DEWAN PIMPINAN PUSAT
IKATAN ALUMNI BATA-BATA

Suami Manfaatkan Maskawin: Bolehkah?

Assalamualaikum

Deskripsi Masalah:

Dalam konteks pernikahan, maskawin (mahar) merupakan pemberian wajib dari suami kepada istri, yang dapat berupa uang, barang berharga (seperti cincin), atau bahkan benda yang memiliki nilai religius (seperti Al-Qur’an). Secara hukum, maskawin adalah hak milik penuh istri. Namun, dalam praktik kehidupan berumah tangga, seringkali terjadi situasi di mana maskawin tersebut sebagian atau seluruhnya dimanfaatkan oleh suami, baik dengan persetujuan istri maupun tanpa persetujuan.
Permasalahan muncul ketika suami menggunakan maskawin yang telah diberikan kepada istri, baik berupa uang maupun barang, untuk keperluan pribadinya atau keperluan bersama. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang batasan dan kebolehan suami dalam memanfaatkan maskawin, serta implikasi hukumnya dalam perspektif syariah.


Fokus Permasalahan:
Hak Kepemilikan Istri:
Bagaimana hukumnya jika suami menggunakan maskawin yang jelas-jelas merupakan hak milik istri?

Waalaikum salam

Jawaban:
Mahar adalah hak istri yang seharusnya wajib dibayarkan penuh setelah akad nikah berlangsung namun demikian istri boleh menggunakan sesuka hatinya. Sedangkan suami menggunakan mahar yang telah diberikan ditafsil

  1. Boleh dengan seidzin istri atau kerelaan istri
  2. Tidak boleh tanpa adanya izin istri

Referensi :


٥/١٩٠ ، الفخر الرازي
فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْئٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيَا مَرِيئًا ) : المَسْأَلَةُ الثَّامِنَةُ
دلْتُ هَذِهِ الْآيَةُ عَلَى أَمُورٍ مِنْهَا أَنَّ المَهْرَ لَهَا وَلاَحَقُّ لِلْوَلِي فِيهِ وَمِنْهَا جَوَاز هِبَتِهَا المَهْرَ لِلزَّوْجِ وَجَوَازُ أَنْ يَأْخُذَهُ الزوج لأن قَوْلَهُ فَكُلُوهُ هَنِيَا مَرِيئًا ) يَدُلُّ عَلَى الْمَعْنَيَيْنِ وَمِنْهَا جَوَاز هِبَتِها الى ان قال – قُلْنَا المُرَادُ بِقَوْلِهِ كُلُوهُ هَنِيًا مَرِيئًا لَيْسَ نَفْسَ الأكل بَلْ المُرَادُ مِنْهُ حِلُّ التَّصَرُّفَاتِ وَإِنَّمَا خُصْ الأكل بالذِّكْرِ لِأَنَّ مُعْظَمَ المَقْصُودَ مِنَ المَالِ إِنَّمَا هُوَ الْأَكْلُ وَنَظِيرُهُ قَوْلُهُ تَعَالَى إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ اليَتَامَى ظُلْمًا وَقَالَ لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بيْنَكُمْ بالباطل )

Referensi:
(Fakhruddin ar-Razi, 5/190)

“Maka jika mereka dengan senang hati memberikan kepadamu sebagian dari maskawin itu, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 4) Masalah kedelapan:
Ayat ini menunjukkan beberapa hal, di antaranya bahwa mahar adalah hak istri dan wali tidak memiliki hak di dalamnya. Di antaranya adalah bolehnya
istri menghibahkan mahar kepada suami dan bolehnya suami mengambilnya, karena firman-Nya, “maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya,”
menunjukkan dua makna tersebut. Di antaranya adalah bolehnya istri menghibahkan mahar. Hingga ia berkata, “Kami katakan, yang dimaksud dengan firman-Nya, ‘makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya,’
bukanlah makan dalam arti sebenarnya, tetapi yang dimaksud adalah kebolehan menggunakan harta tersebut. Dan penyebutan makan secara khusus hanyalah karena
sebagian besar tujuan dari harta adalah untuk makan. Dan yang serupa dengan itu adalah firman Allah Ta’ala, ‘Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,’ dan firman-Nya, ‘Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil.'”

Penjelasan Tambahan:

Teks tersebut membahas hukum penggunaan mahar oleh suami.
Suami boleh menggunakan mahar yang berupa barang, seperti Al-Qur’an mix , asalkan mendapat izin dari istri.

Referensi yang digunakan adalah kitab tafsir Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin ar-Razi (5/190), yang menjelaskan tafsir dari surat An-Nisa ayat 4.

Inti dari referensi tersebut menjelaskan bahwa mahar adalah hak istri sepenuhnya, namun istri diperbolehkan untuk menghibahkan atau mengizinkan suami untuk menggunakan mahar tersebut. Wallahu a’lam bisshowab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

#TERKINI

#WARTA

#HUKUM

Ketik Pencarian