Kategori
Uncategorized

D014. APAKAH SEMUA PERTANYAAN WAJIB DI JAWAB?

PERTANYAAN :

Assalamualaikum Ustadz..

Langsung saja mau tanya,
Apakah setiap pertanyaan harus dijawab, sementara hal yang ditanyakan merupakan hal yg sangat bersifat rahasia?
Lalu bagaimana kaitannya dengan hadits orang yang ditanyai ilmu sementara ia tidak menjawab/atau menyimpannya sedangkan ia tau?

من سئل عن علم فكتمه ألجمه الله يوم القيامة بلجام من النار. ” رواه ابن ماجه “

Mohon jawabannya..

JAWABAN :

Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..

Tidak semua pertanyaan itu harus dijawab, mengapa demikian? karena ilmu itu ada dua yaitu :
1- ilmu lisan dan
2- ilmu hati.
Adapun pertanyaan yang harus dijawab adalah ilmu lisan, yaitu ilmu yang nampak, seperti halnya hukum-hukum mu’amalah, hukum-hukum yang menjelaskan tentang halal dan haram, dan lain sebagainya maka jika dimintai/ atau ditanyaakan tentang hal tersebut maka ia wajib menjawab/ mejelaskan sesuai dengan ilmu pengetahun yang dimilikinya atau yang ia ketahui, karena kalau ia mengetahui dan tidak menjelaskan ketika ditanya maka hukumnya haram, dan akan dibelenggu di akhirat dengan belenggu api neraka. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi (s.a.w) :

عن ابي هريرة رضي الله قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من سئل عن علم فكتمه ألجمه الله يوم القيامة بلجام من النار. ” رواه ابن ماجه “

“Barang siapa yang ditanyai tentang ilmu lalu ia menyimpannya (tidak menjelaskannya) maka Allah akan membelenggunya dihari kiamat dengan belenggu api neraka”

Sedangkan pertayaan yang tidak harus dijawab ialah ilmu yang bersifat rahasia (hati) sedang urusan hati hanyalah yang melihatnya, hanya Allah swt, sebagaimana Rasulullah bersabda :

Rasulullah bersabda :

العلم علمان ، علم في القلب فذلك علم النافع وعلم في اللسان فذلك حجة الله على ابن أدم رواه الخطيب عن جابر
مختار الحديث ص ١١٦

“Ilmu itu ada dua :
1- ilmu hati, Yaitu ilmu yang bermanfaat.
2- ilmu lisan, Yaitu hujjah/ dalil atas anak Adam.
Contoh bahwa tidak semua pertanyaan bisa dijawab dijelaskan Assyaih Athoillah dalam kitab Alhikam.

(غيث المواهب العليۃ في شرح الحكم العطاءيۃ,صحيفۃ ٢٣٣)ما العارف من اذا اشار وجد الحق اقرب اليه من اشارته,بل العارف من لا اشارۃ له,لفناءه في وجوده وانطواءه في شهوده.

Bukanlah orang yang ‘aarif (yang ahli ma’rifat), yaitu orang yg jika orang itu memberi isyarot maka orang yg ‘aarif itu menemukan kepada Allah lebih dekat dari isyarohnya.
Tapi yg dikatakan ‘aarif adalah orang yg tidak ada isyaroh bagi dia, disebabkan karena (perasaan didalam orang ‘aarif) tentang fana’nya orang ‘aarif itu didalam wujudnya Allah, dan disebabkan karena orang yg ‘aarif itu dilipat didalam menyaksikan (didalam hatinya) kepada Allah.
Artinya, jika kita bertanya kepada orang yg ‘aarif (yang ahli ma’rifat kepada Allah) tentang rahasia ketuhanan, maka orang yg ‘aarif itu tidak akan menjawab, karena dia itu sangat asyik didalam menyaksikan dzat Allah dari bashirohnya (dari mata hatinya).

imam asysyibli berkata:

وكل اشارۃ اشار بها الخلق الی الحق فهي مردودۃ عليهم,حتی يشيروا الی الحق بالحق وليس لهم ذلك طريق

Semua isyaroh, yg mana makhluk itu memberi isyaroh dengan isyaroh itu kepada pengenalan kepada Allah,maka isyaroh itu ditolak dari makhluk, sampai makhluk itu memberi isyaroh kepada pengenalan kepada Allah(dengan melalui Allah).Dan tidak ada jalan bagi makhluk untuk mengenal secara haqiqat kepada Allah.
Artinya tidak setiap pertanyaan itu wajib dijawab. Kalau pertanyaannya itu mengenai pengenalan kepada haqiqat Allah (haqiqat ketuhanan) itu sulit jawabannya.

“Apabila seseorang bertanya pada orang lain, apakah malam ini baik untuk di gunakan akad nikah atau pindah rumah maka pertanyaan seperti tidak perlu dijawab, karena nabi pembawa syariat melarang meyakini hal semacam itu dan mencegahnya dengan pencegahan yang sempurna maka tidak ada pertimbangan lagi bagi orang yang masih suka mengerjakannya, Imam Ibnu Farkah menuturkan dengan menyadur pendapat Imam syafii : Bila ahli nujum tersebut meyakini bahwa yang menjadikan segala sesuatu hanya Allah hanya saja Allah menjadikan sebab akibat dalam setiap kebiasaan maka keyakinan semacam ini tidak apa-apa yang bermasalah dan tercela adalah bila seseorang berkeyakinan bahwa bintang-bintang dan makhluk lain adalah yang mempengaruhi akan terjadinya sesuatu itu sendiri (bukan Allah). Lihat Ghayat al Talkhis al Murad Hal 206 :

(مسألة) إذا سأل رجل اخر هل ليلة كذا او يوم كذا يصلح للعقد او النقلة فلا يحتاج إلي جواب لان الشارع نهي عن اعتقاد ذلك وزجر عنه زجرا بليغا فلا عبرة بمن يفعله. وذكر ابن الفركاح عن الشافعي انه ان كان المنجم يقول ويعتقد انه لايؤثر الا الله ولكن أجري الله العادة بأنه يقع كذا عند كذا . والمؤثر هو الله عز وجل. فهذه عندي لابأس فيه وحيث جاء الذم يحمل علي من يعتقد تأثير النجوم وغيرها من المخلوقات. وافتى الزملكاني بالتحريم مطلقا. اهـ

Wallahu a’lamu bisshowab..

Kategori
Uncategorized

N038. STATUS MERTUA TIRI DALAM HAL KEMAHRAMAN

PERTANYAAN :

Assalamualaikum Ustadz

Diskripsi :
Saya mempunyai mertua pernah menikah dgn seorang wanita kemudian cerai, kemudian menikah kembali dgn seorang wanita dan dikaruniai seorang anak perempuan yang menjadi istri saya. Kemudian ayah mertua menikah lagi dengan wanita lain dan tidak dikaruniai anak.

Pernyataannya,
Apakah saya dengan mantan istri mertua saya berstatus mahrom? Dan apakah saya dengan istri ayah Mertua saya yang ketiga juga Mahrom?

Mohon penjelasan para ustadz dan kiai..

JAWABAN :

Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..

Istri-Istri dari mertua selain ibu kandung dari istri kita bukanlah mahram, kita boleh menikahi mereka apabila mereka cerai dari mertua kita, Dengan demikian istri-istri mertua yang menjadi mahram kita hanyalah ibu kandung dari istri kita.

Disebutkan dalam al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat 22

وَلاَ تَنْكِحُوْا مَا نَكَحَ أبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ

“Dan janganlah kamu menikahi istri-istri ayah kamu”.

Maksud ayat ini adalah larangan kepada anak kandung menikahi istri-istri dari ayah kandungnya.

Disebutkan pula tentang larangan menikahi ibu mertua dalam surah An-Nisa’ ayat 23

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهَاتُكُمْ ….. ….. وَاُمَّهَاتُ نِسَاءِكُمْ

“Diharamkan atas kalian Ibu-ibu kalian ……. ….. dan Ibu-ibu dari istri–istri kalian.”

Berkenaan dengan hal ini dijelaskan dalam kitab Qurrat al-‘Ain hal. 208 :

أن التحريم خاص بأم الزوجة وأمهاتها وإن علون فقط. أما زوجات أبيها الباقيات فلايحرمن علي الزوج. وذلك لفقد المعني الذي من أجله حرمت أم الزوجة في قوله تعالي”أمهات نسأئكم” وهو أن الله تعالي جعلها محرمة علي زوج بنتها بمجرد العقد علي البنت لاحتياجه اليها. بل لاضطراره اليها لتفريب وجهة النظر بينه وبين الزوجة وتوفير اسباب الألفة بينهما. وهذا المعني مفقود من بقية زوجات الأب لأنهن ضرائر لأمها فلا يسرهن صلاح حالها مع زوجها كما هو المعروف من طبيعة الحال والعرف

Sesungguhnya keharaman yang dimaksud disini adalah khusus pada ibu dari istri dan nenek-neneknya sampai keatas saja, adapun istri-istri dari ayah mertua yang lain, tidaklah mahram bagi sang suami. Hal ini karena ayat yang menjelaskan tentang “keharaman ibu-ibu istri” dalam ayat “أمهات نسأئكم” tidak mengandung makna yang mengarah kepada istri-istri mertua yang lain. Dalam ayat ini Allah menjadikan mertua perempuannya mahram bagi suami dari anaknya sendiri yang disebabkan terjadinya aqad atas sang anak perempuannya karena kebutuhan suami kepadanya.

Wallahu a’lamu bisshowab..

Kategori
Uncategorized

HADITS KE 91 : ANJURAN MENGGABUNGKAN AIR DENGAN BATU DALAM BERISTINJAK

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TATA CARA BUANG HAJAT

HADITS KE 91 :

وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سَأَلَ أَهْلَ قُبَاءٍ فَقَالُوا: إِنَّا نُتْبِعُ اَلْحِجَارَةَ اَلْمَاءَ ) رَوَاهُ اَلْبَزَّارُ بِسَنَدٍ ضَعِيف وَأَصْلُهُ فِي أَبِي دَاوُدَ وَاَلتِّرْمِذِيّ

وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه بِدُونِ ذِكْرِ اَلْحِجَارَة

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam setelah bertanya kepada penduduk Quba beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah memuji kamu sekalian.” Mereka berkata: Sesungguhnya kami selalu beristinja’ dengan air setelah dengan batu. Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dengan sanad yang lemah. Asal hadits ini ada dalam riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi.

Hadits tersebut dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah dari hadits Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu tanpa menyebut istinja’ dengan batu

MAKNA HADITS :

Agama Islam adalah agama paling suci yang diketahui oleh sejarah umat manusia dalam usahanya yang gigih untuk senantiasa menjaga kebersihan, disiplin dan akhlak mulia. Islam menganjurkan untuk melakukan istijmar dengan batu untuk
menghilangkan ‘ain najis, kemudian diikuti dengan basuhan air untuk
melenyapkan bekasnya. Islam memuji orang yang konsisten mengamalkan cara tersebut ketika bersuci. Menggabungkan bersuci antara batu dengan air mengandung hikmah yang amat besar dan berkesan yang luar biasa dalam menghilangkan ‘ain najis serta bekasnya.

FIQH HADITS :

1. Disyari’atkan beristinjak dengan air dan menggunakan air lebih sempurna
berbanding menggunakan batu, kerana ia memiliki kemampuan pembersih dan orang yang melakukannya mendapat pujian.

2. Diutamakan menggabungkan air dengan batu dalam beristinjak (bersuci
sesudah buang air).

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
Uncategorized

N027. KEUTAMAAN SEORANG ISTRI ANTARA IBADAH DZIKIR DENGAN MELAYANI SUAMI DI DAPUR

PERTANYAAN :

Assalamualaikum Ustadz..

Saya mau tanya, lebih utama mana bagi seorang istri ibadah sesudah subuh sampai terbit matahari daripada meladeni keluarga untuk memasak di dapur?

JAWABAN :

Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..

Berdasarkan pendapat para ulama sebagaimana yang akan diuraikan dibawah ini, kami berpendapat; bahwa seorang istri lebih baik membantu suami dalam pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci dan pekerjaan-pekerjaan rumah lainnya, daripada berlama-lama mengerjakan ibadah sunah (mahdlah) sedangkan pekerjaan rumah tangga dan kebutuhan anak-anaknya terbengkalai, sehingga aktifitas suami dalam mencari nafkah dan anak-anaknya dalam mencari ilmu tidak maksimal. walaupun menurut madhab Syafii pekerjaan-pekerjaan dalam rumah tangga bukanlah kewajiban istri tapi kewajiban suami.

Berikut pendapat para ulama:

(الموسوعۃ الفقهيۃ,جز ٢٩,صحيفۃ ٤٥)

خدمۃ الزوجۃ لزوجها وعكسه ٨١-لا خلاف بين الفقهاء في ان الزوجۃ يجوز لها ان تخدم زوجها في البيت سواء اكانت ممن تخدم نفسها او ممن لا تخدم نفسها الا انهم اختلفوا في وجوب هذه الخدمۃ فذهب الجمهور (الشافعيۃ والحنابلۃ وبعض المالكيۃ) الی ان خدمۃ الزوج لا تجب عليها لكن الاءولی لها فعل ما جرت العادۃ به

Tidak ada perbedaan pendapat diantara ahli fiqh tentang bolehnya istri membantu suami dalam mengurus pekerjaan rumah tangga (seperti memasak dan mencuci), akan tetapi mereka berbeda pendapat apakah membantu suami dalam pekerjaan rumah tangga wajib bagi istri apa tidak?. Dalam hal ini mayoritas Ulama Syafi’iyah, Hanabalah dan malikiyah berpendapat tidak wajib, akan tetapi lebih baik bagi istri mengerjakan pekerjaan rumah tangga sesuai adat setempat.

وذهب الحنفيۃ الی وجوب خدمۃ المراءۃ لزوجها ديانۃ لا قضاء لأن (النبي صلی الله عليه وسلم قسم الأعمال بين علي وفاطمۃ رضي الله عنهما فجعل عمل الداخل علی فاطمۃ وعمل الخارج علی علي) ولهذا فلا يجوز للزوجۃ عندهم ان تأخذ من زوجها اجرا من اجل خدمتها له.

Sedangkan Ulama Hanafiyah berpendapat; istri wajib membantu pekerjaan rumah tangga, ini menurut sudut pandang agama bukan hukum positif undang-undang pemerintah. karena sesungguhnya Nabi SAW. membagi pekerjaan antara Sayyidatina Fatimah dan Sayyidina Ali, pekerjaan rumah tangga diberikan kepada Sayyidatina Fatimah sedangkan pekerjaan di luar rumah diberikan kepada Sayyidina Ali. oleh karena itu (menurut Ulama Hanafiyah) tidak boleh seorang istri mengambil upah dari suaminya karena telah membantu pekerjaan rumah tangga.

وذهب جمهور المالكيۃ وابو ثور وابو بكر ابن ابي شيبۃ وابو اسحاق الزوجزاني الی ان علی المراءۃ خدمۃ زوجها في الاءعمال الباطنۃ التي جرت العادت بقيام الزوج بمثلها

Adapun mayoritas Ulama Malikiyah berpendapat bahwa; wajib atas istri membantu suaminya dalam pekerjaan rumah tangga sebagaimana kebiasaan yang berlaku, hal ini berdasarkan kisah Sayyidina Ali dan Sayyidatina Fatimah.

ان النبي صلی الله عليه وسلم قضی علی ابنته فاطمۃ بخدمۃ البيت وعلی علي بما كان خارج البيت من الأعمال

Bahwasanya Nabi memutuskan agar Sayyidatina Fatimah membantu bekerja di rumah dan Sayyidina Ali di luar rumah.

Dan berdasarkan hadits di bawa ini:

لو امرت احدا ان يسجد لأحد لأمرت المراءۃ ان تسجد لزوجها، ولو ان رجلا امر امراءته ان تنقل من جبل احمر الی جبل اسود ومن جبل اسود الی جبل احمر لكان نولها ان تفعل

Andaikata aku (pantas) memerintahkan seseorang sujud kepada orang lain maka akan aku perintahkan perempuan sujud kepada suaminya. dan andaikan seorang suami memerintahkan istrinya pindah dari gunung merah ke gunung hitam demikian pula jika memerintahkan sebaliknya, maka pastikan dia melakukannya.

(الموسوعۃ الفقهيۃ,جز ٢٩,صحيفۃ ٤٥)
قال الجوزجاني فهذه طاعته فيما لا منفعۃ فيه فكيف بموءنۃ معاشه؟ ولأن النبي صلی ﷲ عليه وسلم (كان يأمر نساءه بخدمته فيقول يا عائشۃ اطعمينا يا عائشۃ هلمي المديۃ,واشحذيها بحجر)

Imam Jauzujani berkata (dalam mengomentari hadits diatas) ini ketaatan dalam hal yang tidak ada manfaatnya (tidak penting), lalu bagaimana dengan pentingnya ketaatan yang semestinya dilakukan dalam hal yang berhubungan dengan pemenuhan biaya hidup?
Karena sesungguhnya Nabi SAW. memerintahkan para istrinya agar melayaninya (membantunya), Nabi bersabda “wahai Aisyah! berilah kami makanan. Wahai Aisyah bawakan pisau kemari dan tolong asah dengan memakai batu.

Dalam sebuah hadits disebutkan :

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ

“Apabila seorang wanita sholat lima waktu, berpuasa bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dari zina, dan taat kepada suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki.” [HR. Ibnu Hibban dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Shahihut Targhib: 1931]

Wallahu a’lamu bisshowab..

Kategori
Uncategorized

D013. SAMAKAH FADHILAH NGAJI DI MEDIA SOSIAL (YOUTUBE, MP3, GOOGLE, FB, WA) DENGAN NGAJI DI MAJELIS ILMU

PERTANYAAN :

السلام عليكم ورحمة الله وبركة

Mohon pendapatnya tentang mengaji di mp3, mp4, youtube (mendengarkan ceramah) apakah termasuk pada hadits? :

“جلو سك ساعة في مجلس العلم لاتكتب فيه حرفا ولاتمسوه فيه قلما خير لك من الف ركعة”

JAWABAN :

والسلام عليكم ورحمةالله وبركة

Pada dasarnya belajar, mengaji, mengambil ilmu dan hikmah dari mana saja kita bisa mendapatkannya itu sangat dianjurkan, termasuk mengambilnya dari hp, TV, youtube, google dan lain sebagainya itu sangat dianjurkan oleh Rasulullah saw. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits :

خذ الحكمة ولا يضرك من اي وعاء خرجت ” رواه الًديلمي عن ابن عباس مرفوعا”
Ambilah hikmah (pengertian), hal tersebut tidak akan membahayakanmu dari wadah mana saja hikmah itu keluar. (HR. Addailami dari Ibnu Abbas RA.)

Namun tentunya mengambil ilmu dari hp, google, TV, dll. keutamaannya tidak sama dengan berhadapan langsung dengan para guru. Karena pada zaman Rasulullah saw, para sahabat, tabi’in dan para salafussholeh proses mencari ilmu itu terjadi dengan الجلوس في مجلس العلم duduk bersama antara muballigh (guru, kiyai, ustad) dengan pendengar (murid, santri) di dalam majlis ilmu. Dan di dalam duduk bersama itu terjadi interaksi langsung antara muballigh dan murid, dan juga terjadi penghormatan murid kepada muballigh.

BAKTI KEPADA GURU MEMBUAT ILMU BERMANFAAT

Para Salafus sholeh, suri tauladan untuk manusia setelahnya telah memberikan contoh dalam penghormatan terhadap seorang guru. Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata,

كنا جلوساً في المسجد إذ خرج رسول الله فجلس إلينا فكأن على رؤوسنا الطير لا يتكلم أحد منا

(kunnaa juluusan fil masjidi,idz khoroja rosuululloohi,fa jalasa ilainaa,faka anna ‘alaa ru uu sinaa ath thoiro,laa yatakallamu ahadun minnaa)
“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).

Ibnu Abbas seorang sahabat yang ‘alim, mufasir Quran umat ini, seorang dari Ahli Bait Nabi pernah menuntun tali kendaraan Zaid bin Tsabit al-Anshari radhiallahu anhu dan berkata,

هكذا أمرنا أن نفعل بعلمائنا

“Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan para ulama kami”.

Berkata Abdurahman Al Aslami,

ما كان إنسان يجترئ على سعيد بن المسيب يسأله عن شيء حتى يستأذنه كما يستأذن الأمير

“Tidaklah sesorang berani bertanya kepada Said bin Musayyib, sampai dia meminta izin, layaknya meminta izin kepada seorang raja”.

Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata,

مَا وَاللَّهِ اجْتَرَأْتُ أَنْ أَشْرَبَ الْمَاءَ وَالشَّافِعِيُّ يَنْظُرُ إِلَيَّ هَيْبَةً لَهُ

“Demi Allah, aku tidak berani meminum air dalam keadaan Asy-Syafi’i melihatku karena segan kepadanya”.

Diriwayatkan oleh Al–Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan,

تواضعوا لمن تعلمون منه

” Tawadlu’lah kalian semua terhadap orang yang kalian tahu darinya ”

Al Imam As Syafi’i berkata,

كنت أصفح الورقة بين يدي مالك صفحًا رفيقًا هيبة له لئلا يسمع وقعها

“Dulu aku membolak balikkan kertas di depan Malik dengan sangat lembut karena segan padanya dan supaya dia tak mendengar jatuhnya kertas itu”.

Jelas tidak sama karena karena orang yang berjalan mencari ilmu
Melaikat menghaparkan sayapnya.

Kemudian ini hadits sebagai gambaran lagi :
كن عالما او متعلما او مستمعا او محبا ولاتكن خامسا..
Jadilah kamu sebagai orang yang alim atau pelajar atau orang yang mendengarkan atau orang yg cinta pada orang yang belajar jgn kamu orang yang kelima.

keterangan diatas menunjukkan bahwa interaksi langsung antara penceramah (guru,kiyai,ustad) dengan pendengar (murid) itu lebih utama daripada interaksi yang tidak langsung (melalui Hp, TV, internet) antara penceramah (guru,kiyai,ustad) dengan pendengar (murid).

ونظرك الی وجه العالم خير لك من الف فرس تصدقت بها في سبيل الله
“Pandanganmu terhadap wajah orang ‘alim lebih baik bagimu di bandingkan bersedekah 1000 mudah dijalan Allah ”
yang mana hadits ini merupakan nash yang jelas mengenai lebih banyak pahalanya mengaji (belajar) langsung kepada orang yg alim.

والله أعلم بالصواب

Kategori
Uncategorized

M037. HUKUM MENGGUNAKAN DANA ATAU BARANG MILIK MASJID

PERTANYAAN :

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Saya mau nanya dalam masalah penggunaan dana masjid.

a). Bagaimana hukumnya menggunakan speaker masjid untuk kepentingan umum. Seperti pengumuman posyandu, berita kematian, ronda malam dll?

b). Bagaimana caranya jika menggunakan alat masjid untuk kepentingan pribadi?

c). Bagaimana hukumnya menggunakan dana masjid yang telah terkumpul dari kotak jariyah untuk acara ceremony (mauludan, rojaban, sunatan massal dll.). Sedangkan semua biaya, baik bisyaroh, konsumsi dan lain lain diambilkan dari dana tersebut ?

JAWABAN :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

a). Apabila speaker tersebut berstatus wakaf, maka diperbolehkan jika wakif tidak mensaratkan wakafnya hanya untuk keperluan masjid, dan sudah tradisi speaker tersebut digunakan untuk keperluan seperti pada deskripsi. Jika speaker tersebut bukan barang wakaf, maka diperbolehkan dengan catatan terdapat maslahah yang kembali pada masjid atau masyarakat.

Referensi

حاشية إعانة الطالبين (1/ 69)

وَسَيَذْكُرُ الشَّارِحِ فِي بَابِ الْوَقْفِ أَنَّهُ حَيْثُ أَجْمَلَ الْوَاقِفُ شَرْطُهُ اُتُّبِعَ فِيْهِ الْعُرْفُ الْمُطَّرِدُ فِي زَمِنِهِ لِاَنَّهُ بِمَنْزِلَةِ شَرْطِ الْوَاقِفِ.

Terjemah: Apabila orang yang wakaf itu memutlakkan syaratnya maka mengikuti kebiasaan jamannya orang yang berwakaf tersebut karena kebiasaan tersebut posisinya sama dengan syarat orang yang wakaf.

الفتاوى الفقهية الكبرى (3/ 155)

وَأَنَّ الْمَسْجِدَ حُرٌّ يَمْلِك فَلَا يَجُوزُ التَّصَرُّفُ فيه إلَّا بِمَا فيه مَصْلَحَةٌ تَعُودُ عليه أو على عُمُومِ الْمُسْلِمِينَ

Terjemah: Sesungguhnya masjid itu seperti orang yang merdeka yang bisa memiliki sesuatu maka tidak dibolehkan menggunakan barang masjid kecuali ada maslahat yang kembali kepada masjid atau untuk kepentingan orang-orang muslim

b). Di dalam penggunaan yang tidak diperbolehkan, si pengguna diharuskan membayar بأقصى القيم (dengan standart harga yang paling tinggi mulai terjadinya penggunaan sampai pembayaran).

Referensi :

1. إعانة الطالبين الجزء الثالث ص : 176 – 177 دار الفكر.

فلو شغل المسجد بأمتعة وجبت الأجرة له فتصرف لمصالحه على الأوجه (قوله فلو شغل المسجد الخ) لا يظهر تفريعه على ما قبله وعبارة الروض وشرحه وينتقل ملك الموقوف إلى الله تعالى وجعل البقعة مسجدا أو مقبرة تحريرا لها كتحرير الرقبة فى أن كلا منهما ينتقل إلى الله تعالى وفى أنهما يملكان كالحر وفى أنهما لو منع أحد المسلمين منهما بغلق أو غيره ولم ينتفع بهما لا أجرة عليه اهـ باختصار وعبارة المنهاج وشرحه لابن حجر والأصح أنه إذا شرط فى وقف المسجد اختصاصه بطائفة كالشافعية اختص بهم فلا يصلى ولا يعتكف فيه غيرهم وبحث بعضهم أن من شغله بمتاعه لزمه أجرته لهم وفيه نظر إذ الذى ملكوه هو أن ينتفعوا به لا المنفعة كما هو واضح فالأوجه صرفها لمصالح الموقوف اهـ إذا علمت ذلك فكان الأولى للمؤلف أن يذكر قبل التفريع ما يتفرع عليه بأن يقول وجعل البقعة مسجدا تحرير لها كتحرير الرقبة فيملك كالرقبة المحررة ثم يفرع عليه ويقول فلو شغل المسجد الخ (قوله وجبت الأجرة له) أى للمسجد لأنه يملك وقوله فتصرف لمصالحه هذا معنى وجوب الأجرة له وقوله على الأوجه متعلق بوجبت ومقابله يقول تجب الأجرة لمن خصه الواقف بالمسجد كما يعلم من عبارة ابن حجر المارة آنفا

2. هامش حاشية الباجورى الجزء الثانى ص : 12 – 15 دار الفكر.
(ومن غصب مالا لأحد لزمه رده لمالكه) ولو غرم على رده أضعف قيمته (و) لزمه أيضا (أرش نقصه) إن نقص كمن غصب ثوبا فلبسه أو نقص من غير لبس (و) لزمه أيضا (أجرة مثله) عما لو نقص المغصوب بخص سعره فلا يضمنه الغاصب على الصحيح وفى بعض النسخ ومن غصب مال امرىء أجبر برده إلخ (فإن تلف) المغصوب (ضمنه) الغاصب (بمثله إن كان له) أى المغصوب (مثل) والأصح أن المثلى ما حصره كيل أووزن وجاز السلم فيه كنحاس وقطن لا غالية ومعجون وذكر المصنف ضمان المتقوم بقوله (أو) ضمنه (بقيمته إن لم يكن له مثل) بأن كان متقوما واختلفت قيمته (أكثر ما كانت من يوم الغصب إلى يوم التلف) والعبرة فى القيمة بالنقد الغالب فإن غلب النقدان وتساويا قال الرافعى عين القاضى واحدا منهما اهـ

c). Penggunaan dana masjid yang terkumpul dari amal jariyah untuk hal hal seperti di atas hukumnya ditafsil:

~Tidak diprbolehkan apabila dana tersebut diberikan untuk pembangunan masjid.

~Diperbolehkan bila dana tersebut diberikan untuk kemaslahatan masjid dan acara tersebut bisa menambah semaraknya/ ramainya masjid.

Referensi :

1. بغية المسترشدين ص : 65 دار الفكر
(مسئلة ب) يجوز للقيم شراء عبد للمسجد ينتفع به لنحو نزح إن تعينت المصلحة فى ذلك.
إذ المدار كله من سائر الأولياء عليها نعم لا نرى للقيم وجها فى تزويج العبد المذكور كولى اليتيم إلا أن يبعه بالمصلحة فيزوجه مشتريه ثم يرد للمسجد بنحو بيع مراعيا فى ذلك المصلحة ويجوز بل يندب للقيم أن يفعل ما يعتاد فى المسجد من قهوة ودخون ونحوهما مما يرغب نحو المصلين وإن لم يعتد قبل إذا زاد على عمارته

“Diperbolehkan bahkan disunnahkan bagi takmir melakukan sesuatu yang biasa dilakukan di masjid,
seperti menyediakan kopi, rokok dan sesuatu yang disukai para jama’ah
walaupun hal ini tidak dibiasakan sebelumnya apabila uang kas ini sudah melebihi untuk pembangunan masjid”.
Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 65

2. فتح الاله المنان للشيخ سالم بن سعيد بكير باغيثان الشافعي ص : 150

سئل رحمه الله تعالى عن رجل وقف اموالا كثيرة على مصالح المسجد الفلاني وهو الان معمور وفي خزنة المسجد من هذا الوقف الشئ الكثير فهل يجوز اخراج شئ من هذا الوقف لاقامة وليمة مثلا يوم الزينة ترغيبا للمصلين المواظبين ؟ فا جاب الحمد لله والله الموافق للصواب الموقوف على مصالح المساجد كما في مسئلة السؤال يجوز الصرف فيه البناء والتجصيص المحكم و في أجرة القيم والمعلم والامام والحصر والدهن وكذا فيما يرغب المصلين من نحو قهوة وبخور يقدم من ذلك الاهم فالاهم وعليه فيجوز الصرف في مسئلة السؤال لما ذكره السائل اذافضل عن عمارته ولم يكن ثم ما هو اهم منه من المصالح اهـ

Beliau (mualif kitab ini) di tanya tentang seseorang yg mewakafkan hartanya yg sangat banyak untuk kemaslahatan masjid dan sekarang masjid tersebut telah makmur (banyak yg ibadah disana) dan ada di kas masjid harta wakaf orang tersebut masih lebih karena sangat banyaknya ,

Maka apakah boleh mengeluarkan sebagian harta wakof ini untuk suatu acara agar orang orang yg solat lebih giat lagi ?

Maka beliau menjawab :
Segala puji bagi allah dan allah jua lah yg memberikan jalan kepada kebenaran.
Harta harta yg di wakofkan untuk kemaslahatan masjid , sebagaimana pada soal tsb ,
Boleh mentasarufkan harta wakof tsb untuk pembangunan , pengecatan , gaji marbot , asatidz , imam , begitu pula boleh untuk membuat lebih giat lagi orang yg solat seperti menyajikan kopi , bukhur(asap yg wangi untuk mewangikan masjid)
akan tetapi semua harta wakaf itu harus di utamakan mana yg lebih penting ,

Oleh karena itu boleh mentasarufkan harta tsb untuk pertanyaan tadi dg syarat harta tsb sudah lebih dari kebutuhan masjid maka boleh mentasarufkannya untuk kemaslahatan masjid (seperti menjamukan kopi tadi , bukhur dll). Fathul ilahil manan hal 150. Karangan syekh salim bin said.

3. فتاوى بافضل ص:100

ما قول العلماء نفع الله بهم في مسجد عليه اوقاف.اراد جماعة من طلب العلم احياء بين العشاءين فيه لقراءة بعض كتب الفقه فهل للناظر ان يصرف لهم من غلة الوقف مما يكفي السريح لهم. لان السراح الذي لقراءة الحزب لا يمكنهم القراءة عليه ام لا؟ يجوز للناظر ان يصرف لهم مما يكفي التسريج للقرأة المذكورفي السؤال, والحال ما ذكر السائل, من غلة وقف المسجد الزائدة على عمارته واهم مصالحه ان لم يتوقع طرؤه اهم منه,والا فليس له ذالك,لان قرأة الفقه فيه كقراءة القراءن وهي من المصالح لان فيها احياء له, قال في القلائد:وافتى بعض اهل اليمن بحواز صرف الزائد المتسع لدراسة علم او قراءن فيه (المسجد) ,قال لانه لا غاية له.

Apa pendapat para ulama tentang masjid yg ada padanya harta harta wakaf karena ada sebagian santri (para pencari ilmu) ingin menghidupkan antara waktu magrib dan isya di dalam masjid untuk mempelajari kitab kitab fiqh
maka apakah boleh bagi pengelola wakaf untuk menggunakan harta wakaf tsb untuk keperluan menerangi mereka karena lampu yg mereka gunakan tidak cukup bagian sebagian kelompok yg lain?

Maka beliau menjawab :
Boleh menggunakan harta wakaf untuk keperluan menerangi mereka untuk mempelajari fiqh di masjid akan tetapi hal itu jika harta tersebut lebih dari pembangunan untuk masjid (jadi jika masih di butuhkan untuk membangun masjid maka tidak boleh) ,
kebolehan tsb karena mempelajari ilmu fiqh itu disamakan dg membaca alquran karena sama sama untuk memakmurkan masjid.

Telah berkata di kitab qolaid : telah berfatwa sebagian ulama yaman akan kebolehannya menggunakan harta wakaf yg berlebih untuk menggunakannya untuk mempelajari ilmu dan membaca quran di masjid.
(Fatwa syekh bafadhol hal 100).

والله تعالى اعلم بالصواب

Kategori
Uncategorized

S038. SHALAT BAGI ORANG YANG BINGUNG MENENTUKAN ARAH KIBLAT

PERTANYAAN :

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Saya mau nanya Ustadz..

Bagaimana cara salat diatas kapal laut/perahu baik shalat sunnah ataupun wajib, sementara situasinya mendung dan kabut tebal sehingga arahnya kiblat tidak jelas?

JAWABAN :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Caranya shalat bagi orang yang berada diatas kapal laut/ perahu baik shalat sunnah atau pun shalat wajib maka ditafshil sebagaimana berikut :

a- Diantara syarat sahnya shalat adalah menghadap kiblat, namun jika seseorang kebingungan tentang arah kiblat, sedangkan ia sudah berusaha dengan sekuat tenanga untuk menemukan arah kiblat sementara tetap tidak menemukan titik temu arah kiblat yang sebenarnya dikarenakan kabut ataupun hujan yang luar biasa maka ia dapat melaksanakan shalat menurut kemampuan dan keyakinannya, karena syarat menjadi gugur disebabkan tidak mampu untuk menemukannya. Dalam hal ini berdasarkan pada firman Allah swt,

ولله المشرق والمغرب فأينما تولوا فثم وجه الله… الاية. الى ان قال… فقد نزلت هذه الاية فيمن كان في سفر وأضاع القبلة فلم يعرف جهتها،فإنه يجتهد ويتحرى ثم يصلي فإلى اي جهة صلى تصح صلاته،ولاتجب عليه إعادة الصلاة فيما اذا تبين له بعد الانتهاء خطاء توجهه.
فالاية اذا ليست عامة وانما هي خاصة فيمن جهل القبلة فلم يعرف جهتها.

مأخوذ : التبيان في علوم القرأن للشيخ علي الصابوني. ص ١٩-٢٠

“ayat ini turun bagi orang yang bingung akan arah qiblat, maka dia boleh menghadap kearah manapun yang diyakini qiblat. Dan ketika sudah selesai shalat, dia tidak usah mengulangi shalatnya seandainya keliru arah qiblat.

Juga dalam ayat lain Allah swt, berfirman :

لايكلف الله نفسا إلا وسعها لها ماكسبت وعليها مااكتسبت ربنا لاتأخذنا إن نسينا أو أخطعنا ربنا ولاتحمل علينا إصرا كما حملته على الذين من قبلنا ربنا ولاتحملنا مالاطاقة لنابه به واغفر لنا وارحمناأنت مولانا فانصرنا على القوم الكافرين.{ البقرة:٢٨٦}.

Senada dengan ayat diatas Rasulullah swt, bersabda:

وإذا امرتكم بأمر فأتوا منه مااستطعتم رواه البخار ومسلم

“Dan manakala aku memerintahkan kepadamu sekalian maka lakukanlah semampu kalian. {HR.Bukhari, No:7288 dan Muslim, No: 1327}.

أماالتفصيل عن الصلاة النافلة او الفريضة في السفينة كما يأتي في مغنى المحتاج.

Sedang rincian shalat sunnah dan wajib diperahu sebabagaimana dijelaskan dalam kitab.

مغنى المحتاج
الصلاة
إتفق الفقها على جواز الصلاة في السفينة، من حيث الجملة ، بشرط ان يكون المصلى مستقبل القبلة عند افتتاح الصلاة ، وأن يدور إلى جهة القبلة إن دارت السفينة لغيرها إن أمكنه ذلك، لوجوب الإستقبال. ولافرق ذلك بين الفريضة اوالنافلة لتيسره استقباله.
وخالف الحنابلة في النافلة، وقصروا وجوب الدواران إلى القبلة على الفريضة فقط، ولايلزمه أن يدور في النفل للحرج والمشقة، وأجتزوا ذلك للفلاخ: ألا يدوى في الفرض ايضا لحاجته لتيسير السفينة
(١) وللتفصيل انظر مُصْطَلَحَ (قبلة).

“Ulama fiqhih sepakat atas diperbolehksnnya salat diperahu sekiranya berkumpulnya syarat: Yaitu musholli hendaknya menghadap kiblat ketika membuka salat. Dan musholli hendaknya berputar kekiblat manakala petahunya berputar kearah lainya kiblat, ketika hal itu bisa, karena wajibnya menghadap kiblat. Dan tiada perbedaan antara salat wajib dan shalat sunnah dalam soal tersebut, karena mudahnya menghadapnya.

Madzhab Hanabilah berbeda pendapat, menurut mereka ia harus meringkas dan wajib memutarkan-Nya kearah kiblat untuk salat fardlu saja. Dan mereka (Hanaabilah) berpendapat tidak wajib berbutar didakam shalat sunnah karena haraj dan musyakkat. Dan mereka memperbolehkan hal tersebut bagi orang nelayan.

Dan tafshil lihat “Mustholah” (Qiblah,).
Selanjutnya dijelaskan dalam kitab Al-Um.

Selanjutnya dijekaskan Di dalam kitab Al Umm: Dan tidak diperkenankan bagi orang yang naik perahu, rakit atau sesuatu yang ia kendarai dilaut untuk shalat sunat sesuai arah perahunya tapi dia menghadaplah kiblat meskipun ia tenggelam maka bergantunglah pada kayu, shalatlah dengan menghadap arah kiblat dengan menggunakan isyarat kemudian baginya wajib mengulangi setiap shalat wajib yang ia kerjakan dalam kondisi tersebut bila ia mengerjakan shalatnya dengan tidak menghadap kiblat dan tidak perlu baginya mengulangi shalat wajibnya dalam kondisi tersebut bila ia kerjakan dalam posisi ia menghadap kiblat.

Inti yang pokok adalah wajib berputar menghadap qiblat kembali jika perahunya menghadap ke arah selain kiblat sebab diterpa angin, dan meneruskan sholat.

Referensi :
1. Al Majmu’ ala Syarh al Muhaddzab 3/233

اما الراكب في سفينة فيلزمه الاستقبال واتمام الاركان سواء كانت واقفة أو سائرة لانه لا مشقة فيه وهذا متفق عليه هذا في حق ركابها الاجانب اما ملاحها الذى يسبرها فقال صاحب الحاوى وابو المكارم يجوز له ترك القبلة في نوافله في حال تسييره

2. Al Umm 1/98

ﻭﻟﻴﺲ ﻟﺮﺍﻛﺐ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﻭﻟﺎ ﺍﻟﺮﻣﺚ ﻭﻟﺎ ﺷﻲﺀ ﻣﻤﺎ ﻳﺮﻛﺐ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﺤﺮ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻰ ﻧﺎﻓﻠﺔ ﺣﻴﺚ ﺗﻮﺟﻬﺖ ﺑﻪ ﺍﻟﺴﻔﻴﻨﺔ ﻭﻟﻜﻦ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻥ ﻳﻨﺤﺮﻑ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﻭﺇﻥ ﻏﺮﻕ ﻓﺘﻌﻠﻖ ﺑﻌﻮﺩ ﺻﻠﻲ ﻋﻠﻰ ﺟﻬﺘﻪ ﻳﻮﻣﺊ ﺇﻳﻤﺎﺀ ﺛﻢ ﺃﻋﺎﺩ ﻛﻞ ﻣﻜﺘﻮﺑﺔ ﺻﻠﺎﻫﺎ ﺑﺘﻠﻚ ﺍﻟﺤﺎﻝ ﺇﺫﺍ ﺻﻠﺎﻫﺎ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﻗﺒﻠﺔ ﻭﻟﻢ ﻳﻌﺪ ﻣﺎ ﺻﻠﻰ ﺇﻟﻰ ﻗﺒﻠﻪ ﺑﺘﻠﻚ ﺍﻟﺤﺎﻝ

3. Al Majmu’ ala Syarh al Muhaddzab 3/240-241

وتصح الفريضة في السفينة الواقفة والجارية والزورق المشدود بطرف الساحل بلا خلاف إذا استقبل القبلة وأتم الاركان
فرع : قال اصحابنا إذا صلي الفريضة في السفينة لم يجز له ترك القيام مع القدرة كما لو كان في البر وبه قال مالك واحمد وقال أبو حنيفة يجوز إذا كانت سائرة قال اصحابنا فان كان له عذر من دوران الرأس ونحوه جازت الفريضة قاعدا لانه عاجز فان هبت الريح وحولت السفينة فتحول وجهه عن القبلة وجب رده إلى القبلة ويبى علي صلاته بخلاف ما لو كان في البر وحول انسان وجهه عن القبلة قهرا فانه تبطل صلاته كما سبق بيانه قريبا قال القاضي حسين والفرق أن هذا في البر نادر وفى البحر غالب وربما تحولت في ساعة واحدة مرارا
فرع : قال أصحابنا ولو حضرت الصلاة المكتوبة وهم سائرون وخاف لو نزل ليصليها علي الارض الي القبلة انقطاعا عن رفقته أو خاف علي نفسه أو ماله لم يجز ترك الصلاة وإخراجها عن وقتها بل يصليها على الدابة لحرمة الوقت وتجب الاعادة لانه عذر نادر

والله أعلم بالصواب

Kategori
Uncategorized

M036. BOLEHKAH TIDAK MEMBAYAR HUTANG KARENA MERASA TERTIPU

PERTANYAAN :

Assalamualaikum ustadz..

Diskripsi :
Ceritanya seperti ini awalnya saya biasa membeli atau ngolak (Bhs Madura) bensin dengan harga 300 ribu, setelah keduakalinya penjual menjual bensinnya dengan harga 500 ribu, padahal jumlah harga dan jumlah bensin tersebut masih seperti biasa yakni tidak ada perubahan, dan saat itu saya hanya bayar 300 dengan harga yang biasa, dan saya katakan sisanya hutang.

Pertanyaannya, bagaimana kalau saya tidak bayar uang yang 200 berhubung saya merasa telah tertipu?

JAWABAN :

Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..

Apabila dalam transaksi kedua saudara sudah setuju dengan harga Rp.500.000 maka yang Rp. 200.000 wajib dibayar.
Pada dasarnya keabsahan transaksi jual beli bergantung diawal akad karena sah dan tidaknya tergantung pada akad (لأن البيع عن تراض) karena sahnya transaksi jual beli adalah saling rela (ridha). dengan demikian maka ia wajib membayar sisa dari pembayaran tersebut.

Apa termasuk penipuan? Tidak termasuk pada penipuan karena ia telah menerimanya dengan ijab dan qobul.
Sebagaimana ibarah berikut beserta batasan-batasan yang masuk pada kategori penipuan :

Keabsahan jual beli berdasarkan pada kerelaan, sementaraan rela atau ridha adanya dihati maka harus ada ucapan yang menunjukan pada kerelaan tersebut sebagaimana ibarah berikut ;

مرقاة صعود التصديق في شرح سلم التوفيق ص ٥٣
وإنما شرطت لأن البيع منوط بالرضا لقوله صلى الله عليه وسلم” إنما البيع عن تراض رواه ابن حبان والرضا خفي فاعتبر مايدل عليه من اللفظ.

“Sighat tersebut disyaratkan karena jual beli itu bergantung pada kerelaan kedua belah pihak. Hal ini berpijak pada hadits Nabi saw. ” jual beli itu bisa sah kalau ada kerelaan diantara kedua pihak”. (HR. Ibnu hebban).
Sementara kerelaan adalah perbuatan hati yang tidak tampak. Oleh karenanya dibutuhkan ungkapan (sighat) yang menunjukkan pada kerelaan tersebut.

Sedang batasan penipuan dalam transaksi yang diharamkan ialah pemilik barang, baik penjual pembeli atau lainnya mengetahui beberapa hal dalam barang yang jika orang hendak mengambilnya mengetahuinya niscaya tidak jadi mengambilnya dengan ditukar barang-Nya.

إسعاد الرفيق الجزء الأول ص ١٣٧.
ويجب على أجنبي علم أن السلعة عيبا أن يخبر به مريدا أخذها وان لم يسأله عته كما يجب عليه إذا رأي إنسانا يخطب أمرأة ويعلم بها اوبه عيبا أو رأى انسانا يريد ان يخالط آخر لمعاملة او صدقة او قراءة نحو علم وعلم أن بأحدهما عيبا أن يخبر به وإن لم يستشر كل ذلك أدآء للنصيحة المأكد وجوبها لخاصة المسلمين وعامتهم هذا حاصل جواب سأل ذكره في الزواجر والفتاوى إتفق الشافعية أنه متى جهل وزن الظرف وبيع مظروفه كل رطل من الجملة بكذا فالبيع باطل للغرر وكذا لو جهل وزن المطروف وحده او لم تكن للظرف قيمة لاشتراط العقد على بذل مال في مقابلة ماليس بمال فمن فعل ذلك فقد خان الله ورسوله وخالف قوله ” ياأيها الذين آمنوا لاتأكلو اموالكم، الأية. إلاّ إن صدرت عن تراض والتراضي لايحصل إلا إذا لم يكن هناك غش وتدليسٌ وإلا فذلك شديد التحريم موجب للمقت من الله ورسوله.

“Wajib bagi orang lain (selain penjual dan pembeli) yang mengetahui bahwa sesuatu dalam barang terdapat cacat untuk memberitahukannya pada orang yang ingin membelinya meskipun ia tidak bertanya, sebagaimana ia wajib memberitahu seseorang yang ingin meminang seseorang wanita dan ia mengetahui bahwa dalam diri orang itu atau wanita itu terdapat cacat, atau melihat ada seseorang yang ingin berinteraksi dengan orang lain dalam rangka hubungan bisnis, bersahabat, atau mengaji sebuah ilmu dan mengetahui bahwa dalam diri salah satunya terdapat cacat untuk memberitahukannya meskipun ia tidak dimintai pendapat. Semua itu dalam rangka menunaikan nasehat yang wajib disampikan pada kaum muslimin baik kalangan khusus atau yang awam”.

Ulama Syafi’iyah sepakat bahwa jika timbangannya dan wadah tersebut dijual beserta isinya, setiap satu kati (ukuran arab) ialah sekian. Demikian juga jika timbangan wadahnya saja yang tidak diketahui atau wadahnya tidak mempunyai harga sama sekali.

Karena ada pensyaratan akad untuk menyerahkan sebuah harta dengan sesuatu yang bukan harta. Barang siapa yang melakukan itu maka sungguh ia telah berkhianat kepada Allah (swt) dan UtusanNya dan menyalahi firman Allah swt : “Wahai orang-orang yang beriman jangan kalian makan harta-harta kalian……. (sampai akhir ayat)”. kecuali muncul dari dari saling rela (عن تراض). Dan saling rela tidak akan berhasil jika disana tidak ada penipuan dan memperdaya. Jika ada maka itu hukumnya haram dan menyebabkan Allah dan Rasul-Nya murka.

والله تعالى أعلم بالصواب

Kategori
Uncategorized

HADITS KE 90 : ANJURAN ISTIBRO’ SETELAH KENCING

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TATA CARA BUANG HAJAT

HADITS KE 90 :

وَعَنْ عِيسَى بْنِ يَزْدَادَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلْيَنْثُرْ ذَكَرَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ) رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَه بِسَنَدٍ ضَعِيف

Dari Isa Ibnu Yazdad dari ayahnya Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah saw bersabda: “Apabila seseorang di antara kamu telah selesai buang air kecil maka hendaknya ia mengurut kemaluannya tiga kali.” Riwayat Ibnu Majah dengan sanad yang lemah.

MAKNA HADITS :

Nabi (s.a.w) adalah seorang murabbi agung. Baginda membimbing kita menuju segala sesuatu yang mengandung kebahagiaan serta kebaikan dalam urusan agama

dan kehidupan dunia kita. Oleh kerana bersuci merupakan salah satu syarat bagi sahnya sebagian besar ibadah, maka Nabi (s.a.w) memandang perlu untuk memberikan penjelasan mengenai tata caranya. Untuk itu, baginda memerintahkan orang yang membuang hajat kecil supaya melakukan istibra’ dari

air kencing yang masih tersisa pada batang zakarnya dengan cara mengurutnya sebanyak tiga kali. Hal ini sebagai langkah berhati-hati dan bertujuan menyempurnakan kesucian diri dari najis, supaya pakaiannya tidak terkena air kencing yang masih tersisa, sebab ha itu dapat menyebabkan kesuciannya batal dan shalatnya pun batal.

FIQH HADITS :

Wajib mengeluarkan semua air kencing dari dzakar sesudah kencing dengan cara mengurut atau menggerak-gerikannya. Inilah yang disebut istibra’.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
Uncategorized

HADITS KE 89 : POSISI KAKI KETIKA BUANG HAJAT

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TATA CARA BUANG HAJAT

HADITS KE 89 :

وَعَنْ سُرَاقَةَ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: ( عَلَّمْنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي اَلْخَلَاءِ: ” أَنَّ نَقْعُدَ عَلَى اَلْيُسْرَى وَنَنْصِبَ اَلْيُمْنَى” ) رَوَاهُ اَلْبَيْهَقِيُّ بِسَنَدٍ ضَعِيف

Suraqah Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam mengajari kami tentang cara buang air besar yaitu agar kami duduk di atas kaki kiri dan merentangkan kaki kanan. Diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang lemah.

MAKNA HADITS :

Akhlak yang diajarkan oleh syari’at Islam di dalamnya pasti mengandung berbagai rahasia dan hikmah. Oleh kerana bertumpu pada telapak kaki kiri dapat memudahkan keluarnya najis, maka syari’at memerintahkan supaya bertopang kepada kaki kiri ketika seseorang sedang membuang hajat.

FIQH HADITS :

1. Ketika membuang hajat disyariatkan supaya mengangkat kaki sebelah kanan supaya penggunaan kaki yang sebelah kanan dapat dikurangi lantaran
kemuliaannya.

2. Bertopang pada kaki kiri untuk memudahkan najis keluar dengan mudah, sebab perut berada di sebelah kiri dan pundi kencing yang merupakan tempat memproses air kencing pun terletak agak ke sebelah kiri.

Sebagai contoh saya sertakan Video :

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Ketik Pencarian