Kategori
Uncategorized

HJ005. HUKUM MEMANGGIL “HAJI” TERHADAP ORANG YANG BELUM BERHAJI

PERTANYAAN :

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Saya mau tanya ustadz..
Pertanyaannya, Bagaimana hukumnya orang yang memanggil haji kepada orang yang hanya melakukan ibadah umroh?

JAWABAN :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Memanggil “pak haji” dengan tujuan ta’dhim (memuliakan) sementara yang bersangkutan belum melaksanakan ibadah haji hukumnya harom.

– Hasyiyah Jamal :

وقع السؤال مما يقع كثيرا فى مخاطبة الناس بعضهم مع بعض من قولهم لمن لم يحج يا حاج فلان تعظيم…ا له هل هو حرام ام لا والجواب عنه ان الظاهر الحرمة لانه كذب الى ان قال نعم ان اراد بيا حاج فلان المعنى اللغوى وقصد به معنى صحيحا كان اراد بيا حاج يا قاصد التوجه الى كذا كالجماعة او غيرها فلا حرمة اهـ ع ش . (حاشية الجمل ص372جز2

“Ada yang bertanya mengenai pemanggilan terhadap orang yang tidak berhaji “wahai haji/hajah fulan..!” sedangkan tujuan memanggil haji/hajjah kerena memuliakan kepadanya.
Apakah panggilan itu haram?

Jawaban dari pentanyaan tersebut, bahwa secara dzohir panggilan itu adalah haram karena ia adalah BOHONG apabila tujuan dari perkataan tersebut adalah panggilan membenarkan. Namun apabila seseorang memanggilnya secara bahasa saja karena berhadapan dengan jamaah misalnya atau dengan orang lain maka tiada apa-apa (tidak haram).

Wallahu a’lamu bisshowab..

Kategori
Uncategorized

HJ004. UMROH TIDAK MENGGUGURKAN KEWAJIBAN HAJI

PERTANYAAN :

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Bagaimana orang yang sudah umrah apakah masih punya hutang atau berkewajiban haji?

JAWABAN :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Orang yang sudah melaksanakan umroh masih tetap mempunyai kewajiban haji apabila mampu, karena rukun islam yang kelima adalah haji ke baitullah bagi yang mampu, bukan umrah.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah RA:

بُنِىَ الاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ اَنْ لآ اِلَهَ اِلاَّ اﷲُ٬ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اﷲِ٬ وَاِقَامِ الصَّلاَةِ ٠ وَاِيْتَاءِ الزَّكاَةِ ٬ وصَوْمِ رَمَضَانَ ٬ وَحِجِّ الْبَيْتِ لِمَنْ اِسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلاً٠

Artinya: “Islam dibina atas lima perkara:

1) bersaksi bahwasanya tiada Tuhan melainkan Allah, dan bahwa Muhammad itu Rasul Allah,
2) mendirikan shalat,
3) menunaikan zakat,
4) puasa di bulan Ramadhan, dan
5) melakukan haji ke Baitullah, bagi orang yang mampu melakukan perjalanan kesana.”

Adapun ijma’, maksudnya bahwa para ulama’ kaum muslimin seluruhnya sepakat atas fardhunya haji ini, tanpa ada seorang pun di antara mereka yang berpendapat lain. Dan oleh karenanya, mereka menghukumi kafir terhadap orang yang mengingkari kefardhuan haji, karena berarti mengingkari sesuatu yang secara otentik dinyatakan oleh al-Qur’an, as-Sunnah dan ijma’.

Kesimpulannya :
Orang yang umrah masih berkewajiban haji apabila ia mampu (punya biaya).

Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

{وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ } [آل عمران: 97]

Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam“. QS. Ali Imran: 97.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

هذه آية وُجُوب الحج عند الجمهور. وقيل: بل هي قوله: { وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ } [البقرة:196] والأول أظهر.

Artinya: “Ini adalah ayat yang menunjukkan wajibnya haji menurut pendapat Jumhur (mayoritas) ulama, ada juga yang berpendapat bahwa dalil yang menunjukkan kewajiban haji adalah firman Allah Ta’ala:

{ وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ }

Artinya: “Dan Sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah”. QS. Al Baqarah: 196. Dan pendapat pertama lebih jelas (pendalilannya)”. Lihat Tafsir Ibnu Katsir.

Dan dalil dari wajibnya haji juga berdasarkan hadits riwayat dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhubahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam berasabda:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا ». فَقَالَ رَجُلٌ أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ، ثُمَّ قَالَ، ذَرُونِى مَا تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَىْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَىْءٍ فَدَعُوهُ ».

Artinya: “Wahai manusia, telah diwajibkan atas kalian berhaji maka berhajilah”, kemudian ada seorang bertanya: “Apakah setiap tahun Wahai Rasulullah?”, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menjawab sampai ditanya tiga kali, barulah setelah itu beliau menjawab: “Jika aku katakan: “Iya”, maka niscya akan diwajibkan setiap tahun belum tentu kalian sanggup, maka biarkanlah apa yang sudah aku tinggalkan untuk kalian, karena sesungguhnya telah binasa orang-orang sebelum kalian, akibat banyaknya pertanyaan dan penyelisihan mereka terhadap nabi mereka, maka jika aku perintahkan kalian dengan sesuatu, kerjakanlah darinya sesuai dengan kemampuan kalian dan jika aku telah melarang kalian akan sesuatu maka tinggalkanlah”.HR. Muslim.

Wallahu a’lamu bisshowab..

Kategori
Uncategorized

M033. ISLAM MENYIKAPI PEREMPUAN MENJADI TKW (Tenaga Kerja Wanita)

PERTANYAAN :

Assalamualaikum wr wb.

Nyu’unah pamangki de’ sadejenah.

a. Bagaimana hukum wanita bersuami menjadi TKW (Tenaga Kerja Wanita) di luar negeri maupun di luar daerah?

b. Bolehkah istri ikut membantu dalam mencari nafkah keluarga, yang mana keadaan pergaulannya tidak ada pembatas (bebas) baik laki-laki/wanita baik sudah berkeluarga ataupun belum berkeluarga?

JAWABAN :

Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..

(a). Tinjauan hukum menjadi TKW di luar negeri. Islam membolehkan seorang wanita bekerja. Ketika mengambil sesuatu yang boleh maka harus terikat dengan kaidah aulawiyat/skala prioritas. Artinya, memilih perkara yang boleh tidak bisa diutamakan dari pada mengerjakan yang hukumnya wajib, apalagi jika menyebabkan terlalaikannya perbuatan wajib tersebut. Dalam hal ini, bekerja adalah boleh bagi seorang wanita, sementara menjadi ibu, isteri, serta pengatur rumah tangga merupakan tugas pokok seorang wanita. Jadi, terkait TKW di luar negeri yang menjadi masalah bukan hukum bekerjanya karena hukumnya boleh. Tapi lebih karena pertimbangan akan adanya beberapa keharaman yang mungkin muncul, yaitu ;

1). Masalah safar wanita. Seorang wanita tidak boleh bepergian sehari semalam tanpa disertai mahram. Yang dimaksud di sini adalah perjalanan safar yang menghabiskan waktu sehari semalam untuk maksud apapun, termasuk untuk bekerja. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW: “Tidak halal perempuan yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan selama sehari semalam kecuali disertai mahramnya.” (HR Bukhari no 1088; Muslim no 1339; Abu Dawud no 1723; Tirmidzi no 1170; Ibnu Majah no 2899; Ahmad no 7366). Kebanyakan para TKW berangkat ke luar negeri tanpa disertai mahram, karenanya yang menjadi masalah adalah pelanggaran hukum safar.

2). Menjadi TKW juga akan menghantarkan pada kelalaian beberapa kewajiban, yaitu tugas sebagai isteri dan sebagai ibu yang berdampak pada munculnya permasalahan baru seperti suami selingkuh, anak menjadi terlantar bahkan ada yang broken home, dan berikutnya berujung pada hancurnya bangunan keluarga.

3). Ancaman keamanan dan kehormatan. Wanita yang hidup jauh dari mahram beresiko mendapat gangguan keamanan seperti cacian, hardikan, pelecehan seksual, penyiksaan bahkan pembunuhan sebagaimana yang kerap dialami oleh para TKW. Padahal keamanan, keselamatan, dan kehormatan adalah hak yang harus dijaga dan dipertahankan.

Pandangan Fiqih terhadap wanita berprofesi sebagai TKW hukumnya haram, TIDAK BOLEH kecuali:

1. Aman dari fitnah yakni aman dari hal-hal yang membahayakan dirinya hartanya serta aman dari maksiat.

2. Suami miskin / tidak mampu menafkahi keluarganya.

3. Mendapat izin dari wali / suami jika suami masih mampu meberi nafkah.

4. Di tempat kerja disertai mahram atau suami

Hukum wanita yang sudah bersuami kerja ke luar negeri tidak boleh, apabila ada salah satu di bawah ini :

1. Tidak mendapat izin dari suami jika suami masih mampu menafaqahi

2. Tidak dapat izin dari ortu ketika kondisi perjalanan sangat rawan meskipun ada dugaan selamat dalam perjalanan

3. Tidak ada dugaan /keyakinan aman dalam perjalanan /negara tujuaan

4. Berangkat ilegal

5. Pekerjaan haram

6. Berangkat tidak disertai mahram / suami, kecuali menurut 1 pendapat boleh disertai dengan perempuan tsiqoh / bisa dipercaya

7. Bepergian memakai perhiasan / bersolek, jika yakin kuat timbul fitnah

8. Bepergian dengan kasyful aurat / membuka aurat

وعباراتها : 1. كما في المجموع الجزء الثامن صحيفة 341-342 ما نصه :فإن كان الحج تطوعاً لم يجز أن تخرج إلا مع محرم، وكذا السفر المباح كسفر الزيارة والتجارة لا يجوز خروجها في شيء من ذلك إلا مع محرم أو زوج قال الماوردي ومن أصحابنا من لصاحب خروجها مع نساء ثقات، كسفرها للحج الواجب، قال وهذا خلاف نص الشافعي وكذا قال الشيخ أبو حامد في «تعليقه» لا يجوز لها الخروج في حج التطوع إلا مع محرم، نص عليه الشافعي في كتاب العدد من «الأم» فقال لا يجوز الخروج في حج التطوع إلا مع محرم قال أبو حامد ومن أصحابنا من قال لها الخروج بغير محرم في أي سفر كان واجباً كان أو غيره، وهكذا ذكر المسألة البندنيجي وآخرون وحاصله أنه يجوز للخروج للحج الواجب مع زوج أو محرم أو امرأة ثقة، ولا يجوز هؤلاء، وإن كان الطريق أمناً، وفيه وجه ضعيف أنه يجوز إن كان أمناً وأما حج التطوع وسفر الزيارة والتجارة وكل سفر ليس بواجب فلا يجوز على المذهب الصحيح المنصوص إلا مع زوج أو محرم، وقيل يجوز مع نسوة أو امرأة ثقة كالحج الواجب، وقد سبقت هذه المسألة مختصرة في أول كتاب الحج في ذكر استطاعة المرأة والله أعلم. انتهى.2. كما في المجموع الجزء السادس صحيفة 87 ما نصه :فرع هل يجوز للمرأة أن تسافر لحج التطوع ؟ أو لسفر زيارة وتجارة ونحوهما مع نسوة ثقات ؟ أو امرأة ثقة ؟ فيه وجهان وحكاهما الشيخ أبو حامد والماوردي والمحاملي وآخرون من الأصحاب في باب الإحصار، وحكاهما القاضي حسين والبغوي والرافعي وغيرهم أحدهما يجوز كالحج والثاني وهو الصحيح باتفاقهم وهو المنصوص في الأم، وكذا نقلوه عن النص لا يجوز، لأنه سفر ليس بواجب. انتهى.

Mas’uliyatul Mar’ati Al Muslimah Hal. 78 – 79 :

من الأدلة على عدم مشروعية عمل المرأة خارج بيتها:1. وجوب الحجاب الشرعي عليها كما تقدم.2. تحريم السفور المثير للفتنة وهو من لوازم العمل خارج البيت عالبا.3. تحريم الإختلاط بالرجال الأجانب وهو حاصل بالخروج إلى العمل.4. تحريم التبرج وإظهار الزينة والمحاسن الذى وقع فيه أكثر النساء وهو حاصل بالخروج إلى العمل.5. أنها عورة ودرة نفيسة تجب صيانتها والحفاظ عليها.6. أنها مشغولة دائما بالعناية بأولادهاوبيتها وشئون زوجها وهي أعمال تناسب فطرتها.7. أنها فتنة تفتـن الرجال ويفتـنون بها.

Ulama memang beda pendapat, ada yang memperbolehkan tapi tentu dengan syarat-syarat yang telah diuraikan di atas. Tambahan Ibarot:

– Kitab Jamal Syarah Manhaj, Darul Ihya’, Juz 2 Hal. 135:

(قوله او دنياه) ومنه ضيق العيش اهـ ع ش (قوله وسن لفـتنة دينى) أى لخوفها- الى ان قال -والمراد بها المعاصى والخروج عن الشرع اهـ

– Hasyiah Jamal Syarah Manhaj, Darul Ihya’ Juz 4 Hal. 509:

(ولهاخروج فيهالتحصيل نفقة) مثلا بكسب او سـؤال وليس له منعها من ذلك لانتفاء الانفاق المقابل لحسبها(وعليها رجوع) الى مسكنها(ليلا) لانه وقت الدعة وليس لها منعه من التمتع … (قوله لانه وقت الدعة) أى الراحة ويؤخذ منه انه لو توقف تحصيلها على مبيتهافى غير منزله كان لها ذلك اهـ ع ش.

– Tarsyihul Mustafidin Hal. 352:

يجوز لها الخروج فى مواضع:منهااذااشرف البيت على لانهدام الى ان قال … ومنها اذا خرجت لاكتساب نفقة بتجارة او سؤال او كسب اذا اعسر الزوج.

– Tarsyihul Mustafidin Hal. 174:

(قوله مع امرأة ثقة) ليس بقيد كما فى المغنى وغيره فيجوز لهاالخروج لفرض الاسلام ككل واجب ولو وحدهااذا أمنت قال فى بشرى الكريم ومن الواجب خروج المرأة الى محل حراشتهالأن طلب الحلال واجب ولو شابة.

Dalam masalah TKW harus ada hubungan bilateral antara Negara dan
Regulasi/Aturan pemerintah, antara lain menjamin keamanan bagi TKW. Regulasi itu juga bisa terjadi bila ada hubungan bilateral/hubungan perjanjian kerjasama antar dua negara. Apabila kedua negara tidak punya hubungan bilateral, maka sulit bagi pemerintah pengerah TKW menerapkan regulasinya. Karena masing masing negara adalah rumah tangga sendiri-sendiri. Sebagai acuan kenapa pemerintah melarang warganya untuk menjadi TKW di luar negeri bisa disimak dalam link berikut ini :

http://www.nu.or.id/post/read/42456/pemerintah-larang-kirim-perempuan-tki-ke-timur-tengah

Kami sertakan juga Fatwa MUI tentang haramnya menjadi TKW :

http://www.nu.or.id/post/read/2700/mui-haramkan-wanita-jadi-tkw

Begitu juga tentang wanita yang bekerja di luar daerah (dalam negeri) harus ada perlindungan hukum yang mengatur tentang keamanannya dan selamat dari fitnah sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

(b). Tentang TKW bekerja dengan suaminya di luar negeri hukumnya BOLEH apabila aman dari fitnah, namun untuk menyikapi terjadinya ikhtilat atara laki-laki dan perempuan di tempat kerja maka hal itu termasuk Madzinnatul Ikhtilath. Dan hukumnya ditafsil / perinci sebagai berikut :

1. HARAM dan termasuk dosa besar apabila yakin akan adanya fitnah (seperti saling pandang, bersentuhan, berpacaran, dan lain lain).

2. HARAM yang bukan termasuk dosa besar apabila ada prasangka kuat akan terjadinya fitnah.

3. MAKRUH apabila ada kekhawatiran akan terjadinya fitnah.

4. MUBAH (Boleh) apabila yakin tidak adanya fitnah.

Referensi : Ihya’ ‘Ulumuddin Juz IV Hal. 36., I’anatuth Tholibin Juz III Hal 263., Al majmu’ Juz IV Hal. 484., Is’adurrofiq Juz II Hal. 67 dan 136.

1- وفى احياء علوم الدين للإمام الغزالى مانصه :

وتحصل مظنة المعصية ونعنى بالمظنة ما يتعرض الإنسان به لوقوع المعصية غالبا إهـ.

2-وفى إعانة الطالبين للعلامة أبى بكر السيد بن محمد شطا الدمياطى مانصه :

قال ابن الصلاح : وليس المعنى بخوف الفتنة غلبة الظن بوقوعها بل يكفى أن لايكون ذلك نادرا إهـ.

3-وفى المجموع للامام زكريا محي الدين بن شرف النووى مانصه :

وقد نقل ابن المنذر وغيره الإجماع على أنها لو حضرت وصلت الجمعة جاز وقد ثبتت الأحاديث الصحيحة المستفيضة ان النساء كن يصلين خلف رسول الله صلى الله عليه وسلم فى مسجده خلف الرجال ولأن اختلاط النساء بالرجال إذا لم يكن خلوة ليس بحرام إهـ.

4-وفى إسعاد الرفيق للشيخ محمد بن سالم بن سعيد با بصيل الشافعى ما نصه :

{خاتمة} من أقبح المحرمات وأشد المحظورات اختلاط الرجال بالنساء فى الجموعات لما يترتب على ذلك من المفاسد والفتن القبيحة إهـ.

5- وفى اسعاد الرفيق للشيخ محمد بن سالم بن سعيد با بصيل الشافعى مانصه :

قال فى الزواجر وهو من الكبائر لصريح هذا الحديث وينبغى حمله ليوافق قواعدنا على ما اذا تحققت الفتنة أما مجرد خشيتها فإنما هو مكروه ومع ظنها حرام غير كبيرة كما هو ظاهر إهـ.

Wallahu a’lamu bisshowab..

Kategori
Uncategorized

HADITS KE 85 : ANJURAN TIDAK MEMBUKA AURAT KETIKA BUANG HAJAT

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TATA CARA BUANG HAJAT

HADITS KE 85 :

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ أَتَى اَلْغَائِطَ فَلْيَسْتَتِرْ ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُد

Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang hendak buang air hendaklah ia membuat penutup.” Riwayat Abu Dawud.

Makna Hadis :

Syariat Islam amat menganjurkan untuk bersikap malu dan menutupi aurat.

Dengan demikian, orang yang berakal sehat pasti merasa malu apabila auratnya terbuka. Oleh sebab itu, aurat diberi nama kemaluan dan Allah telah menganugerahkan kita pakaian zahir untuk menutupi aurat sebagaimana Dia pula menganugerahkan kita pakaian batin melalui taufik-Nya, yaitu takwa.

Allah (s.w.t) berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

“Wahai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah sebagai perhiasan. Sedangkan pakaian takwa itulah yang lebih baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (Qs. al-A’raf: 26).

Fiqh Hadis :

Wajib menutupi aurat ketika membuang hajat.

Wallahu a’lam bisshowab

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
Uncategorized

D011. HUKUM MEMBACA SHOLAWAT KEPADA SELAIN NABI

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Diskripsi masalah :
Ada Ritual penghormatan terhadap bangsa dan pancasila namun dalam ritual tersebut mamakai bacaan mirip Sholawat namun tidak bersholawat kepada nabi melainkan kepada Indonesia dan Pancasila, seperti dalam video ini :

PERTANYAAN :

1. Bagaimana fiqih menyikapi hal seperti itu, Apakah termasuk murtad atau musyrik juga apakah termasuk aliran sesat atau bagaimana?

JAWABAN :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Hukum ritual seperti diatas adalah tdk boleh (haram) dgn pertimbangan:

1. Membaca sholawat yang tidak masyru’ (membaca sholawat kepada selain nabi) yang bahkan menurut sebagian ulama adalah haram.

2. Adanya kebid’ahan2 yang mungkarot

3. Dikhawatirkan menimbulkan salah persepsi pada orang awam akan masalah keyakinan yg menjerumuskan kepada kkemusyrikan.

4. Dan apabila meyakini benda2 yang dijadikan media ritual itu ada atsar maka kafir.

Kategori
Uncategorized

J016. HUKUM ADZAN SAAT MAYAT DIKUBURKAN & HUKUM MENJAWABNYA

PERTANYAAN :

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Saya mau bertanya ustadz..
Bagaimana hukumnya mengadzankan mayyit ketika dimasukkan ke dalam kubur? Lalu bagaimana hukum menjawabnya?

JAWABAN :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

DI KALANGAN SYAFI’IYAH TERDAPAT KHILAF:

a. Hukumnya SUNNAH karena menqiyaskan terhadap bayi yang baru dilahirkan.

Mengadzani mayyit ketika dimasukkan ke dalam kubur ulama’ mutaakkhiriin mengqiyaskan pada kesunnatan mengadzani anak yang baru lahir di telinganya yang kanan dan meng-iqomahkan ditelinganya yang kiri, karena tidak ada dalil atau khabar dan atsar tentang anjuran mengadzani mayyit. Sebagaimana dimaklumi bahwa adzan pada dasarnya adalah disyariatkan untuk panggilan shalat lima waktu (الإعلان بالصلاة) Namun adakalanya adzan disunnatkan diluar shalat karena mengharapkan barokah (تبركا) Sebagaima ulama fiqih dari kalangan madzhab Syafi’i berkata; Disunnatkan adzan di telinganya anak yang baru lahir orang yang prihatin (kesusahan), mengadzani ditelinganya orang yang sakit perut, ketika marah, ketika berdesakannya tentara dan kebakaran.

تحفة المحتاج/٧/٥١ :

قَدْ يُسَنُّ الْأَذَانُ لِغَيْرِ الصَّلَاةِ كَمَا فِي آذَانِ الْمَوْلُودِ ، وَالْمَهْمُومِ ، وَالْمَصْرُوعِ ، وَالْغَضْبَانِ وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ مِنْ إنْسَانٍ ، أَوْ بَهِيمَةٍ وَعِنْدَ مُزْدَحَمِ الْجَيْشِ وَعِنْدَ الْحَرِيقِ قِيلَ وَعِنْدَ إنْزَالِ الْمَيِّتِ لِقَبْرِهِ قِيَاسًا عَلَى أَوَّلِ خُرُوجِهِ لِلدُّنْيَا لَكِنْ رَدَدْته فِي شَرْحِ الْعُبَابِ وَعِنْدَ تَغَوُّلِ الْغِيلَانِ أَيْ تَمَرُّدِ الْجِنِّ لِخَبَرٍ صَحِيحٍ فِيهِ ، وَهُوَ ، وَالْإِقَامَةُ خَلْفَ الْمُسَافِرِ ( قَوْلُهُ : خَلْفَ الْمُسَافِرِ ) يَنْبَغِي أَنَّ مَحَلَّ ذَلِكَ مَا لَمْ يَكُنْ سَفَرَ مَعْصِيَةٍ فَإِنْ كَانَ كَذَلِكَ لَمْ يُسَنَّ ع ش

Terkadang adzan disunahkan dikerjakan bukan untuk waktunya shalat seperti adzan untuk orang yang sedang ditimpa kesusahan, ketakutan, sedang marah, orang atau hewan yang jelek perangainya, saat perang berkecamuk, kebakaran, menurut sebagian pendapat saat mayat diturunkan dalam kuburan dengan mengqiyaskan diberlakukannya adzan saat ia terlahir didunia namun aku menolak yang demikian dalam Syarh al-‘Ubaab, dan saat terdapat gangguan jin dan adzan dan iqamah bagi seseorang yang hendak bepergian. (Keterangan bagi seseorang yang hendak bepergian) semestinya letak kesunahannya bukan pada bepergian yang maksiat bila bepergiannya demikian maka tidak disunahkan. [ Tuhfah al-Muhtaaj V/51 ].

Juga penjelasan dalam ibarah hadits berikut tentang sunnahnya mengadzani bayi yang baru lahir (ما قيس عليه) :

فقه السنة في العقيقةِ

ومن السنة أَن يؤذن في أذن المولود اليمنى، ويقيم في الأذن اليسرى؛ ليكون أول ما يطرق سمعَه اسمُ اللّه؛ روى أحمد، وأبو داود، والترمذي وصحَّحه، عن أَبي رافع _ رضي اللّه عنه _ قال: رأيت النبي صلى الله عليه وسلم أَذَّن بالصلاة في أذن الحسن بن علي حين ولدته فاطمة _ رضي اللّه عنهم _(١).
وروى ابن السني، عن الحسن بن علي، أن النبيَّ صلى الله عليه وسلم قال: “مَن ولد له ولد، فأَذَّن في أذنه اليمنى وأقام في اليسرى، لم تضرَّه أم الصبيان(٢)”(٣).

(١) الترمـذي (٤ /٦٧)،٢٠ كـتاب الأضاحي _ بـاب الأذان في أذان المولـود، برقم
(١٥١٤)، وأبو داود (٥ /٣٣٣)، ٣٥ـ كتاب الأدب،
١١٦ـ باب في الصبي يولد فيؤذن في أذنه، والفتح الرباني ( ١٣/١٣٣).
(٢) يقال: إنها القرينة.
(٣) وعزاه في “كنز العمال”
( ١٦/ ٤٥٤١٤) إلى أبي يعلى عن الحسين، وابن السني (٦١٧). وأورده الهيثمي في “المجمع” وقال: رواه أبو يعلى، وفيه مروان بن سالم الغفاري وهو متروك (٤ /٥٩). فالحديث ضعيف جداً.

“Diantara sebagian dari yang disunnatkan adzan adalah:
Mengadzani ditelinga kanan anak yang baru lahir, dan meng-iqomahinya ditelinga yang kiri, supaya adzan mejadi awal dari ketukan pendengaran anak memlalui asma Allah swt, keterangan hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, Abu daud, dan imam Tirmidzi dan menshohihkannya dari Abi Rofik ra. berkata: “Saya melihat Nabi Muhammad saw, mengadzankan dengan الصلاة ditelinganya Alhasan bin Ali ketika Siti Fatimah melahirkannya radliyallahu anhum.

Diriwatyatkan dari ibnu ssaniy dari Alhasan bin Ali bahwa Nabi Muhammad bersabda:” Barang siapa yang melahirkan anak (menpunyai anak) maka adzanilah telinganya yang kanan dan iqomatilah telinganya yang kiri, maka Ummu Al- Shibyan (jin) tidak memudlaratkannya/ mengikutinya
(membuntutinya).

b. Tidak mensunatkan karena tidak ada dalil khusus, namun tidak membid’ahkan bagi yang melakukannya.

Diantara kalangan madzhab Syafiiyah sendiri masalah ini merupakan masalah yang diperselisihkan, ada yang tidak menganjurkan (namun tidak melarang) dan ada pula yang menganjurkan, sebagaimana yang diamalkan oleh umat Islam di Indonesia:

Syaikh asy-Syarwani:

ولا يندب الآذان عند سده خلافا لبعضهم برماوي اه(حواشي الشرواني – ج 3 / ص 171)

“Tidak disunahkan adzan saat menutup liang lahat, berbeda dengan sebagian ulama. Dikutip dari Syaikh Barmawi”(Hawasyai asy-Syarwani 3/171)

Syaikh Sulaiman al-Jamal:

وَلَا يُنْدَبُ الْأَذَانُ عِنْدَ سَدِّهِ وِفَاقًا لِلَأْصْبَحِيِّ وَخِلَافًا لِبَعْضِهِمْ ا هـ . بِرْمَاوِيٌّ . (حاشية الجمل – ج 7 / ص 182)

“Tidak disunahkan adzan saat menutup liang lahat, sesuai dengan al-Ashbahi dan berbeda dengan sebagian ulama. Dikutip dari Syaikh Barmawi” (Hasyiah asy-Jamal 3/171)

Syaikh Abu Bakar Syatha:

واعلم أنه لا يسن الاذان عند دخول القبر، خلافا لمن قال بنسبته قياسا لخروجه من الدنيا على دخوله فيها. قال ابن حجر: ورددته في شرح العباب، لكن إذا وافق إنزاله القبر أذان خفف عنه في السؤال. (إعانة الطالبين – ج 1 / ص 268)

“Ketahuilah bahwa tidak disunahkan adzan ketika masuk dalam kuburan, berbeda dengan ulama yang menganjurkannya, dengan dikiyaskan keluarnya dari dunia terhadap masuknya kea lam dunia (dilahirkan). Ibnu Hajar berkata: Tapi saya menolaknya dalam Syarah al-Ubab, namun jika menurunkan mayit ke kubur bertepatan dengan adzan, maka diringankan pertanyaan malaikat kepadanya” (Ianat ath-Thalibin 1/268)

Dalam keterangan lain disebutkan dalam kirab:

حاشيةالشرقاوى الجزءالأول ص ٢٢٧ِ
{ قوله ويسن الأذان ايضا } اى كما يسن للمكتوبة وقوله في أذن المولود اى اليمني والإقامة في اليسرى لما قيل أن من فعل ذلك لم تضره أم الصبيان اى التابعة من الجنة وليكون اول مايقرع سمعه حال خوله في الدنيا الذكر ويكون أذن بغير رفع صوت، في المؤذن ذكرا مسلما وفي المولود.
ان يكون ولد مسلم، لأن الأذن من جملة أحكام الدنيا وأولاد الكفار معاملون معاملة آبائهم فيها وإن ولدوا على الفطرة،
ويسن الأذان وحده في أذن المهموم فيسن ان يأمر من يؤذن في أذنه لأنه يزيل الهم ، وأذن المصروع والغضبان ومن ساء خلقه مت إنسان أو بهيمة وعن مزدحم الجيش والحريق،
ولايسن عند إدخال الميت القبر على المعتمد ، ويسن والإقامة خلف المسافر.

“Disunnatkan adzan pada anak yang dilahirkan ditelinganya yang kanan dan iqomamah ditelinganya yang kiri. Dikatakan, barang siapa yang melakukan adzan dan iqomah ditelinganya anak yang dilahirkan maka anak itu tidak akan diganggu oleh Ummu shibyan/ jin (tidak diikuti jin) jadikan adzan sebagai dzikir di awal ketukan pendengarannya dalam memasuki dunia dengan tampa menyaringkan suara. Adapun anak-anak orang kafir mereka sumuanya mengamalkan sebagaimana amalan para bapak-bapak mereka di dunia walaupun mereka dilam keadan fithrah.

Dusunnat adzan sendiri di telingan orang yang prihatin (kesusahan) karena adzan dapat menghilangkan kesusahan, mengadzankan pada telinga orang yang sakit perut, marah, orang yang buruk akhlanya, sunnah adzan dalam keadaan penuh (berdesakannya) tentara dan kebakaran.

Tidak disunnatkan adzan ketika menurunkan mayyit kedalam kuburan menurut Qoul yang mu’tamat (Kuat). Dan disunnatkan adzan dan iqomah dibelakangnya orang yang akan bepergian (Musafir).

Di kitab lainnya Ibnu Hajar secara khusus menjelaskan masalah ini:

( وَسُئِلَ ) نَفَعَ اللَّهُ بِهِ بِمَا لَفْظُهُ مَا حُكْمُ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ عِنْدَ سَدِّ فَتْحِ اللَّحْدِ ؟ ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ هُوَ بِدْعَةٌ وَمَنْ زَعَمَ أَنَّهُ سُنَّةٌ عِنْدَ نُزُولِ الْقَبْرِ قِيَاسًا عَلَى نَدْبِهِمَا فِي الْمَوْلُودِ إلْحَاقًا لِخَاتِمَةِ الْأَمْرِ بِابْتِدَائِهِ فَلَمْ يُصِبْ وَأَيُّ جَامِعٍ بَيْنَ الْأَمْرَيْنِ وَمُجَرَّدُ أَنَّ ذَاكَ فِي الِابْتِدَاءِ وَهَذَا فِي الِانْتِهَاءِ لَا يَقْتَضِي لُحُوقَهُ بِهِ . (الفتاوى الفقهية الكبرى – ج 3 / ص 166)

“Ibnu Hajar ditanya: Apa hukum adzan dan iqamat saat menutup pintu liang lahat? Ibnu Hajar menjawab: Ini adalah bid’ah. Barangsiapa yang mengira bahwa adzan tersebut sunah ketika turun ke kubur, dengan dikiyaskan pada anak yang lahir, dengan persamaan akhir hidup dengan permulaan hidup, maka tidak benar. Dan dari segi apa persamaan keduanya? Kalau hanya antara permulaan dan akhir hidup tidak dapat disamakan” (al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra 3/166)

Tentu yang dimaksud bid’ah disini tentu bukan bid’ah yang sesat, sebab Ibnu Hajar ketika menyebut bid’ah pada umumnya menyebut dengan kalimat “al-Madzmumah”, atau “al-Munkarah” dan lainnya dalam kitab yang sama. Beliau hanya sekedar menyebut bid’ah karena di masa Rasulullah Saw memang tidak diamalkan.

ADZAN PERTAMAKALI SAAT DIKUBUR

Sejauh referensi yang saya ketahui tentang awal mula melakukan adzan saat pemakaman adalah di abad ke 11 hijriyah berdasarkan ijtihad seorang ahli hadis di Syam Syria, sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh al-Muhibbi:

محمد بن محمد بن يوسف بن أحمد بن محمد الملقب شمس الدين الحموي الأصل الدمشقي المولد الميداني الشافعي عالم الشام ومحدثها وصدر علمائها الحافظ المتقن : وكانت وفته بالقولنج في وقت الضحى يوم الاثنين ثالث عشر ذي الحجة سنة ثلاث وثلاثين وألف وصلى عليه قبل صلاة العصر ودفن بمقبرة باب الصغير عند قبر والده ولما أنزل في قبره عمل المؤذنون ببدعته التي ابتدعها مدة سنوات بدمشق من افادته إياهم أن الأذان عند دفن الميت سنة وهو قول ضعيف ذهب إليه بعض المتأخرين ورده ابن حجر في العباب وغيره فأذنوا على قبره (خلاصة الأثر في أعيان القرن الحادي عشر – ج 3 / ص 32)

“Muhammad bin Muhammad bin Yusuf bin Ahmad bin Muhammad yang diberi gelar Syamsuddin al-Hamawi, asalnya ad-Dimasyqi, kelahiran al-Midani, asy-Syafii, seorang yang alim di Syam, ahli hadis disana, pemuka ulama, al-hafidz yang kokoh. Beliau wafat di Qoulanj saat waktu Dhuha, hari Senin 13 Dzulhijjah 1033. Disalatkan sebelum Ashar dan dimakamkan di pemakaman ‘pintu kecil’ di dekat makam orang tuanya. Ketika janazahnya diturunkan ke kubur, para muadzin melakukan bid’ah yang mereka lakukan selama beberapa tahun di Damaskus, yang diampaikan oleh beliau (Syaikh Muhammad bin Muhammad bin Yusuf) kepada mereka bahwa ‘adzan ketika pemakaman adalah sunah’. Ini adalah pendapat lemah yang dipilih oleh sebagian ulama generasi akhir. Pendapat ini ditolak oleh Ibnu Hajar dalam kitab Al-Ubab dan lainnya, maka mereka melakukan adzan di kuburnya” (Khulashat al-Atsar 3/32)

TENTANG MENJAWAB ADZANNYA :

Menjawab adzan hanya dianjurkan bagi adzan yang disyari’atkan seperti adzan untuk shalat lima waktu. Adapun yang tidak disyari’atkan maka tidak dianjurkan untuk dijawab.

ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺗﻨﺪﺏ اﻹﺟﺎﺑﺔ ﻓﻲ اﻷﺫاﻥ اﻟﻤﺸﺮﻭﻉ، ﺃﻣﺎ ﻏﻴﺮ اﻟﻤﺸﺮﻭﻉ ﻓﻼ ﺗﻄﻠﺐ ﻓﻴﻪ اﻹﺟﺎﺑﺔ، ﻭﻫﺬا ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ، ﺇﻻ ﻋﻨﺪ اﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ،

الفقه على المذاهب الاربعة ج١، ص: ٢٧٨

Dengan demikian maka menjawab azan tidak dianjurkan karena mengadzani mayyit ulama’ yang menghukumi tidak sunnah, tetapi adzan dilain itu disunnahkan.

Wallahu a’lamu bisshowab..

Kategori
Uncategorized

D010. HUKUM ADZAN SAAT PEMBERANGKATAN HAJI ATAU UMROH

PERTANYAAN :

Assalamualaikum ustadz..

Bagaimana hukum adzan ketika pemberangkatan jemaah haji atau umroh?

JAWABAN :

Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..

HUKUMNYA SUNAH, selama bukan perjalanan ma’siat.

من طريق ابو بكر والرُّذبارى عن ابن داسّة قال: حدثنا ابن محزوم قال حدثنى الامام على ابن ابى طالب كرم الله وجهه وسيدتنا عائشة رضي الله عنهم ..كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا استودع منه حاجٌ او مسافر أذّن وأقام ..وقال ابن السنّى متواتر معنوى ورواه أبو داود والقرافى والبيهقى اعانة الطالبين (قوله خلف المسافر) أي ويسن الآذن والاقامة أيضاً خلف المسافر لورود حديث صحيح فيه قال أبو يعلى فى مسنده وابن ابى شيبة؛ أقول وينبغى ان محلّ ذلك مالم يكن سفر معصية.

Disunnatkan adzan dan iqomah di belakang musafir karena ada Hadits Shoheh yang menjelaskan tentang hal itu. Menurut Abu Ya’la da Ibnu Abi Syaibah “Kesunnahan tersebut selama perjalanan bukan tujuan maksiat”.

– Lihat Hasyiyah al-Bujairomi V/65 ].

وَيُسَنُّ الْأَذَانُ وَالْإِقَامَةُ أَيْضًا خَلْفَ الْمُسَافِرِ, وَيُسَنُّ الْأَذَانُ فِي أُذُنِ دَابَّةٍ شَرِسَةٍ وَفِي أُذُنِ مَنْ سَاءَ خَلْقُهُ وَفِي أُذُنِ الْمَصْرُوعِ. ا هـ. ق ل.

Dan disunahkan juga adzan dan iqamah bagi seseorang yang hendak bepergian, ditelinga binatang yang jelek perangainya, orang yang jelek akhlaknya dan ditelinga orang yang ketakutan.

– Hasyiyah ar-Rodd al-Mukhtaar I/413 :

وزاد ابن حجر في التحفة الأذان والإقامة خلف المسافر

Imam Ibnu Hajar menambahkan dalam kitab at-Tuhfah “adzan dan iqamah juga dikerjakan bagi seseorang yang hendak bepergian”.

قَدْ يُسَنُّ الْأَذَانُ لِغَيْرِ الصَّلَاةِ كَمَا فِي آذَانِ الْمَوْلُودِ ، وَالْمَهْمُومِ ، وَالْمَصْرُوعِ ، وَالْغَضْبَانِ وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ مِنْ إنْسَانٍ ، أَوْ بَهِيمَةٍ وَعِنْدَ مُزْدَحَمِ الْجَيْشِ وَعِنْدَ الْحَرِيقِ قِيلَ وَعِنْدَ إنْزَالِ الْمَيِّتِ لِقَبْرِهِ قِيَاسًا عَلَى أَوَّلِ خُرُوجِهِ لِلدُّنْيَا لَكِنْ رَدَدْته فِي شَرْحِ الْعُبَابِ وَعِنْدَ تَغَوُّلِ الْغِيلَانِ أَيْ تَمَرُّدِ الْجِنِّ لِخَبَرٍ صَحِيحٍ فِيهِ ، وَهُوَ ، وَالْإِقَامَةُ خَلْفَ الْمُسَافِرِ ( قَوْلُهُ : خَلْفَ الْمُسَافِرِ ) يَنْبَغِي أَنَّ مَحَلَّ ذَلِكَ مَا لَمْ يَكُنْ سَفَرَ مَعْصِيَةٍ فَإِنْ كَانَ كَذَلِكَ لَمْ يُسَنَّ ع ش

Terkadang adzan disunahkan dikerjakan bukan untuk waktunya shalat seperti adzan untuk orang yang sedang ditimpa kesusahan, ketakutan, sedang marah, orang atau hewan yang jelek perangainya, saat perang berkecamuk, kebakaran, menurut sebagian pendapat saat mayat diturunkan dalam kuburan dengan mengqiyaskan diberlakukannya adzan saat ia terlahir didunia namun aku menolak yang demikian dalam Syarh al-‘Ubaab, dan saat terdapat gangguan jin dan adzan dan iqamah bagi seseorang yang hendak bepergian. (Keterangan bagi seseorang yang hendak bepergian) semestinya letak kesunahannya bukan pada bepergian yang maksiat bila bepergiannya demikian maka tidak disunahkan. [ Tuhfah al-Muhtaaj V/51 ].

Wallahu a’lamu bisshowab..

Kategori
Uncategorized

T020. HUKUM KENCING DAN KOTORAN HEWAN YANG DAGINGNYA HALAL DIMAKAN

PERTANYAAN :

Assalamualaikum ustadz..

Maaf ustadz, saya mau nanya tentang kencingnya hewan yang halal dimakan apakah suci atau najis seperti unta dan kambing?

JAWABAN :

Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..

Menurut Syafi’iyah setiap sesuatu yang encer yang keluar dari salah satu jalan dua hukumnya najis walau dari hewan yang halal dagingnya termasuk kencing dan kotoran unta.

Dalam kitab Al-Majmuk Syarah Muhadzab, Imam Nawawi mengatakan:

وقد سبق أن مذهبنا أن جميع الأرواث والذرق والبول نجسة من كل الحيوان ، سواء المأكول وغيره والطير وكذا روث السمك والجراد وما ليس له نفس سائلة كالذباب فروثها وبولها نجسان على المذهب ، وبه قطع العراقيون وجماعات من الخراسانيين . وحكى الخراسانيون وجها ضعيفا في طهارة روث السمك والجراد وما لا نفس له سائلة ، وقد قدمنا وجها عن حكاية صاحب البيان والرافعي أن بول ما يؤكل وروثه طاهران وهو غريب ، وهذا المذكور من نجاسة ذرق الطيور كلها هو مذهبنا

Artinya: Sudah dijelaskan dalam madzhab kita (yakni madzhab Syafi’i) bahwa seluruh kotoran hewan, tahi burung dan kencingnya itu najis. Baik hewan yang halal dimakan atau tidak. Adapun burung, tahi/kotoran ikan dan belalang dan hewan yang darahnya tidak mengalir seperti lalat, maka hukum kotoran/tahi-nya dan kencingnya adalah najis menurut madzhab (Syafi’i). Ini pendapat ulama Irak dan segolongan ulama Khurasan.

Sedangkan menurut ulama lainnya banyak yang berbeda pendapat berdasarkan hadits berikut:

عن أنس بن مالك قال قدم أناس من عُكْلٍ او عُرَيْنَة فَاجْتَوَوْا الْمَدينةَ فأمرهم النبيُّ صلى الله عليه وسلم بلقاحٍ وأن يشربوا من أبوالها وألبانها فانطلقوا فلمّا صحّوا قتلوا رَاعِيَ النبيِّ صلى الله عليه وسلم واسْتاقُوا النَّعمَ فجاء الخبرُ في أوّل النهار فبعث في أثارهم فلمّا ارتفع النهار جِيْءَ بهم فأمر فقطع أيديهم وأرجلَهم وسُمِرَتْ أعينُهم وألقوا في الحرَّةِ يستسقون فلا يُسْقَوْنَ. رواه البخاري ومسلم

“Dari Anas bin Malik berkata,” Beberapa orang datang dari ‘Ukl atau ‘ Urainah datang kemadinah , namun mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga merekapun sakit.Beliau lalu memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan meminum air kencing dan susunya.Maka mereka pun berangkat menuju kandang unta(zakat), ketika telah sembuh, mereka membunuh pengembala unta Nabi Muhammadal shallahu alaihi wasallam dan membawa unta-untantanya. Kemudian beritapun sampai kepada Nabi sallallahu alaihi wasallam menjelang siang. Maka beliau mengutus rombongan untuk mengikuti jejak mereka, ketika matahari telah tinggi, utusan beliau datang membawa mereka. Beliau lalu memerintahkan agar mereka dihukum, maka tangan dan kaki mereka dipotong, mata mereka dicongkel, lalu mereka dibuang kepada pasir.mereka minta minum namun tidak diberi. HR. Bukhari dan Muslim.

Pendapat Syafi’iyah tentang hadits ini :

واما امره صلى الله عليه وسلم العرنيين بشرب ابوال الابل فكان للتداوى والتداوى النجس جائز عند فقد الطاهر الذي يقوم مقامه. (المغنى محتاج. ج ١ ص ٢٣٣)

Adapun perintah Rasulullah saw kepada al-arayini untuk meminum kencing unta tujuannya adalah untuk pengobatan dengan suatu yang najis mubah (boleh), jika memang yang suci tidak bisa menggantikan (dijadikan) obat.

Perbedaan pendapat ulama tentang kencing dan kotoran hewan yang bisa dimakan dagingnya.

Berikut ini pendapat para ulama’ tentang :

a. KENCINGNYA :

1. Abu Hanifah, Abu yusuf, : Najis
2. Muhammad Bin Hasan Al-Syaibani : suci walau mengenai pada air yang sedikit tidak menajiskan.
3. Syafi’iyah : setiap sesuatu yang encer yang keluar dari salah satu jalan dua hukumnya najis walau dari hewan yang halal dagingya.
4. Malikiyah : setiap kencing hewan yang halal dimakan dan tidak memakan najis, hukunya suci, dan onta halal dimakan maka kencing onta suci.
5. Hanabilah : kencing onta dan semua hewan yang halal dimakan hukumnya suci , kecuali hewan itu memakan najis, kalau tiga hari dikurung dan diberi pakan yang suci maka kencingnya suci.
6. Zaidiyah : kencing hewan yang hallal dimakan seperti onta suci, karena ada hadits ( لا بأس ببول البقر والغنم والإبل)
dan kencing hewan pemakan kotoran hukumnya najis.
7. Ibnu Hazm : sumua kencing hewan najis tidak boleh dikonsumsi, kecuali dalam keadan dhorurot.
8. Imamiyah : kecing onta suci
9. Ibadhiyah : kencing onta najis,

أما أبوالها، فقد قال أبو حنيفة وأبو يوسف: أنها نجسة، وقال محمد: أنها طاهرة، حتى لو وقع فى الماء القليل لا يفسده ويتوضأ منه ما لم يغلب عليه(8) . ويقول الشافعية: كل مائع خرج من أحد السبيلين نجس سواء كان ذلك من حيوان مأكول اللحم أم لا (9) .ويرى المالكية: أن بول ما يباح أكله طاهر إذا لم يعتد التغذى بنجس، والإبل مباحة الأكل فبولها طاهر(10) .وعند الحنابلة: بول الإبل وما يؤكل لحمه طاهر إلا إذا كانت تأكل النجاسة فبولها نجس، فإن منعت من أكلها ثلاثة أيام لا تأكل فيها إلا طاهرا صار بولها طاهرا(11) . والزيدية: ترى أن بول ما يؤكل لحمه كالإبل طاهر لقوله عليه الصلاة والسلام: ( لا بأس ببول البقر والغنم والإبل) وبول الجلالة نجس(12) .وابن حزم يقول: البول كله من كل حيوان، إنسان أو غير إنسان، مما يؤكل لحمه أو لا يؤكل لحمه، أو من طائر يؤكل لحمه أو لا يؤكل لحمه، فكل ذلك حرام أكله وشربه، إلا لضرورة تداو أو إكراه أو جوع أو عطش فقط، وفرض اجتنابه فى الطهارة والصلاة إلا مالا يمكن فهو معفو عنه(13) .والإمامية قالوا: أن بول الإبل طاهر(14) .والإباضية يرون: أن بول الإبل نجس إذ يقولون أن البول مطلقا من الإنسان والحيوان خبيث لأن النبى صلى الله عليه وسلم سماه خبيثا فكل بول خبيث(15) .

b. KOTORANNYA :

Mayoritas ulama’ menyatakan najis,
1. Zaffar: kotoran hewan yang halal dimakan suci
2. Syafi’iyah : setiap sesuatu yang encer yang keluar dari salah satu jalan dua hukumnya najis walau dari hewan yang halal dagingnya termasuk kotoran onta.
3. Malikiyah : setiap kotoran hewan yang halal dimakan dan tidak memakan najis, hukunya suci, dan onta halal dimakan maka kotoran onta suci.
4. Hanabilah : kotoran hewan yang halal dimakan suci
5. Zaidiyah : kotoran hewan yang halal dimakan seperti onta suci, kalau pemakan kotoran hukumnya najis,
6. Ibnu Hazm ad dzohiri : kotoran onta najis.
7. imamiyah : kotoran onta najis

– Al mausu’ah al fiqhiyah :

أما الأرواث فيقول الأحناف: إنها نجسة عند عامة العلماء وقال زفر: روث ما يؤكل لحمه طاهر(16) .ويقول الشافعية: إن كل ما خرج من السبيلين من حيوان مأكول فنجس كالبعر والروث(17) .ويرى المالكية: أن الروث الخارج من مباح الأكل كالإبل والبقر طاهر إذا لم يعتد التغذى بالنجاسة فإن اعتاد التغذى بها يقينا أو ظنا فروثه نجس(18) .ويرى الحنابلة أن روث الحيوان الذى يؤكل طاهر(19) .ويرى الزيدية أن زبل الإبل والحيوانات المأكولة طاهر، فإذا كانت جلالة كان زبلها نجسا قبل الاستحالة، فأما بعد الاستحالة التامة بتغير اللون والطعم والريح عما كانت عليه فإنه يحكم بطهارته(20) .ويرى ابن حزم الظاهرى: أنه نجس، وتجب إزالته عما يصيبه من جسم الإنسان وثيابه ومكانه وكل ما يخصه لأن الله تعالى أمر على لسان رسوله بإزالته(21) .وقال الإمامية: إن روث الإبل نجس لأن العذرات نجسة

Wallahu a’lamu bisshowab..

Kategori
Uncategorized

S036. HUKUM MENGGERAKKAN TELUNJUK SAAT TASYAHUD

PERTANYAAN :

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Langsung saja Ustadz
Saya punya pertanyaan begini,
Bagaimana hukumnya orang menggerakkan telunjuk/ أصبع di dalam shalat ?

JAWABAN :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Mengerakkan telunjuk atau أصبع di dalam sholat ulama beda pendapat sebagaima ibarah/ hadits dibawah ini disebutkan dalam kitab Miizanul Qubra halaman: 88-87

وقد اختلف أهل العلم في حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم عن تحريك الأصبع فى الصلاة ومن ذلك حديث البيهقي .{وأن رسول الله كان إذا قعد فى الصلاة وضع ذراعه اليمنى على ركبته ورفع أصبعه السبابة قد أحناها شيئا وهو يدعو لا يحركها} مع حديثه أيضا عن وائل بن حجر { أنه رأى رسو ل الله صلى الله عليه وسلم رفع أصبعه يحركها يدعو بها } ومع حديثه أيضا مرفو عا {تحريك الأصبع فى الصلاة مذعرة للشيطان} مرجع الكتاب ميزان الكبرى …ص ٨٦-٨٧”

“Sungguh ulama ahli ilmu berbeda pendapat tentang mengerakkan jari tangan ketika dalam sholat karena ada dua hadits yang agaknya bertentangan dengan demikian terdapat beberapa pendapat :

وعلى ذلك أقوال :

١-أما الحنفية : فيرون رفع السبابة عند النفي في الشهادتين ، يعني : عند قوله : ” لا ” ، ويضعها عند الإثبات

Menurut Mazhab Hanafiyah maka mereka berpendapat mengankat telunjuk ketika kalimat nafiy (لا) di dalam dua tasyahhud letakkan telunjuk ketika menetapkan.

٢- وأما الشافعية : فيرون رفعها عند قوله : ” إلا الله ” .

Menurut Mazhab Imam Syafiiyah : Mereka berpendapat mengangkatnya jari telunjuk ketika perkataan kalimat (إلا الله)

٣- وعند المالكية : يحركها يميناً وشمالاً إلى أن يفرغ من الصلاة.

Menurut Mazhab Malikiyah musholli hendaknya menggerakkan “kekanan dan kekiri”

٤- وعند الحنابلة : يشير بإصبعه كلما ذكر اسم الجلالة ، لا يحركها.

Menurut mazhab Hambali, Musholli memberikan isyarah dengan jarinya, ketika zikir (menyebut Lafdhul JALALAH (الله) dengan tidak mengerakkan jarinya.

وفي النسائي (١٢٧٩)وأبي داود ( ٩٨٩ ) ” كان يشير بأصبعه إذا دعا ولا يحركها “
وهذه الزيادة ( ولا يحركها ) ضعفها ابن القيم في زاد المعاد(1/٢٢٤) وضعفها الألباني في تمام المنّة (ص٢٢٨) .

دلت السنة على أنه يشير بها عند الدعاء لأن لفظ الحديث ( يحركها يدعو بها )، فكلّما دعوت حرِّكْ إشارةً إلى علو المدعو سبحانه وتعالى على هذا فنقول :
السلام عليك أيها النبي ـ فيه إشارة لأن السلام خبر بمعنى الدعاء ـ السلام علينا ـ فيه إشارة ـ اللهم صلّ على محمد ـ فيه إشارة ـ اللهم بارك على محمد ـ فيه إشارة ـ أعوذ بالله من عذاب جهنّم ـ فيه إشارة ـ ومن عذاب القبر ـ إشارة ـ ومن فتنة المحيا والممات ـ إشارة ـ ومن فتنة المسيح الدجال ـ إشارة ـ وكلما دعوت تشير ، إشارةً إلى علو من تدعوه سبحانه وتعالى ، وهذا أقرب إلى السنّة اهـ .
من السنة عند الإشارة أن ينظر إلى السبابة .
قال النووي :
والسنة أن لا يجاوز بصره إشارته وفيه حديث صحيح في سنن أبي داوود

Dengan demikian apabila ketika tasyahhud yakni dalam kalimat dua syahadat sudah jelas dari mazhab yang empat ada yang menggerakkan dan ada yang tidak, namun kalau ketika diwaktu do’a tidak lah bermasalah karena Rasulullah mengerakkannya. karena dengan mengerakkan telunjuk ketika berdo’a dapat menolak syetan (مذعرة للشيطان).

والله تعالى أعلم بالصواب

Kategori
Uncategorized

D009. HUKUM MEMBAWA TULISAN AL QUR’AN KE DALAM WC

PERTANYAAN :

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Mau tanya ustadz..
Bagaimana hukumnya membawa sebagian ayat Al-qur’an yg ditulis dengan huruf latin ke dalam WC.
Mohon penjelasannya ustad..
Terimakasih..

JAWABAN :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Hukum membawa sebagian ayat Al-Qur’an yang ditulis latin Haram dibawa ke WC karena tidak mengagungkan yakni menghinakan sebagaimana diharamkannya menulis Al-Qur’an huruf ‘ajamiy/latin.

Sebagaima ibarah berikut:

قال ع ش أى وغيرهامن كل معظم كما ذكره ابن حجر فى باب الإستنجاء ومن المعظم مايقع فى المكاتبات ونحوها مما فيه اسم الله أو إسم رسوله مثلا فيحرم إهانته…..إعانة الطالبين الحزء الأول ص ٦٨

Diantara sebagian yang diagungkan sebagaima Ibnu Hajar menyebutkan didalam bab bersuci(الإستنجاء)”Diantara barang yang diagungkan adalah sesuatu yang terjadi dalam beberapa tulisan ataupun seumpama tulisan yang didalamnya terdapat Nama Allah atau nama RasulNya maka haram menghina-Nya.

Apabila tulisan Al Qur’an tersebut ada di layar HP maka boleh membawanya dengan cara aplikasi Al Qur’annya ditutup.

إعانة الطالبين
{قوله وينحى الخ } أى ويندب له ان ينحى أى يزيل منه شيء الذي كتب عليه معظم وذلك لما صح أنه صلى الله عليه وسلم كان إذا دخل الخلاء وضع خاتمه وكان نقشه محمد رسول الله، محمد سطر ورسول سطر والله سطر وفي مغني مانصه وهذ الأدب مستحب

“Disunnatkan menghilangkan sesuatu yg ditulis (barang yang diagungkan ) kerana terdapat hadits Shohih “Bahwa Rasulullah saw, manakala masuk ke WC beliau meletakkan cincinya yang bertulis (محمد رسول الله ) محمد Garis رسول garis الله garis. Disebutkan dalam kitab Mughni bahwa cara seperti itu adalah sunnah.

Wallahu a’lamu bisshowab..

Ketik Pencarian