
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarakaatuh.
Mau nanya para kiyai.
Deskripsi masalah
Dikampung saya ada kegiatan majlis ( patehaan ) yang dikemas dalam acara tersebut dengan bacaan surah Yasin dan tahlil. Dan waktunya dilaksanakan setelah sholat maghrib biasanya setelah sholat isya’ sudah selesai, dan kegiatan tersebut kantino menjadi wiritan surah Yasin dan tahlil. Nah Ketika acara dimulai ( baca suruh Yasin atau tahlil suara adzan dikumandankan.
Pertanyaannya.
Manakah yang lebih baik atau lebih utama antara melanjudkan bacaan Al-Qur’an atau tahlil dengan menjawab adzan ?
Mohon penjelasannya Kiyai.
Jawaban:
Orang yang sedang membaca surat Yasin dan tahlil, ketika mendengar adzan, maka yang lebih utama hendaklah orang itu berhenti dulu membaca surat Yasin dan tahlil. Dan orang itu disunnatkan untuk menjawab adzan.Dengan alasan karena setiap kegiatan baik itu ilmu, baca Al-Qur’an atau dzikir ada waktu tersendiri, begitu juga hal adzan punya waktu untuk dijawab.Oleh karenanya Lebih baik berhenti dulu baca Al-Qur’an atau tahlil atau menjelaskan ilmu dengan menjawab adzan lalu teruskan kegiatan tersebut.
Referensi:
إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين ج:1 ص: 279
(فائدة)
قال القطب الشعراني في العهود المحمدية: أخذ علينا العهد العام من رسول الله – صلى الله عليه وسلم – أن نجيب المؤذن بما ورد في السنة، ولا نتلاهى عنه قط بكلام لغو ولا غيره أدبا مع الشارع – صلى الله عليه وسلم -.
فإن لكل سنة وقتا يخصها، فلإجابة المؤذن وقت، وللعلم وقت، وللتسبيح وقت، ولتلاوة القرآن وقت.
كما أنه ليس للعبد أن يجعل موضع الفاتحة استغفارا، ولا موضع الركوع والسجود قراءة، ولا موضع التشهد غيره.
وهكذا فافهم.
وهذا العهد يبخل به كثير من طلبة العلم فضلا عن غيرهم، فيتركون إجابة المؤذن، بل ربما تركوا صلاة الجماعة حتى يخرج الناس منها وهم يطالعون في علم نحو أو أصول أو فقه، ويقولون: العلم مقدم مطلقا، وليس كذلك فإن المسألة فيها تفصيل، فما كل علم يكون مقدما في ذلك الوقت على صلاة الجماعة كما هو معروف عند كل من شم رائحة مراتب الأوامر الشرعية.
( SATU FAIDAH ) Imam sya’roni dalam kitab al-Uhud al-Muhammadiyyah, beliau berkata;”Kita telah terikat perjanjian umum dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjawab orang yang sedang adzan sebagaimana telah dijelaskan dalam As-Sunnah, dan untuk tidak membicarakan sesuatu yang tak ada gunanya atau membicarakan hal lain, untuk menunjukkan sikap sopan santun kita pada Nabi Muhammad shollallahu alaihi wasallam yang menetapkan syari’at. Mengapa demikian, karena segala sesuatu itu ada waktunya; menjawab adzan ada waktunya, untuk ilmu ada waktunya, tasbih ada waktunya, membaca al-qur’an juga ada waktunya sendiri. Sebagaimana pada waktu membaca fatihah kita tidak boleh menggantinya dengan istighfar, tempatnya rukuk dan sujud tidak boleh ditempati membaca, begitu juga tempatnya tasyahud tidak boleh ditempati untuk hal lain, dan begitu seterusnya. Pahamilah hal ini!
Perjanjian ini ( kesunahan menjawab adzan ) telah banyak ditinggalkan oleh para penuntut ilmu agama, apalagi selain mereka!, mereka tidak lagi mau menjawab adzan, bahkan terkadang meninggalkan sholat berjama’ah hingga sholat jama’ah selesai dikerjakan. Sedangkan mereka sedang asyik bermuthola’ah ( mempelajari ) ilmu nahwu, ushul atau fiqih, dan mereka berkata: “Ilmu itu lebih dikedepankan daripada hal lain secara mutlak”, ucapan itu tentu saja tidak benar, sebab terdapat perincian dalam masalah tersebut, karena tidak semua ilmu itu lebih dikedepankan daripada sholat berjama’ah, sebagaimana telah diketahui oleh orang yang telah pernah “mencium pada baunya tingkatan-tingkatannya perintah-perintah syari’at.
Referensi:
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِّنُ. أخرجه البخاري
Dari Abi Sa’id Al-Khudri r.a., bahwasannya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. bersabda, “Jika kalian mendengar azan, maka ucapkanlah sebagaimana apa yang diucapkan oleh muadzzin.” (HR. Al-Bukhari)
Sehubungan dengan hal ini, Imam Nawawi juga telah menjelaskan di dalam kitabnya At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an. Beliau berkata,
” ولو سمع المؤذن قطع القراءة وأجابه بمتابعته في ألفاظ الأذان والإقامة ثم يعود إلى قراءته وهذا متفق عليه عند أصحابنا”.
“Jika seseorang mendengar muadzin (adzan), maka (hendaknya) ia menghentikan (memotong ) bacaannya dan menjawab azan (tersebut) dengan mengikuti lafaz-lafaz adzan dan iqamah (itu), kemudian ia mengulang lagi bacaannya. Inilah yang disepakati menurut ulama’ kita (madzhab Syafii).”
Wallohu A’lam bisshowab