Kategori
Hukum

Status Anak Mantan istri dengan laki-laki yang baru. Mahramkah?? (RABIBAH)

Assalamualaikum Wr. Wb. 

Deskripsi Masalah :

Zaed dan Zainab menikah dan memiliki seorang putri bernama Zaini. Setelah mereka bercerai, Zainab menikah lagi dengan Zainuddin dan dikaruniai seorang putri bernama Zulfa.

Pertanyaan :

1. Apakah Zaed dan Zulfa mahram?

2. Apakah wudu Zaed dan Zulfa batal jika bersentuhan?

Waalaikum salam

Jawaban No.1
Ya, Zaed dan Zulfa adalah mahram. Zulfa berstatus sebagai rabibah (anak tiri) bagi Zaed. Kemahraman ini terjadi karena Zaed pernah menikah dan melakukan persetubuhan (dukhul) dengan Zainab, ibu kandung Zulfa. Status rabibah ini tetap berlaku meskipun Zulfa lahir setelah perceraian Zainab dan Zaed, dari pernikahan Zainab dengan pria lain.

Jawaban No.2
Batal dan tidaknya wudu antara Zaed dan Zulfa diperinci:

1). Jika Zaed bersentuhan dengan anak perempuan dari istrinya (Zulfa) sebelum Zaed melakukan persetubuhan (dukhul) dengan ibu Zulfa (Zainab), maka wudunya batal.

2). Jika Zaed sudah melakukan persetubuhan (dukhul) dengan ibu Zulfa (Zainab), maka Zulfa menjadi mahram bagi Zaed dan persentuhan mereka tidak membatalkan wudu.

Referensi:

فتح القدیر ا بن الحمام ج۳ص۱۸۷
“وَالرَّبِيبَةُ تَحْرُمُ بِالدُّخُولِ بِالْأُمِّ سَوَاءٌ كَانَتْ فِي حِجْرِهِ أَوْ لَمْ تَكُنْ وَسَوَاءٌ كَانَتْ مَوْجُودَةً حَالَ الْعَقْدِ عَلَى الْأُمِّ أَوْ حَدَثَتْ بَعْدَهُ.”

(Fathul Qadīr, juz 3, hal. 187)
“Rabibah menjadi haram dengan terjadinya jima’ (dukhul) dengan ibu, baik anak itu berada dalam pemeliharaan suami maupun tidak, serta baik anak itu sudah ada pada saat akad dengan ibu, atau lahir setelahnya.”

حاشیة الباجوری- ج۲ص۱۰۱
“(قَوْلُهُ : وَالرَّبِيبَةُ بِنْتُ الزَّوْجَةِ الْمَدْخُولِ بِهَا) سَوَاءٌ كَانَتْ مَوْجُودَةً حَالَ الْعَقْدِ أَوْ حَدَثَتْ بَعْدَهُ فَلَا فَرْقَ فِي ذَلِكَ.”

(Hasyiyah al-Bājūrī, juz 2, hal. 101)

“Rabibah adalah anak perempuan dari istri yang telah digauli. Baik anak itu sudah ada saat akad ataupun terjadi (lahir) setelahnya, maka tidak ada perbedaan dalam hal ini.”

* عمدة المفتی والمستفتی للشیخ جمال الدین
“تَزَوَّجَ اِمْرَأَةٌ وَطَلَّقَهَا فَتَزَوَّجَتْ غَيْرَهُ فَأَتَتْ بِبِنْتٍ. حُرِّمَتْ عَلَي الزَّوْجِ اْلاَوَّلِ لِاَنَّهَا رَبِيْبَةٌ .فَالرَّبِيْبَةُ بِنْتُ الزَّوْجَةِ الْمَدْخُوْلِ بِهَا. وَلَمْ يُقَيِّدُوْا بِكَوْنِهَا مَوْجُوْدَةً قَبْلَ النِّكاَحِ اَوْ بَعْدَهُ وَالْعَمَلُ بِالْمُطْلَقِ وَاجِبٌ اِلَي اَنْ يَرُدَّ الْقَيْدُ وَلَا نَعْرِفُ لِأَحَدٍ مِنَ الْعُلَمَاءِ خِلَافًا فِي ذَلِكَ.”

(Umdatul Mufti wal Mustafti — Syekh Jamaluddin al-Ahdal)

“Seseorang menikahi seorang wanita, lalu menceraikannya. Kemudian wanita itu menikah dengan pria lain dan melahirkan seorang anak perempuan. Anak perempuan tersebut haram dinikahi oleh suami pertama karena ia adalah rabibah (anak tiri). Rabibah adalah anak perempuan dari istri yang telah disetubuhi (dalam pernikahan). Para ulama tidak membatasi bahwa anak tersebut harus sudah ada sebelum pernikahan atau sesudahnya. Hukum mutlak ini wajib diikuti kecuali ada pembatasan (dari dalil lain), dan kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hal ini.”

فقہ المنہجی ج۴ص ۲۹
[النساء اللاتي يحرم نكاحهن]

بنت الزوجة، وهي الربيبة، فهي حرام على زوج أُمها، ولكن ليس بمجرد العقد، بل لا تنشأ الحُرمة إلا بالدخول على أُمها.

قال تعالى: {وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ} [النساء: ٢٣].
هذا ولا يشترط لحرمة الربيبة أن تكون في حجر زوج أُمها، بل هي حرام عليه، سواء كانت في حجره أو كانت تعيش بعيدة عنه.
وإنما ذكر القيد في الآية لبيان الحالة الغالبة، فإن الغالب على الربيبة أن تكون في رعاية زوج أمها وحجره وكنفه. وكذلك يحرم على المرأة زوج أمها، وزوج بنتها، وابن زوجها، وأبو زوجها

Wanita yang Haram Dinikahi (Fikih Manhaji Jilid 4, Halaman 29)

Seorang wanita yang haram dinikahi adalah anak perempuan dari istri, yang dikenal sebagai rabibah. Dia haram bagi suami dari ibunya. Namun, keharaman ini tidak serta-merta berlaku hanya dengan akad nikah, melainkan keharaman tersebut baru muncul setelah suami berhubungan intim (bersetubuh) dengan ibunya.
Allah SWT berfirman:

{وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ}

[An-Nisa: 23].
Artinya: “…dan anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri-istri yang telah kamu campuri; tetapi jika kamu belum campuri mereka (ibunya), maka tidak berdosa kamu (menikahi anak-anaknya itu)…”
Penting untuk dicatat bahwa keharaman rabibah tidak mensyaratkan dia harus dalam pemeliharaan (hujur) suami ibunya. Dia tetap haram bagi suami ibunya, baik dia dalam pemeliharaannya atau tinggal jauh darinya.
Penyebutan “dalam pemeliharaanmu” ( {فِي حُجُورِكُم} ) dalam ayat tersebut hanyalah untuk menjelaskan kondisi yang umum terjadi, karena pada umumnya seorang rabibah memang berada dalam pengasuhan dan pemeliharaan suami ibunya.
Demikian pula, haram bagi seorang wanita untuk menikahi suami dari ibunya, suami dari anak perempuannya, anak laki-laki dari suaminya, dan ayah dari suaminya.

حاشیتا قلیوبی وعمیرة ج۱ص ۳۶-۳۷

“قَوْلُهُ: (مَنْ حَرُمَ نِكَاحُهَا إلَخْ) فَتَنْقُضُ بِنْتُ الزَّوْجَةِ قَبْلَ الدُّخُولِ بِأُمِّهَا، وَتَنْقُضُ أُخْتُهَا وَعَمَّتُهَا مُطْلَقًا، وَكَذَا تَنْقُضُ أُمُّ الْمَوْطُوءَةِ بِشُبْهَةٍ وَبِنْتُهَا وَإِنْ حُرِّمَتَا أَبَدًا عَلَيْهِ، لِأَنَّ وَطْءَ الشُّبْهَةِ لَا يَتَّصِفُ بِحِلٍّ وَلَا حُرْمَةٍ، فَلَا تَثْبُتُ بِهِ الْمَحْرَمِيَّةُ، بِخِلَافِ النِّكَاحِ وَمِلْكِ الْيَمِينِ، وَهُمَا الْمُرَادُ بِالسَّبَبِ الْمَذْكُورِ فِي الضَّابِطِ الْآتِي، وَيَنْقُضُ زَوْجَاتُ الْأَنْبِيَاءِ – عَلَيْهِمْ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ -، وَلِذَلِكَ ضَبَطُوا الْمَحْرَمَ بِمَنْ حَرُمَ نِكَاحُهَا عَلَى التَّأْيِيدِ بِسَبَبٍ مُبَاحٍ لِحُرْمَتِهَا.”

Perkataan Penulis: “(Orang yang haram dinikahi, dan seterusnya.) Maka, membatalkan [wudu] anak perempuan dari istri sebelum bersetubuh dengan ibunya. Dan membatalkan [wudu] saudara perempuan istri dan bibinya secara mutlak. Demikian juga membatalkan [wudu] ibu dari wanita yang disetubuhi karena syubhat dan anak perempuannya, meskipun keduanya diharamkan baginya selamanya. Karena persetubuhan syubhat itu tidak memiliki sifat halal atau haram, sehingga tidak menetapkan kemahraman [mahram]. Berbeda dengan pernikahan dan kepemilikan budak perempuan (milkul yamin), keduanya adalah yang dimaksud dengan sebab yang disebutkan dalam kaidah yang akan datang. Dan membatalkan [wudu] istri-istri para Nabi – alaihimussalatu wassalam. Oleh karena itu, mereka mendefinisikan mahram dengan orang yang haram dinikahi selamanya karena sebab yang mubah (diperbolehkan) demi keharamannya.”
Perkataan Penulis: “(Berhenti, dan seterusnya.) Jawabannya telah disebutkan sebelumnya dengan perkataan: ‘Dan secara mutlak, dan seterusnya,’ padahal ayat tersebut jelas menunjukkan laki-laki, dan yang kedua tidak membatasinya pada mereka.”
Perkataan Penulis: “(Anak kecil perempuan.) Walaupun untuk suaminya, seperti kebalikannya.”

Kesimpulan :

✔️Status Mahram: Zaed dan Zulfa adalah mahram. Zulfa adalah anak tiri (rabibah) bagi Zaed. Kemahraman ini ditetapkan karena Zaed sudah pernah berhubungan suami istri (dukhul) dengan Zainab, ibu kandung Zulfa, meskipun Zulfa lahir dari pernikahan Zainab dengan pria lain setelah perceraian dengan Zaed.

✔️Pembatalan Wudu: Wudu Zaed dan Zulfa tidak batal jika bersentuhan. Ini berlaku karena Zaed sudah melakukan dukhul dengan Zainab (ibu Zulfa). Jika dukhul belum terjadi, maka bersentuhan akan membatalkan wudu. Namun, dalam kasus ini, fakta bahwa Zaed dan Zainab memiliki putri bernama Zaini menunjukkan bahwa dukhul telah terjadi.

Wallahu A’lam bisshowab.

Kategori
WARTA

Meneguhkan Silaturrahmi, Merawat Barokah: Haul Akbar Masyayikh PP. Mambaul Ulum Bata-Bata oleh DPD IKABA Sampang

Dalam rangka memuliakan para masyayikh dan merawat warisan spiritual yang telah diwariskan oleh para pendiri serta pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata, Dewan Pengurus Daerah (DPD) IKABA Sampang akan menggelar Haul Akbar Masyayikh PP. Mambaul Ulum Bata-Bata pada tanggal 28–30 Juni 2025. Acara penuh khidmat dan barokah ini akan berlangsung di GOR Indoor Sampang dan akan melibatkan seluruh elemen keluarga besar IKABA, mulai dari DPP, DPD, DPK, hingga Kordes se-Kabupaten Sampang.

Tiga Hari Penuh Spiritualitas dan Kebersamaan

Haul Akbar ini dirancang untuk menjadi momentum besar dalam mempererat hubungan antaralumni serta merekatkan kembali nilai-nilai keilmuan dan perjuangan pesantren. Kegiatan ini akan berlangsung selama tiga hari penuh, dengan berbagai acara yang dikemas secara menarik namun tetap menjunjung tinggi nilai-nilai pesantren.

Di hari pertama dan kedua, kegiatan akan diisi dengan:

– Lomba Qiro’ah Kitab

Dengan menggunakan metode Nubdzatul Bayan, lomba ini bukan hanya ajang kompetisi, tetapi lebih sebagai upaya regenerasi pemahaman keilmuan klasik (turats) yang telah menjadi ciri khas pendidikan di pesantren. Peserta berasal dari santri pondok pesantren yang menggunakan metode nubdzahtul bayan se-Kabupaten Sampang muda yang memiliki semangat tinggi dalam melestarikan tradisi baca kitab.

– Pasar Santri

Kegiatan ini akan menjadi wadah bagi para santri, alumni, maupun masyarakat umum untuk memperkenalkan dan memasarkan produk-produk unggulan santri. Mulai dari makanan khas pesantren, karya tulis, hingga produk UMKM alumni akan turut meramaikan event ini. Kegiatan ini juga menjadi bagian dari upaya kemandirian ekonomi pesantren yang semakin digalakkan dalam beberapa tahun terakhir.

Puncak Acara: Haul Akbar Masyayikh

Puncak acara akan berlangsung pada tanggal 30 Juni 2025, yang akan menjadi momen paling sakral dan penuh keberkahan. Acara ini akan dihadiri langsung oleh:

  • Para Masyayikh dan Dewan A’wan Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata,
  • Para pengurus pusat dan daerah IKABA dari berbagai tingkatan,
  • Alumni dari berbagai generasi dan daerah, serta ndangan dari berbagai elemen.

Yang istimewa, pada puncak acara ini akan hadir dua tokoh besar dan karismatik untuk memberikan tausiyah keagamaan yang sarat hikmah, yaitu:

🟢 Gus Bahauddin, Kindang, Sarang – Rembang, seorang da’i yang dikenal luas karena kedalaman ilmu dan keteduhan dakwahnya.

🟢 DR. KH. Abdul Ghofur Maimun Zubair, MA, Pengasuh PP. Al-Anwar (Gus Ghofur), ulama muda yang juga dikenal dengan pendekatan dakwah yang menyentuh dan membumi.

Gus Baha diamanahi bedah Kitab Nubdzah Karya RKH. Abd. Majid yang di syarahi olek RKH. Abd. Qodir AMZ.

Sedangkan Gus Ghofur didapuk untuk mengisi kajian dalam bentuk saresehan kealumnian dengan tema “Penguatan prinsip Sam’an wa Tho’atan wa Khidmatan sebagai karakteristik Santri dan Alumni Pondok Pesantren.”

Kehadiran kedua tokoh ini diharapkan mampu mengobarkan semangat keilmuan dan kebangsaan di tengah umat, khususnya di kalangan alumni dan santri yang hadir.

Merawat Spirit Pesantren dalam Bingkai Kebersamaan

Haul ini bukan hanya menjadi ajang mengenang jasa para masyayikh, tetapi juga sebagai sarana rekonsolidasi ukhuwah antaralumni dan warga pesantren. Di tengah arus modernisasi yang kian deras, acara ini menjadi pengingat akan pentingnya merawat tradisi dan menjadikannya fondasi dalam menjawab tantangan zaman.

IKABA, sebagai wadah alumni Bata-Bata, telah menjelma menjadi kekuatan sosial yang produktif dan berdaya. Dengan semangat yang terus dijaga oleh para pengurusnya, IKABA mampu menyatukan alumni dalam bingkai perjuangan moral dan keilmuan, serta terus berkontribusi dalam membangun masyarakat.

Partisipasi dalam bentuk kehadiran, dukungan moral maupun material, adalah bentuk penghormatan kita terhadap para guru dan kiai yang telah membimbing kita dalam perjalanan hidup.

Dengan menghadiri Haul Akbar ini, kita tidak hanya menunaikan adab terhadap guru, tetapi juga memperkuat jalinan spiritual dan sosial yang telah diwariskan secara turun-temurun dari pesantren ke masyarakat.

“Semoga acara ini menjadi wasilah turunnya barokah, terjalinnya silaturrahmi yang kuat, dan tumbuhnya semangat perjuangan dalam bingkai cinta kepada para masyayikh dan pesantren.”

Kategori
Hukum

Asap yang keluar dari benda najis

Assalaamu alaikum werohmatullaahi weberokaatuh.

PERTANYAAN :

Izin bertanya para kyai.. Gimana hukumnya asap tai sapi (calattong) seandainya kena baju atau sarung (sholat), najis atau tidak.
monggo jawabannya beserta ibarohnya…

Waalaikumussalam warohmatullohi wabarakatuh..

JAWABAN :

Kalau asapnya merupakan hasil pembakaran, maka hukumnya najis, sedangkan baju dan nasi yang terkena asap tersebut adalah mutanajjis (benda yang terkena najis), hanya saja kalau sedikit masih di-ma’fû (ditoleransi). Kalau asap tersebut bukan hasil pembakaran, seperti asapnya kotoran yang disebabkan panas matahari, maka hukumnya tidak najis.

Rujukan

(فرع) دُخَانُ النَّجَاسَةِ نَجِسٌ يُعْفَى عَنْ قَلِيْلِهِ وَبُخَارُهَا كَذَلِكَ إِنْ تَصَاعَدَ بِوَاسِطَةِ نَارٍ لِأَنَّهُ جُزْءٌ مِنَ النَّجَاسَةِ تَفْصِلُهُ النَّارُ لِقُوَّتِهَا وَإِلَّا فَطَاهِرٌ وَعَلى هَذَا يُحْمَلُ إِطْلَاقُ مَنْ أَطْلَقَ بِنَجَاسَتِهِ أَوْ طَهَارَتِهِ إهـ (فتح الوهاب, 1/20).

(مسئلة) الفَرْقُ بَيْنَ دُخَانُ النَّجَاسَةِ وَبُخَارِهَا اَنَّ اْلاَوَّلَ اِنْفَصَلَ بِوَاسِطَة ِناَرٍ وَالثَّانِى لَا بِوَاسِطَتِهَا قَالَهُ الشَّيْخُ زَكَرِيَّا وَقَالَ أَبُوْ مَخْرَمَةَ هُمَا مُتَرَادِفَانِ فَمَا اِنْفَصَلَ بِوَاسِطَةِ ناَرٍ فَنَجِسٌ وَمَالَا فَلاَ أَمَّا نَفْسُ الشُّعْلَةِ أى لِسَانِ النَّارِ فَطَاهِرٌ قَطْعًا حَتَّى لَوِ اقْتَبَسَ مِنْهَا فِى شُمْعَةٍ لَمْ يُحْكَمْ بِنَجَاسَتِهِ إهـ (بغية المسترشدين, 13).

(فَرْعٌ) دُخَانُ النَّجَاسَةِ نَجِسٌ يُعْفَى عَنْ قَلِيْلِهِ وَعَنْ يَسِيْرِهِ عُرْفًا إلى أن قال-وَبُخَارُ النَّجَاسَةِ اِنْ تَصَاعَدَ بِوَاسِطَةِ نَارٍ نَجِسٌ لِأَنَّ أَجْزَاءَ النَّجَاسَةِ تَفْصِلُهَا النَّاُر بِقُوَّتِهَا فَيُعْفَى عَنْ قَلِيْلِهِ إهـ (مغنى المحتاج, 1/81).

 

Dalil dari kitab I‘ānatuṭ-Ṭālibīn dan Ḥāshiyah al-Bājūrī, yang merupakan rujukan dalam mazhab Syafi’i, mengenai najisnya asap dari benda najis yang dibakar, termasuk kotoran hewan.

– I‘ānatuṭ-Ṭālibīn (Juz 1, Hal. 85)

وَالدُّخَانُ النَّاشِئُ مِنَ النَّجَاسَةِ بِإِحْرَاقِهَا نَجِسٌ، لِأَنَّهُ جُزْءٌ مِنْهَا تَصَاعَدَ بِالنَّارِ، كَمَا قَالَهُ ابْنُ حَجَرٍ.

Artinya:
Asap yang muncul dari najis yang dibakar adalah najis, karena ia merupakan bagian dari najis yang naik ke atas karena api, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar.

– Ḥāshiyah al-Bājūrī ‘alā Sharḥ Ibn Qāsim (Juz 1, Hal. 87)

وَالدُّخَانُ وَاللَّهَبُ النَّاشِئَانِ مِنَ الْعَيْنِالنَّجِسَةِ نَجِسَانِ، لِأَنَّهُمَا مِنْ أَجْزَائِهَا، وَالْحُكْمُ يَدُورُ مَعَ الْعِلَّةِ وُجُودًا وَعَدَمًا.

Artinya:
Asap dan nyala api yang berasal dari benda najis adalah najis, karena keduanya termasuk bagian dari benda tersebut. Dan hukum itu berputar bersama ‘illat-nya, ada atau tidaknya.

Wallahu a’lamu..

Kategori
Hukum

Status pernikahan bila suami atau istri murtad

Pandangan Mazhab Syafi’i: Murtad dan Dampaknya terhadap Pernikahan

Dalam mazhab Syafi’i, murtad (keluar dari Islam), baik dari pihak suami maupun istri, menyebabkan batalnya akad nikah secara otomatis (fasakh), bukan talak.

Murtadnya Suami menurut Mazhab Syafi’i:

  • Jika suami murtad, maka pernikahan langsung batal (fasakh) tanpa memerlukan talak.

  • Istri tidak boleh lagi berstatus sebagai istri dari orang yang murtad.

  • Jika suami kembali masuk Islam dalam masa iddah, tetap harus dilakukan akad nikah baru untuk kembali menjadi suami-istri.

  • Tidak ada hitungan talak karena fasakh bukan talak.

  • Kaidah fiqh dalam mazhab Syafi’i:

المرتد لا تقره الشريعة على النكاح

“Al-murtad laa tuqarruhu al-syari‘ah ‘ala nikah.”
(Syariat tidak mengakui pernikahan dengan orang murtad.)

Murtadnya Istri menurut Mazhab Syafi’i:

  • Jika istri murtad, maka akad nikah juga batal (fasakh).

  • Suami tidak lagi memiliki hubungan pernikahan yang sah dengan istri murtad.

  • Jika istri kembali masuk Islam dalam masa iddah, tetap wajib dilakukan akad nikah baru untuk kembali menjadi pasangan suami-istri.

Kesimpulan menurut Mazhab Syafi’i:

  • Murtad membatalkan akad nikah secara otomatis (fasakh), baik yang murtad adalah suami maupun istri.

  • Bukan termasuk talak, sehingga tidak dihitung dalam jumlah talak.

  • Akad nikah harus diulang jika pasangan yang murtad kembali masuk Islam dalam masa iddah

Murtad bukan talak. Akan tetapi menyebabkan fasakh (pembatalan pernikahan), karena bukan niat untuk menceraikan, tetapi kehilangan status agama yang menjadi syarat keabsahan pernikahan.

– Imam an-Nawawi menjelaskan:

وَإِذَا ارْتَدَّ أَحَدُ الزَّوْجَيْنِ قَبْلَ الدُّخُولِ انْفَسَخَ النِّكَاحُ فَوْرًا، وَإِنْ كَانَ بَعْدَ الدُّخُولِ تَوَقَّفَ عَلَى انْقِضَاءِ الْعِدَّةِ، فَإِنْ رَجَعَ فِي الْعِدَّةِ فَهُوَ عَلَى نِكَاحِهِ، وَإِلَّا انْفَسَخَ.

“Jika salah satu dari suami-istri murtad sebelum terjadi hubungan suami-istri, maka pernikahan langsung batal. Jika setelah hubungan, maka ditangguhkan hingga masa iddah selesai. Jika yang murtad kembali ke Islam dalam masa iddah, maka pernikahan tetap sah. Jika tidak, maka pernikahan batal.”

– Al-Majmūʿ Syarḥ al-Muhadzdzab, jilid 17, hlm. 142.

ولو ارتد زوجان أو أحدهما قبل دخول تنجزت الفرقة بينهما أو بعده أي الدخول وقفت فان جمعهما الاسلام في العدة دام النكاح وإلا بأن لم يجمعها فالفرقة من الردة ويحرم الوطء في التوقف

Artinya: “Apabila suami istri murtad atau salah satunya saja sebelum mereka bersenggama, otomatis terjadi talak. Jika murtadnya terjadi setelah mereka pernah melakukan senggama walaupun sekali maka ikatan tali pernikahannya ditangguhkan. Kalau mereka masuk Islam lagi dalam masa iddah, pernikahan terjalin kembali lagi. Apabila masa iddah sampai habis belum masuk Islam lagi, maka terjadi talak. Selama masa pending tali pernikahan pasangan suami-istri tidak boleh melakukan senggama.” (Muhammad Az-Zuhri, As-Sirojul Wahhâj, [Darul Ma’rifah, Beirut], halaman 377).

Mirip dengan pernyataan di atas juga disebutkan dalam kitab Asnal Mathalib lil Mawardi, I‘anatuth Thalibin lis Sayyid al-Bakri, Fathul Wahhab li Zakariya al-Anshari, dan lain sebagainya.

Apabila orang yang murtad sampai habis masa iddah belum kembali pada agama Islam, maka terjadi talak. Risikonya, jika mereka ingin kembali menjalin pernikahan yang sah, selama masih dalam kurun talak raj’i (baru ditalak sekali atau dua kali), suami boleh menikahi mantan istrinya tersebut dengan akad nikah yang baru dengan syarat dan rukun sebagaimana orang nikah pada umumnya.

Yang perlu menjadi perhatian adalah, apa sebenarnya faktor orang tersebut menjadi keluar dari Islam? Apakah murni dia ikrar keluar dari Islam seraya memeluk agama lain ataukah karena tidak sengaja dengan melontarkan perkataan yang membuat dia keluar dari Islam?

Kalau seseorang dengan sengaja keluar dari Islam, jelas ia tidak melaksanakan shalat atau syahadat sama sekali dalam hidupnya. Berbeda apabila ia tanpa sengaja mengatakan sesuatu yang membuat ia murtad. Habis itu, ia melaksanakan shalat. Dalam shalat, ia membaca syahadat, berarti ia masuk Islam lagi.

Berbeda jika habis murtad tanpa sengaja, ia tidak pernah shalat sama sekali, tidak pernah tahlilan di kampung bersama-sama membaca syahadat, atau aktivitas lainnya yang berarti ia tak mengucapkan kalimat syahadat sama sekali. Apabila ini berlangsung terus menerus sampai masa iddah habis, terjadilah talak antara suami-istri.

Wallahu a’lam

Kategori
Hukum

Imam tidak mengikuti khotbah, Sahkah menjadi imam Shalat jum’at?

Implikasi Keterlambatan Imam Salat Jumat terhadap Keabsahan Salat dan Syarat Mendengarkan Khotbah

Assalamualaikum

Deskripsi Masalah:
Dalam praktik pelaksanaan sholat Jumat di masyarakat, terkadang terjadi pemisahan peran antara khatib dan imam. ( beda orang). Menjelang dimulainya khotbah. Sang imam yang bertugas terlambat hadir sehingga tidak sempat mendengarkan khotbah yang sedang berlangsung.

Waalaikumsalam.

Pertanyaan :

1. Apakah syarat menjadi imam sholat Jumat harus mendengarkan khotbah yang disampaikan oleh khatib.
2. Bagaimana hukumnya imam bukan khatib.

Waalaikumsalam.
Jawaban :
1. Ya, Disyaratkan bagi imam shalat jum’at mendengarkan Khotbah menurut jumhur ulama, jika imam berbeda dengan khatib. Jika tidak mendengarkan khutbah, sholat Jumat tidak sah.
2 Hukum Imam Bukan Khatib: Boleh (jaiz) tapi makruh menurut jumhur ulama.
Dengan demikian Sunah jika khatib dan imam satu orang, karena shalat dan khutbah satu paket (satu kesatuan). Menurut Mazhab Maliki wajib satu orang kecuali ada udzur.

Referensi

مرقاة صعود التصديق في شرح سلم التوفيق صـ ٣٤

(فرع) لو خطب شخص وأراد أن يقدم شخصا آخر ليصلي بالقوم، فيشترط فيمن يكون إماما أن يكون ممن سمع الخطبة وإن كان ممن فيه الأربعون وإلا بأن كان زائدا على الأربعين فلا يشترط عليه نية الجمعة إذ يجوز صلاة الجمعة خلف مصلي الظهر إنتهى

Miroqot Su’ud At-Tashdiq fi Syarhi Sullam At-Taufiq halaman 34

(Cabang) Apabila seseorang berkhotbah dan ingin mengajukan orang lain untuk mengimami shalat bagi kaum (jamaah), maka disyaratkan bagi orang yang menjadi imam tersebut untuk termasuk orang yang mendengarkan khotbah. Dan jika ia termasuk dalam bilangan empat puluh (jamaah), maka demikianlah (disyaratkan mendengar khotbah). Jika tidak demikian, yaitu jumlah jamaah lebih dari empat puluh, maka tidak disyaratkan baginya niat shalat Jumat, karena diperbolehkan shalat Jumat di belakang orang yang shalat Zuhur. Selesai.

ويكره ذلك أعني أن يكون الخطيب غير الإمام أفتى بذلك للشيخ النحرير للوذعي محمد صالح بن إبراهيم

Dan dimakruhkan hal itu, maksudku adalah khatib berbeda dengan imam. Demikianlah fatwa dari Syekh An-Nahrir Al-Ladza’i Muhammad Shalih bin Ibrahim.

الموسوعة الفقهية الكويتية : ج٢٧ص٢٠٦
اسْتِحْبَابُ كَوْنِ الْخَطِيبِ وَالإِْمَامِ وَاحِدًا:
٣٢ – يُسْتَحَبُّ أَنْ لاَ يَؤُمَّ الْقَوْمَ إِلاَّ مَنْ خَطَبَ فِيهِمْ؛ لأَِنَّ الصَّلاَةَ وَالْخُطْبَةَ كَشَيْءٍ وَاحِدٍ (٢) ، قَال فِي تَنْوِيرِ الأَْبْصَارِ: فَإِنْ فَعَل بِأَنْ خَطَبَ صَبِيٌّ بِإِذْنِ السُّلْطَانِ وَصَلَّى بَالِغٌ جَازَ (٣) ، غَيْرَ أَنَّهُ يُشْتَرَطُ فِي الإِْمَامِ حِينَئِذٍ أَنْ يَكُونَ مِمَّنْ قَدْ شَهِدَ الْخُطْبَةَ. قَال فِي الْبَدَائِعِ: وَلَوْ أَحْدَثَ الإِْمَامُ بَعْدَ الْخُطْبَةِ قَبْل الشُّرُوعِ فِي الصَّلاَةِ فَقَدَّمَ رَجُلاً يُصَلِّي بِالنَّاسِ: إِنْ كَانَ مِمَّنْ شَهِدَ الْخُطْبَةَ أَوْ شَيْئًا مِنْهَا جَازَ، وَإِنْ لَمْ يَشْهَدْ شَيْئًا مِنَ الْخُطْبَةِ لَمْ يَجُزْ، وَيُصَلِّي بِهِمُ الظُّهْرَ، وَهُوَ مَا ذَهَبَ إِلَيْهِ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ (٤) .
وَخَالَفَ فِي ذَلِكَ الْمَالِكِيَّةُ، فَذَهَبُوا إِلَى وُجُوبِ كَوْنِ الْخَطِيبِ وَالإِْمَامِ وَاحِدًا إِلاَّ لِعُذْرٍ كَمَرَضٍ، وَكَأَنْ لاَ يَقْدِرَ الإِْمَامُ عَلَى الْخُطْبَةِ، أَوْ لاَ يُحْسِنَهَا (٥) .

Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah juz 27, halaman 206:
Anjuran Agar Khatib dan Imam Adalah Satu Orang:
32 – Dianjurkan agar tidak mengimami suatu kaum kecuali orang yang berkhutbah di hadapan mereka; karena shalat dan khutbah itu seperti satu kesatuan (2). Dalam kitab Tanwir Al-Abshar disebutkan: “Jika terjadi demikian, yaitu seorang anak kecil berkhutbah dengan izin penguasa dan orang dewasa mengimami shalat, maka hukumnya boleh (3). Hanya saja, disyaratkan bagi imam saat itu untuk termasuk orang yang menyaksikan khutbah.” Dalam kitab Al-Badai’ disebutkan: “Seandainya imam berhadats setelah khutbah sebelum memulai shalat, lalu ia mengajukan seorang laki-laki untuk mengimami orang-orang: jika laki-laki tersebut termasuk orang yang menyaksikan khutbah atau sebagian darinya, maka hukumnya boleh. Namun jika ia tidak menyaksikan sedikit pun dari khutbah, maka hukumnya tidak boleh, dan ia mengimami mereka shalat Zuhur. Ini adalah pendapat mayoritas fuqaha (4).”
Mazhab Malikiyah berbeda pendapat dalam hal ini. Mereka berpendapat wajibnya khatib dan imam menjadi satu orang kecuali karena udzur seperti sakit, atau imam tidak mampu berkhutbah, atau tidak mahir berkhutbah.

Wallahu a’lam bisshawab.

Kategori
WARTA

Sejarah terbentuknya Reuni Alumni MA B 2004 PP. Mambaul Ulum Bata-Bata

Ikaba.id_ Dalam dinamika kehidupan pesantren yang penuh kesan dan nilai, tak jarang sebuah peristiwa kecil justru memantik lahirnya gerakan besar yang berkelanjutan. Begitulah kisah yang dialami oleh Alumni MA B angkatan 2004 dari Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata. Berawal dari percakapan ringan di media sosial, sebuah ikhtiar sederhana berkembang menjadi gerakan silaturahmi yang memberi warna baru bagi kehidupan alumni dan bahkan memberikan inspirasi besar kepada pesantren itu sendiri.

Awal Mula: Dari Obrolan WhatsApp ke Gerakan Alumni

Sekitar tahun-tahun setelah kelulusan, beberapa alumni MA B 2004 mulai saling terhubung kembali melalui platform WhatsApp. Obrolan santai di grup kecil ini perlahan berubah menjadi wacana serius: bagaimana jika para alumni bertemu secara langsung untuk mengenang masa-masa indah di pesantren dan mempererat kembali tali silaturahmi yang sempat longgar karena kesibukan masing-masing?

Gagasan ini kemudian diwujudkan dalam bentuk pertemuan perdana yang digelar di kediaman salah satu alumni, Fathurahman atau yang akrab disapa paonk yang beralamat di Desa Blumbungan Kec. Larangan Kab. Pamekasan. Acara tersebut terlaksana pada hari Rabu Tgl 05 Syawal 1436 H./20 Agustus 2015 M. Dan dilanjutkan di tahun berikutnya sesuai urutan:
1. Fathorrahman (Blumbungan)
2. Sufyan (Bandaran)
3. Muawwir Ghazali (Omben)
4. Abdullah (Pakong)
5. Syafiuddin (Ambat)
6. H. Utsman (Sumenep Kota)
7. H. Arli (Mapper Propoo)
8. H. Jufri (Akkor)
9. H. Khobir (Camplong)
10. Ali makki (Pakong)
Tanpa ekspektasi besar, acara tersebut dihadiri oleh puluhan teman sekelas. Namun, siapa sangka, pertemuan ini justru menjadi titik tolak penting. Suasana yang hangat dan akrab, dipenuhi dengan canda tawa, cerita nostalgia, serta diskusi keilmuan, membangkitkan kembali semangat kebersamaan yang pernah mereka rasakan semasa mondok. Acara tahun ini dikediaman Ali Makki Musyaffa’ Pakong, yang dilaksanakan pada hari Kamis tgl 04 Syawal 1446 H./04 April 2025 M.

Kebersamaan itu bukan sekadar romantisme masa lalu. Ia menjelma menjadi energi positif yang menyulut inisiatif serupa dari alumni angkatan lain. Reuni MA B 2004 menjadi penyemangat tradisi di lingkungan alumni PP. Mambaul Ulum Bata-Bata.

Mendapat Perhatian Langsung dari Pengasuh Pesantren

Reuni yang awalnya hanya bersifat informal ini mendapatkan perhatian istimewa dari almarhum RKH. Mohammad Tohir Abdul Hamid, pengasuh pesantren. Pada saat itu acara di kediaman H. Utman Sumenep, beliau menyampaikan sebuah kalimat yang membekas di hati para teman-teman se angkatan :

“Alumni O4 ini pernah menyumbang jasa kebangkitan Bata-Bata.”

Berawal dari kegiatan takriran Alfiyah Ibnu Malik oleh teman-teman sekelas di musholla, lalu beliau menyemangati agar dilanjutkan bahkan ikut bergabung dalam acara tersebut, hal ini menjadi salah satu titik balik semangat beliau dalam memperkuat kembali program-program keilmuan di pesantren.

Istiqamah dalam Silaturahmi dan Spiritualitas

Salah satu hal yang patut dicontoh dari Alumni MA B 2004 adalah konsistensi mereka. Hingga kini, mereka senantiasa istiqamah mengadakan reuni tahunan setiap bulan Syawal, tepat setelah hari raya Idul Fitri. Acara yang awalnya hanya menjadi ajang temu kangen itu, kini berkembang menjadi kegiatan yang sarat makna.

Reuni tersebut tak hanya dipenuhi obrolan ringan dan tawa kebersamaan. Di dalamnya selalu disisipkan kegiatan-kegiatan bernilai spiritual: tahlilan, pembacaan Sholawat Syaroful Anam, serta doa bersama untuk para guru, sesepuh pesantren, dan sahabat-sahabat yang telah wafat. Kegiatan tersebut membingkai reuni bukan sekadar sebagai temu fisik, tetapi juga sebagai penyambung ruhaniyah antarsesama alumni.

Lebih dari itu, ada pula agenda sosial yang sangat mulia: pengumpulan dana sukarela dari para peserta reuni yang kemudian disumbangkan kepada pesantren. Bentuk kepedulian ini memperlihatkan bahwa silaturahmi alumni bukan hanya bersifat emosional, tetapi juga produktif dan berkontribusi secara nyata bagi kelangsungan lembaga yang pernah membesarkan mereka.

Penutup

Tradisi reuni alumni bukan hanya tentang bertemu dan mengenang. Di tangan orang-orang yang peduli dan ikhlas, ia bisa menjadi medium silaturahmi, ladang amal, dan sumber inspirasi bagi kemajuan pesantren. Semoga semangat ini terus menyala dan menjadi berkah bagi semuanya—para alumni, para guru, dan pesantren tercinta.

Kategori
WARTA

Haul Masyayikh PP. Mambaul Ulum Bata-Bata Bersama DPD IKABA Bangkalan

Menyatukan Spiritulitas dan Silaturrahim Alumni

Bangkalan — Dalam suasana penuh kekhidmatan dan semangat kebersamaan, acara Haul Masyayikh Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata sukses digelar bersama Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Alumni Bata-Bata (IKABA) Kabupaten Bangkalan. Acara yang dipimpin oleh KH. Lathef Adzim ini berlangsung pada Hari senin tgl 12 Mei 2025, bertempat di Musholla Al-Kholili, Desa Karang Gayam, Kecamatan Belega, Kabupaten Bangkalan.

Menghormati Warisan Para Masyayikh

Haul masyayikh bukan hanya menjadi ajang mengenang jasa dan keteladanan para ulama pendiri dan pengasuh pesantren, tetapi juga sebagai media penguatan spiritualitas serta penyambung silaturrahim antaralumni dan masyarakat umum. Nilai-nilai keteladanan yang diwariskan oleh para masyayikh terus digelorakan melalui kegiatan seperti ini, agar tetap hidup dalam sanubari para santri dan alumninya.

Acara haul tahun ini berlangsung secara istimewa dengan kehadiran berbagai tokoh penting dari internal pesantren maupun dari kalangan pemerintahan dan organisasi alumni. Hadir sebagai tamu kehormatan, RKH. Ahmad Mahfudz Abdul Qadir, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Bupati Sampang, serta RKH. Abdul Majid Abdurrahman, selaku Penanggung Jawab Maktuba. Kehadiran keduanya menambah makna mendalam terhadap acara ini, sebagai bentuk sinergi antara ulama dan umara.

Soliditas IKABA: Pengurus DPK Konang Resmi Dilantik

Salah satu agenda penting dalam acara haul ini adalah pelantikan pengurus Dewan Pimpinan Kecamatan (DPK) IKABA Kecamatan Konang, Bangkalan. Pelantikan ini menjadi momen strategis dalam memperkuat struktur organisasi IKABA di tingkat kecamatan, yang bertujuan untuk mempererat jaringan alumni serta memperluas kontribusi sosial dan keagamaan alumni pesantren di masyarakat.

Pelantikan tersebut disaksikan langsung oleh jajaran pengurus pusat dan daerah, di antaranya:

1. Ahmad Ruba’ie, M.Pd. selaku Ketua Umum DPP IKABA

2. Anwari Ahmad, S.Pd. sebagai Sekretaris Jenderal DPP IKABA

Hadir juga pada acara tersebut Mustofa AB, S.Pd., Ketua Tim Media IKABA

Kehadiran tokoh-tokoh penting IKABA ini mencerminkan soliditas dan semangat kolaboratif antaralumni dalam menjaga dan mengembangkan nilai-nilai luhur pesantren di berbagai lini kehidupan.

Lantunan Sholawat yang Menyentuh Kalbu

Keindahan acara semakin terasa ketika lantunan Sholawat Syaroful Anam menggema, dibawakan dengan penuh penghayatan oleh Ahmad Syafi’i Robetly, vokalis grup sholawat Al-Ifroh. Alunan syair-syair sholawat tersebut membawa hadirin masuk ke dalam suasana batin yang syahdu dan mengingatkan akan pentingnya mencintai Rasulullah SAW serta mengikuti akhlaknya.

Para hadirin tampak larut dalam lantunan sholawat, menciptakan suasana spiritual yang kuat dan menyejukkan. Bagi para alumni dan masyarakat sekitar, momen seperti ini adalah penyambung hati sekaligus penyejuk jiwa dalam kesibukan kehidupan sehari-hari.

Hujan Sebagai Simbol Berkah

Menjelang akhir acara, hujan sempat turun membasahi bumi Karang Gayam. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangat para hadirin. Justru, suasana menjadi lebih khidmat, seolah menjadi pertanda turunnya rahmat dan berkah dari langit atas kegiatan yang sarat nilai spiritual ini. Para peserta tetap bertahan dengan penuh hormat dan keteguhan, membuktikan bahwa kekuatan ukhuwah dan nilai keagamaan tidak tergoyahkan oleh kondisi cuaca.

Penutup:

Merawat Warisan, Menyambung Silaturrahim
Acara haul ini tidak hanya menjadi ajang ritual tahunan, tetapi juga menjadi momentum penting dalam memperkuat ikatan antara alumni dan pondok pesantren. Dalam bingkai cinta kepada para guru dan ulama, seluruh peserta bersatu dalam semangat untuk terus merawat warisan keilmuan dan nilai-nilai akhlakul karimah yang telah diwariskan oleh para masyayikh.

  1. DPD IKABA Bangkalan dengan kepemimpinan KH. Lathef Adzim menunjukkan keseriusan dalam membangun iklim organisasi yang dinamis, religius, dan bermanfaat bagi umat. Harapannya, acara serupa akan terus berlanjut dan berkembang, menjadi poros penting dalam pembangunan masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai pesantren.
Kategori
MADING

“SAPI TIDAK MENANGGUNG BEBAN PADA TANDUKNYA”

“SAPI TIDAK MENANGGUNG BEBAN PADA TANDUKNYA

Sebuah Dawuh R.KH. Moh. Tohir Abdul Hamid.

Oleh : Umarul Faruk
(Ikaba Potoan Laok dan Potoan Daja)

Dalam khazanah pesantren dan kehidupan masyarakat pesantren di Indonesia, dawuh (petuah) para kiai sering kali mengandung makna yang dalam, melebihi apa yang tampak di permukaan. Salah satunya adalah dawuh dari RKH Abdul Hamid AMZ yang disampaikan kembali oleh putra beliau, RKH Moh Tohir Abdul Hamid:
“Bâdhâ dhâbuna aba (RKH. Abdul Hamid AMZ) “Tadhâ’ sapè berre’ ka tandu’en”, Pakellarrèh ana’ a sakola’ah è kamma’ah bhâih, pagghun nemmu obâng”
Artinya : Ada dawuh aba (RKH Abdul Hamid AMZ) “Sapi tidak menanggung beban pada tanduknya”, Terserah anak mau sekolah dimana saja pasti menemukan (jalan rejeki) biayanya
Sekilas, kalimat ini tampak sederhana dan bahkan terdengar seperti peribahasa. Namun, jika ditelaah dalam dua pendekatan—yakni konteks agama dan psikologi sosial—dawuh ini menyimpan pesan yang dalam, khususnya terkait harapan orang tua terhadap pendidikan anak dan keyakinan terhadap rezeki.
Dalam Islam, keyakinan kepada Allah sebagai Ar-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki) adalah prinsip utama dalam menjalani hidup. Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menguatkan bahwa setiap makhluk sudah dijamin rezekinya oleh Allah. Salah satunya:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا…
“Dan tidak ada suatu makhluk melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya…” (QS. Hud: 6)
Dawuh “Sapi tidak menanggung beban di tanduknya” menjadi metafora untuk menegaskan bahwa manusia, seperti juga makhluk lain, tidak menanggung sesuatu yang bukan menjadi tanggung jawabnya. Dalam hal ini, kekhawatiran akan biaya pendidikan bukanlah beban utama anak atau bahkan orang tua jika mereka yakin dan tawakal kepada Allah. Tanduk pada sapi memang tampak mencolok, tapi ia bukan alat untuk membawa beban. Sama halnya, kekhawatiran terhadap rezeki sering terlihat besar, tetapi sejatinya Allah-lah yang menanggungnya.
Pesan ini memberi ketenangan bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya ke pesantren atau pendidikan tinggi. Tidak perlu takut soal biaya, sebab jalan rezeki akan datang dengan izin Allah, kadang melalui cara yang tidak terduga.
Dari sisi psikologi sosial, dawuh ini memberikan pengaruh positif terhadap cara pandang seseorang terhadap masa depan, terutama dalam konteks pendidikan dan mobilitas sosial.
Optimisme terhadap Masa Depan
Ketika seseorang (baik anak maupun orang tua) memiliki keyakinan bahwa rezeki akan datang seiring niat baik untuk belajar, ini membangun optimisme. Optimisme ini terbukti secara ilmiah berkaitan erat dengan ketangguhan (resilience), semangat, dan kesehatan mental yang lebih baik.
Mengurangi Beban Psikologis
Banyak keluarga yang ragu untuk menyekolahkan anak ke tempat yang lebih tinggi karena kekhawatiran soal biaya. Pesan ini, bila tertanam kuat, dapat mengurangi tekanan mental (stress) dan mendorong tindakan nyata: mendaftar sekolah, mencari beasiswa, atau berdiskusi dengan tokoh masyarakat.
Pengaruh Sosial: Komunitas sebagai Penyangga.
Dalam lingkungan pesantren dan masyarakat religius, dawuh semacam ini tidak hanya membangun individu, tetapi juga komunitas. Komunitas yang yakin akan nilai pendidikan akan saling mendukung. Seringkali, biaya pendidikan anak datang bukan hanya dari orang tua, tapi juga dari tetangga, yayasan, atau donatur yang tergerak karena semangat keluarga tersebut.
Dawuh “Sapi tidak menanggung beban pada tanduknya” bukan hanya sekadar nasihat ringan yang bisa diabaikan. Sebaliknya, dawuh ini mengandung pesan yang dalam dan penuh makna, mengajarkan kita untuk bertawakal, berikhtiar, dan optimis dalam menghadapi segala tantangan, khususnya dalam perjalanan pendidikan. Dalam konteks kehidupan yang sering kali dihiasi oleh kecemasan tentang masa depan, beban ekonomi, dan ketidakpastian, dawuh ini hadir sebagai pengingat bahwa meskipun kita dihadapkan pada banyak hambatan, usaha kita tidak akan pernah sia-sia.
Pendidikan adalah salah satu aspek yang sering kali membuat orang tua merasa tertekan, terutama ketika harus menghadapi biaya yang tinggi dan tantangan-tantangan sosial yang ada. Namun, dengan keyakinan bahwa Allah adalah sumber rezeki yang tak terhingga, setiap usaha untuk mendapatkan ilmu akan selalu disertai jalan keluar yang tidak terduga. Seperti halnya sapi yang tidak perlu memikul beban di tanduknya, kita sebagai manusia juga tidak harus menanggung semua kesulitan sendiri. Allah lah yang akan memberikan jalan dan rezeki kepada mereka yang berusaha dengan penuh keikhlasan dan tawakal.

Optimisme yang dipupuk dalam hati seseorang yang percaya bahwa rezeki akan datang mengikuti usaha yang dilakukan, adalah salah satu modal psikologis yang penting. Orang yang optimis, menurut teori psikologi, memiliki ketahanan mental yang lebih baik dalam menghadapi tekanan hidup. Mereka cenderung lebih tenang, lebih mampu bertindak secara rasional, dan lebih siap menghadapi setiap ujian dengan hati yang lapang. Begitu pula dengan orang tua yang meyakini bahwa jalan pendidikan anak akan terbuka, meskipun harus melalui berbagai tantangan. Optimisme ini tidak hanya memberikan kekuatan, tetapi juga membuka peluang-peluang baru yang sebelumnya tak terbayangkan.
Di sisi lain, dawuh ini juga mengajarkan pentingnya sikap tawakal dalam setiap langkah hidup. Tawakal bukan berarti kita hanya menunggu tanpa usaha, tetapi menyadari bahwa setelah kita berikhtiar, hasilnya adalah takdir Allah. Dalam setiap pendidikan yang kita perjuangkan, harus ada keyakinan bahwa Allah akan membuka jalan bagi mereka yang berusaha keras. Sebagaimana dalam hadis Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali mereka sendiri yang mengubahnya
Pesan ini menegaskan bahwa keberhasilan dalam pendidikan atau kehidupan tidak hanya bergantung pada kemampuan finansial, tetapi juga pada keyakinan dan usaha yang maksimal, yang akhirnya akan mendatangkan rezeki dari jalan yang tak terduga.
Dawuh dari RKH Abdul Hamid AMZ, yang disampaikan oleh RKH Moh Tohir Abdul Hamid, menjadi suatu pengingat yang penuh harapan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama kita berusaha dengan niat yang baik, berdoa, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah. Seperti halnya sapi yang tidak memikul beban di tanduknya, begitu pula kita tidak perlu merasa tertekan dengan beban kehidupan yang berat. Allah akan menyediakan jalan, dan kita hanya perlu terus berjalan dengan penuh semangat dan keyakinan.

Refrensi :
Quraish Shihab, M. (2002). Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Vol. 5). Jakarta: Lentera Hati.
Myers, D. G. (2012). Psikologi Sosial (Edisi 10, Alih Bahasa: Diana Angelica). Jakarta: Salemba Humanika.

Sumber Dawuh Ra Tohir dari Channel Youtube GM: https://www.youtube.com/watch?v=X3zPVonLSdM

Ketik Pencarian