Kategori
Uncategorized

Q.001.ANIKA RAGAM SEDEKAH

Assalamualaikum
Bolehkah hewan qurban di hukumi sedekah atau sebaliknya sedekah di hukumi kurban ? Mohon pencerahannya

Waalaikum salam.
Jawaban.

Hewan qurban boleh disebut sebagai sedekah, namun tidak semua sedekah dapat disebut qurban. Qurban memiliki sifat khusus, yaitu berupa an-na‘ām (unta, sapi, atau kambing) yang disembelih pada hari, tanggal, dan bulan tertentu, yaitu bulan Dzulhijjah dalam rangkaian ibadah Idul Adha. Sementara itu, sedekah bersifat umum dan tidak terbatas pada jenis harta tertentu maupun waktu tertentu.

Oleh karena itu, jika seseorang bersedekah dengan hewan di luar bulan Dzulhijjah, maka sedekah tersebut tidak disebut sebagai sedekah qurban, melainkan sedekah tathawwu‘ (sedekah sunnah), yang sifatnya lebih luas dan mencakup berbagai bentuk, baik berupa materi seperti hewan dan uang, maupun non-materi seperti ilmu dan bantuan lainnya.

Adapun keutamaan antara keduanya, meskipun sama-sama bernilai sedekah, sedekah qurban lebih utama dibandingkan sedekah tathawwu‘. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum qurban, di mana sebagian mewajibkannya dan sebagian lain menganggapnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan).

Wallāhu A‘lam bish-ṣawāb.

Referensi:


الباجورى على ابن قاسم. الجزء الثانى .ص :٢٩٦
والتضحية سنة مؤكدة.(قوله سنة مؤكدة )أى فى حقنا أما فى حقه صلى الله عليه وسلم واجبة والمخاطب بهاالمسلم البالغ العاقل الحر المستطيع وكذلك المبعض إذا ملك مالاببعضه الحر والمراد بالمستطيع من يقدر عليها فاضلة عن حاجته وحاجة ممنونه يوم العيد وأيام التشريك لأن ذلك وقتها ونظير ذلك زكاة الفطر فإنهم اشترطوا فيها أن تكون فاضلة عن حاجته يوم العيد وليلته لأن ذلك وقتها ويحتمل أنه يكفى أن تكون فاضلة عما يحتاجه فى ليلة العيد ويومه فقط كما فى الصدقة التطوع لأنها نوع صدقة ولذلك كانت من المكاتب متوفقة على إذن سيده كسائر تبرعات وهى أفضل من الصدقة التطوع للاختلاف فى وجوبها

“المجموع” : ج ٨ ص ٣٨٠. للامام النووي

اماالتضحية عن الميت، فقد أطلق أبو الحسن العبادي جوازها؛ لأنها ضرب من الصدقة، والصدقة تصح عن الميت وتنفعه وتصل إليه بالإجماع. وقال صاحب “العدة” والبغوي: لا تصح التضحية عن الميت إلا أن يوصي بها، وبه قطع الرافعي

Al-Bajuri ‘ala Ibn Qasim, Juz 2, Halaman 296 

Dan berkurban itu sunnah muakkadah.

(Perkataan “sunnah muakkadah”) – maksudnya adalah dalam hak kita (umat Islam), sedangkan dalam hak Nabi ﷺ, hukumnya adalah wajib. Orang yang diberi taklif untuk melaksanakannya adalah seorang Muslim yang baligh, berakal, merdeka, dan mampu. Demikian pula, seorang budak yang statusnya sebagian merdeka (muba‘adh) jika ia memiliki harta dari bagian dirinya yang merdeka.

Yang dimaksud dengan “mampu” adalah orang yang memiliki kemampuan berkurban dengan harta yang tersisa setelah memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya pada hari Idul Adha dan hari-hari Tasyriq, karena itu adalah waktu pelaksanaan kurban. Hal ini serupa dengan zakat fitrah, yang disyaratkan harus lebih dari kebutuhan hari raya dan malamnya, karena itu adalah waktunya.

Kemungkinan lain, cukup bagi seseorang untuk memiliki kelebihan dari kebutuhannya pada malam dan siang hari Idul Fitri saja, sebagaimana dalam sedekah sunnah, karena zakat fitrah juga termasuk jenis sedekah. Oleh karena itu, seorang budak mukatab yang ingin berkurban harus mendapatkan izin dari tuannya, sebagaimana dalam semua bentuk sedekah lainnya.

Berkurban lebih utama dibandingkan dengan sedekah sunnah karena ada perbedaan pendapat dalam masalah kewajibannya.

Al-Majmu‘, Juz 8, Halaman 380 – Imam An-Nawawi 

Adapun berkurban atas nama orang yang telah meninggal dunia, maka Abu al-Hasan al-‘Abadi membolehkan hal tersebut secara mutlak karena ia termasuk dalam kategori sedekah. Sedangkan sedekah bisa dilakukan atas nama orang yang telah meninggal dan memberikan manfaat serta sampai pahalanya kepadanya menurut ijma‘ (kesepakatan ulama).

Namun, menurut pemilik kitab Al-‘Uddah dan Imam al-Baghawi, kurban atas nama orang yang telah meninggal tidak sah kecuali jika ia telah berwasiat sebelumnya.

Apakah selain Udhiyah dari sekian banyak sedekah dapat menempati (mengantikan) maqomnya ( kedudukan qurban ) ?

Jawaban: Tidak ada yang dapat menggantikan dari sekian banyak sedekah terhadap kedudukan qurban, bahkan jika seseorang memberi sedekah dengan berupa domba yang hidup atau dengan harganya selama hari-hari kurban, itu tidak akan mencukupi baginya dibandingkan berkurban, apalagi jika adanya kurban itu wajib dan karena itulah kewajiban qurban itu berhubungan dengan menumpahkan darah, dan prinsipnya adalah jika perkara hukumnya terkait dengan perbuatan tertentu, maka tidak ada yang dapat menggantikan posisinya, seperti shalat dan puasa, selain zakat…………….

Referensi:

موسوعة الفقهية الكويتية.ج٥ص١٠٦

هل يقوم غير الأضحية من الصدقات مقامها؟
– لا يقوم غير الأضحية من الصدقات مقامها حتى لو تصدق إنسان بشاة حية أو بقيمتها في أيام النحر لم يكن ذلك مغنيا له عن الأضحية، لا سيما إذا كانت واجبة، وذلك أن الوجوب تعلق بإراقة الدم، والأصل أن الوجوب إذا تعلق بفعل معين لا يقوم غيره مقامه كالصلاة والصوم بخلاف الزكاة، فإن الواجب فيها عند أبي حنيفة والصاحبين أداء مال يكون جزءا من النصاب أو مثله، لينتفع به المتصدق عليه، وعند بعضهم الواجب أداء جزء من النصاب من حيث إنه مال لا من حيث إنه جزء من النصاب، لأن مبنى وجوب الزكاة على التيسير، والتيسير في الوجوب من حيث إنه مال لا من حيث إنه العين والصورة، وبخلاف صدقة الفطر فإنها تؤدى بالقيمة عند الحنفية، لأن العلة التي نص الشارع عليها في وجوب صدقة الفطر هي الإغناء. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أغنوهم عن الطواف في هذا اليوم، (١) والإغناء يحصل بأداء القيمة. (٢)

المفاضلة بين الضحية والصدقة:
٦٨ – الضحية أفضل من الصدقة، لأنها واجبة أو سنة مؤكدة، وشعيرة من شعائر الإسلام، صرح بهذا الحنفية والشافعية وغيرهم. (٣)
وصرح المالكية بأن الضحية أفضل أيضا من عتق الرقبة ولو زاد ثمن الرقبة على أضعاف ثمن الضحية. (٤)
وقال الحنابلة: الأضحية أفضل من الصدقة بقيمتها نص عليه أحمد، وبهذا قال ربيعة وأبو الزناد، وروي عن بلال رضي الله عنه أنه قال: لأن أضعه في يتيم قد ترب فوه فهو أحب إلي من أن أضحي، وبهذا قال الشعبي وأبو ثور، وقالت عائشة رضي الله عنها: لأن أتصدق بخاتمي هذا أحب إلي من أن أهدي إلى البيت ألفا.
ويدل لأفضلية التضحية أن النبي صلى الله عليه وسلم ضحى والخلفاء من بعده، ولو علموا أن الصدقة أفضل لعدلوا إليها، وما روته عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ما عمل ابن آدم يوم النحر عملا أحب إلى الله من إراقة دم، وأنه ليؤتى يوم القيامة بقرونها وأظلافها وأشعارها، وأن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع على الأرض، فطيبوا بها نفسا. (١)
ولأن إيثار الصدقة على الأضحية يفضي إلى ترك سنة سنها رسول الله صلى الله عليه وسلم فأما قول عائشة فهو في الهدي دون الأضحية وليس الخلاف فيه. (٢)

Apakah Sedekah Selain Kurban Bisa Menggantikan Kurban?

Sedekah selain kurban tidak bisa menggantikan kurban. Jika seseorang bersedekah dengan seekor kambing hidup atau dengan uang senilai kambing pada hari-hari penyembelihan, hal itu tidak mencukupi sebagai pengganti kurban, apalagi jika kurban tersebut hukumnya wajib. Sebab, kewajiban kurban berkaitan dengan penyembelihan hewan, dan pada prinsipnya, ketika suatu kewajiban ditentukan dengan tindakan tertentu, maka tindakan lain tidak bisa menggantikannya, seperti halnya shalat dan puasa. Berbeda dengan zakat, karena menurut Abu Hanifah dan kedua sahabatnya, kewajiban dalam zakat adalah menunaikan harta yang menjadi bagian dari nisab atau senilai dengannya agar bisa dimanfaatkan oleh penerima zakat. Sedangkan menurut sebagian ulama lainnya, kewajiban zakat adalah menunaikan bagian dari nisab karena nilainya sebagai harta, bukan karena ia merupakan bagian dari nisab itu sendiri. Sebab, dasar kewajiban zakat adalah kemudahan, dan kemudahan tersebut terletak pada kewajiban dalam bentuk harta, bukan dalam bentuk fisik atau jenis tertentu. Hal ini berbeda dengan zakat fitrah, yang menurut mazhab Hanafi boleh ditunaikan dalam bentuk nilai uang, karena alasan yang disebutkan oleh syariat dalam kewajiban zakat fitrah adalah untuk mencukupi kebutuhan penerimanya. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Cukupkan mereka dari meminta-minta pada hari ini.” (HR. al-Baihaqi dan ad-Daraquthni)

Maka, tujuan mencukupi kebutuhan penerima zakat fitrah dapat tercapai dengan menunaikannya dalam bentuk uang.

Keutamaan Kurban Dibandingkan Sedekah

Kurban lebih utama daripada sedekah, karena kurban hukumnya wajib atau sunnah muakkadah serta merupakan salah satu syiar Islam. Hal ini ditegaskan oleh ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan lainnya.

Mazhab Malikiyah juga menyatakan bahwa kurban lebih utama dibandingkan dengan membebaskan budak, meskipun harga seorang budak jauh lebih mahal daripada hewan kurban.

Menurut mazhab Hanbali, kurban lebih utama daripada sedekah senilai harga kurban. Imam Ahmad menegaskan hal ini, dan pendapat serupa juga dikemukakan oleh Rabi’ah dan Abu az-Zinad.

Diriwayatkan bahwa Bilal radhiyallahu ‘anhu berkata:

“Lebih aku sukai meletakkan harga kurban itu untuk seorang anak yatim yang kelaparan daripada aku berkurban.”

Pendapat ini juga disampaikan oleh asy-Sya’bi dan Abu Tsaur. Namun, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

“Lebih aku sukai bersedekah dengan cincinnku ini daripada aku menghadiahkan seribu ekor hewan ke Baitullah.”

Dalil yang menunjukkan keutamaan kurban adalah bahwa Rasulullah ﷺ tetap melaksanakannya, demikian pula para khalifah setelah beliau. Seandainya sedekah lebih utama, tentu mereka akan beralih kepadanya.

Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi ﷺ bersabda:

“Tidak ada amalan yang dilakukan oleh manusia pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah daripada menyembelih hewan kurban. Sesungguhnya hewan kurban itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, dan bulunya. Dan sesungguhnya darah kurban itu akan diterima oleh Allah sebelum jatuh ke tanah. Maka, berkurbanlah dengan hati yang lapang.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan al-Hakim)

Mengutamakan sedekah daripada kurban dapat menyebabkan ditinggalkannya suatu sunnah yang telah diajarkan oleh Rasulullah ﷺ. Adapun perkataan Aisyah radhiyallahu ‘anha, hal itu berkaitan dengan hadyu (hewan yang dikirim ke Makkah sebagai hadiah untuk disembelih di sana), bukan kurban. Dan perbedaan antara keduanya bukanlah masalah yang diperselisihkan.

شرح الأربعين النووية ص٩١

٢٥ – عن أبي ذر رضي الله عنه أيضا أن ناساً من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم قالوا للنبي صلى الله عليه وسلم: يا رسول الله ذهب أهل الدثور بالأجور: يصلون كما نصلي، ويصومون كما نصوم، ويتصدقون بفضول أموالهم. قال: “أوليس قد جعل الله لكم ما تصدقون؟ إن بكل تسبيحة صدقة، وكل تكبيرة صدقة، وكل تحميدة صدقة، وكل تهليلة صدقة، وأمر بمعروف صدقة، ونهي عن منكر صدقة، وفي بضع أحدكم صدقة”. قالوا: يا رسول الله أيأتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر؟ قال: “أرأيتم لو وضعها في حرام أكان عليه وزر؟ فكذلك إذا وضعها في الحلال كان له أجر” رواه مسلم.

Hadits ke-25

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, bahwa sekelompok sahabat Rasulullah ﷺ berkata kepada beliau:

“Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah pergi dengan membawa pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.”

Maka Rasulullah ﷺ bersabda:

“Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian sesuatu untuk kalian sedekahkan? Sesungguhnya setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, memerintahkan kebaikan adalah sedekah, mencegah kemungkaran adalah sedekah, dan bahkan di dalam persetubuhan salah seorang dari kalian terdapat sedekah.”

Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah seseorang di antara kami mendatangi istrinya dengan syahwat lalu ia mendapatkan pahala darinya?”

Beliau menjawab:

“Bagaimana menurut kalian jika ia melampiaskannya dalam perkara haram, bukankah itu menjadi dosa baginya? Maka demikian pula jika ia melampiaskannya dalam perkara halal, maka baginya ada pahala.”

(HR. Muslim)

شرح الأربعين النووية ص٩٣
٢٦ – عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “كل سُلامَى من الناس عليه صدقة، كل يوم تطلع فيه الشمس: تعدل بين اثنين صدقة، وتعين الرجل في دابته فتحمله عليها أو ترفع له عليها متاعه صدقة، والكلمة الطيبة صدقة، وبكل خطوة تمشيها إلى الصلاة صدقة، وتميط الأذى عن الطريق صدقة” رواه البخاري ومسلم.

قوله: “سلامى” بضم السين المهملة وتخفيف اللام: وهي المفاصل والأعضاء وقد ثبت في صحيح مسلم أنها ثلاثمائة وستون، قال القاضي عياض: وأصله عظام الكف والأصابع والأرجل ثم استعمل في سائر عظام الجسد ومفاصله. قال بعض العلماء: المراد صدقة ترهيب وترغيب لا إيجاب وإلزام.

وقوله: “يعدل بين الإثنين صدقة” أي يصلح بينهما بالعدل، وفي حديث آخر من رواية مسلم: “يصبح على كل سلامى من أحدكم صدقة، فكل تسبيحة صدقة، وكل تحميدة صدقة، وكل تهليلة صدقة وكل تكبيرة صدقة، وأمر بالمعروف صدقة، ونهي عن المنكر صدقة. ويجزى من ذلك ركعتان يركعهما من الضحى” أي يكفي من هذه الصدقات عن هذه الأعضاء ركعتان فإن الصلاة عمل لجميع أعضاء الجسد فإذا صلى فقد قام كل عضو بوظيفته والله أعلم.

Hadis ke-26

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ta’ala ‘anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

“Setiap persendian manusia memiliki kewajiban sedekah setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan dua orang dengan adil adalah sedekah. Membantu seseorang menaiki kendaraannya atau mengangkat barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah. Ucapan yang baik adalah sedekah. Setiap langkah yang engkau langkahkan menuju shalat adalah sedekah. Menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).

Penjelasan:

Sabda Nabi ﷺ “سلامى” (salāmā) dengan huruf sīn yang didhammah dan lām yang ringan merujuk pada persendian dan anggota tubuh. Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa jumlahnya ada tiga ratus enam puluh. Al-Qadhi ‘Iyadh berkata: Asalnya adalah tulang-tulang di telapak tangan, jari-jari, dan kaki, kemudian istilah ini digunakan untuk seluruh tulang dan persendian tubuh. Sebagian ulama mengatakan bahwa sedekah yang dimaksud di sini bersifat anjuran (targhib) dan peringatan (tarhib), bukan kewajiban yang mengikat.

Sabda Nabi ﷺ “يعدل بين الاثنين صدقة” (mendamaikan dua orang dengan adil adalah sedekah), maksudnya adalah menengahi mereka dengan keadilan. Dalam riwayat Muslim disebutkan:

“Setiap persendian dari salah seorang di antara kalian memiliki kewajiban sedekah. Maka setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah. Amar ma’ruf adalah sedekah, nahi mungkar adalah sedekah. Dan cukup sebagai ganti dari semua itu dua rakaat yang ia lakukan dari shalat Dhuha.”

Artinya, dua rakaat shalat Dhuha sudah cukup untuk memenuhi sedekah bagi semua persendian, karena dalam shalat, seluruh anggota tubuh berperan dalam menjalankan fungsinya. Dan Allah lebih mengetahui kebenarannya. Wallahu a’lam bish-shawab 

Kategori
Uncategorized

M122. JALAN JALAN SEHAT(JJS) BERHADIAH DENGAN MEMBELI KUPON

PERTANYAAN :

Assalamualaikum Warohamatullahi Wabarokatuh..

  1. Bagaimana hukum jalan sehat berhadiah dengan membeli kupon ?

JAWABAN :

Waalaikumussalam Warohamatullahi Wabarokatuh..

  1. Termasuk judi dan haram apabila semua peserta dipungut biaya, termasuk uang pendaftaran dan sebagainya, dan hadiahnya diambilkan dari hasil penjualan kupon tersebut.

Alasannya termasuk judi adalah karena tiap peserta lomba berada dalam keragu-raguan, antara seseorang itu menang dan kalah kepada peserta lainnya sehingga seseorang itu akan memperoleh untung jika menang, dan seseorang itu akan merasa rugi ketika kalah.

Solusinya ada dua pilihan:

(1) Pilihan pertama:

Kecuali ( bisa tidak haram ) apabila ada peserta yang di gratis kan ( dikasih kupon secara cuma-cuma ) namun memiliki peluang yang sama untuk menang

Referensi:

فتح القريب المجيب والباجورى ـ (ج 2 / ص 310)

وذكر المصنف الثاني في قوله: (وإن أخرجاه) أي العوض المتسابقان (معا لم يجز) أي لم يصح إخراجهما للعوض (إلا أن يُدخلا بينهما مُحلِّلا) بكسر اللام الأولى. وفي بعض النسخ «إلا أن يَدخل بينهما مُحَلِّلٌ»؛ (فإن سَبق) بفتح السين كلا من المتسابقين (أخذ العوض) الذي أخرجاه، (وإن سُبق) بضم أوله (لم يغرم) لهما شيئا

وذكر المصنف الثاني في قوله:


Pengarang kitab menguraikan :

(وإن أخرجاه) أي العوض المتسابقان


Apabila masing-masing peserta mengeluarkan biaya ( membeli kupon )

(معا لم يجز) أي لم يصح إخراجهما للعوض


Maka tidak boleh


(إلا أن يُدخلا بينهما مُحلِّلا) بكسر اللام الأولى

Kecuali ada peserta yang di gratiskan ( tanpa beli kupon namun peluang menang sama ), maka boleh

(فإن سَبق) بفتح السين كلا من المتسابقين (أخذ العوض) الذي أخرجاه

Apabila peserta (gratisan ini ) menang, maka ia memperoleh hadiah ( yang diambilkan dari hasil pembelian kupon peserta lain )

، (وإن سُبق) بضم أوله (لم يغرم) لهما شيئا.

Namun apabila peserta gratisan itu kalah, maka peserta gratisan itu tidak mendapatkan kerugian ( karena ia peserta gratisan; gratis kupon).

(2) Pilihan ke dua, yaitu:

  • Uang hasil penjualan kupon tidak dijadikan hadiah.
  • Hadiah tersebut harus diperoleh dari selain peserta, seperti yang boleh adalah jika hadiah tersebut diperoleh dari sponsor dll.
  • Jenis yang dilombakan tidak termasuk dalam larangan Syariat, seperti keterampilan dalam perang, jalan cepat, berenang, balap kuda, dll.

Sedangkan penjualan kupon tersebut tidak sah dan haram karena kupon itu tidak berharga atau tidak bermanfaat secara Syara’ dan ‘Urf (kebiasaan).

Solusinya, Penyelenggara lomba tersebut harus menyediakan :

a. Barang yang berharga atau barang yang bermanfaat secara Syara’, yang dijual kepada tiap peserta sesuai harga standar barang tersebut dan setiap pembelian barang itu dapat kupon. atau.

b. Kotak amal untuk pembangunan masjid, musholla, dll. dan setiap infaq dapat kupon tersebut.

Referensi :

فتح القريب المجيب والباجورى ـ (ج 2 / ص 310)
(وإن أخرجاه) أي العوض المتسابقان (معاً لم يجز) أي لم يصح إخراجهما للعوض (لا أن يدخلا بينهما محللاً) بكسر اللام الأولى، في بعض النسخ إلا أن يدخل بينهما محلل.
(قوله إلا أن يدخل بينهما محلل) أي يشترطا بينهما ثالثا يكون كفؤا لهما ودابته كفؤا لدابتيهما بحيث تكون دابته مساوية لكل واحدة منهما وسمي محللا لأنه حلل العقد بإخراجه عن صورة عن صورة القمار المحرم وهو كل لعب تردد بين غنم وغرم كاللعب بالورق أوغيره.

اسعاد الرفيق شرح سلم التوفيق ـ (ج 2 / ص 102)
(و) منها اللعب بنحو ذلك من (كل ما فيه قمار) وصورته المجمع عليها أن يخرج العوض من الجانبين مع تكافئهما، وهو المراد من الميسـر فى الآية، ووجه حرمته أن كل واحد متردد بين أن يغلب صاحبه فيغنم أو يغلبه صاحبه فيغرم، فان عدلا عن ذلك الى حكم السبق والرمي بأن ينفرد أحد اللاعبين باخراج العـوض ليأخذ منه ان كان مغلوبا وعكسه ان كان غالبا فالاصح حرمته أيضا، والفرق بينه وبين هنا وبين جوازه في المسابقة أن الغرض فيها الحذق في الفروسية والرماية بخلافه في نحو الشطرنج، إذ ليس فيه كبير غرض، واذا قامر لم يلزم المال المشروط فإن أمسكه ولم يرده فسق وردت شهادته، لأنه غاصب سواء الصورة الأولى والثانية فإن لم يأخذه لم يفسق بالثانية للخلاف فيها وكذا بالأولى ان قطع فيها بأن أحدهما غالب لزوال صورة القمار حينئذ فكل ما فيه قمار حرام.

حاشية الباجوري على فتح القريب ـ (ج 2 / ص 309)
ويجوز شرط العوض من غير المتسابقين من الامام أو الاجنبي كأن يقول الامام من سبق منكما فله علي كذ من مالي، او فله فى بيت المال كذا، او يكون ما يخرجه من بيت المال من سهم المصالح، وكأن يقول الاجنبي: من سبق منكما فله علي كذا، لانه بذل مال فى طاعة وليس لملتزم العوض ولو كان غير المسابقين زيادة فى العوض ولا نقص عنه.

الفقه المنهجي على مذهب الإمام الشافعي (ج 3 / ص 13) الفطرة سورابايا
٣- أن يكون منتفعا به شرعا وعرفا أي أن تكون له منفعة مقصودة عرفا ومباحة شرعا، فلايصح بيع الحشرات أوالحيوانات المؤذية التي لايمكن الإنتفاع بها أولاتقصد منفعتها عادة، وكذلك ألات اللهو التي يمنتع الإنتفاع بها شرعا، لأن بذل البدل مقابل مالانفع به إضاعة للمال، وقد نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن إضاعة المال. (البخاري : الإستقراض، باب : ماينهي عن إضاعة المال، رقم ٢٢٧٧). ويجوز بيع الفهد للصيد، والفيل للقتال، والقرد للحراسة والنحل للعسل ونحوذلك، لأن فيها منفعة مقصودة عرفا ومباحة شرعا، ولم يرد نهي عن شيء منها بخصوصه كالكلب مثلا وكمالايصح بيع ماذكر من الأشياء لايصح جعلها ثمنا.

حاشية الجمل – (ج 4 / ص 326) دار الكتب العلمية الطبعة 2009
( قوله إذ لا نفع فيها يقابل بالمال ) أي لا نفع يعتبر ويقصد شرعا بحيث يقابل بمال لأنه المراد فالمدار على أن يكون فيه منفعة مقصودة معتد بها شرعا بحيث تقابل بالمال وإن لم تكن من الوجه الذي يراد الانتفاع به منه فلا يخالف ما سيأتي في الأصول والثمار من بيع الجزة الظاهرة والثمرة الظاهرة قبل بدو الصلاح بشرط القطع اهـ

حاشية البجيرمي على شرح المنهج ـ (ج ٢ / ص ١٧٧-١٧٨) المكتبة الشاملة
(قَوْلُهُ: وَنَفْعٌ بِهِ) أَيْ بِمَا وَقَعَ عَلَيْهِ الشِّرَاءُ فِي حَدِّ ذَاتِهِ فَلَا يَصِحُّ بَيْعُ مَا لَا يُنْتَفَعُ بِهِ بِمُجَرَّدِهِ وَإِنْ تَأَتَّى النَّفْعُ بِهِ بِضَمِّهِ إلَى غَيْرِهِ كَمَا سَيَأْتِي فِي نَحْوِ: حَبَّتَيْ حِنْطَةٍ إذْ عَدَمُ النَّفْعِ إمَّا لِلْقِلَّةِ كَحَبَّتَيْ بُرٍّ، وَإِمَّا لِلْخِسَّةِ كَالْحَشَرَاتِ ـــــ إلى أن قال ـــــ (قَوْلُهُ: إذْ لَا نَفْعَ فِيهَا يُقَابَلُ بِمَالٍ) أَيْ لَا نَفْعَ يُعْتَبَرُ، وَيُقْصَدُ شَرْعًا بِحَيْثُ يُقَابَلُ بِمَالٍ؛ لِأَنَّهُ الْمُرَادُ فَالْمَدَارُ عَلَى أَنْ يَكُونَ فِيهِ مَنْفَعَةٌ مَقْصُودَةٌ مُعْتَدٌّ بِهَا شَرْعًا بِحَيْثُ تُقَابَلُ بِالْمَالِ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مِنْ الْوَجْهِ الَّذِي يُرَادُ الِانْتِفَاعُ بِهِ مِنْهُ فَلَا يُخَالِفُ مَا سَيَأْتِي فِي الْأُصُولِ، وَالثِّمَارِ مِنْ بَيْعِ الْجِزَّةِ الظَّاهِرَةِ، وَالثَّمَرَةِ الظَّاهِرَةِ قَبْلَ بُدُوِّ الصَّلَاحِ بِشَرْطِ الْقَطْعِ ح ل إهــ

الفقه الإسلامي وأدلته – (ج 4 / ص 398-402)
وأما المال عند جمهور الفقهاء غير الحنفية: فهو كل ما له قيمة يلزم متلفه بضمانه . وهذا المعنى هو المأخوذ به قانوناً، فالمال في القانون وهو كل ذي قيمة مالية. =إلى أن قال= المال المتقوم: كل ما كان محرزاً بالفعل، وأباح الشرع الانتفاع به كأنواع العقارات والمنقولات والمطعومات ونحوها.
وغير المتقوم: ما لم يحرز بالفعل، أو ما لا يباح الانتفاع به شرعاً إلا في حالة الاضطرار، مثال الأول: السمك في الماء والطير في الهواء والمعادن في باطن الأرض ونحوها من المباحات كالصيد والحشيش فهي غير متقومة عرفاً. ومثال الثاني: الخمر والخنزير بالنسبة للمسلم غير متقومين شرعاً، فلا يباح للمسلم الانتفاع بهما إلا عند الضرورة وبقدر الضرورة كدفع خطر جوع شديد أو عطش شديد يخشى معه الهلاك، ولا يجد الإنسان شيئاً آخر سواهما، فيباح له الانتفاع بأحدهما بقدر ما يدفع الهلاك عن نفسه.

الفقه الإسلامي وأدلته – (ج 4 / ص 400)
قال الإمام الشافعي رضي الله عنه: لايقع اسم مال إلا على ماله قيمة يباع بها ويلزم متلفه، وإن قلت، ومالا يطرحه الناس مثل الفلس وما أشبه ذلك ( راجع الأشباه والنظائر للسيوطي، ص258، ط مصطفى محمد ).

Wallahu A’lamu Bisshowab..

Kategori
Uncategorized

M123. HUKUM SEORANG ANAK YANG BELUM BALIGH MELAKUKAN TRANSAKSI JUAL BELI

Si Zaed masih umur 6 tahun, ia biasa jajan cilok atau snak, dengan harga di bawah 10 ribu. Lalu si Zaed juga biasa di suruh oleh bapaknya (yaitu Umar) untuk membeli rokok. Si Zaed pun membelikannya.
Pertanyaan:

  1. Bagaimana hukumnya Zaed membeli jajanan?

Jawaban :
Secara asal transaksinya Zaed tidak sah, namun menurut sebagian pendapat hukum transaksinya sah mengingat barang yang di beli Zaed hanya berupa barang remeh sebagaimana bai’ mu’athoh ( transaksi tanpa sighot )

Referensi :

وَلَو لم يُوجد إِيجَاب وَقبُول بِاللَّفْظِ وَلَكِن وَقعت معاطاة كعادات النَّاس بِأَن يُعْطي المُشْتَرِي البَائِع الثّمن فيعطيه فِي مُقَابلَة البضاعة الَّتِي يذكرهَا المُشْتَرِي فَهَل يَكْفِي ذَلِك الْمَذْهَب فِي أصل الرَّوْضَة أَنه لَا يَكْفِي لعدم وجود الصِّيغَة وَخرج ابْن سُرَيج قولا أَن ذَلِك يَكْفِي فِي المحقرات وَبِه أفتى الرَّوْيَانِيّ وَغَيره والمحقر كرطل خبز وَنَحْوه مِمَّا يعْتَاد فِيهِ المعاطاة وَقَالَ مَالك رَحمَه الله تَعَالَى ووسع عَلَيْهِ ينْعَقد البيع بِكُل مَا يعده النَّاس بيعا وَاسْتَحْسنهُ الإِمَام البارع ابْن الصّباغ وَقَالَ الشَّيْخ الإِمَام الزَّاهِد أَبُو زَكَرِيَّا محيي الدّين النَّوَوِيّ قلت هَذَا الَّذِي استحسنه ابْن الصّباغ هُوَ الرَّاجِح دَلِيلا وَهُوَ الْمُخْتَار لِأَنَّهُ لم يَصح فِي الشَّرْع اشْتِرَاط اللَّفْظ فَوَجَبَ الرُّجُوع إِلَى الْعرف كَغَيْرِهِ وَمِمَّنْ اخْتَارَهُ الْمُتَوَلِي وَالْبَغوِيّ وَغَيرهمَا وَالله أعلم
قلت وَمِمَّا عَمت بِهِ الْبلوى بعثان الصغار لشراء الْحَوَائِج وأطردت فِيهِ الْعَادة فِي سَائِر الْبِلَاد وَقد تَدْعُو الضَّرُورَة إِلَى ذَلِك فَيَنْبَغِي إِلْحَاق ذَلِك بالمعاطاة إِذا كَانَ الحكم دائراً مَعَ الْعرف مَعَ أَن الْمُعْتَبر فِي ذَلِك التَّرَاضِي ليخرج بالصيغة عَن أكل مَال الْغَيْر بِالْبَاطِلِ فَإِنَّهَا دَالَّة على الرِّضَا فَإِذا وجد الْمَعْنى الَّذِي اشْترطت الصِّيغَة لأَجله فَيَنْبَغِي أَن يكون هُوَ الْمُعْتَمد بِشَرْط أَن يكون الْمَأْخُوذ يعدل الثّمن وَقد كَانَت المغيبات يبْعَثْنَ الْجَوَارِي والغلمان فِي زمن عمر بن الْخطاب رَضِي الله عَنهُ لشراء الْحَوَائِج فَلَا يُنكره وَكَذَا فِي زمن غَيره من السّلف وَالْخلف وَالله أعلم
[تقي الدين الحصني ,كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار ,page 233]

(فَرْعٌ)
صُورَةُ الْمُعَاطَاةِ الَّتِي فِيهَا الْخِلَافُ السَّابِقُ أَنْ يُعْطِيَهُ دِرْهَمًا أَوْ غَيْرَهُ وَيَأْخُذَ مِنْهُ شَيْئًا فِي مقابلته وَلَا يُوجَدُ لَفْظٌ أَوْ يُوجَدُ لَفْظٌ مِنْ أَحَدِهِمَا دُونَ الْآخَرِ فَإِذَا ظَهَرَ وَالْقَرِينَةُ وُجُودُ الرِّضَى مِنْ الْجَانِبَيْنِ حَصَلَتْ الْمُعَاطَاةُ وَجَرَى فِيهَا الْخِلَافُ
[النووي، المجموع شرح المهذب، ١٦٣/٩]

[فائدة]: قال في القلائد: نقل أبو فضل في شرح القواعد عن الجوزي الإجماع على جواز إرسال الصبي لقضاء الحوائج الحقيرة وشرائها، وعليه عمل الناس بغير نكير، ونقل في المجموع صحة بيعه وشرائه الشيء اليسير عن أحمد وإسحاق بغير إذن وليه وبإذنه حتى في الكثير عنهما، وعن الثوري وأبي حنيفة، وعنه رواية ولو بغير إذنه، ويوقف على إجازته، وذاكرت بذلك بعض المفتين فقال: إنما هو في أحكام الدنيا، أما الآخرة إذا اتصل بقدر حقه بلا غبن فلا مطالبة اهـ.
( بغية المسترشدين ص ١٢٤ )

  1. Bagaimanakah hukum Zaed membelikan rokok untuk bapak nya(yaitu Umar )?

Jawaban :
Mengingat hukum transaksinya Zaed sendiri adalah khilaf (sebagaimana poin nomor 1) maka hukum transaksi untuk orang lain(untuk bapaknya yang bernama Umar) itu juga khilaf.

Referensi :

وضابِطُ الوكِيلِ: أَنْ يتمكَّنَ مِن إصدارِ ذلك التصرُّفِ لنفسِهِ، ولو بإذنٍ، فيكونُ الصَّبِيُّ وكيلًا فِي حجِّ التَّطوُّع وعمرتِهِ والذَّبْح، ولو فِي الأُضحيةِ، والسفيهُ وكيلًا فِي قبول النِّكاح، وكذا العبدُ، ولا حاجةَ إلى الإذْنِ، والمرأةُ فِي طلاقِ غيرِها، كما يفوَّضُ إليها طلاقُ نفسِها.
[سراج الدين البلقيني، التدريب في الفقه الشافعي، ١٣٤/٢]

Ketik Pencarian