Murtad bukan talak. Akan tetapi menyebabkan fasakh (pembatalan pernikahan), karena bukan niat untuk menceraikan, tetapi kehilangan status agama yang menjadi syarat keabsahan pernikahan.
– Imam an-Nawawi menjelaskan:
وَإِذَا ارْتَدَّ أَحَدُ الزَّوْجَيْنِ قَبْلَ الدُّخُولِ انْفَسَخَ النِّكَاحُ فَوْرًا، وَإِنْ كَانَ بَعْدَ الدُّخُولِ تَوَقَّفَ عَلَى انْقِضَاءِ الْعِدَّةِ، فَإِنْ رَجَعَ فِي الْعِدَّةِ فَهُوَ عَلَى نِكَاحِهِ، وَإِلَّا انْفَسَخَ.
“Jika salah satu dari suami-istri murtad sebelum terjadi hubungan suami-istri, maka pernikahan langsung batal. Jika setelah hubungan, maka ditangguhkan hingga masa iddah selesai. Jika yang murtad kembali ke Islam dalam masa iddah, maka pernikahan tetap sah. Jika tidak, maka pernikahan batal.”
– Al-Majmūʿ Syarḥ al-Muhadzdzab, jilid 17, hlm. 142.
ولو ارتد زوجان أو أحدهما قبل دخول تنجزت الفرقة بينهما أو بعده أي الدخول وقفت فان جمعهما الاسلام في العدة دام النكاح وإلا بأن لم يجمعها فالفرقة من الردة ويحرم الوطء في التوقف
Artinya: “Apabila suami istri murtad atau salah satunya saja sebelum mereka bersenggama, otomatis terjadi talak. Jika murtadnya terjadi setelah mereka pernah melakukan senggama walaupun sekali maka ikatan tali pernikahannya ditangguhkan. Kalau mereka masuk Islam lagi dalam masa iddah, pernikahan terjalin kembali lagi. Apabila masa iddah sampai habis belum masuk Islam lagi, maka terjadi talak. Selama masa pending tali pernikahan pasangan suami-istri tidak boleh melakukan senggama.” (Muhammad Az-Zuhri, As-Sirojul Wahhâj, [Darul Ma’rifah, Beirut], halaman 377).
Mirip dengan pernyataan di atas juga disebutkan dalam kitab Asnal Mathalib lil Mawardi, I‘anatuth Thalibin lis Sayyid al-Bakri, Fathul Wahhab li Zakariya al-Anshari, dan lain sebagainya.
Apabila orang yang murtad sampai habis masa iddah belum kembali pada agama Islam, maka terjadi talak. Risikonya, jika mereka ingin kembali menjalin pernikahan yang sah, selama masih dalam kurun talak raj’i (baru ditalak sekali atau dua kali), suami boleh menikahi mantan istrinya tersebut dengan akad nikah yang baru dengan syarat dan rukun sebagaimana orang nikah pada umumnya.
Yang perlu menjadi perhatian adalah, apa sebenarnya faktor orang tersebut menjadi keluar dari Islam? Apakah murni dia ikrar keluar dari Islam seraya memeluk agama lain ataukah karena tidak sengaja dengan melontarkan perkataan yang membuat dia keluar dari Islam?
Kalau seseorang dengan sengaja keluar dari Islam, jelas ia tidak melaksanakan shalat atau syahadat sama sekali dalam hidupnya. Berbeda apabila ia tanpa sengaja mengatakan sesuatu yang membuat ia murtad. Habis itu, ia melaksanakan shalat. Dalam shalat, ia membaca syahadat, berarti ia masuk Islam lagi.
Berbeda jika habis murtad tanpa sengaja, ia tidak pernah shalat sama sekali, tidak pernah tahlilan di kampung bersama-sama membaca syahadat, atau aktivitas lainnya yang berarti ia tak mengucapkan kalimat syahadat sama sekali. Apabila ini berlangsung terus menerus sampai masa iddah habis, terjadilah talak antara suami-istri.
Wallahu a’lam