Implikasi Keterlambatan Imam Salat Jumat terhadap Keabsahan Salat dan Syarat Mendengarkan Khotbah
Assalamualaikum
Deskripsi Masalah:
Dalam praktik pelaksanaan sholat Jumat di masyarakat, terkadang terjadi pemisahan peran antara khatib dan imam. ( beda orang). Menjelang dimulainya khotbah. Sang imam yang bertugas terlambat hadir sehingga tidak sempat mendengarkan khotbah yang sedang berlangsung.
Waalaikumsalam.
Pertanyaan :
1. Apakah syarat menjadi imam sholat Jumat harus mendengarkan khotbah yang disampaikan oleh khatib.
2. Bagaimana hukumnya imam bukan khatib.
Waalaikumsalam.
Jawaban :
1. Ya, Disyaratkan bagi imam shalat jum’at mendengarkan Khotbah menurut jumhur ulama, jika imam berbeda dengan khatib. Jika tidak mendengarkan khutbah, sholat Jumat tidak sah.
2 Hukum Imam Bukan Khatib: Boleh (jaiz) tapi makruh menurut jumhur ulama.
Dengan demikian Sunah jika khatib dan imam satu orang, karena shalat dan khutbah satu paket (satu kesatuan). Menurut Mazhab Maliki wajib satu orang kecuali ada udzur.
Referensi
مرقاة صعود التصديق في شرح سلم التوفيق صـ ٣٤
(فرع) لو خطب شخص وأراد أن يقدم شخصا آخر ليصلي بالقوم، فيشترط فيمن يكون إماما أن يكون ممن سمع الخطبة وإن كان ممن فيه الأربعون وإلا بأن كان زائدا على الأربعين فلا يشترط عليه نية الجمعة إذ يجوز صلاة الجمعة خلف مصلي الظهر إنتهى
Miroqot Su’ud At-Tashdiq fi Syarhi Sullam At-Taufiq halaman 34
(Cabang) Apabila seseorang berkhotbah dan ingin mengajukan orang lain untuk mengimami shalat bagi kaum (jamaah), maka disyaratkan bagi orang yang menjadi imam tersebut untuk termasuk orang yang mendengarkan khotbah. Dan jika ia termasuk dalam bilangan empat puluh (jamaah), maka demikianlah (disyaratkan mendengar khotbah). Jika tidak demikian, yaitu jumlah jamaah lebih dari empat puluh, maka tidak disyaratkan baginya niat shalat Jumat, karena diperbolehkan shalat Jumat di belakang orang yang shalat Zuhur. Selesai.
ويكره ذلك أعني أن يكون الخطيب غير الإمام أفتى بذلك للشيخ النحرير للوذعي محمد صالح بن إبراهيم
Dan dimakruhkan hal itu, maksudku adalah khatib berbeda dengan imam. Demikianlah fatwa dari Syekh An-Nahrir Al-Ladza’i Muhammad Shalih bin Ibrahim.
الموسوعة الفقهية الكويتية : ج٢٧ص٢٠٦
اسْتِحْبَابُ كَوْنِ الْخَطِيبِ وَالإِْمَامِ وَاحِدًا:
٣٢ – يُسْتَحَبُّ أَنْ لاَ يَؤُمَّ الْقَوْمَ إِلاَّ مَنْ خَطَبَ فِيهِمْ؛ لأَِنَّ الصَّلاَةَ وَالْخُطْبَةَ كَشَيْءٍ وَاحِدٍ (٢) ، قَال فِي تَنْوِيرِ الأَْبْصَارِ: فَإِنْ فَعَل بِأَنْ خَطَبَ صَبِيٌّ بِإِذْنِ السُّلْطَانِ وَصَلَّى بَالِغٌ جَازَ (٣) ، غَيْرَ أَنَّهُ يُشْتَرَطُ فِي الإِْمَامِ حِينَئِذٍ أَنْ يَكُونَ مِمَّنْ قَدْ شَهِدَ الْخُطْبَةَ. قَال فِي الْبَدَائِعِ: وَلَوْ أَحْدَثَ الإِْمَامُ بَعْدَ الْخُطْبَةِ قَبْل الشُّرُوعِ فِي الصَّلاَةِ فَقَدَّمَ رَجُلاً يُصَلِّي بِالنَّاسِ: إِنْ كَانَ مِمَّنْ شَهِدَ الْخُطْبَةَ أَوْ شَيْئًا مِنْهَا جَازَ، وَإِنْ لَمْ يَشْهَدْ شَيْئًا مِنَ الْخُطْبَةِ لَمْ يَجُزْ، وَيُصَلِّي بِهِمُ الظُّهْرَ، وَهُوَ مَا ذَهَبَ إِلَيْهِ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ (٤) .
وَخَالَفَ فِي ذَلِكَ الْمَالِكِيَّةُ، فَذَهَبُوا إِلَى وُجُوبِ كَوْنِ الْخَطِيبِ وَالإِْمَامِ وَاحِدًا إِلاَّ لِعُذْرٍ كَمَرَضٍ، وَكَأَنْ لاَ يَقْدِرَ الإِْمَامُ عَلَى الْخُطْبَةِ، أَوْ لاَ يُحْسِنَهَا (٥) .
Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah juz 27, halaman 206:
Anjuran Agar Khatib dan Imam Adalah Satu Orang:
32 – Dianjurkan agar tidak mengimami suatu kaum kecuali orang yang berkhutbah di hadapan mereka; karena shalat dan khutbah itu seperti satu kesatuan (2). Dalam kitab Tanwir Al-Abshar disebutkan: “Jika terjadi demikian, yaitu seorang anak kecil berkhutbah dengan izin penguasa dan orang dewasa mengimami shalat, maka hukumnya boleh (3). Hanya saja, disyaratkan bagi imam saat itu untuk termasuk orang yang menyaksikan khutbah.” Dalam kitab Al-Badai’ disebutkan: “Seandainya imam berhadats setelah khutbah sebelum memulai shalat, lalu ia mengajukan seorang laki-laki untuk mengimami orang-orang: jika laki-laki tersebut termasuk orang yang menyaksikan khutbah atau sebagian darinya, maka hukumnya boleh. Namun jika ia tidak menyaksikan sedikit pun dari khutbah, maka hukumnya tidak boleh, dan ia mengimami mereka shalat Zuhur. Ini adalah pendapat mayoritas fuqaha (4).”
Mazhab Malikiyah berbeda pendapat dalam hal ini. Mereka berpendapat wajibnya khatib dan imam menjadi satu orang kecuali karena udzur seperti sakit, atau imam tidak mampu berkhutbah, atau tidak mahir berkhutbah.
Wallahu a’lam bisshawab.