Kategori
Uncategorized

HADITS KE 104 : HUKUM MENGIKAT RAMBUT KETIKA MANDI JUNUB

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TENTANG MANDI DAN JUNUB

HADITS KE 104 :

وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( قُلْتُ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ إِنِّي اِمْرَأَةٌ أَشُدُّ شَعْرَ رَأْسِي أَفَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ اَلْجَنَابَةِ؟ وَفِي رِوَايَةٍ: وَالْحَيْضَةِ؟ فَقَالَ: لَا إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِي عَلَى رَأْسِكِ ثَلَاثَ حَثَيَاتٍ ) رَوَاهُ مُسْلِم

Ummu Salamah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku bertanya wahai Rasulullah sungguh aku ini wanita yang mengikat rambut kepalaku. Apakah aku harus membukanya untuk mandi jinabat؟ Dalam riwayat lain disebutkan: Dan mandi dari haid؟ Nabi menjawab: “Tidak tapi kamu cukup mengguyur air di atas kepalamu tiga kali.” Riwayat Muslim.

MAKNA HADITS :

Tidak boleh malu untuk bertanya soal hukum agama. Contohnya adalah salah seorang Ummul Mukminin, di mana beliau menanyakan kepada Rasulullah (s.a.w) suatu persoalan yang bertujuan mengetahui hukum syariat. Rasulullah (s.a.w) menjawabnya dengan jawapan yang tegas dan menetapkan baginya satu hukum syariat yang dapat dijadikan pegangan olehnya dan juga oleh kaum wanita sesamanya, yaitu tidak perlu menguraikan rambut ketika mandi junub dan mandi kerana haid. Tetapi makna hadits ini ditakwilkan oleh para ulama menurut pendapat mereka masing-masing. Ada di antara mereka yang mewajibkan menguraikan rambut ketika mandi haid dan nifas, tetapi tidak mewajibkannya ketika mandi junub (setelah bersetubuh). Ada pula diantara mereka yang tidak mewajibkannya secara mutlak. Sebahagian yang lain ada yang mewajibkan menguraikan rambut apabila air tidak dapat sampai ke dalam kulit kepalanya selain dengan menguraikannya dan bagi wanita yang tidak lebat rambutnya disunatkan untuk menguraikan rambutnya ketika mandi junub, sekalipun akarnya telah basah.

FIQH HADITS :

Seorang wanita tidak perlu menguraikan rambut ketika mandi junub dan mandi setelah haid atau nifas, jika dia yakin bahwa air dapat sampai ke akar rambut.

Dalam masalah masalah ini ulama berbeda pendapat :

Imam Malik mewajibkan menguraikannya jika air tidak dapat sampai ke akar rambut.

Imam Abu Hanifah mengatakan tidak wajib menguraikannya jika akarnya
sudah basah. Tetapi seorang lelaki diwajibkan menguraikan rambutnya meskipun air dapat meresap ke akar rambut menurut pendapat yang sahih.

Imam Ahmad mengatakan tidak wajib menguraikannya ketika mandi junub,
tetapi diwajibkan ketika mandi haid dan nifas. Beliau melandaskan pendapatnya dengan sabda Nabi (s.a.w) yang ditujukan kepada ‘Aisyah (r.a) ketika haid: “Huraikan rambutmu dan celah-celahilah!”

Imam al-Syafi’i berpendapat disunatkan menguraikannya bagi orang yang
berambut tidak lebat, tetapi diwajibkan menguraikannya jika ternyata air tidak
dapat sampai ke akarnya kecuali dengan cara menguraikannya.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
Uncategorized

M038. HUKUM MEMPERCAYAI DUKUN

PERTANYAAN :

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Bagaimana hukumnya berkonsultasi/ bertanya kepada seseorang (dukun/peramal) tentang kesehatan/penyakit yang diderita atau bertanya tentang perekonomian ataupun perkembangan pengasilan toko sedangkan sidukun berteman dengan jin/punya khaddam jin?

JAWABAN :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Berkonsultasi dengan dukun atau peramal sangat dilarang oleh syara’ apalagi dukun tersebut bekerjasama dengan jin. bahkan apabila mempercayai Dan meyakini kebenarannya maka orang tersebut dianggap keluar dari agama Nabi Muhammad saw.

Imam Nawawi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan definisi dukun (kahin / ’arraf) adalah orang yang mengaku-ngaku mengetahui peristiwa yang akan terjadi, rahasia-rahasia gaib dan keberadaan benda-benda yang hilang atau dicuri. Maka siapa saja yang kriterianya seperti tersebut apapun label dan jabatannya maka ia termasuk dukun yang dilarang agama Islam.

Jika seorang bertanya kepada orang lain apakah malam tertentu atau hari tertentu cocok untuk akad nikah atau pindah rumah? Maka tidak perlu dijawab karena syariat melarang meyakini hal yang demikian itu bahkan sangat menentang orang yang melakukannya. Ibnul Farkah menyebutkan sebuah riwayat dari Imam Syafi’i bahwa jika ahli astrologi berkata dan meyakini bahwa yang mempengaruhi adalah Allah, dan Allah yang menjalankan kebiasaan bahwa terjadi demikian di hari demikian sedangkan yang mempengaruhi adalah Allah. Maka hal ini menurut saya tidak apa-apa, karena yang dicela apabila meyakini bahwa yang berpengaruh adalah nujum dan makhluk-makhluk (bukan Allah).

Terlepas dari lolosnya seseorang yang mengakui bahwa semua terjadi atas kehendak Allah maka orang tersebut tidak bisa lepas dari resiko jeratan dosa karena mendatangi bertanya kepada ahli klenik. Mendatangi dukun adalah dosa besar dan menyebabkan shalat tidak diterima selama empat puluh hari. Jika membenarkannya, maka Islam telah menganggap hal ini sebagai bentuk kekafiran. Adapun mengenai pelaku perdukunan, banyak ulama telah menghukuminya dengan kafir dan sebagian ulama lagi menghukuminya dengan dosa besar saja. Hal ini berdasarkan hadits Nabi:

مَنْ أتى عَرَّافًا فَسَأَلهُ عَنْ شَئٍ لم تقْبَل لَهُ صَلاةُ أربعينَ ليلةً

Artinya: Barangsiapa yang datang ke tukang ramal lalu mempercayai apa yang dikatakan maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari. (HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Juga berdasarkan hadits Nabi yang lain:

مَنْ أَتَى كَاهِنًا، أَوْ عَرَّافًا، فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

Artinya: Barangsiapa yang mendatangi seorang dukun atau peramal, lalu dia percaya pada apa yang dikatakan maka dia telah mengingkari (kufur) syari’at yang diturunkan pada Nabi Muhammad. (HR. Ahmad).

Dan larangan mempercayai ramalan sangatlah tegas dan diperkuat dengan Sabda Rasulullah:

هَلْ تَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟ قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ” أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ، فَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ، فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي كَافِرٌ بِالكَوْكَبِ، وَأَمَّا مَنْ قَالَ: بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا، فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي مُؤْمِنٌ بِالكَوْكَبِ

Artinya: “Apakah kalian mengetahui apa yang difirmankan oleh Rabb kalian? Mereka (para sahabat) menjawab: ”Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui”. Allah berfirman: Pagi ini di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang berkata: kami diberi hujan dengan karunia Allah dan rahmatNya maka dia beriman kepadaKu dan kafir terhadap bintang. Adapun orang yang berkata: (hujan ini turun) karena bintang ini dan bintang itu maka dia telah kufur kepadaKu dan beriman kepada bintang”. (HR. Bukhari).

Kesimpulannya: Mempercayai primbon / klenik adalah perkara yang terlarang di dalam agama Islam. Namun jika hanya percaya bahwa yang berbuat atas wujudnya ramalan tersebut adalah Allah maka hal ini tidaklah berdosa. Meski tidak berdosa namun seseorang masih berada dalam ancaman dosa yang lain yaitu dosa mendatangi tukang ramal, dukun maupun ahli klenik. Sebagai seorang muslim apabila hendak menempuh suatu tujuan yang masih belum ditemukan titik terang mengenai kepastiannya maka hendaklah mengambil jalan yang telah diajarkan Rasulullah yaitu dengan shalat istikharah, dzikir dan berdoa.
Wallahu a’lam.

Referensi:

Syarh an Nawawiy ‘ala Muslim juz 5 hal. 22

قال العلماء إنما نهي عن إتيان الكهان لأنهم يتكلمون في مغيبات قد يصادف بعضها الإصابة فيخاف الفتنة على الإنسان بسبب ذلك لأنهم يلبسون على الناس كثيرا من أمر الشرائع وقد تظاهرت الأحاديث الصحيحة بالنهي عن إتيان الكهان وتصديقهم فيما يقولون وتحريم ما يعطون من الحلوان وهو حرام بإجماع المسلمين وقد نقل الإجماع في تحريمه جماعة منهم أبو محمد البغوي رحمهم الله تعالى قال البغوي اتفق أهل العلم على تحريم حلوان الكاهن وهو ما أخذه المتكهن على كهانته لأن فعل الكهانة باطل لا يجوز أخذ الأجرة عليه وقال الماوردي رحمه الله تعالى في الأحكام السلطانية ويمنع المحتسب الناس من التكسب بالكهانة واللهو ويؤدب عليه الآخذ والمعطي وقال الخطابي رحمه الله تعالى حلوان الكاهن ما يأخذه المتكهن على كهانته وهو محرم وفعله باطل قال وحلوان العراف حرام أيضا قال والفرق بين العراف والكاهن أن الكاهن إنما يتعاطى الأخبار عن الكوائن في المستقبل ويدعي معرفة الأسرار والعراف يتعاطى معرفة الشيء المسروق ومكان الضالة ونحوهما وقال الخطابي أيضا في حديث من أتى كاهنا فصدقه بما يقول فقد برئ مما أنزل الله على محمد صلى الله عليه وسلم قال كان في العرب كهنة يدعون أنهم يعرفون كثيرا من الأمور فمنهم من يزعم أن له رئيا من الجن يلقي إليه الأخبار ومنهم من يدعي استدراك ذلك بفهم أعطيه ومنهم من يسمى عرافا وهو الذي يزعم معرفة الأمور بمقدمات أسباب استدل بها كمعرفة من سرق الشيء الفلاني ومعرفة من يتهم به المرأة ونحو ذلك ومنهم من يسمي المنجم كاهنا

Ghayah Talkhish al Murad min Fatawi ibni Ziyad, Hamisy Bughyah al Mustarsyidin hal. 206

مسألة: إذا سأل رجل آخر: هل ليلة كذا أو يوم كذا يصلح للعقد أو النقلة؟ فلا يحتاج إلى جواب، لأن الشارع نهى عن اعتقاد ذلك وزجر عنه زجراً بليغاً، فلا عبرة بمن يفعله، وذكر ابن الفركاح عن الشافعي أنه إن كان المنجم يقول ويعتقد أنه لا يؤثر إلا الله، ولكن أجرى الله العادة بأنه يقع كذا عند كذا، والمؤثر هو الله عز وجل، فهذا عندي لا بأس به، وحيث جاء الذم يحمل على من يعتقد تأثير النجوم وغيرها من المخلوقات

Wallahu a’lamu bisshowab..

Kategori
Uncategorized

S040. HUKUM ADZAN DAN IQOMAH BAGI PEREMPUAN

PERTANYAAN :

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Mau nanya ustadz..
Bagaimana hukumnya orang perempuan adzan?

JAWABAN :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Hukum adzan bagi orang perempuan tidak diperbolehkan, Dengan alasan bahwa pada dasyarnya adzan itu disyaratkan pada orang laki-laki, maka tidak sah adzannya orang perempuan, karena menyaringkan suaranya perempuan dapat menimbulkan fitnah dan ini adalah pendapatnya “jumhur ulama,”bahkan tidak terhitung adzan, kalau yang adzan itu perempuan. Menurut imam hanifah sunnah adzan orang laki-laki dan makruh bagi perempuan bahkan disunnahkan mengulang adzan kalau yang adzan perempuan. Disebutkan dalam kitab بدائع kalau adzannya perempuan untuk kaum boleh karena keberhasilannya yang dimaksud, dan tidak perlu mengulang lagi.

Menurut sebagian madzhab Syafi’iyah memperbolehkan adzan perempuan namun ketika berkumpul dengan jamaah perempuan dengan tanpa menyaringkan suaranya. sebagimana ibarohnya berkut:

موسوعة الفقهية

مِنَ الشُّرُوطِ الْوَاجِبَةِ فِي الْمُؤَذِّنِ أَنْ يَكُونَ رَجُلاً، فَلاَ يَصِحُّ أَذَانُ الْمَرْأَةِ؛ لأَِنَّ رَفْعَ صَوْتِهَا قَدْ يُوقِعُ فِي الْفِتْنَةِ، وَهَذَا عِنْدَ الْجُمْهُورِ فِي الْجُمْلَةِ، وَلاَ يُعْتَدُّ بِأَذَانِهَا لَوْ أَذَّنَتْ. وَاعْتَبَرَ الْحَنَفِيَّةُ الذُّكُورَةَ مِنَ السُّنَنِ، وَكَرِهُوا أَذَان المرأةِ، واستحب الإمام أبو حنيفة إعادة الأذان لو أذّنت،وفي البدائع : لو أذنت للقوم أجزأَه، ولايعاد ، لحصول المقصود ، وأجاز بعض الشافية أذانها لجماعة النساء دون رفع صوتها.
َ
(1) ابن عابدين 1 / 258 – 251، والحطاب 1 / 426، 437، ومغني المحتاج 1 / 136، والمغني 1 / 407، ومنتهى الإرادات 1 / 126

(2) منتهى الإرادات 1 / 125، ومنح الجليل 1 / 120، والمهذب 1 / 64، وابن عابدين 1 / 263 – 264

Tetapi kalau iqomah saja orang perempuan sunnah, namun bilamana ia bersama jamaah perempuan sebahaimana ibarah berikut :

مغني المحتاج
(وَيُنْدَبُ لِجَمَاعَةِ النِّسَاءِ الْإِقَامَةُ) بِأَنْ تَأْتِيَ بِهَا إحْدَاهُنَّ (لَا الْأَذَانُ عَلَى الْمَشْهُورِ) فِيهِمَا؛ لِأَنَّ الْأَذَانَ يُخَافُ مِنْ رَفْعِ الْمَرْأَةِ الصَّوْتَ بِهِ – الْفِتْنَةُ، وَالْإِقَامَةُ لِاسْتِنْهَاضِ الْحَاضِرِينَ لَيْسَ فِيهَا رَفْعُ صَوْتٍ كَالْأَذَانِ. وَالثَّانِي: يُنْدَبَانِ بِأَنْ تَأْتِيَ بِهِمَا وَاحِدَةً مِنْهُنَّ، لَكِنْ لَا تَرْفَعُ صَوْتَهَا فَوْقَ مَا تُسْمِعُ صَوَاحِبَهَا. وَالثَّالِثُ: لَا يُنْدَبَانِ: الْأَذَانُ لِمَا تَقَدَّمَ، وَالْإِقَامَةُ تَبَعٌ لَهُ وَيَجْرِي الْخِلَافُ فِي الْمُنْفَرِدَةِ بِنَاءً عَلَى نَدْبِ الْأَذَانِ لِلْمُنْفَرِدِ. أَمَّا إذَا قُلْنَا: لَا يُنْدَبُ لَهُ فَلَا يُنْدَبُ لَهَا جَزْمًا، فَلَوْ قَالَ: وَيُنْدَبُ لِلنِّسَاءِ لَكَانَ أَوْلَى.
قَالَ فِي الْمَجْمُوعِ: وَالْخُنْثَى الْمُشْكِلُ فِي هَذَا كُلِّهِ كَالْمَرْأَةِ، وَعَلَى الْأَوَّلِ لَوْ أَذَّنَتْ لَهَا أَوْ لَهُنَّ سِرًّا لَمْ يُكْرَهْ، وَكَانَ ذِكْرَ اللَّهِ تَعَالَى، أَوْ جَهْرًا بِأَنْ رَفَعَتْ صَوْتَهَا فَوْقَ مَا تُسْمِعُ صَوَاحِبَهَا.
قَالَ شَيْخُنَا فِي شَرْحِ الرَّوْضِ: وَثَمَّ أَجْنَبِيٌّ حَرُمَ كَمَا يَحْرُمُ تَكَشُّفُهَا بِحَضْرَةِ الرِّجَالِ؛ لِأَنَّهُ يُفْتَتَنُ بِصَوْتِهَا كَمَا يُفْتَتَنُ بِوَجْهِهَا، وَأَسْقَطَ: وَثَمَّ أَجْنَبِيٌّ مِنْ شَرْحِ الْبَهْجَةِ تَبَعًا لِلشَّيْخَيْنِ، وَذِكْرُهُ أَوْلَى لِلتَّعْلِيلِ الْمَذْكُورِ

“Pendapat yang mashur sunnah iqomah bagi perempuan yang jamaahnya sama-sama perempuan(untuk jamaah perempuan) dengan melantunkan iqomah salah satu dari mereka bukan adzan.karena Kalau adzan takut fitnah dengan suara perempuan yang keras/lantang.

Sedangkan iqomah untuk membangunkan jemaah sholat dan tidak harus Dengan Suara lantang.

============
Pendapat ke 2:
Adzan Dan iqomah disunnahkan bagi jemaah Perempuan Dengan Suara yang tidak melebihi jemaah sholat (tanpa loud speaker )

==================
Pendapat ke 3:
Adzan Dan iqomah tidak sunnah.
Dengan Alasan, adzan takut Timbulnya fitnah, sedangkan iqomah ikut pada hukum adzan.

Wallahu a’lamu bisshowab..

Kategori
Uncategorized

HADITS KE 102-103 : TATA CARA MANDI JUNUB YANG MENCUKUPI DAN YANG SEMPURNA.

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TENTANG MANDI DAN JUNUB

HADITS KE 102 :

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا اِغْتَسَلَ مِنْ اَلْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ ثُمَّ يَأْخُذُ اَلْمَاءَ فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ اَلشَّعْرِ ثُمَّ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم

Dan dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anha berkata: Biasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam jika mandi karena jinabat akan mulai dengan membersihkan kedua tangannya kemudian menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri lalu mencuci kemaluannya kemudian berwudlu lalu mengambil air kemudian memasukkan jari-jarinya ke pangkal-pangkal rambut lalu menyiram kepalanya tiga genggam air kemudian mengguyur seluruh tubuhnya dan mencuci kedua kakinya. Muttafaq Alaihi dan lafadznya dari Muslim.

HADITS KE : 103 :

وَلَهُمَا فِي حَدِيثِ مَيْمُونَةَ: ( ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى فَرْجِهِ فَغَسَلَهُ بِشِمَالِهِ ثُمَّ ضَرَبَ بِهَا اَلْأَرْضَ ) وَفِي رِوَايَةٍ: ( فَمَسَحَهَا بِالتُّرَابِ )

وَفِي آخِرِهِ: ( ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيلِ ) فَرَدَّهُ وَفِيهِ: ( وَجَعَلَ يَنْفُضُ الْمَاءَ بِيَدِهِ

Menurut Riwayat Bukhari-Muslim dari hadits Maimunah: Kemudian beliau menyiram kemaluannya dan membasuhnya dengan tangan kiri lalu menggosok tangannya pada tanah.

Dalam suatu riwayat: Lalu beliau menggosok tangannya dengan debu tanah. Di akhir riwayat itu disebutkan: Kemudian aku memberikannya saputangan namun beliau menolaknya. Dalam hadits itu disebutkan: Beliau mengeringkan air dengan tangannya.

MAKNA HADITS :

Mandi junub ada dua cara; cara yang mencukupi dan cara yang sempurna.

Pertama, cara yang mencukupi adalah dengan meratakan basuhan ke seluruh tubuh tanpa ada satu bagian anggota tubuh pun yang tertinggal, kerana di bawah setiap helai rambut mesti terkena oleh mandi junub itu.

Kedua, cara yang sempurna adalah dengan memui pembersihan kotoran sebelum mensucikan diri dari hadats. Cara ini mendahulukan untuk membasuh anggota-anggota wudhu’ daripada yang lain. Ia hendaklah memulai basuhan anggota tubuh bagian atas sebelum bagian bawah dan mendahulukan sebelah kanan sebelum sebelah kiri. Gambaran inilah yang dirangkum oleh ‘Aisyah (r.a).

FIQH HADITS :

1. Mandi junub dimulai dengan mencuci kedua telapak tangan sebelum

memasukkannya ke dalam bejana.

2. Melakukan istinjak sebelum berwuduk dan beristinjak dilakukan dengan tangan kiri. Hal ini dilakukan dengan betul hingga merasa yakin akan kebersihannya.

3. Disunatkan mendahulukan anggota wuduk untuk menghormatinya dan

sebagai satu ketentuan syariat.

4. Mencelah-celah rambut agar air dapat sampai ke akar-akarnya kerana pada setiap kulit yang ada di bawah rambut mesti terkena mandi junub.

5. Menjelaskan gambaran mandi wajib dari permulaan hingga akhir dan

menjelaskan mengenai bilangan basuhan.

6. Tidak perlu memakai handuk untuk mengeringkan anggota wuduk, sebaliknya disunatkan membiarkannya menurut pendapat Imam al-Syafi’i. Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Abu Hanifah membolehkannya. Mereka mengatakan demikian kerana berlandaskan kepada hadits Salman al-Farisi yang mengatakan:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم توضأ فقلب جبة صوف كانت عليه فمسح بها وجهه

“Rasulullah (s.a.w) berwuduk, lalu membalikkan baju jubah yang ada padanya, kemudian baju jubah itu baginda gunakan untuk mengusap wajahnya.” (Disebut oleh Ibn Majah)

7. Diperbolehkan mengeringkan air dari seluruh anggota tubuh setelah mandi junub, kemudian diqiyaskan kepadanya masalah wudhu’.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
Uncategorized

T022. KHITAN BAGI ANAK PEREMPUAN

PERTANYAAN :

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

KHITAN BAGI WANITA

Bagaimana hukum islam tentang hitan anak-anak perempuan? Lalu sampai dimana batasannya?

JAWABAN :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Sebagian para ulama Syafi’iyah sebagaimana terungkap dalam pernyataan Imam Nawawi sesuai keterangan diawal tulisan ini, mereka berpendapat bahwa khitan bagi wanita itu WAJIB hukumnya.

Sedangkan menurut Imam Malik dan sebagian lagi sahabat Syafi’I seperti pernyataan Sohibul Mughni dari Ahmad, menyatakan hukumnya sunnah berdasarkan keumuman hadist shohih riwayat Bukhori dan Muslim, dan hadist dari Syaddad bin Aus yang menyatakan:

الختان سنة للرجل مكرمة للنساء

“Khitan itu perilaku Nabi- nabi bagi lelaki dan kehormatan bagi kaum wanita”

Disamping itu hujjah bagi mereka yang menyatakan tidak wajibnya khitan bagi wanita, karena khitan wanita tidak mempengaruhi keabsahan ibadah sholatnya, tapi lebih dimaksudkan untuk menstabilkan hasrat seksualnya sebagaimana pernyataan Imam Ibnu Taimiyah tatkala beliau ditanya: Apakah wanita juga dikhitan? Beliau menjawab:” Ya, wanita itu dikhitan. Dan khitannya dengan memotong kulit yang paling atas (jildah) yang mirip dengan jengger ayam jantan. Rasulullah bersabda: “Sedikit saja jangan semuanya karena itu lebih bisa membuat wajah ceria dan lebih disenangi suami” Hal itu karena tujuan khitan laki- laki ialah untuk menghilangkan najis yang terdapat dalam penutup kulit dzakar, sedangkan tujuan khitan wanita adalah untuk menstabilkan syahwatnya, karena kalau wanita tidak dikhitan, maka syahwatnya akan sangat besar. (Majmu’ fatawa 21/114)

Dikalangan ulama berbeda pendapat tentantang khitan wanita menurut menurut Madzhab Malikiyah sunnah sedagkan menurut Hambaliyah khitan wanita adalah hanya meulyakan wanita tidak sunnah, tetapi menurut ibarah Hanafiyah khitan wanita itu adalah disunnatkan sebagaimana ibarah berikut:

موسوعة الفقهية
وَهُوَ مَنْدُوبٌ فِي حَقِّ الْمَرْأَةِ علم الْمَالِكِيَّةِ، وَعِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ فِي رِوَايَةٍ يُعْتَبَرُ خِتَانُهَا مَكْرُمَةً وَلَيْسَ بِسُنَّةٍ، وَفِي قَوْلٍ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ: إِنَّهُ سُنَّةٌ فِي حَقِّهِنَّ كَذَلِكَ، وَفِي ثَالِثٍ: إِنَّهُ مُسْتَحَبٌّ.

Ulama yang disebutkan diatas mengambil dalil atas kesunnatan-Nya melalui hadits sebagaimana berikut:

وَاسْتَدَلُّوا لِلسُّنِّيَّةِ بِحَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا مَرْفُوعًا: الْخِتَانُ سُنَّةٌ لِلرِّجَال مَكْرُمَةٌ لِلنِّسَاء. وَبِحَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ مَرْفُوعًا خَمْسٌ مِن المفطرةِ الختانُ، والإستحدادُ، ونتف الإبط، وتقليم الأظفار، وقصّ الشاربِ.
وقد قَرِنَ الختانُ في الحديث بقص الشارب وغيره وليس ذلك واجبا.ومما يدل على عدم الوجوب كذلك أنّ الختان قطع جزءٍ من الجسد ابتداءً فلم يكن واجبا بالشرع قياسا على قص الشارب (٢)
َ(١) حاشية ابن عابدين ٥ /
٤٧٩، والاختيار ٤ /١٦٧
(٢) الشرح الصغير ١٥١/٢
(٣) المجموع /١٠٠/١
(٤) الإنصاف ١ /١٢٤
(٥) ينظر الفروق بين السنة والمندوب والمستحب تحت عنوان (استحباب) .
(٦) حديث: ” الختان سنة للرجال مكرمة للنساء “. أخرجه أحمد (٥ /٧ – ط الميمنية) والبيهقي في سننه (٨ /٣٢٥ – ط دائرة المعارف العثمانية) من حديث أسامة الهذلي، وأعله البيهقي بأحد رواته.

وقال الشيخ يوسف القرضاوى في فتاويه كما يأتي.

“Dan Syaikh Yusuf al-Qorthowi dalam fatwanya sebagaimana berikut :

Masalah ini (khitan wanita) diperselisihkan oleh para ulama bahkan oleh para dokter sendiri, dan terjadi perdebatan panjang mengenai hal ini di Mesir selama beberapa tahun.

Sebagian dokter ada yang menguatkan dan sebagian lagi menentangnya, demikian pula dengan ulama, ada yang menguatkan dan ada yang menentangnya. Barangkali pendapat yang paling moderat, paling adil, paling rajih, dan paling dekat kepada kenyataan dalam masalah ini ialah khitan ringan, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits – meskipun tidak sampai ke derajat sahih – bahwa Nabi saw. pernah menyuruh seorang perempuan yang berprofesi mengkhitan wanita ini, sabdanya:

لخبر أبي داوود وغيره أنه صلى الله عليه وسلم قال للخاتنة أشمى ولا وتنهكى فإنه أحظى للمرأة وأحب للبعل، أى لزيادته في لذة الجماع.

“Sayatlah sedikit dan jangan kau sayat yang berlebihan, karena hal itu akan mencerahkan wajah dan menyenangkan suami.”

المقصود من ( أشمى) أى التقليل

“Yang dimaksud dengan “asymaa” ialah taqlil (menyedikitkan),

والمقصود من (لاتنهكى) أى لاتستأصلي هو التقليل

“Dan yang dimaksud dengan laa tantahiki ialah laa tasta’shili (jangan kau potong sampai pangkalnya). Cara pemotongan seperti yang dianjurkan itu akan menyenangkan suaminya dan mencerahkan (menceriakan) wajahnya, maka inilah barangkali yang lebih cocok.

Mengenai masalah ini, keadaan di masing-masing negara Islam tidak sama. Artinya, ada yang melaksanakan khitan wanita dan ada pula yang tidak. Namun bagaimanapun, bagi orang yang memandang bahwa mengkhitan wanita itu lebih baik bagi anak-anaknya, maka hendaklah ia melakukannya, dan saya menyepakati pandangan ini, khususnya pada zaman kita sekarang ini. Akan hal orang yang tidak melakukannya, maka tidaklah ia berdosa, karena khitan itu tidak lebih dari sekadar memuliakan wanita, sebagaimana kata para ulama dan seperti yang disebutkan dalam beberapa atsar.

Adapun khitan bagi laki-laki, maka itu termasuk syi’ar Islam, sehingga para ulama menetapkan bahwa apabila Imam (kepala negara Islam) mengetahui warga negaranya tidak berkhitan, maka wajiblah ia memeranginya sehingga mereka kembali kepada aturan yang istimewa yang membedakan umat Islam dari lainnya ini.

فتاوى يوسف القرضاوى
والله تعالى أعلم

BATASAN KHITAN BAGI WANITA

Adapun batasan yang wajib bagi wanita untuk dipotong adalah daging yang ada diatasnya farji’ (atasnya lubang seni)menyerupi janggarnya ayam (yaitu dinamakan badhar)

Sebagaimana ibarah berikut:

إعانة الطالبين الجزء الرابع ص ١٧٤:

المرأة قطع جزء يقع عليه الإسم من اللحمة الموجودة بأعلى الفرج فوق ثقبة البول تشبه عرف الديك وتسمى البظر.
{وقوله والمرأة الخ} أى الواجب فيختان المرأة قطع جزء يقع عليه إسم الختان وتقليله أفضل. لخبر أبي داوود وغيره أنه صلى الله عليه وسلم قال للخاتنة أشمى ولا تنهكى فإنه أحظى للمرأة وأحب للبعل اى لزيادته في لذة الجماع .وفي رواية أسرى للوجه ،أى أكثر لمائه ودمه.

Nihayah Al-Muchtaj Ila Syarch Al-Manhaj

ﻭﻳﺠﺐ ‏) ‏( ﺧﺘﺎﻥ ‏) ﻟﺬﻛﺮ ﻭﺃﻧﺜﻰ ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻮﻟﺪﺍ ﻣﺨﺘﻮﻧﻴﻦ ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ } ﺛﻢ ﺃﻭﺣﻴﻨﺎ ﺇﻟﻴﻚ ﺃﻥ ﺍﺗﺒﻊ ﻣﻠﺔ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﺣﻨﻴﻔﺎ { ﻭﻣﻨﻬﺎ ﺍﻟﺨﺘﺎﻥ ، ﻭﻗﺪ ﺍﺧﺘﺘﻦ ﻭﻫﻮ ﺍﺑﻦ ﺛﻤﺎﻧﻴﻦ ﺳﻨﺔ ، ﻭﺻﺢ ﺃﻧﻪ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻋﺸﺮﻭﻥ ، ﻭﺍﻷﻭﻝ ﺃﺻﺢ ، ﻭﻗﺪ ﻳﺤﻤﻞ ﺍﻷﻭﻝ ﻋﻠﻰ ﺣﺴﺒﺎﻧﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺒﻮﺓ ﻭﺍﻟﺜﺎﻧﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﻮﻻﺩﺓ ، ﺑﺎﻟﻘﺪﻭﻡ ﺍﺳﻢ ﻣﻮﺿﻊ ، ﻭﻗﻴﻞ ﺁﻟﺔ ﻟﻠﻨﺠﺎﺭ ، ﺛﻢ ﻛﻴﻔﻴﺘﻪ ﻓﻲ ‏( ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ‏) ‏( ﺑﺠﺰﺀ ‏) ﻳﻘﻄﻊ ﻳﻘﻊ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻻﺳﻢ ‏( ﻣﻦ ﺍﻟﻠﺤﻤﺔ ‏) ﺍﻟﻤﻮﺟﻮﺩﺓ ‏( ﺑﺄﻋﻠﻰ ﺍﻟﻔﺮﺝ ‏) ﻓﻮﻕ ﺛﻘﺒﺔ ﺍﻟﺒﻮﻝ ﺗﺸﺒﻪ ﻋﺮﻑ ﺍﻟﺪﻳﻚ ﻭﺗﺴﻤﻰ ﺍﻟﺒﻈﺮ ﺑﻤﻮﺣﺪﺓ ﻣﻔﺘﻮﺣﺔ ﻓﻤﻌﺠﻤﺔ ﻭﺗﻘﻠﻴﻠﻪ ﺃﻓﻀﻞ ‏( ﻭ ‏) ﻓﻲ ‏( ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺑﻘﻄﻊ ‏) ﺟﻤﻴﻊ ‏[ ﺹ : 36 ‏] ‏( ﻣﺎ ﻳﻐﻄﻲ ﺣﺸﻔﺘﻪ ‏) ﺣﺘﻰ ﺗﻨﻜﺸﻒ ﻛﻠﻬﺎ ، ﻭﻋﻠﻢ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺃﻥ ﻏﺮﻟﺘﻪ ﻟﻮ ﺗﻘﻠﺼﺖ ﺣﺘﻰ ﺍﻧﻜﺸﻔﺖ ﺍﻟﺤﺸﻔﺔ ﻛﻠﻬﺎ ، ﻓﺈﻥ ﺃﻣﻜﻦ ﻗﻄﻊ ﺷﻲﺀ ﻣﻤﺎ ﻳﺠﺐ ﻗﻄﻌﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺨﺘﺎﻥ ﻣﻨﻬﺎ ﺩﻭﻥ ﻏﻴﺮﻫﺎ ، ﻭﺟﺐ ﻭﻟﻢ ﻳﻨﻈﺮ ﻟﺬﻟﻚ ﺍﻟﺘﻘﻠﺺ ; ﻷﻧﻪ ﻗﺪ ﻳﺰﻭﻝ ﻓﻴﺴﺘﺮ ﺍﻟﺤﺸﻔﺔ ، ﻭﺇﻻ ﺳﻘﻂ ﺍﻟﻮﺟﻮﺏ ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﻭﻟﺪ ﻣﺨﺘﻮﻧﺎ.

Wallahu a’lamu bisshowab..

Kategori
Uncategorized

HADITS KE 101 : BOLEH TIDUR DALAM KEADAAN JUNUB

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TENTANG MANDI DAN JUNUB

HADITS KE 101 :

وَلِلْأَرْبَعَةِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَنَامُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَمَسَّ مَاءً ) وَهُوَ مَعْلُول

Menurut Imam Empat dari ‘Aisyah r.a dia berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah tidur dalam keadaan junub tanpa menyentuh air. Hadits ini ma’lul.

MAKNA HADITS :

Nabi (s.a.w) adalah penentu syari’at. Oleh sebab itu, adakalanya baginda berwuduk hanya sekali, kadang kala minum sambil berdiri, kadang kala membuang air kecil sambil berdiri dan tidur dalam keadaan junub tanpa berwuduk atau mandi terlebih dahulu. Semua itu merupakan penjelasan yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut diperbolehkan. Ia dilakukan sendiri oleh Rasulullah (s.a.w) kerana cara ini lebih berkesan dalam menjelaskan sesuatu permasalahan.

FIQH HADITS :

Orang yang junub boleh tidur tanpa berwuduk atau mandi terlebih dahulu,
tetapi apa yang lebih diutamakan adalah sebagaimana keterangan yang dimuatkan dalam hadis sebelum ini.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
Uncategorized

N039. BOLEHKAH MERALAT PERKATAAN THALAK MU’ALLAQ (THALAK BERSYARAT)?

PERTANYAAN :

Assalamualaikum Ustadz..

Diskripsi:

Seorang suami mengatakan kepada istrinya “kalau kamu besok pergi kerumah si A maka kamu aku thalaq, lalu setelah beberapa jam si suami meralatnya (mencabut perkataannya) dengan ucapan aku mencabut perkataanku tadi kamu tidak apa-apa pergi kerumahnya si A tidak aku thalak kamu walaupun kamu pergi kerumahnya si A

Pertanyaan:

Apakah thalak muallaq bisa diralat sebelum sampainya waktu atau pekerjaan yang menjadi taalluqan (seperti contoh dalam deskripsi)?

JAWABAN :

Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..

Talaq mu’allaq Ada 2 :
1. Dengan sifat
2. Dengan syarat

ويصح تعليقه اي الطلاق بالصفة والشرط

Adapun yang dimaksud ta’liq Dengan sifat adalah Zaman/waktu Dan tempat, seperti :
kamu saya talaq dibulan ini.
Maka talaq pada Malam bulan pertama yang ditentukan.

(قوله:بالشرط)اي من زمان او مكان او غيرهما فتطلق نوجودهما. فإذا قال: أنت طالق في شهر كذا..الى ان قال.. وقع الطلاق بأول جزء من اللية الاولى منه.

Adapun ta’liq dengan syarat maka harus menggunakan Alat syarat, seperti:
kalau kamu masuk rumah maka kamu saya talaq. maka talaq terjadi jika sang istri masuk rumah.

(قوله: بالشرط) بالجر عطفا على الصفة اي ويصح تعليقه بالشرط كأن يعلق بأداة من أدوات الشرط كما اشار اليه الشارح بقوله كإن دخلت الدار فانت طالق

Dalam penggunaan Alat syarat oleh ulama’ diperinci :

a. Jika ucapan suami berbentuk kalimat Nafi, maka langsung terjadi talaq jika syarat dilanggar. Kecuali alat إن

b. Jika ucapan berbentuk Isbat maka tidak terjadi langsung, kecuali alat :
إن ,اذا،
yang disertai harta.
Atau kalimat :شئت yang diucapkan secara langsung,seperti :
jika kamu memberi uang seribu, maka kamu saya talaq. dengan memberi seribu maka otomatis istri ke talaq.

وأدوات التعليق تقتضي الفور في النفي الا إن فانها للتراخي.
ولاتقتضين فورا في الاثبات الا اذا وان مع المال أو شئت خطابا.

مأخوذ: الباحوري ج ٢ ص ١٤٧

====================
Adapun Perkataan suami: “aku mencabut Perkataanku Tadi kamu tidak apa apa pergi kerumah si A” tidak dibenarkan dalam Artian tetap terjadi tolaq jika istri pergi kerumah si A

(ويصح تعليقه بالصفة والشرط) الى ان قال..
وقيل ذكر الامثلة يعلم ان الطلق إذا علق على شرط لم يجز الرجوع في التعليق وسواء علقه بشرط معلوم الحصول او محتمله لايقع الطلاق بوجود الشرط

Jika suami menggantungkan talaq Dengan syarat, maka baginya tidak Boleh menggagalkannya, baik berupa syarat yang pasti dilakukan atau mungkin iya mungkin tidak dilakukan.dan talaq tetap terjadi Dengan adanya syarat.

مأخوذ: كفاية الاخيار في حل غاية الاختصار، ج ٢ ص ٩٢

Kesimpulan :

Ucapan suami tersebut tetap dikatakan talaq mu’allaq serta meralat ucapan tidak berpengaruh (tetap terjadi talaq jika istri pergi kerumah si A)

والله تعالى أعلم بالصواب

Kategori
Uncategorized

T021. HUKUM WUDHU’ BAGI PEREMPUAN BER MAKE-UP

PERTANYAAN :

Assalamualaikum Ustadz..

Diskripsi :
Sudah tidak asing bagi kita ketika wanita hendak bepergian segala macam make up yang dipakai Bahkan Terkadang Sampai 5 macam/lapis yang bahannya licin/berminyak.

pertanyaannya,
Apakah make-up menjadi penghalang ketika hendak wudhu’?

JAWABAN :

Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..

TENTANG WUDHU’NYA WANITA BER MAKE-UP :

Ketahuilah saudariku, disini Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan agar seseorang yang berwudhu menyempurnakan wudhunya..

Jika seseorang mengabaikan kesempurnaan wudlu, misalnya meninggalkan sedikit anggota wudlu, kering tidak terbasuh air maka ia harus memperbaharui wudhu dan di haruskn untk mengulangi sholatnya.

Di sebutkan Dari Jabir radliyallahu anhu berkata :

Umar bin al-Khththab radliyallahu anhu pernah mengkhabarkan kepadaku bahwasanya ada seorang lelaki yang berwudlu lalu ia meninggalkan sebesar kuku pada kakinya.

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melihatnya lalu bersabda :

“Kembalilah lalu perbaiki wudlumu lalu iapun kembali kemudian sholat”.

(HR Muslim: 243. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih)

Dan Dari Anas bin Malik radliyallahu anhu bahwasanya ada seorang lelaki datang kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang lelaki tersebut telah berwudlu namun meninggalkan pada kakinya sebesar kuku..

Maka Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadanya :

”kembalilah dan perbaiki wudhu’-mu!”.

(HR Abu Dawud: 173 dan Ibnu Khuzaimah: 164. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih)

Kemudian juga’ Telah diriwayatkan dari sebahagian shahabat Nabi bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah melihat seorang lelaki sholat namun pada punggung kakinya ada kilatan sebesar mata uang dirham yang tidak tersentuh air (wudlu).

Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyuruhnya untuk mengulangi wudlu dan sholat.

(HR Abu Dawud: 175. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih)

Nah, Berdasarkan pada dalil-dalil di atas dapat ditarik sebuah faedah yang agung, yaitu apabila seorang wanita memakai make up yang dapat menghalangi sampainya air ke kulit anggota wudhunya maka ia wajib menghilangkannya ketika hendak berwudhu karena hal itu dapat menyebabkan tidak sahnya wudhu dan shalatnya.

Oleh sebab itu, jika make up yang dipasang di anggota wudlu sampai berlapis-lapis yang mana seandainya digosok di kulit anggota wudlu dan menjadi nampak terpisah dari kulit atau tangan maka wudlu-nya TIDAK SAH, kecuali warna spidol atau tinya, sebab warna spidol yang berada dianggota wudhu (ditangan) bukanlah zat atau benda yang apabila digosok akan tanpak sesuatu yang terpisah dari tangan maka hal tersbut tidak apa2 (kalau spidol tersebut tidak menjadi penghalang masuknya air ke kulit).

مراقاة صعود التصديق في شرح سلم التوفيق ص,٢٤

{وعدم المانع من وصول الماء الى المغسول } اى أو الممسوح كشمع وعين حبر وحناء مجرد لونهمابحيث لا يتحلل بالحت مثلا شيءٌ

“{Termasuk dari sahnya wudlu adalah tidak adanya sesuatu yang menghalangi air sampai pada anggota yang dibasuh} Atau perkara yang diusap seperti lilin, zatnya tinta dan pacar. Berbeda halnya warna keduanya yang seandainya digosok tidak ada zat atau benda yang terpisah.

BARANG YANG BISA MENGHALANGI SAMPAINYA AIR (SEPERTI LIPSTIK, OLI DAN PELUMAS) DIPERINCI SEBAGAIMANA BERIKUT :

1. Apabila terdapat bekas pelumas pada anggota wudhu`, maka hukum wudhu`nya sah karena ia tidak termasuk ha`il (penghalang).

2. Pelumas yang ada bentuknya / padat (misal vaslin) itu termasuk ha`il (penghalang).

Berikut penjelasan uraian rincinya :
Kalau yang cair tak masalah, yang mani’ itu yang padat kayak stempel itu.

(كنورة) ودهن لَهُ حرم يمْنَع وُصُول المَاء للبشرة

Fathul mu’in :

-ورابعها: أن لا يكون على العضو حائل بين الماء والمغسول كنورة وشمع ودهن جامد وعين حبر وحناء بخلاف دهن جار أي مائع وإن لم يثبت الماء عليه وأثر حبر وحناء

Yang ke 4 syarat wudhu. Tidak ada di anggota wudlu sesuatu yang menghalangi antara air dengan yang dibasuh seperti gamping, lilin, minyak padat, tinta, pacar, beda kalau minyak cair walaupun air tidak bisa diam juga bekas pacar dan tinta.

ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ – ﺍﻟﺒﻜﺮﻱ ﺍﻟﺪﻣﻴﺎﻃﻲ – ﺝ ١ – ﺍﻟﺼﻔﺤﺔ ٤٥ – ٤٦

ﻭﺭﺍﺑﻌﻬﺎ: ﺃﻥ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﻀﻮ ﺣﺎﺋﻞ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻭﺍﻟﻤﻐﺴﻮﻝ، ﻛﻨﻮﺭﺓ ﻭﺷﻤﻊ ﻭﺩﻫﻦ ﺟﺎﻣﺪ ﻭﻋﻴﻦ ﺣﺒﺮ ﻭﺣﻨﺎﺀ، ﺑﺨﻼﻑ ﺩﻫﻦ ﺟﺎﺭ ﺃﻱ ﻣﺎﺋﻊ – ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺜﺒﺖ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻋﻠﻴﻪ – ﻭﺃﺛﺮ ﺣﺒﺮ ﻭﺣﻨﺎﺀ.

ﻗﻮﻟﻪ: ﻭﺭﺍﺑﻌﻬﺎ ﺃﻱ ﺭﺍﺑﻊ ﺷﺮﻭﻁ ﺍﻟﻮﺿﻮﺀ .ﻗﻮﻟﻪ: ﺣﺎﺋﻞ ﺃﻱ ﺟﺮﻡ ﻛﺜﻴﻒ ﻳﻤﻨﻊ ﻭﺻﻮﻝ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻟﻠﺒﺸﺮﺓ .ﻗﻮﻟﻪ: ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻭﺍﻟﻤﻐﺴﻮﻝ ﻣﺜﻠﻪ ﺍﻟﻤﻤﺴﻮﺡ ﻛﻤﺎ ﻫﻮ ﻇﺎﻫﺮ. ﻗﻮﻟﻪ: ﻛﻨﻮﺭﺓ ﺇﻟﺦ ﺗﻤﺜﻴﻞ ﻟﻠﺤﺎﺋﻞ. ﻗﻮﻟﻪ: ﺑﺨﻼﻑ ﺩﻫﻦ ﺟﺎﺭ ﺃﻱ ﺑﺨﻼﻑ ﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﻀﻮ ﺩﻫﻦ ﺟﺎﺭ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻌﺪ ﺣﺎﺋﻼ ﻓﻴﺼﺢ ﺍﻟﻮﺿﻮﺀ ﻣﻌﻪ، ﻭﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﺜﺒﺖ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﻀﻮ ﻻﻥ ﺛﺒﻮﺕ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻟﻴﺲ ﺑﺸﺮﻁ .ﻗﻮﻟﻪ: ﻭﺃﺛﺮ ﺣﺒﺮ ﻭﺣﻨﺎﺀ ﺃﻱ ﻭﺑﺨﻼﻑ ﺃﺛﺮ ﺣﺒﺮ ﻭﺣﻨﺎﺀ ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻀﺮ. ﻭﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﺎﻷﺛﺮ ﻣﺠﺮﺩ ﺍﻟﻠﻮﻥ ﺑﺤﻴﺚ ﻻ ﻳﺘﺤﺼﻞ ﺑﺎﻟﺤﺖ ﻣﺜﻼ ﻣﻨﻪ ﺷﺊ.

Penalaran : Benda cair adalah sesuatu yang tidak terbilang sebagai ha`il, akan tetapi para ulama membatasinya dengan benda cair yang tidak ada bentuknya / jirmahnya yang melekat pada anggota yang akan dibasuh. Lantas, andai terdapat dzat pelumas pada anggota wudhu` maka hendaknya dibersihkan terlebih dahulu kemudian mulailah berwudhu`, dan kenyataan air yang tidak menempel pada kulit sebab terdapat bekas pelumas tersebut, itu tidak menjadi masalah karena tetapnya air pada anggota wudhu` tidak termasuk syarat sahnya wudhu`.

NB : Hal-hal yang dimaksud ha`il (penghalang) dalam bab wudhu` ialah sesuatu yang bisa menghalangi sampainya air pada anggota yang dibasuh ataupun diusap sekira sesuatu tersebut dikerik akan menghasilkan bendanya.

Wallahu A’lam bisShawab.

Kategori
Uncategorized

HADITS KE 100 : ANJURAN BERWUDHU’ APABILA INGIN MENGULANGI JIMAK DENGAN ISTRI

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI

BAB TENTANG MANDI DAN JUNUB

HADITS KE 100 :

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ بَيْنَهُمَا وُضُوءًا ) رَوَاهُ مُسْلِم

زَادَ اَلْحَاكِمُ: ( فَإِنَّهُ أَنْشَطُ لِلْعَوْدِ )

Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila seseorang di antara kamu mendatangi istrinya (bersetubuh) kemudian ingin mengulanginya lagi maka hendaklah ia berwudlu antara keduanya.” Hadits riwayat Muslim.

Hakim menambahkan: “Karena wudhu itu memberikan semangat untuk mengulanginya lagi.”

MAKNA HADITS :

Seseorang yang junub dikawatirkan selalu terkena gangguan syaitan kerana malaikat yang mulia menjauhinya. Oleh sebab itu, syari’at menganjurkan untuk
berwuduk karana adanya hikmah-hikmah yang sangat luar biasa, antara lain ialah:

Pertama, apabila seseorang hendak mengulangi persetubuhan dengan isterinya, maka itu mampu memberinya semangat dan mengembalikan lagi kekuatannya.

Kedua, kerana wuduk dalam kategori bersuci kecil yang dapat dijadikan sebagai benteng bagi dirinya secara keseluruhan.

Ketiga, kerana wuduk itu adakalanya
mendorongnya untuk terus mandi junub dan inilah yang diharapkan.

FIQH HADITS :

1. Orang yang hendak menggauli isterinya untuk yang kedua kalinya
disyariatkan berwuduk.

2. Dibolehkan beribat untuk menambah semangat untuk berjimak dengan isteri.

3. Mandi di antara dua persetubuhan tidak wajib.

4. Disyari’atkan meringankan junub dengan berwuduk kerana wuduk merupakan bersuci kecil supaya orang berkenaan tidak terhalang dari berkah ditemani oleh malaikat.

Di dalam hadis yang lain disebutkan:

ِثلاثة لا تقربهم الملائكة ؛ الجنب والسكران والمتمضخ بالخلوق

“Ada tiga orang yang para malaikat tidak mau mendekatinya, yaitu orang yang junub, orang mabuk dan orang yang berbau tidak enak.”

5. Etika mengungkapkan sesuatu dengan menggunakan kata-kata sindiran untuk menceritakan perkara-perkara yang aib.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Kategori
Uncategorized

New Fatwa Edisi 11 Kembali Hadir dengan Gaya yang Lebih Elegan

Bata-Bata – Majalah Ponpes Mambaul Ulum Bata-Bata (Muba), New Fatwa terbit kembali, Selasa (20/3/2018). Pada edisi 11 kali ini, Redaksi New Fatwa mengambil tema “Peran Pesantren Dalam Mengembangkan Perekonomian Masyarakat Madura”.

Pengangkatan tema tersebut sangat relevan dengan keadaan masyarakat pada saat ini. Sebab salah satu roda penggerak perekonomian, lebih-lebih di Madura adalah pondok pesantren. Hal tersebut dikarenakan pondok pesantren masih memiliki kepercayaan yang kental di masyarakat.

Pimred New Fatwa, Ahmad Khusairi menyampaikan, dengan terbitnya majalah yang mengangkat tema, “Peran Pesantren Dalam Perkembangan Perekonomian Masyarakat Madura” ini, dapat menyadarkan pesantren yang masih kaku dalam bidang perekonomian untuk lebih berpartisipasi dalam bangkitnya perekonomian masyarakat, lebih-lebih di Madura. “Pesantren Harus berperan aktif dalam hal itu (Perekonomian masyarakat, red),” katanya.

Pada penerbitan yang sekrang, New Fatwa juga tampil dengan mode penyususnan yang berbeda dengan penerbitan-penerbitan sebelumnya. Sekrang, New Fatwa tampil lebih elegan dan tentunya tampil lebih sempurna dari pada sebalumnya.

Sumber : bata-bata.net

Ketik Pencarian