PERTANYAAN :
Assalamualaikum Ustadz..
Saya penduduk kota yg rawan macet. suatu ketika saya nyetir mobil dlm perjalanan menuju tempat kerja yg tak begitu jauh dari rumah saya namun kena macet sehingga masuk waktu sholat, sehingga :
– Tidak bisa turun dari mobil
– Tidak bisa ambil wudhu
Pertanyaannya :
1-Bagaimana caranya agar bisa sholat?
2-Bolehkah sy niat menjamak sholat (kalau sholat yg bisa dijamak) padahal sy bukan musafir.
Mohon penjelasannya berikut dalilnya..
JAWABAN :
Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..
1. Jawaban untuk pertanyaan yang pertama.
Orang yg tidak bisa turun dari mobil, dan orang itu tidak punya wuduk, dan jalannya macet, dan didalam mobil tidak ada debu yang bisa digunakan untuk bertayammum, maka hal tersebut disebut faaqiduththohuuroini (فاقد الطهورين), sama halnya dengan orang yang dipenjara dalam ruangan yang tidak ada air untuk wuduk dan tidak ada debu untuk tayammum, dia tetap wajib shalat dalam keadaan tersebut seadanya dengan sholat lihurmatil waqti:
Umpama niat shalat Dzuhur
(اصلي فرض الظهر لحرمۃ الوقت )
Namun ketika sudah menemukan air atau debu baik masih dalam perjalanan atau dirumah, maka orang itu harus mengqodho’ (mengganti) sholat duhurnya dengan cara berwuduk memakai air atau dengan cara bertayammum memakai debu (jika tidak ada air).
Referensi:
فاقد الطهورين هو الذي لم يجد ماء ولا صعيدا يتيمم به ، كأن حبس في مكان ليس فيه واحد منهما ، أو في موضع نجس ليس فيه ما يتيمم به ، وكان محتاجا للماء الذي معه لعطش ، وكالمصلوب وراكب سفينة لا يصل إلى الماء ، وكمن لا يستطيع الوضوء ولا التيمم لمرض ونحوه .فذهب جمهور العلماء إلى أن صلاة فاقد الطهورين واجبة لحرمة الوقت ولا تسقط عنه مع وجوب إعادتها عند الحنفية والشافعية ، ولا تجب إعادتها عند الحنابلة ، أما عند المالكية فإن الصلاة عنه ساقطة على المعتمد من المذهب أداء وقضاء
Faqidut Thahuurain adalah Orang yang tidak mendapati sarana untuk bersuci baik berupa air atau debu seperti saat ia dipenjara dan tidak mendapati salah satu dari keduanya, atau ditempat najis yang tidak ia dapatkan debu untuk bersuci sementara air yang ada dibutuhkan untuk dahaganya orang yang bersamanya, orang yang sedang disalib atau berada diperahu yang tidak dapat meraih air dan seperti orang sakit yang tidak mampu menjalani wudhu atau tayammum sebab sakit atau semacamnya, maka mayoritas ulama mewajibkan hukum shalat baginya sekedar penghormatan terhadap waktu, hukum kewajiban shalat tidak semata-mata gugur baginya namun baginya wajib mengulangi shalat yang ia kerjakan dalam kondisi demikian menurut kalangan Hanafiyyah dan Syafi’iyyah, sedang menurut kalangan hanabilah tidak wajib mengulangi shalatnya. Menurut pendapat yang mu’tamad (dapat dijadikan pegangan) dikalangan Malikiyyah seseorang yang dalam kondisi diatas shalatnya gugur dan dalam pendapat lainnya wajib menjalani dan mengqadhainya. [ Al-Mausuuah al-Fiqhiyyah 14/273 ].
Referensi lain:
(المجموع شرح المهذب,جز ٢,صحيفۃ ٣۰٣-٣۰٤) واما حكم المسئلۃ: فإذا لم يجد المكلف ماء ولا ترابا بأن حبس في موضع نجس او كان في ارض ذات وحل ولم يجد ماء يجففه به او ما اشبه ذلك ففيه اربعۃ اقوال حكاها اصحابنا الخراسانيون. (احدها) يجب عليه ان يصلي في الحال علی حسب حاله ويجب عليه الاءعادۃ اذا وجد ماء او ترابا في موضع يسقط الفرض فيه بالتيمم. وهذا قول هو الصحيح الذي قطع به كثيرون من الاءصحاب او اكثرهم وصصحه الباقون وهو المنصوص في الكتب الجديدۃ. (والثاني )لا تجب الصلاۃ بل تستحب ويجب القضاء,سواء صلی ام لم يصل حكوه عن القديم,وحكاه الشيخ ابو حامد وغيره من العراقيين (والثالث),يحرم عليه الصلاۃ ويجب القضاء حكاه الاءمام الحرمين وجماعۃ من الخراسنيين عن القديم. (والرابع)تجب الصلاۃ في الحال علی حسب حاله ولا تجب الاءعادۃ,حكاه عن القديم ايضا,وستاءتي ادلۃ هذه الاءقوال في فرع مذاهب العلماء ان شاء ﷲ تعالی ,انتهی,
2. Jawaban untuk pertanyaan yang kedua
Ketika seseorang dalam situasi seperti dalam deskripsi diatas maka yang diterapkan tetap penjelasan dalam jawaban yang pertama yaitu tidak boleh jamak, dia wajib sholat lihurmatil wakti setiap masuk waktu shalat dan wajib qadla apabila menemukan air atau debu sebagaimana penjelasan diatas.
Namun terlepas dari deskripsi penanya, ketika seseorang dalam keadaan suci dari najis dan hadats serta memungkinkan mengerjakan shalat, maka dalam situasi tertentu boleh menjamak shalat walaupun tidak dalam perjalanan jauh, sebagaimana uraian berikut;
Dalam Kitab Bughyatul Mustarsyidin hal. 77 disebutkan :
(فائدة) لنا قول بجواز الجمع في السفر القصير اختاره البندنيجي. وظاهر الحديث جوازه في حضر كما في شرح مسلم. وحكى الخطابي عن ابي اسحاق جوازه في الحضر للحاجة وإن لم يكن خوف ولا مطر ولا مرض. وبه قال ابن المنذر ا.هـ
(Faidah)
Kami berpendapat boleh menjamak shalat bagi orang yang menempuh perjalanan singkat yang telah dipilih oleh Syekh Albandaniji. Sebuah hadits dengan jelas memperbolehkan melakukan shalat jamak bagi orang yang bukan musafir sebagaimana yang tercantum dalam Syarah Muslim. Alkhatthabi menceritakan dari Abu Ishak tentang bolehnya menjamak shalat dalam perjalanan singkat karena suatu keperluan/hajat meskipun tidak dalam kondisi keamanan terancam, hujan lebat, dan sakit. Ibnul Munzir juga memegang pendapat ini,”
والله اعلم بالصواب.