترشدين ص ٢٠٧ – ٢٠٨

(مسألة: ب ش):

الحال في مسألة التحكيم أن تحكيم المجتهد في غير نحو عقوبة لله تعالى جائز مطلقاً، أي ولو مع وجود القاضي المجتهد، كتحكيم الفقيه غير المجتهد مع فقد القاضي المجتهد، وتحكيم العدل مع قد القاضي أصلاً أو طلبه مالاً وإن قل، لا مع وجوده ولو غير أهل بمسافة العدوى، وكذا فوقها إن شملت ولايته بلد المرأة، بناء على وجوب إحضار الخصم من ذلك الذي رجح الإمام الغزالي والمنهاج وأصله عدمه، ولا بد من لفظ من المحكمين كالزوجين في التحكيم كقول كل: حكمتك لتعقد لي أو في تزويجي، أو أذنت لك فيه، أو زوجني من فلانة أو فلان، وكذا وكلتك على الأصح في نظيره من الإذن للولي، بل يكفي سكوت البكر بعد قوله لها: حكميني أو حكمت فلاناً في تزويجك، ويشترط رضا الخصمين بالمحكم إلى صاحب الحكم لا فقد الولي الخاص، بل يجوز مع غيبته على المعتمد كما اختاره الأذرعي، *ولا كون المحكم من أهل بلد المرأة* *، فلو حكمت امرأة باليمن رجلاً بمكة فزوّجها هناك من خاطبها صح وإن لم تنتقل إليه* ، *نعم هو أولى لأن ولايته عليها ليست مقيدة بمحل، وبه فارق القاضي فإنه لا يزوج إلا من محل ولايته فقط* ، بل لو قالت: حكَّمتك تزوجني من فلان بمحل كذا لم يتعين إلا إن قالت: ولا تزوِّج في غيره

:(مسألة: ي)

غاب وليها مرحلتين ولم يكن ثم قاض صحيح الولاية بأن يكون عدلاً فقيهاً، أو ولاه ذو شوكة مع علمه بحاله بمسافة القصر حكَّمت هي والزوج عدلاً يقول كل منهما: حكمتك تزوجني من فلانة أو فلان، ولا بد من قبول المحكم على المعتمد ثم تأذن له في تزويجها، ويجوز تحكيم الفقيه العدل ولو مع وجود القاضي كغير الفقيه مع عدمه بمحل المرأة ولو مع وجود فقيه

Referensi:

الفتوى الشرعية.ص ١٨٣
عقد الزواج اذا ستوفى أركانه وشروطه تحل به المعاشرة بين الزوجين ، وليس من شرائطه الشرعية اثباته كتابة فى وثيقة رسمية ولاغير رسمية، وإنما التوثيق لدى المأذون أو الموظف المختص نظام اجابته اللواح والقوانين الخاصة بالمحاكم الشرعية خشية الجحود وحفظا للحقوق وحذرت من مخالفته لما له من النتائج الخطيرة عند الجحود. والله أعلم بالصواب

Wallohu A’lamu Bisshowabi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

#TERKINI

#WARTA

#HUKUM