Kategori
MADING

“SAPI TIDAK MENANGGUNG BEBAN PADA TANDUKNYA”

“SAPI TIDAK MENANGGUNG BEBAN PADA TANDUKNYA

Sebuah Dawuh R.KH. Moh. Tohir Abdul Hamid.

Oleh : Umarul Faruk
(Ikaba Potoan Laok dan Potoan Daja)

Dalam khazanah pesantren dan kehidupan masyarakat pesantren di Indonesia, dawuh (petuah) para kiai sering kali mengandung makna yang dalam, melebihi apa yang tampak di permukaan. Salah satunya adalah dawuh dari RKH Abdul Hamid AMZ yang disampaikan kembali oleh putra beliau, RKH Moh Tohir Abdul Hamid:
“Bâdhâ dhâbuna aba (RKH. Abdul Hamid AMZ) “Tadhâ’ sapè berre’ ka tandu’en”, Pakellarrèh ana’ a sakola’ah è kamma’ah bhâih, pagghun nemmu obâng”
Artinya : Ada dawuh aba (RKH Abdul Hamid AMZ) “Sapi tidak menanggung beban pada tanduknya”, Terserah anak mau sekolah dimana saja pasti menemukan (jalan rejeki) biayanya
Sekilas, kalimat ini tampak sederhana dan bahkan terdengar seperti peribahasa. Namun, jika ditelaah dalam dua pendekatan—yakni konteks agama dan psikologi sosial—dawuh ini menyimpan pesan yang dalam, khususnya terkait harapan orang tua terhadap pendidikan anak dan keyakinan terhadap rezeki.
Dalam Islam, keyakinan kepada Allah sebagai Ar-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki) adalah prinsip utama dalam menjalani hidup. Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menguatkan bahwa setiap makhluk sudah dijamin rezekinya oleh Allah. Salah satunya:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا…
“Dan tidak ada suatu makhluk melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya…” (QS. Hud: 6)
Dawuh “Sapi tidak menanggung beban di tanduknya” menjadi metafora untuk menegaskan bahwa manusia, seperti juga makhluk lain, tidak menanggung sesuatu yang bukan menjadi tanggung jawabnya. Dalam hal ini, kekhawatiran akan biaya pendidikan bukanlah beban utama anak atau bahkan orang tua jika mereka yakin dan tawakal kepada Allah. Tanduk pada sapi memang tampak mencolok, tapi ia bukan alat untuk membawa beban. Sama halnya, kekhawatiran terhadap rezeki sering terlihat besar, tetapi sejatinya Allah-lah yang menanggungnya.
Pesan ini memberi ketenangan bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya ke pesantren atau pendidikan tinggi. Tidak perlu takut soal biaya, sebab jalan rezeki akan datang dengan izin Allah, kadang melalui cara yang tidak terduga.
Dari sisi psikologi sosial, dawuh ini memberikan pengaruh positif terhadap cara pandang seseorang terhadap masa depan, terutama dalam konteks pendidikan dan mobilitas sosial.
Optimisme terhadap Masa Depan
Ketika seseorang (baik anak maupun orang tua) memiliki keyakinan bahwa rezeki akan datang seiring niat baik untuk belajar, ini membangun optimisme. Optimisme ini terbukti secara ilmiah berkaitan erat dengan ketangguhan (resilience), semangat, dan kesehatan mental yang lebih baik.
Mengurangi Beban Psikologis
Banyak keluarga yang ragu untuk menyekolahkan anak ke tempat yang lebih tinggi karena kekhawatiran soal biaya. Pesan ini, bila tertanam kuat, dapat mengurangi tekanan mental (stress) dan mendorong tindakan nyata: mendaftar sekolah, mencari beasiswa, atau berdiskusi dengan tokoh masyarakat.
Pengaruh Sosial: Komunitas sebagai Penyangga.
Dalam lingkungan pesantren dan masyarakat religius, dawuh semacam ini tidak hanya membangun individu, tetapi juga komunitas. Komunitas yang yakin akan nilai pendidikan akan saling mendukung. Seringkali, biaya pendidikan anak datang bukan hanya dari orang tua, tapi juga dari tetangga, yayasan, atau donatur yang tergerak karena semangat keluarga tersebut.
Dawuh “Sapi tidak menanggung beban pada tanduknya” bukan hanya sekadar nasihat ringan yang bisa diabaikan. Sebaliknya, dawuh ini mengandung pesan yang dalam dan penuh makna, mengajarkan kita untuk bertawakal, berikhtiar, dan optimis dalam menghadapi segala tantangan, khususnya dalam perjalanan pendidikan. Dalam konteks kehidupan yang sering kali dihiasi oleh kecemasan tentang masa depan, beban ekonomi, dan ketidakpastian, dawuh ini hadir sebagai pengingat bahwa meskipun kita dihadapkan pada banyak hambatan, usaha kita tidak akan pernah sia-sia.
Pendidikan adalah salah satu aspek yang sering kali membuat orang tua merasa tertekan, terutama ketika harus menghadapi biaya yang tinggi dan tantangan-tantangan sosial yang ada. Namun, dengan keyakinan bahwa Allah adalah sumber rezeki yang tak terhingga, setiap usaha untuk mendapatkan ilmu akan selalu disertai jalan keluar yang tidak terduga. Seperti halnya sapi yang tidak perlu memikul beban di tanduknya, kita sebagai manusia juga tidak harus menanggung semua kesulitan sendiri. Allah lah yang akan memberikan jalan dan rezeki kepada mereka yang berusaha dengan penuh keikhlasan dan tawakal.

Optimisme yang dipupuk dalam hati seseorang yang percaya bahwa rezeki akan datang mengikuti usaha yang dilakukan, adalah salah satu modal psikologis yang penting. Orang yang optimis, menurut teori psikologi, memiliki ketahanan mental yang lebih baik dalam menghadapi tekanan hidup. Mereka cenderung lebih tenang, lebih mampu bertindak secara rasional, dan lebih siap menghadapi setiap ujian dengan hati yang lapang. Begitu pula dengan orang tua yang meyakini bahwa jalan pendidikan anak akan terbuka, meskipun harus melalui berbagai tantangan. Optimisme ini tidak hanya memberikan kekuatan, tetapi juga membuka peluang-peluang baru yang sebelumnya tak terbayangkan.
Di sisi lain, dawuh ini juga mengajarkan pentingnya sikap tawakal dalam setiap langkah hidup. Tawakal bukan berarti kita hanya menunggu tanpa usaha, tetapi menyadari bahwa setelah kita berikhtiar, hasilnya adalah takdir Allah. Dalam setiap pendidikan yang kita perjuangkan, harus ada keyakinan bahwa Allah akan membuka jalan bagi mereka yang berusaha keras. Sebagaimana dalam hadis Nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali mereka sendiri yang mengubahnya
Pesan ini menegaskan bahwa keberhasilan dalam pendidikan atau kehidupan tidak hanya bergantung pada kemampuan finansial, tetapi juga pada keyakinan dan usaha yang maksimal, yang akhirnya akan mendatangkan rezeki dari jalan yang tak terduga.
Dawuh dari RKH Abdul Hamid AMZ, yang disampaikan oleh RKH Moh Tohir Abdul Hamid, menjadi suatu pengingat yang penuh harapan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama kita berusaha dengan niat yang baik, berdoa, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah. Seperti halnya sapi yang tidak memikul beban di tanduknya, begitu pula kita tidak perlu merasa tertekan dengan beban kehidupan yang berat. Allah akan menyediakan jalan, dan kita hanya perlu terus berjalan dengan penuh semangat dan keyakinan.

Refrensi :
Quraish Shihab, M. (2002). Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Vol. 5). Jakarta: Lentera Hati.
Myers, D. G. (2012). Psikologi Sosial (Edisi 10, Alih Bahasa: Diana Angelica). Jakarta: Salemba Humanika.

Sumber Dawuh Ra Tohir dari Channel Youtube GM: https://www.youtube.com/watch?v=X3zPVonLSdM