السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI
BAB GAMBARAN SHALAT SUNNAH
HADITS KE 316 :
وَعَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا- قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي الضُّحَى أَرْبَعًا، وَيَزِيدُ مَا شَاءَ اللَّهُ ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ
وَلَهُ عَنْهَا: ( أَنَّهَا سُئِلَتْ: هَلْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي الضُّحَى؟ قَالَتْ: لَا، إِلَّا أَنْ يَجِيءَ مِنْ مَغِيبِهِ )
وَلَهُ عَنْهَا: ( مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي سُبْحَةَ الضُّحَى قَطُّ، وَإِنِّي لَأُسَبِّحُهَا )
‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam biasanya sholat Dhuha empat rakaat dan menambah seperti yang dikehendaki Allah. Riwayat Muslim.
Menurut riwayat Muslim dari ‘Aisyah: Bahwa ‘Aisyah pernah ditanya: Apakah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam biasa menunaikan sholat Dhuha? Ia menjawab: Tidak, kecuali bila beliau pulang dari bepergian.
Menurut riwayat Muslim dari ‘Aisyah: Aku tidak melihat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dengan tetap melakukan sholat Dhuha, tetapi sungguh aku melakukannya dengan tetap.
MAKNA HADITS :
Antara keistimewaan agama Islam ialah menjadikan setiap waktu memiliki tugas ibadah tersendiri, baik ibadah wajib maupun ibadah sunat supaya jiwa seseorang tidak terlampau jenuh lantaran hanya melakukan satu jenis ibadah ini tertentu. Ini merupakan satu rahmat terhadap hamba Allah.
Waktu sholat dhuha bermula apabila matahari agak tinggi dan semua ternakan dilepaskan di kawasan gembala. Ringkasnya, waktu sholat dhuha apabila matahari nampak kelihatan setinggi satu tombak dari ufuk timur. Syariat telah mensunatkan sholat dhuha dan bilangan rakaatnya sekurang-kurangnya dua rakaat. Ini berlandaskan kepada sabda dan perbuatan Nabi (s.a.w). Apa yang disebut dalam hadis Aisyah (r.a) yang isinya mengingkari syariat sholat dhuha, maka itu dapat disanggah dengan alasan-alasan berikut:
1. Apa yang dikatakan oleh Aisyah bahwa beliau tidak pernah melihat Nabi (s.a.w) melakukan sholat dhuha, maka itu tidak berarti Nabi (s.a.w) sama sekali tidak pernah mengerjakan sholat dhuha.
2. Dalam salah satu hadis, Aisyah (r.a) menafikan (meniadakan) pelaksanaan sholat dhuha, tetapi dalam hadis yang lain beliau menetapkannya. Dalam kaitan ini, hadis yang menetapkan mestilah diutamakan ke atas hadis yang meniadakan.
3. Aisyah (r.a) sendiri pernah mengerjakan sholat dhuha karena berlandaskan kepada hadis yang telah diterimanya bahwa sholat dhuha disyariatkan dan Nabi (s.a.w) telah menganjurkannya. Ini dengan tegas menyanggah perkataannya yang mengatakan bahwa beliau tidak pernah melihat baginda melakukannya.
4. Apa yang dimaksudkan oleh Aisyah (r.a) bahwa beliau tidak pernah melihat Nabi (s.a.w) melakukannya bermaksud baginda tidak mengerjakannya secara terus menerus. Rasulullah (s.a.w) memang pernah mengerjakannya, namun tidak terus menerus. Ini tidak berarti meniadakan bukti yang menyatakan bahwa sholat dhuha disyariatkan.
5. Hadis Aisyah (r.a) yang menetapkan sholat dhuha disyariatkan telahpun diketengahkan oleh al-Syaikhain (al-Bukhari dan Muslim). Jadi, hadis mesti diutamakan dibanding hadis yang menafikannya yang hanya diriwayatkan oleh Muslim seorang diri. Dengan demikian, ketiga-tiga hadis di atas yang seakan bertentangan dapat disatukan.
Hikmah sholat dhuha ialah untuk menyatakan rasa syukur tubuh di atas nikmat sehat yang dianugerahkan oleh Allah (s.w.t). Ini berlandaskan hadis lain yang mengatakan:
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ صَدَقَةٌ
“Setiap pergelangan tubuh manusia pada waktu pagi harinya dibebani untuk bersedekah.”
Kemudian Nabi (s.a.w) bersabda:
وَيَقُوْمُ مَقَامَ ذٰلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحٰى
“Itu dapat diganti dengan mengerjakan dua rakaat yang dilakukan oleh seseorang pada waktu dhuha.”
Antara faedah sholat dhuha adalah menghapuskan dosa kecil sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis lain yang mengatakan:
مَنْ حَافَظَ عَنْ شَفْعَةِ الضُّحَى غُفِرَتْ ذُنُوْبَهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
“Barang siapa yang senantiasa mengerjakan dua rakaat sholat sunat dhuha, maka diampuni dosa-dosanya sekalipun sebanyak buih di lautan.”
Sanad hadis ini memang dha’if, tetapi dapat dijadikan dalil untuk
memperkukuh fadhail al-a’maal (keutamaan beramal). Antara dalil yang menunjukkan keutamaan sholat dhuha ini adalah wasiat Nabi (s.a.w) yang ditujukan kepada Abu Hurairah (r.a). Di dalamnya disebutkan bahwa Abu Hurairah tidak diperbolehkan sama sekali meninggalkan dua rakaat sholat dhuha. Hadis ini disebut di dalam kitab al-Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim).
FIQH HADITS :
1. Disyariatkan mengerjakan sholat dhuha dan menjelaskan bilangan rakaatnya.
2. Menambahkan sholat dhuha menjadi empat rakaat dan jumlah bilangan rakaatnya tidak terbatas.
3. Disunatkan mengerjakan sholat dhuha apabila baru tiba dari suatu perjalanan.
4. Menjelaskan sejauh mana kasih sayang Rasulullah (s.a.w) kepada umatnya.
5. Menghimpun semua pengertian yang terdapat di dalam hadis Aisyah baik yang menafikan dan yang mengukuhkan sholat dhuha. Rasulullah (s.a.w) seringkali mengerjakan sholat dhuha pada sebagian waktunya karena ia memiliki keutamaan dan adakalanya baginda meninggalkannya karena kawatir itu kelak dianggap fardu oleh umatnya.
6. Aisyah (r.a) rajin mengerjakan sholat dhuha dan ini menunjukkan sholat dhuha memang disunatkan. Apa yang dilakukannya itu tidak lain bersumber dari Nabi (s.a.w) yang intinya menganjurkan supaya sholat dhuha dilaksanakan disamping diperkuatkan lagi dengan amal perbuatan Nabi (s.a.w) sendiri.
Wallahu a’lam bisshowab..
Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.
Semoga bermanfaat. Aamiin..