Kategori
Hukum

Status pernikahan bila suami atau istri murtad

Pandangan Mazhab Syafi’i: Murtad dan Dampaknya terhadap Pernikahan

Dalam mazhab Syafi’i, murtad (keluar dari Islam), baik dari pihak suami maupun istri, menyebabkan batalnya akad nikah secara otomatis (fasakh), bukan talak.

Murtadnya Suami menurut Mazhab Syafi’i:

  • Jika suami murtad, maka pernikahan langsung batal (fasakh) tanpa memerlukan talak.

  • Istri tidak boleh lagi berstatus sebagai istri dari orang yang murtad.

  • Jika suami kembali masuk Islam dalam masa iddah, tetap harus dilakukan akad nikah baru untuk kembali menjadi suami-istri.

  • Tidak ada hitungan talak karena fasakh bukan talak.

  • Kaidah fiqh dalam mazhab Syafi’i:

المرتد لا تقره الشريعة على النكاح

“Al-murtad laa tuqarruhu al-syari‘ah ‘ala nikah.”
(Syariat tidak mengakui pernikahan dengan orang murtad.)

Murtadnya Istri menurut Mazhab Syafi’i:

  • Jika istri murtad, maka akad nikah juga batal (fasakh).

  • Suami tidak lagi memiliki hubungan pernikahan yang sah dengan istri murtad.

  • Jika istri kembali masuk Islam dalam masa iddah, tetap wajib dilakukan akad nikah baru untuk kembali menjadi pasangan suami-istri.

Kesimpulan menurut Mazhab Syafi’i:

  • Murtad membatalkan akad nikah secara otomatis (fasakh), baik yang murtad adalah suami maupun istri.

  • Bukan termasuk talak, sehingga tidak dihitung dalam jumlah talak.

  • Akad nikah harus diulang jika pasangan yang murtad kembali masuk Islam dalam masa iddah

Murtad bukan talak. Akan tetapi menyebabkan fasakh (pembatalan pernikahan), karena bukan niat untuk menceraikan, tetapi kehilangan status agama yang menjadi syarat keabsahan pernikahan.

– Imam an-Nawawi menjelaskan:

وَإِذَا ارْتَدَّ أَحَدُ الزَّوْجَيْنِ قَبْلَ الدُّخُولِ انْفَسَخَ النِّكَاحُ فَوْرًا، وَإِنْ كَانَ بَعْدَ الدُّخُولِ تَوَقَّفَ عَلَى انْقِضَاءِ الْعِدَّةِ، فَإِنْ رَجَعَ فِي الْعِدَّةِ فَهُوَ عَلَى نِكَاحِهِ، وَإِلَّا انْفَسَخَ.

“Jika salah satu dari suami-istri murtad sebelum terjadi hubungan suami-istri, maka pernikahan langsung batal. Jika setelah hubungan, maka ditangguhkan hingga masa iddah selesai. Jika yang murtad kembali ke Islam dalam masa iddah, maka pernikahan tetap sah. Jika tidak, maka pernikahan batal.”

– Al-Majmūʿ Syarḥ al-Muhadzdzab, jilid 17, hlm. 142.

ولو ارتد زوجان أو أحدهما قبل دخول تنجزت الفرقة بينهما أو بعده أي الدخول وقفت فان جمعهما الاسلام في العدة دام النكاح وإلا بأن لم يجمعها فالفرقة من الردة ويحرم الوطء في التوقف

Artinya: “Apabila suami istri murtad atau salah satunya saja sebelum mereka bersenggama, otomatis terjadi talak. Jika murtadnya terjadi setelah mereka pernah melakukan senggama walaupun sekali maka ikatan tali pernikahannya ditangguhkan. Kalau mereka masuk Islam lagi dalam masa iddah, pernikahan terjalin kembali lagi. Apabila masa iddah sampai habis belum masuk Islam lagi, maka terjadi talak. Selama masa pending tali pernikahan pasangan suami-istri tidak boleh melakukan senggama.” (Muhammad Az-Zuhri, As-Sirojul Wahhâj, [Darul Ma’rifah, Beirut], halaman 377).

Mirip dengan pernyataan di atas juga disebutkan dalam kitab Asnal Mathalib lil Mawardi, I‘anatuth Thalibin lis Sayyid al-Bakri, Fathul Wahhab li Zakariya al-Anshari, dan lain sebagainya.

Apabila orang yang murtad sampai habis masa iddah belum kembali pada agama Islam, maka terjadi talak. Risikonya, jika mereka ingin kembali menjalin pernikahan yang sah, selama masih dalam kurun talak raj’i (baru ditalak sekali atau dua kali), suami boleh menikahi mantan istrinya tersebut dengan akad nikah yang baru dengan syarat dan rukun sebagaimana orang nikah pada umumnya.

Yang perlu menjadi perhatian adalah, apa sebenarnya faktor orang tersebut menjadi keluar dari Islam? Apakah murni dia ikrar keluar dari Islam seraya memeluk agama lain ataukah karena tidak sengaja dengan melontarkan perkataan yang membuat dia keluar dari Islam?

Kalau seseorang dengan sengaja keluar dari Islam, jelas ia tidak melaksanakan shalat atau syahadat sama sekali dalam hidupnya. Berbeda apabila ia tanpa sengaja mengatakan sesuatu yang membuat ia murtad. Habis itu, ia melaksanakan shalat. Dalam shalat, ia membaca syahadat, berarti ia masuk Islam lagi.

Berbeda jika habis murtad tanpa sengaja, ia tidak pernah shalat sama sekali, tidak pernah tahlilan di kampung bersama-sama membaca syahadat, atau aktivitas lainnya yang berarti ia tak mengucapkan kalimat syahadat sama sekali. Apabila ini berlangsung terus menerus sampai masa iddah habis, terjadilah talak antara suami-istri.

Wallahu a’lam

Kategori
Hukum

Imam tidak mengikuti khotbah, Sahkah menjadi imam Shalat jum’at?

Implikasi Keterlambatan Imam Salat Jumat terhadap Keabsahan Salat dan Syarat Mendengarkan Khotbah

Assalamualaikum

Deskripsi Masalah:
Dalam praktik pelaksanaan sholat Jumat di masyarakat, terkadang terjadi pemisahan peran antara khatib dan imam. ( beda orang). Menjelang dimulainya khotbah. Sang imam yang bertugas terlambat hadir sehingga tidak sempat mendengarkan khotbah yang sedang berlangsung.

Waalaikumsalam.

Pertanyaan :

1. Apakah syarat menjadi imam sholat Jumat harus mendengarkan khotbah yang disampaikan oleh khatib.
2. Bagaimana hukumnya imam bukan khatib.

Waalaikumsalam.
Jawaban :
1. Ya, Disyaratkan bagi imam shalat jum’at mendengarkan Khotbah menurut jumhur ulama, jika imam berbeda dengan khatib. Jika tidak mendengarkan khutbah, sholat Jumat tidak sah.
2 Hukum Imam Bukan Khatib: Boleh (jaiz) tapi makruh menurut jumhur ulama.
Dengan demikian Sunah jika khatib dan imam satu orang, karena shalat dan khutbah satu paket (satu kesatuan). Menurut Mazhab Maliki wajib satu orang kecuali ada udzur.

Referensi

مرقاة صعود التصديق في شرح سلم التوفيق صـ ٣٤

(فرع) لو خطب شخص وأراد أن يقدم شخصا آخر ليصلي بالقوم، فيشترط فيمن يكون إماما أن يكون ممن سمع الخطبة وإن كان ممن فيه الأربعون وإلا بأن كان زائدا على الأربعين فلا يشترط عليه نية الجمعة إذ يجوز صلاة الجمعة خلف مصلي الظهر إنتهى

Miroqot Su’ud At-Tashdiq fi Syarhi Sullam At-Taufiq halaman 34

(Cabang) Apabila seseorang berkhotbah dan ingin mengajukan orang lain untuk mengimami shalat bagi kaum (jamaah), maka disyaratkan bagi orang yang menjadi imam tersebut untuk termasuk orang yang mendengarkan khotbah. Dan jika ia termasuk dalam bilangan empat puluh (jamaah), maka demikianlah (disyaratkan mendengar khotbah). Jika tidak demikian, yaitu jumlah jamaah lebih dari empat puluh, maka tidak disyaratkan baginya niat shalat Jumat, karena diperbolehkan shalat Jumat di belakang orang yang shalat Zuhur. Selesai.

ويكره ذلك أعني أن يكون الخطيب غير الإمام أفتى بذلك للشيخ النحرير للوذعي محمد صالح بن إبراهيم

Dan dimakruhkan hal itu, maksudku adalah khatib berbeda dengan imam. Demikianlah fatwa dari Syekh An-Nahrir Al-Ladza’i Muhammad Shalih bin Ibrahim.

الموسوعة الفقهية الكويتية : ج٢٧ص٢٠٦
اسْتِحْبَابُ كَوْنِ الْخَطِيبِ وَالإِْمَامِ وَاحِدًا:
٣٢ – يُسْتَحَبُّ أَنْ لاَ يَؤُمَّ الْقَوْمَ إِلاَّ مَنْ خَطَبَ فِيهِمْ؛ لأَِنَّ الصَّلاَةَ وَالْخُطْبَةَ كَشَيْءٍ وَاحِدٍ (٢) ، قَال فِي تَنْوِيرِ الأَْبْصَارِ: فَإِنْ فَعَل بِأَنْ خَطَبَ صَبِيٌّ بِإِذْنِ السُّلْطَانِ وَصَلَّى بَالِغٌ جَازَ (٣) ، غَيْرَ أَنَّهُ يُشْتَرَطُ فِي الإِْمَامِ حِينَئِذٍ أَنْ يَكُونَ مِمَّنْ قَدْ شَهِدَ الْخُطْبَةَ. قَال فِي الْبَدَائِعِ: وَلَوْ أَحْدَثَ الإِْمَامُ بَعْدَ الْخُطْبَةِ قَبْل الشُّرُوعِ فِي الصَّلاَةِ فَقَدَّمَ رَجُلاً يُصَلِّي بِالنَّاسِ: إِنْ كَانَ مِمَّنْ شَهِدَ الْخُطْبَةَ أَوْ شَيْئًا مِنْهَا جَازَ، وَإِنْ لَمْ يَشْهَدْ شَيْئًا مِنَ الْخُطْبَةِ لَمْ يَجُزْ، وَيُصَلِّي بِهِمُ الظُّهْرَ، وَهُوَ مَا ذَهَبَ إِلَيْهِ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ (٤) .
وَخَالَفَ فِي ذَلِكَ الْمَالِكِيَّةُ، فَذَهَبُوا إِلَى وُجُوبِ كَوْنِ الْخَطِيبِ وَالإِْمَامِ وَاحِدًا إِلاَّ لِعُذْرٍ كَمَرَضٍ، وَكَأَنْ لاَ يَقْدِرَ الإِْمَامُ عَلَى الْخُطْبَةِ، أَوْ لاَ يُحْسِنَهَا (٥) .

Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah juz 27, halaman 206:
Anjuran Agar Khatib dan Imam Adalah Satu Orang:
32 – Dianjurkan agar tidak mengimami suatu kaum kecuali orang yang berkhutbah di hadapan mereka; karena shalat dan khutbah itu seperti satu kesatuan (2). Dalam kitab Tanwir Al-Abshar disebutkan: “Jika terjadi demikian, yaitu seorang anak kecil berkhutbah dengan izin penguasa dan orang dewasa mengimami shalat, maka hukumnya boleh (3). Hanya saja, disyaratkan bagi imam saat itu untuk termasuk orang yang menyaksikan khutbah.” Dalam kitab Al-Badai’ disebutkan: “Seandainya imam berhadats setelah khutbah sebelum memulai shalat, lalu ia mengajukan seorang laki-laki untuk mengimami orang-orang: jika laki-laki tersebut termasuk orang yang menyaksikan khutbah atau sebagian darinya, maka hukumnya boleh. Namun jika ia tidak menyaksikan sedikit pun dari khutbah, maka hukumnya tidak boleh, dan ia mengimami mereka shalat Zuhur. Ini adalah pendapat mayoritas fuqaha (4).”
Mazhab Malikiyah berbeda pendapat dalam hal ini. Mereka berpendapat wajibnya khatib dan imam menjadi satu orang kecuali karena udzur seperti sakit, atau imam tidak mampu berkhutbah, atau tidak mahir berkhutbah.

Wallahu a’lam bisshawab.

Kategori
WARTA

Sejarah terbentuknya Reuni Alumni MA B 2004 PP. Mambaul Ulum Bata-Bata

Ikaba.id_ Dalam dinamika kehidupan pesantren yang penuh kesan dan nilai, tak jarang sebuah peristiwa kecil justru memantik lahirnya gerakan besar yang berkelanjutan. Begitulah kisah yang dialami oleh Alumni MA B angkatan 2004 dari Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata. Berawal dari percakapan ringan di media sosial, sebuah ikhtiar sederhana berkembang menjadi gerakan silaturahmi yang memberi warna baru bagi kehidupan alumni dan bahkan memberikan inspirasi besar kepada pesantren itu sendiri.

Awal Mula: Dari Obrolan WhatsApp ke Gerakan Alumni

Sekitar tahun-tahun setelah kelulusan, beberapa alumni MA B 2004 mulai saling terhubung kembali melalui platform WhatsApp. Obrolan santai di grup kecil ini perlahan berubah menjadi wacana serius: bagaimana jika para alumni bertemu secara langsung untuk mengenang masa-masa indah di pesantren dan mempererat kembali tali silaturahmi yang sempat longgar karena kesibukan masing-masing?

Gagasan ini kemudian diwujudkan dalam bentuk pertemuan perdana yang digelar di kediaman salah satu alumni, Fathurahman atau yang akrab disapa paonk yang beralamat di Desa Blumbungan Kec. Larangan Kab. Pamekasan. Acara tersebut terlaksana pada hari Rabu Tgl 05 Syawal 1436 H./20 Agustus 2015 M. Dan dilanjutkan di tahun berikutnya sesuai urutan:
1. Fathorrahman (Blumbungan)
2. Sufyan (Bandaran)
3. Muawwir Ghazali (Omben)
4. Abdullah (Pakong)
5. Syafiuddin (Ambat)
6. H. Utsman (Sumenep Kota)
7. H. Arli (Mapper Propoo)
8. H. Jufri (Akkor)
9. H. Khobir (Camplong)
10. Ali makki (Pakong)
Tanpa ekspektasi besar, acara tersebut dihadiri oleh puluhan teman sekelas. Namun, siapa sangka, pertemuan ini justru menjadi titik tolak penting. Suasana yang hangat dan akrab, dipenuhi dengan canda tawa, cerita nostalgia, serta diskusi keilmuan, membangkitkan kembali semangat kebersamaan yang pernah mereka rasakan semasa mondok. Acara tahun ini dikediaman Ali Makki Musyaffa’ Pakong, yang dilaksanakan pada hari Kamis tgl 04 Syawal 1446 H./04 April 2025 M.

Kebersamaan itu bukan sekadar romantisme masa lalu. Ia menjelma menjadi energi positif yang menyulut inisiatif serupa dari alumni angkatan lain. Reuni MA B 2004 menjadi penyemangat tradisi di lingkungan alumni PP. Mambaul Ulum Bata-Bata.

Mendapat Perhatian Langsung dari Pengasuh Pesantren

Reuni yang awalnya hanya bersifat informal ini mendapatkan perhatian istimewa dari almarhum RKH. Mohammad Tohir Abdul Hamid, pengasuh pesantren. Pada saat itu acara di kediaman H. Utman Sumenep, beliau menyampaikan sebuah kalimat yang membekas di hati para teman-teman se angkatan :

“Alumni O4 ini pernah menyumbang jasa kebangkitan Bata-Bata.”

Berawal dari kegiatan takriran Alfiyah Ibnu Malik oleh teman-teman sekelas di musholla, lalu beliau menyemangati agar dilanjutkan bahkan ikut bergabung dalam acara tersebut, hal ini menjadi salah satu titik balik semangat beliau dalam memperkuat kembali program-program keilmuan di pesantren.

Istiqamah dalam Silaturahmi dan Spiritualitas

Salah satu hal yang patut dicontoh dari Alumni MA B 2004 adalah konsistensi mereka. Hingga kini, mereka senantiasa istiqamah mengadakan reuni tahunan setiap bulan Syawal, tepat setelah hari raya Idul Fitri. Acara yang awalnya hanya menjadi ajang temu kangen itu, kini berkembang menjadi kegiatan yang sarat makna.

Reuni tersebut tak hanya dipenuhi obrolan ringan dan tawa kebersamaan. Di dalamnya selalu disisipkan kegiatan-kegiatan bernilai spiritual: tahlilan, pembacaan Sholawat Syaroful Anam, serta doa bersama untuk para guru, sesepuh pesantren, dan sahabat-sahabat yang telah wafat. Kegiatan tersebut membingkai reuni bukan sekadar sebagai temu fisik, tetapi juga sebagai penyambung ruhaniyah antarsesama alumni.

Lebih dari itu, ada pula agenda sosial yang sangat mulia: pengumpulan dana sukarela dari para peserta reuni yang kemudian disumbangkan kepada pesantren. Bentuk kepedulian ini memperlihatkan bahwa silaturahmi alumni bukan hanya bersifat emosional, tetapi juga produktif dan berkontribusi secara nyata bagi kelangsungan lembaga yang pernah membesarkan mereka.

Penutup

Tradisi reuni alumni bukan hanya tentang bertemu dan mengenang. Di tangan orang-orang yang peduli dan ikhlas, ia bisa menjadi medium silaturahmi, ladang amal, dan sumber inspirasi bagi kemajuan pesantren. Semoga semangat ini terus menyala dan menjadi berkah bagi semuanya—para alumni, para guru, dan pesantren tercinta.

Kategori
WARTA

Haul Masyayikh PP. Mambaul Ulum Bata-Bata Bersama DPD IKABA Bangkalan

Menyatukan Spiritulitas dan Silaturrahim Alumni

Bangkalan — Dalam suasana penuh kekhidmatan dan semangat kebersamaan, acara Haul Masyayikh Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata sukses digelar bersama Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikatan Alumni Bata-Bata (IKABA) Kabupaten Bangkalan. Acara yang dipimpin oleh KH. Lathef Adzim ini berlangsung pada Hari senin tgl 12 Mei 2025, bertempat di Musholla Al-Kholili, Desa Karang Gayam, Kecamatan Belega, Kabupaten Bangkalan.

Menghormati Warisan Para Masyayikh

Haul masyayikh bukan hanya menjadi ajang mengenang jasa dan keteladanan para ulama pendiri dan pengasuh pesantren, tetapi juga sebagai media penguatan spiritualitas serta penyambung silaturrahim antaralumni dan masyarakat umum. Nilai-nilai keteladanan yang diwariskan oleh para masyayikh terus digelorakan melalui kegiatan seperti ini, agar tetap hidup dalam sanubari para santri dan alumninya.

Acara haul tahun ini berlangsung secara istimewa dengan kehadiran berbagai tokoh penting dari internal pesantren maupun dari kalangan pemerintahan dan organisasi alumni. Hadir sebagai tamu kehormatan, RKH. Ahmad Mahfudz Abdul Qadir, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Bupati Sampang, serta RKH. Abdul Majid Abdurrahman, selaku Penanggung Jawab Maktuba. Kehadiran keduanya menambah makna mendalam terhadap acara ini, sebagai bentuk sinergi antara ulama dan umara.

Soliditas IKABA: Pengurus DPK Konang Resmi Dilantik

Salah satu agenda penting dalam acara haul ini adalah pelantikan pengurus Dewan Pimpinan Kecamatan (DPK) IKABA Kecamatan Konang, Bangkalan. Pelantikan ini menjadi momen strategis dalam memperkuat struktur organisasi IKABA di tingkat kecamatan, yang bertujuan untuk mempererat jaringan alumni serta memperluas kontribusi sosial dan keagamaan alumni pesantren di masyarakat.

Pelantikan tersebut disaksikan langsung oleh jajaran pengurus pusat dan daerah, di antaranya:

1. Ahmad Ruba’ie, M.Pd. selaku Ketua Umum DPP IKABA

2. Anwari Ahmad, S.Pd. sebagai Sekretaris Jenderal DPP IKABA

Hadir juga pada acara tersebut Mustofa AB, S.Pd., Ketua Tim Media IKABA

Kehadiran tokoh-tokoh penting IKABA ini mencerminkan soliditas dan semangat kolaboratif antaralumni dalam menjaga dan mengembangkan nilai-nilai luhur pesantren di berbagai lini kehidupan.

Lantunan Sholawat yang Menyentuh Kalbu

Keindahan acara semakin terasa ketika lantunan Sholawat Syaroful Anam menggema, dibawakan dengan penuh penghayatan oleh Ahmad Syafi’i Robetly, vokalis grup sholawat Al-Ifroh. Alunan syair-syair sholawat tersebut membawa hadirin masuk ke dalam suasana batin yang syahdu dan mengingatkan akan pentingnya mencintai Rasulullah SAW serta mengikuti akhlaknya.

Para hadirin tampak larut dalam lantunan sholawat, menciptakan suasana spiritual yang kuat dan menyejukkan. Bagi para alumni dan masyarakat sekitar, momen seperti ini adalah penyambung hati sekaligus penyejuk jiwa dalam kesibukan kehidupan sehari-hari.

Hujan Sebagai Simbol Berkah

Menjelang akhir acara, hujan sempat turun membasahi bumi Karang Gayam. Namun, hal tersebut tidak menyurutkan semangat para hadirin. Justru, suasana menjadi lebih khidmat, seolah menjadi pertanda turunnya rahmat dan berkah dari langit atas kegiatan yang sarat nilai spiritual ini. Para peserta tetap bertahan dengan penuh hormat dan keteguhan, membuktikan bahwa kekuatan ukhuwah dan nilai keagamaan tidak tergoyahkan oleh kondisi cuaca.

Penutup:

Merawat Warisan, Menyambung Silaturrahim
Acara haul ini tidak hanya menjadi ajang ritual tahunan, tetapi juga menjadi momentum penting dalam memperkuat ikatan antara alumni dan pondok pesantren. Dalam bingkai cinta kepada para guru dan ulama, seluruh peserta bersatu dalam semangat untuk terus merawat warisan keilmuan dan nilai-nilai akhlakul karimah yang telah diwariskan oleh para masyayikh.

  1. DPD IKABA Bangkalan dengan kepemimpinan KH. Lathef Adzim menunjukkan keseriusan dalam membangun iklim organisasi yang dinamis, religius, dan bermanfaat bagi umat. Harapannya, acara serupa akan terus berlanjut dan berkembang, menjadi poros penting dalam pembangunan masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai pesantren.
Kategori
MADING

“SAPI TIDAK MENANGGUNG BEBAN PADA TANDUKNYA”

“SAPI TIDAK MENANGGUNG BEBAN PADA TANDUKNYA

Sebuah Dawuh R.KH. Moh. Tohir Abdul Hamid.

Oleh : Umarul Faruk
(Ikaba Potoan Laok dan Potoan Daja)

Dalam khazanah pesantren dan kehidupan masyarakat pesantren di Indonesia, dawuh (petuah) para kiai sering kali mengandung makna yang dalam, melebihi apa yang tampak di permukaan. Salah satunya adalah dawuh dari RKH Abdul Hamid AMZ yang disampaikan kembali oleh putra beliau, RKH Moh Tohir Abdul Hamid:
“Bâdhâ dhâbuna aba (RKH. Abdul Hamid AMZ) “Tadhâ’ sapè berre’ ka tandu’en”, Pakellarrèh ana’ a sakola’ah è kamma’ah bhâih, pagghun nemmu obâng”
Artinya : Ada dawuh aba (RKH Abdul Hamid AMZ) “Sapi tidak menanggung beban pada tanduknya”, Terserah anak mau sekolah dimana saja pasti menemukan (jalan rejeki) biayanya
Sekilas, kalimat ini tampak sederhana dan bahkan terdengar seperti peribahasa. Namun, jika ditelaah dalam dua pendekatan—yakni konteks agama dan psikologi sosial—dawuh ini menyimpan pesan yang dalam, khususnya terkait harapan orang tua terhadap pendidikan anak dan keyakinan terhadap rezeki.
Dalam Islam, keyakinan kepada Allah sebagai Ar-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki) adalah prinsip utama dalam menjalani hidup. Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menguatkan bahwa setiap makhluk sudah dijamin rezekinya oleh Allah. Salah satunya:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا…
“Dan tidak ada suatu makhluk melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya…” (QS. Hud: 6)
Dawuh “Sapi tidak menanggung beban di tanduknya” menjadi metafora untuk menegaskan bahwa manusia, seperti juga makhluk lain, tidak menanggung sesuatu yang bukan menjadi tanggung jawabnya. Dalam hal ini, kekhawatiran akan biaya pendidikan bukanlah beban utama anak atau bahkan orang tua jika mereka yakin dan tawakal kepada Allah. Tanduk pada sapi memang tampak mencolok, tapi ia bukan alat untuk membawa beban. Sama halnya, kekhawatiran terhadap rezeki sering terlihat besar, tetapi sejatinya Allah-lah yang menanggungnya.
Pesan ini memberi ketenangan bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya ke pesantren atau pendidikan tinggi. Tidak perlu takut soal biaya, sebab jalan rezeki akan datang dengan izin Allah, kadang melalui cara yang tidak terduga.
Dari sisi psikologi sosial, dawuh ini memberikan pengaruh positif terhadap cara pandang seseorang terhadap masa depan, terutama dalam konteks pendidikan dan mobilitas sosial.
Optimisme terhadap Masa Depan
Ketika seseorang (baik anak maupun orang tua) memiliki keyakinan bahwa rezeki akan datang seiring niat baik untuk belajar, ini membangun optimisme. Optimisme ini terbukti secara ilmiah berkaitan erat dengan ketangguhan (resilience), semangat, dan kesehatan mental yang lebih baik.
Mengurangi Beban Psikologis
Banyak keluarga yang ragu untuk menyekolahkan anak ke tempat yang lebih tinggi karena kekhawatiran soal biaya. Pesan ini, bila tertanam kuat, dapat mengurangi tekanan mental (stress) dan mendorong tindakan nyata: mendaftar sekolah, mencari beasiswa, atau berdiskusi dengan tokoh masyarakat.
Pengaruh Sosial: Komunitas sebagai Penyangga.
Dalam lingkungan pesantren dan masyarakat religius, dawuh semacam ini tidak hanya membangun individu, tetapi juga komunitas. Komunitas yang yakin akan nilai pendidikan akan saling mendukung. Seringkali, biaya pendidikan anak datang bukan hanya dari orang tua, tapi juga dari tetangga, yayasan, atau donatur yang tergerak karena semangat keluarga tersebut.
Dawuh “Sapi tidak menanggung beban pada tanduknya” bukan hanya sekadar nasihat ringan yang bisa diabaikan. Sebaliknya, dawuh ini mengandung pesan yang dalam dan penuh makna, mengajarkan kita untuk bertawakal, berikhtiar, dan optimis dalam menghadapi segala tantangan, khususnya dalam perjalanan pendidikan. Dalam konteks kehidupan yang sering kali dihiasi oleh kecemasan tentang masa depan, beban ekonomi, dan ketidakpastian, dawuh ini hadir sebagai pengingat bahwa meskipun kita dihadapkan pada banyak hambatan, usaha kita tidak akan pernah sia-sia.
Pendidikan adalah salah satu aspek yang sering kali membuat orang tua merasa tertekan, terutama ketika harus menghadapi biaya yang tinggi dan tantangan-tantangan sosial yang ada. Namun, dengan keyakinan bahwa Allah adalah sumber rezeki yang tak terhingga, setiap usaha untuk mendapatkan ilmu akan selalu disertai jalan keluar yang tidak terduga. Seperti halnya sapi yang tidak perlu memikul beban di tanduknya, kita sebagai manusia juga tidak harus menanggung semua kesulitan sendiri. Allah lah yang akan memberikan jalan dan rezeki kepada mereka yang berusaha dengan penuh keikhlasan dan tawakal.

Optimisme yang dipupuk dalam hati seseorang yang percaya bahwa rezeki akan datang mengikuti usaha yang dilakukan, adalah salah satu modal psikologis yang penting. Orang yang optimis, menurut teori psikologi, memiliki ketahanan mental yang lebih baik dalam menghadapi tekanan hidup. Mereka cenderung lebih tenang, lebih mampu bertindak secara rasional, dan lebih siap menghadapi setiap ujian dengan hati yang lapang. Begitu pula dengan orang tua yang meyakini bahwa jalan pendidikan anak akan terbuka, meskipun harus melalui berbagai tantangan. Optimisme ini tidak hanya memberikan kekuatan, tetapi juga membuka peluang-peluang baru yang sebelumnya tak terbayangkan.
Di sisi lain, dawuh ini juga mengajarkan pentingnya sikap tawakal dalam setiap langkah hidup. Tawakal bukan berarti kita hanya menunggu tanpa usaha, tetapi menyadari bahwa setelah kita berikhtiar, hasilnya adalah takdir Allah. Dalam setiap pendidikan yang kita perjuangkan, harus ada keyakinan bahwa Allah akan membuka jalan bagi mereka yang berusaha keras. Sebagaimana dalam hadis Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali mereka sendiri yang mengubahnya
Pesan ini menegaskan bahwa keberhasilan dalam pendidikan atau kehidupan tidak hanya bergantung pada kemampuan finansial, tetapi juga pada keyakinan dan usaha yang maksimal, yang akhirnya akan mendatangkan rezeki dari jalan yang tak terduga.
Dawuh dari RKH Abdul Hamid AMZ, yang disampaikan oleh RKH Moh Tohir Abdul Hamid, menjadi suatu pengingat yang penuh harapan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama kita berusaha dengan niat yang baik, berdoa, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah. Seperti halnya sapi yang tidak memikul beban di tanduknya, begitu pula kita tidak perlu merasa tertekan dengan beban kehidupan yang berat. Allah akan menyediakan jalan, dan kita hanya perlu terus berjalan dengan penuh semangat dan keyakinan.

Refrensi :
Quraish Shihab, M. (2002). Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Vol. 5). Jakarta: Lentera Hati.
Myers, D. G. (2012). Psikologi Sosial (Edisi 10, Alih Bahasa: Diana Angelica). Jakarta: Salemba Humanika.

Sumber Dawuh Ra Tohir dari Channel Youtube GM: https://www.youtube.com/watch?v=X3zPVonLSdM