DEWAN PIMPINAN PUSAT
IKATAN ALUMNI BATA-BATA

HUKUM AMIL ZAKAT MENGURANGI TAKARAN ZAKAT FITRAH DEMI PEMERATAAN

pemerataan hasil zakat fitrah

Assalamualaikum.

Deskripsi Masalah:

Seorang ustadz menerima titipan zakat fitrah sebanyak 9 bungkus untuk disalurkan kepada para mustahiq. Namun, jumlah mustahiq yang ada di tempat tersebut sebanyak 11 orang. Agar semua mustahiq mendapat bagian, ustadz membagi ulang 9 bungkus zakat fitrah tersebut menjadi 11 bagian, sehingga setiap mustahiq menerima bagian yang lebih sedikit dari takaran zakat fitrah yang seharusnya.

Pertanyaan:

Apakah tindakan ini sah sebagai zakat fitrah?

Jawaban:

Berdasarkan prinsip distribusi zakat dalam Islam, Amil memberikan zakat kepada lebih dari satu orang dengan jumlah berbeda maka hukumnya tetap sah.Karena Muzakki telah meng ijabkannya kepada Mustahik ( Amil zakat ) dalam mengeluarkan zakat dengan jumlah takaran zakat fitrah(satu Sho’ ),walaupun setelah sampai kepada amil zakat disamaratakan sebagaimana Deskripsi karena itu adalah sebuah kebijakan bukan kebijaksanaan, ( bukan pelanggaran )

Adapun alokasi harus dilakukan berdasarkan kebutuhan dan jumlah penerima, bukan sekadar pemerataan , dan tidak ada unsur kezaliman terhadap mustahiq yang berhak menerima.

Jika dana terbatas, boleh diberikan kepada satu individu atau satu golongan saja. Namun prioritas utama adalah tetap diberikan kepada fakir dan miskin .Dalam semua kondisi, pendistribusian harus sesuai dengan maslahat yang ditetapkan dalam syariat.

فقه الزكاة الجزء الثاني  للشيخ الدكتور  يوسف القرضاوي ص ٦٨٧- ٧٩٣

الفصل الثامن
مباحث حول الأصناف المستحقين
مذاهب الفقهاء في استيعاب الأصناف : ذكر الله تعالى مصارف الزكاة في كتابه الكريم ، وحصرها في ثمانية أصناف شرحناها وفصلنا القول في بيانها . وبقي هنا مسألة لا بد من توضيحها . وهي : هل يجب على مفرق الزكاة سواء أكان المالك أو الحاكم – أن يوزعها على جميع هؤلاء الأصناف الثمانية : وان يسوى بينهم في قدر ما يعطيه ؟ هكذا فهم بعض الفقهاء . منهم الإمام الشافعي الذي أطال في تفصيل هذه المسألة في كتاب ( الأم ) في فصول كثيرة . قال النووي في المجموع : قال الشافعي والأصحاب رحمهم الله : ان كان مفرق الزكاة هو المالك أو وكيله سقط نصيب العامل . ووجب صرفها إلى الأصناف السبعة الباقين ان وجدوا ، وإلا فالموجود منهم . ولا يجوز ترك صنف منهم مع وجوده ، فإن تركه ضمن نصيبه .. وبمذهبنا في استيعاب الاصناف قال عكرمة وعمر بن عبد العزيز والزهري وداود  . وعن أحمد رواية أيضاً توافق مذهب الشافعي : انه يجب تعميمهم والتسوية بينهم

Bab Kedelapan

Pembahasan tentang Golongan yang Berhak Menerima Zakat
Mazhab-mazhab Fikih dalam Mencakup Semua Golongan Penerima Zakat:
Allah Ta’ala telah menyebutkan tempat-tempat penyaluran zakat dalam Kitab-Nya yang mulia, dan membatasinya pada delapan golongan. Kami telah menjelaskan dan merinci perkataan mengenai hal ini. Namun, masih ada satu masalah yang perlu dijelaskan. Yaitu: Apakah wajib bagi orang yang membagikan zakat, baik pemilik harta atau penguasa, untuk menyalurkannya kepada semua delapan golongan ini, dan menyamakan mereka dalam jumlah yang diberikan? Demikianlah pemahaman sebagian ulama. Di antara mereka adalah Imam Syafi’i, yang telah panjang lebar menjelaskan masalah ini dalam kitabnya (Al-Umm) dalam beberapa bab.
An-Nawawi berkata dalam Al-Majmu’: Imam Syafi’i dan para sahabatnya, semoga Allah merahmati mereka, berkata: Jika orang yang membagikan zakat adalah pemilik harta atau wakilnya, maka bagian amil (pengelola zakat) gugur. Wajib menyalurkannya kepada tujuh golongan yang tersisa jika mereka ada, jika tidak, maka kepada yang ada di antara mereka. Tidak boleh meninggalkan salah satu golongan pun jika mereka ada, jika ia meninggalkannya, maka ia telah mengurangi bagian mereka… Dan menurut mazhab kami dalam mencakup semua golongan, (pendapat) Ikrimah, Umar bin Abdul Aziz, Az-Zuhri, dan Dawud
(1). Dan dari Ahmad, ada riwayat yang juga sesuai dengan mazhab Syafi’i: bahwa wajib untuk mencakup mereka semua dan menyamakan diantara mereka.

وأن يدفع من كل صنف إلى ثلاثة فصاعدا : لأنه أقل الجمع . إلا العامل : لأن ما يأخذه اجرة ، فجاز ان يكون واحداً ، وان تولى الرجل اخراجها بنفسه سقط العامل . وهذا اختيار أبي بكر من الحنابلة
واستحب أصبغ من المالكية مذهب الشافعي في تعميم الأصناف ، حتى
لا يندرس العلم باستحقاقهم . ولما فيه من الجمع بين مختلف المصالح لما فيه من سد الخلة والغزو ووفاء الدين . وغير ذلك ولما يوجبه من
دعاء الجميع  . قال ابن العربي : واتفقوا على انه لا يعطى جميعها للعاملين فيها لأن ذلك اخلال بالمقصود من شرعية الزكاة وهو سد خلة المسلمين . وسد خلة الإسلام كما قال الطبري . واعتمد أصحاب الشافعي على أن الله أضاف الصدقة بلام التمليك (للفقراء والمساكين .. الخ ) إلى مستحق حتى يصح منه الملك على وجه التشريك . فكان ذلك بياناً للمستحقين ، وهذا كما لو أوصى لاصناف معينين أو لقوم معينين . فيجب ان يعمهم جميعاً : واستدلوا من السنة بما رواه أبو داود عن زياد بن الحارث الصدائي قال : أتيت رسول الله ﷺ فبايعته فأتاه رجل فقال : اعطني من الصدقة . فقال له رسول الله ﷺ ان الله لم يرض بحكم نبي ولا غيره في الصدقات حتى حكم هو فيها فجزأها ثمانية أجزاء ، فإن كنت من أهل تلك الأجزاء أعطيتك
حقك . .وخالف الشافعي مالك وأبو حنيفة وأصحابهما ، ولم يوجبوا استيعاب الأصناف في القسمة . وقالوا : ان اللام في الآية ليست لام التمليك ، وإنما هي لام الأجل

Dan setiap golongan (penerima zakat) harus diberikan kepada tiga orang atau lebih, karena itu adalah jumlah minimal dari bentuk jamak. Kecuali amil zakat, karena apa yang mereka ambil adalah upah, maka boleh saja diberikan kepada satu orang. Dan jika seseorang bertanggung jawab atas pengeluaran zakat itu sendiri, maka gugurlah statusnya sebagai amil zakat. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Abu Bakar dari kalangan Hanabilah .
Ashbagh dari kalangan Malikiyah menganjurkan mazhab Syafi’i dalam menggeneralisasikan golongan-golongan (penerima zakat), agar ilmu tentang hak mereka tidak hilang. Dan karena di dalamnya terdapat pengumpulan antara berbagai kemaslahatan, seperti menutupi kebutuhan, berperang, menunaikan hutang, dan lain-lain, serta karena hal itu sesuai dengan seruan semua orang .
Ibnu Arabi berkata: Mereka sepakat bahwa zakat tidak diberikan semuanya kepada para amil yang bekerja di dalamnya (3), karena hal itu merusak tujuan dari pensyariatan zakat, yaitu menutupi kebutuhan orang-orang Muslim. Dan menutupi kebutuhan Islam, sebagaimana yang dikatakan oleh Thabari.
Para pengikut mazhab Syafi’i berpendapat bahwa Allah menambahkan kata “sedekah” dengan lam (huruf lam) kepemilikan (untuk fakir miskin… dst) kepada orang yang berhak, sehingga kepemilikan dari sedekah itu sah secara syirkah (bersama). Maka hal itu menjadi penjelasan bagi orang-orang yang berhak. Dan ini seperti jika seseorang mewasiatkan kepada golongan-golongan tertentu atau kaum tertentu (3). Maka wajib untuk mencakup mereka semua.
Mereka berdalil dari sunnah dengan riwayat Abu Dawud dari Ziyad bin Harits ash-Shuda’i, ia berkata: Aku mendatangi Rasulullah ﷺ dan membai’atnya, lalu datang seorang laki-laki dan berkata: Berikanlah aku sedekah. Maka Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya: Sesungguhnya Allah tidak meridhai hukum seorang nabi atau selainnya dalam hal sedekah, sehingga Dia sendiri yang menetapkan hukumnya, lalu Dia membaginya menjadi delapan bagian. Jika kamu termasuk salah satu dari delapan bagian itu, maka akan aku berikan hakmu.
Mazhab Syafi’i berbeda dengan mazhab Maliki dan Abu Hanifah serta pengikut mereka, mereka tidak mewajibkan mencakup semua golongan dalam pembagian zakat.
Mereka berkata: Sesungguhnya lam (huruf lam) dalam ayat tersebut bukanlah lam kepemilikan, melainkan lam waktu.

كقولك : هذا السرج للدابة ، والباب للدار واستدلوا بقوله تعالى ( إن تبدوا الصدقات فنعما هي ، وإن تخفوها وتؤتوها الفقراء فهو خير لكم ) فلم يذكر لها في الآية مصرفاً إلا الفقراء . والصدقة متى اطلقت في القرآن فهي صدقة الفرض . وقال النبي صلى الله عليه وسلم أمرت أن آخذ الصدقة من أغنيائكم وأردها على فقرائكم . وهذا نص في ذكر أحد الأصناف قرآناً وسنة وقد روى أبو عبيد عن ابن عباس أنه قال : إذا وضعتها في صنف واحد من هذه الأصناف فحسبك ؛ إنما قال الله تبارك وتعالى ( إنما الصدقات للفقراء والمساكين ) وكذا وكذا ، لئلا يجعلها في غير هذه الأصناف » ، ونحوه عن حذيفة وعن ابن شهاب قال : أسعدهم بها أكثرهم عدداً وأشدهم فاقة . وعن ابراهيم قال : ما كانوا يسألون إلا عن الفاقة ( الفاقة : الفقر ) .وقال سفيان وأهل العراق ( أبو حنيفة وأصحابه ) : إذا وضعها في صنف واحد من الثمانية أجزأه وقال ابراهيم النخعي : إذا كان المال كثيراً ففرقه في الأصناف . وإذا كان قليلا فاعطه صنفاً واحداً . وروى مثل هذا عن عطاء  وقال أبو ثور : إن أخرجه صاحبه جاز له ان يضعه في قسم ، وان قسمه الإمام استوعب الأصناف . وقال مالك : الأمر عندنا في قسم الصدقات أن ذلك لا يكون إلا على وجه الاجتهاد من الوالي . فأي الأصناف كانت الحاجة فيه والعدد ، أوثر ذلك الصنف بقدر ما يرى الوالي ، وعسى أن ينتقل ذلك إلى الصنف الآخر بعد عام أو عامين أو أعوام ، فيؤثر أهل الحاجة والعدد حيثما كان ذلك .

Pendapat Mereka:

“Seperti ucapanmu: Pelana ini untuk hewan tunggangan, dan pintu ini untuk rumah.”
Mereka berdalil dengan firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Jika kamu menampakkan sedekahmu, maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikannya itu lebih baik bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 271). Ayat ini tidak menyebutkan tempat penyaluran sedekah selain orang-orang fakir.
Dan sedekah, kapan pun disebutkan secara mutlak dalam Al-Qur’an, maka itu adalah sedekah wajib. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku diperintahkan untuk mengambil sedekah dari orang-orang kaya kalian dan mengembalikannya kepada orang-orang fakir kalian.” Ini adalah nash (dalil tegas) dalam menyebutkan salah satu golongan (penerima sedekah) berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah
Abu Ubaid meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata: “Jika kamu meletakkannya (sedekah) pada satu golongan saja dari golongan-golongan ini, maka itu sudah cukup bagimu. Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Sesungguhnya sedekah-sedekah itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin…” dan seterusnya, agar tidak diletakkan pada selain golongan-golongan ini.” Dan yang serupa dengannya diriwayatkan dari Hudzaifah.
Dari Ibnu Syihab, ia berkata: “Orang yang paling bahagia dengan sedekah itu adalah yang paling banyak jumlahnya dan yang paling parah kefakirannya.”
Dari Ibrahim, ia berkata: “Mereka tidak bertanya kecuali tentang kefakiran (al-faqah: kemiskinan).”
Sufyan dan ulama Irak (Abu Hanifah dan para sahabatnya) berkata: “Jika seseorang meletakkannya (sedekah) pada satu golongan saja dari delapan golongan, maka itu sudah cukup.”
Ibrahim An-Nakha’i berkata: “Jika harta itu banyak, maka ia membaginya kepada semua golongan. Dan jika harta itu sedikit, maka ia memberikannya kepada satu golongan saja.” Pendapat yang serupa diriwayatkan dari Atha’ .
Abu Tsaur berkata: “Jika pemiliknya mengeluarkan (sedekah), maka ia boleh meletakkannya pada satu bagian saja. Dan jika imam yang membaginya, maka ia mencakup semua golongan.”
Malik berkata: “Pendapat kami dalam pembagian sedekah adalah bahwa itu tidak boleh dilakukan kecuali dengan ijtihad dari penguasa. Golongan mana pun yang paling membutuhkan dan paling banyak jumlahnya, maka golongan itu yang diutamakan sesuai dengan apa yang dilihat oleh penguasa. Dan mungkin saja sedekah itu dipindahkan ke golongan lain setelah satu tahun, dua tahun, atau beberapa tahun, lalu orang-orang yang membutuhkan dan banyak jumlahnya diutamakan di mana pun mereka berada.”

وعلى هذا أدركت من أرضى من أهل العلم  وأوجه الأقوال المذكورة ما قاله النخعي وأبو ثور ومالك وهي – فيما أرى – يكمل بعضها بعضا.
تحقيق صاحب الروضة الندية :
وقد حقق ذلك صاحب الروضة الندية فقال : إن الله سبحانه جعل الصدقة مختصة بالأصناف الثمانية غير سائغة لغيرهم . واختصاصها بهم لا يستلزم أن تكون موزعة بينهم على السوية ، ولا أن يقسط كل ما حصل من قليل أو كثير عليهم . بل المعنى : أن جنس الصدقات الجنس هذه الأصناف . فمن وجب عليه شيء من جنس الصدقة ، ووضعه في جنس الأصناف فقد فعل ما أمره الله فيه وسقط عنه ما أوجبه الله عليه . ولو قيل : إنه يجب على المالك – إذا حصل له شيء تجب فيه الزكاة – تقسيطه على جميع الأصناف الثمانية على فرض وجودهم جميعاً ، لكان ذلك – مع ما فيه من الحرج والمشقة – مخالفاً لما فعله المسلمون سلفهم وخلفهم . وقد يكون الحاصل شيئاً حقيراً لو قسم على جميع الأصناف لما انتفع كل صنف بما حصل له ، ولو كان نوعاً واحداً فضلاً عن أن يكون عدداً !! وحديث زياد بن الحارث الذي قال له النبي : إن الله لم يرض بحكم نبي ولا غيره في الصدقات حتى حكم فيها هو فجزأها ثمانية أجزاء … هذا الحديث على فرض صلاحيته للاحتجاج ( ففي إسناده مقال ) فالمراد بتجزئة الصدقة تجزئة مصارفها ، كما هو مصارف الآية التي قصدها ﷺ . ولو كان المراد تجزئة الصدقة نفسها ، وأن كل جزء لا يجوز صرفه في غير الصنف المقابل له ، لما جاز صرف نصيب ما هو معدوم من الأصناف إلى غيره ، وهو خلاف الإجماع من المسلمين . وأيضاً لو سلم ذلك لكان باعتبار مجموع الصدقات التي تجتمع عند الإمام .

Dan atas dasar ini, saya menyadari dari orang-orang yang diridhai dari kalangan ulama (1).
Dan saya menafsirkan perkataan-perkataan yang disebutkan itu seperti yang dikatakan oleh An-Nakha’i, Abu Tsaur, dan Malik, yaitu – menurut pendapat saya – sebagiannya melengkapi sebagian yang lain.
Penelitian Pemilik Ar-Raudhah An-Nadiyah:
Pemilik Ar-Raudhah An-Nadiyah telah meneliti hal itu dan berkata: Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan sedekah khusus untuk delapan golongan, tidak sah untuk selain mereka. Pengkhususan mereka tidak mengharuskan pembagian yang sama rata di antara mereka, dan tidak pula harus membagi semua yang diperoleh dari sedikit atau banyak di antara mereka. Tetapi maknanya: bahwa jenis sedekah adalah jenis dari golongan-golongan ini. Maka barangsiapa yang wajib mengeluarkan sesuatu dari jenis sedekah, dan ia meletakkannya pada jenis golongan tersebut, maka ia telah melakukan apa yang diperintahkan Allah kepadanya dan gugur darinya apa yang diwajibkan Allah kepadanya. Jika dikatakan: bahwa pemilik wajib – jika ia memperoleh sesuatu yang wajib dizakati – membaginya kepada delapan golongan secara merata dengan asumsi bahwa mereka semua ada, maka hal itu – di samping adanya kesulitan dan kesusahan – bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh kaum Muslimin terdahulu dan yang kemudian. Dan bisa jadi hasil yang diperoleh adalah sesuatu yang sedikit, jika dibagikan kepada semua golongan, maka setiap golongan tidak akan memperoleh manfaat dari apa yang diperolehnya, apalagi jika hanya ada satu jenis, daripada jumlah yang banyak!!
Dan hadits Ziyad bin Al-Harits yang Nabi bersabda kepadanya: Sesungguhnya Allah tidak meridhai hukum seorang nabi atau selainnya dalam hal sedekah hingga Dia sendiri yang menetapkan hukumnya dan membaginya menjadi delapan bagian… Hadits ini, dengan asumsi kesahihannya untuk dijadikan hujjah (karena dalam sanadnya ada masalah), maka yang dimaksud dengan pembagian sedekah adalah pembagian tempat penyalurannya, sebagaimana tempat penyaluran ayat yang dimaksudkan. Jika yang dimaksud adalah pembagian sedekah itu sendiri, dan bahwa setiap bagian tidak boleh disalurkan kepada selain golongan yang sesuai, maka tidak boleh menyalurkan bagian dari golongan yang tidak ada kepada selainnya, dan ini bertentangan dengan ijma’ kaum Muslimin.
Dan juga, jika hal itu diterima, maka hal itu berdasarkan jumlah sedekah yang terkumpul di sisi imam.

لا باعتبار صدقة كل فرد . فلم يبق ما يدل على وجوب التقسيط . بل يجوز إعطاء بعض المستحقين بعض الصدقات واعطاء بعضهم بعضاً آخر . نعم إذا جمع الإمام جميع صدقات أهل قطر من الأقطار وحضر عنده جميع الأصناف الثمانية كان لكل صنف حق في مطالبته بما فرضه الله . وليس عليه تقسيط ذلك بينهم بالسوية ولا تعميمهم بالعطاء ، بل له ان يعطي بعض الأصناف أكثر من البعض الآخر . وله ان يعطي بعضهم دون بعض – إذا رأى ذلك صلاحاً عائداً على الإسلام وأهله . مثلا إذا جمعت لديه الصدقات وحضر الجهاد وحقت المدافعة عن حوزة الإسلام من الكفار أو البغاة فإن له ايثار أصناف المجاهدين بالصرف إليهم وان استغرق جميع الحاصل من الصدقات . وهكذا إذا اقتضت المصلحة ايثار غير المجاهدين ) اهـ

“Tidak dengan mempertimbangkan sedekah setiap individu. Maka tidak tersisa petunjuk yang menunjukkan kewajiban pembagian secara merata. Bahkan, boleh memberikan sebagian sedekah kepada sebagian orang yang berhak, dan memberikan sebagian lainnya kepada sebagian yang lain. Ya, jika imam mengumpulkan semua sedekah penduduk suatu daerah dari berbagai wilayah dan semua delapan golongan (penerima zakat) hadir di hadapannya, maka setiap golongan memiliki hak untuk menuntut apa yang telah diwajibkan Allah. Dan tidak wajib baginya untuk membagi sedekah itu di antara mereka secara merata, atau menyamaratakan pemberiannya. Bahkan, ia boleh memberikan sebagian golongan lebih banyak dari golongan lain. Dan ia boleh memberikan kepada sebagian golongan tanpa memberikan kepada sebagian yang lain – jika ia melihat hal itu membawa kebaikan bagi Islam dan pemeluknya. Misalnya, jika terkumpul di sisinya sedekah-sedekah dan jihad hadir, serta pembelaan terhadap wilayah Islam dari orang-orang kafir atau pemberontak menjadi hak, maka ia boleh mengutamakan golongan mujahid dalam memberikan sedekah kepada mereka, meskipun hal itu menghabiskan semua yang diperoleh dari sedekah. Demikian pula, jika kemaslahatan menuntut pengutamaan selain mujahid, maka demikianlah yang dilakukan.”

.إلى أن قال
الخلاصة في التوزيع على الأصناف :
وخلاصة القول بعد ذكر هذه الآراء والتحقيقات والترجيحات . نعرضها
فيما يلي :
١ – ينبغي تعميم الأصناف المستحقين إذا كثر المال ، ووجدت الأصناف وتساوت حاجاتهم أو تقاربت ، ولا يجوز حرمان صنف منهم مع قيام سبب استحقاقه ووجود حاجته . وهذا يتعين في حق الامام أو السلطة الشرعية التي تجمع الزكوات وتفرقها على المستحقين .
٢ – عند تعميم الأصناف الموجودين بالفعل من الثمانية ، ليس بواجب أن نسوي بين كل صنف وآخر في قدر ما يصرف له ، وإنما يكون ذلك حسب العدد والحاجة . فقد يوجد في اقليم ألف فقير ولا يوجد من الغارمين أو ابن السبيل إلا عشرة ، فكيف يعطى عشرة ما يعطاه ألف ؟ ! لهذا نرى الأوفق هنا ما ذهب إليه مالك ومن قبله ابن شهاب من ايثار الصنف الذي فيه العدد والحاجة بالنصيب الأكبر خلافاً لمذهب الشافعي .
٣ – يجوز صرف الزكاة كلها لبعض الأصناف خاصة ، لتحقيق مصلحة معتبرة شرعاً تقتضي التخصيص . كما أنه عند اعطاء صنف من الأصناف الثمانية لا يلزم التسوية بين جميع افراده في قدر ما يعطونه . بل يجوز المفاضلة بينهم حسب حاجاتهم . فإن الحاجات تختلف من فرد إلى آخر . المهم أن يكون التفضيل – إن وجد – لسبب ومصلحة لا لهوى وشهوة . ودون اجحاف بالآخرين من الأصناف أو الأفراد
٤ – ينبغي أن يكون الفقراء والمساكين هم أول الأصناف الذين تصرف لهم الزكاة ، فإن كفايتهم واغناءهم هو الهدف الأول للزكاة ، حتى إن الرسول ﷺ لم يذكر في حديث معاذ وغيره إلا هذا المصرف . « تؤخذ من أغنيائهم ، فترد على فقرائهم » ، وذلك لما لهذا المصرف من أهمية خاصة . فلا يجوز للحاكم أن يأخذ أموال الزكاة لينفقها على الجيش مثلاً ، ويدع الفئات الضعيفة المحتاجة من أهل الفقر والمسكنة يأكلها الجوع والعري والضياع ، ويحرقها الحقد والحسد والبغضاء . وكل هذا ما لم تطرأ ظروف خاصة مؤقتة تجعل علاجها مقدماً على علاج. وكل هذا ما لم تطرأ ظروف خاصة مؤقتة تجعل علاجها مقدماً على علاج الفقر والمسكنة . ٥ – ينبغي الأخذ بمذهب الشافعي في تعيين الحد الأقصى الذي يصرف للعاملين على الزكاة جباية وتوزيعاً . وقد حدده بمقدار « الثمن ، من حصيلة الزكاة . فلا يجوز الزيادة عليه . فإن مما يعاب على أكثر الضرائب الوضعية أن مقداراً كبيراً مما يجبى منها ينفق على الإدارات والأجهزة المكلفة بالجباية ، فلا تصل المبالغ المحصلة من الممولين إلى الخزانة إلا بعد أن تكون قد نقصت نقصاً ملحوظاً بسبب الاسراف في نفقات الجباية والتحصيل ، وما تستلزمه فخامة المناصب ، وأناقة المكاتب ، والعناية بالمظاهر ، والميل إلى التعقيد ، من تكاليف جمة وأموال طائلة . وهذا في الحقيقة إنما يؤخذ من الجهات المستحقة التي تصرف فيها حصيلة ما جبي من المال . وإلا ، زيد بقدره على المكلفين المرهقين .
٦ – عندما يكون مال الزكاة قليلاً ، كمال فرد واحد ليس بذي ثروة كبيرة . فهنا يعطى لصنف واحد ، كما قال النخعي وأبو ثور ، بل لفرد واحد ، كما قال أبو حنيفة ؛ فإن تفريق هذا القليل على عدة أصناف أو عدة أفراد من صنف واحد ، يضيع الفائدة المرجوة من الزكاة . وقد مربنا في مصرف الفقراء والمساكين ، ترجيح مذهب الشافعي في الإغناء بالزكاة . فهو أولى من اعطاء عدد من الأفراد دريهمات لكل منهم ، لا تشفي ولا تكفي . وهذا ما لم يكن العدد الموجود في حاجة شديدة إلى إسعاف بأي شيء ، ولو قليلاً . فالتفريق أفضل وأولى عندئذ

Kesimpulan dari pendistribusian zakat kepada golongan mustahik adalah sebagai berikut:
Penyebaran Zakat Jika Harta Banyak
Jika dana zakat banyak dan terdapat semua golongan mustahik dengan kebutuhan yang seimbang atau hampir sama, maka harus diberikan kepada semua golongan tersebut. Tidak diperbolehkan mengabaikan satu golongan yang berhak menerima zakat selama mereka masih membutuhkan. Hal ini lebih ditekankan bagi pemerintah atau otoritas yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.
Perbedaan Alokasi Berdasarkan Kebutuhan
Dalam pendistribusian kepada golongan yang ada, tidak wajib memberikan jumlah yang sama kepada masing-masing golongan. Distribusi harus disesuaikan dengan jumlah penerima dan tingkat kebutuhan mereka. Misalnya, jika terdapat seribu fakir miskin di suatu wilayah sedangkan gharim (orang yang berutang) dan ibnu sabil (musafir yang kehabisan bekal) hanya berjumlah sepuluh orang, maka jelas golongan fakir miskin harus mendapatkan bagian lebih besar. Pendapat ini dipegang oleh Imam Malik dan Ibnu Syihab, berbeda dengan Imam Syafi’i yang menekankan pemerataan.
Boleh Memberikan Zakat kepada Sebagian Golongan Saja
Zakat boleh diberikan hanya kepada beberapa golongan saja jika ada kemaslahatan syar’i yang menuntut demikian. Begitu juga dalam satu golongan, tidak wajib memberikan jumlah yang sama kepada setiap individu. Alokasi dana bisa berbeda sesuai dengan tingkat kebutuhan masing-masing, asalkan perbedaan ini dilakukan dengan alasan yang jelas dan tidak berdasarkan hawa nafsu serta tidak menzalimi golongan atau individu lain.


Prioritas bagi Fakir dan Miskin

Fakir dan miskin adalah golongan utama dalam distribusi zakat, karena tujuan utama zakat adalah mencukupi kebutuhan mereka hingga tidak lagi membutuhkan bantuan. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi ﷺ dalam hadis Mu’adz bin Jabal: “Diambil dari orang kaya mereka, lalu diberikan kepada orang fakir mereka.” Oleh karena itu, seorang pemimpin tidak boleh mengalokasikan dana zakat untuk kebutuhan lain seperti angkatan bersenjata sementara orang-orang miskin dibiarkan kelaparan dan menderita. Namun, dalam kondisi darurat tertentu, distribusi bisa berubah sesuai kebutuhan mendesak.

Pembatasan Upah Amil Zakat

Mengikuti pendapat Imam Syafi’i, upah bagi amil zakat harus dibatasi maksimal satu per delapan dari total zakat yang dikumpulkan. Tidak boleh lebih dari itu, karena dalam sistem pajak modern sering terjadi pemborosan besar dalam administrasi, sehingga dana yang dikumpulkan tidak sampai sepenuhnya kepada yang berhak akibat besarnya biaya operasional.
Zakat yang Jumlahnya Sedikit
Jika jumlah zakat sedikit, seperti zakat dari seseorang yang tidak memiliki harta berlimpah, maka boleh diberikan hanya kepada satu golongan saja, atau bahkan satu individu. Pendapat ini dipegang oleh Ibrahim An-Nakha’i, Abu Tsaur, dan Abu Hanifah. Sebab, jika dana zakat yang sedikit ini dibagi ke banyak orang atau banyak golongan, manfaatnya bisa hilang. Dalam konteks ini, pendapat Imam Syafi’i lebih unggul dalam memberikan zakat dalam jumlah cukup kepada satu orang agar mereka bisa keluar dari kemiskinan, daripada membagi dalam jumlah kecil yang tidak mencukupi kebutuhan siapa pun. Namun, jika ada banyak mustahik dalam kondisi sangat darurat, lebih baik zakat tersebut dibagi walaupun dalam jumlah kecil.

Kesimpulan Akhir

Berdasarkan poin-poin di atas, memberikan zakat kepada lebih dari satu orang dengan jumlah berbeda tetap sah, asalkan:
Alokasi dilakukan berdasarkan kebutuhan dan jumlah penerima, bukan sekadar pemerataan. Tidak ada unsur kezaliman terhadap mustahik yang berhak menerima. Jika dana terbatas, boleh diberikan kepada satu individu atau satu golongan saja. Prioritas utama tetap diberikan kepada fakir dan miskin. Dalam semua kondisi, pendistribusian harus sesuai dengan maslahat yang ditetapkan dalam syari’. Wallahu a’lam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

#TERKINI

#WARTA

#HUKUM