DEWAN PIMPINAN PUSAT
IKATAN ALUMNI BATA-BATA

Hukum Merebus Telur dengan Air Kencing

 

Deskripsi:

Di sebagian masyarakat, terdapat praktik merebus telur dengan air kencing untuk tujuan tertentu, baik karena kepercayaan tradisional maupun alasan lainnya, begitu juga dengan halnya biji-bijian yang berkulit . Dalam Islam, air kencing termasuk dalam kategori najis menurut kesepakatan ulama. Oleh karena itu, penggunaan benda najis dalam proses pengolahan makanan menjadi persoalan yang perlu dikaji dalam perspektif syariat Islam.

Salah satu kasus yang perlu diperhatikan adalah ketika seseorang katakanlah si Fulan merebus telur dengan menggunakan air kencing. Dalam Hal ini menimbulkan suatu pertanyaan sebagaimana berikut:

Bagaimana status telur dan biji-bijian yang direbus dengan air kencing dalam tinjauan syariat Islam ?

Jawaban:

Hukum merebus telur dengan air kencing atau memasak makanan yang terkena najis memiliki beberapa rincian sebagai berikut:

A. Jika Telur ataupun biji-bijian Masih Utuh dan Tidak Pecah

Najis Hanya pada Kulit Telur dan biji-bijian

Jika telur ataupun biji-bijian direbus dengan air kencing tetapi masih dalam keadaan utuh, maka bagian dalam telur maupun biji-bijian tetap suci. Namun, kulit telur ataupun yang terkena najis dihukumi sebagai mutanajjis (terkena najis). Oleh karena itu, sebelum dikonsumsi, telur dan biji-bijian harus dibersihkan terlebih dahulu agar kembali suci, kecuali terserap sampai kedalam maka najis

Dalil:

Dalam kitab Al-Iqna’ dan Hasyiah al-Bujairimi disebutkan:

وَلَوْ سُقِيَتْ سِكِّينٌ أَوْ طُبِخَ لَحْمٌ بِمَاءٍ نَجِسٍ كَفَى غَسْلُهُمَا

“Jika sebuah pisau terkena najis atau daging dimasak dengan air najis, maka cukup dengan mencucinya.” (Al-Iqna’ wa Hasyiyah al-Bujairimi, Juz 1, Hal. 112)

Dalam Bughyah al-Mustarsyidin juga disebutkan:

وَإِنْ بَقِيَ طَعْمُ الْبَوْلِ بِبَاطِنِهِ إِذْ تَشَرَّبَ مَا ذُكِرَ كَتَشَرُّبِ الْمَسَامِ، كَمَا فِي التُّحْفَةِ

“Jika rasa air kencing masih terserap dalam makanan, maka makanan tersebut tetap dihukumi najis.” (Bughyah al-Mustarsyidin, Juz 1, Hal. 34)

Dalam Al-Bujairimi ‘ala al-Minhaj disebutkan:

(فرع)

لو ابتل حب بماء نجس أو بول صار رطبا وغسل بماء طاهر حال الرطوبة طهر ظاهرا وباطنا

“Jika biji-bijian terkena air najis atau air kencing hingga menjadi basah, lalu dicuci dengan air suci dalam keadaan basah, maka ia menjadi suci baik bagian luar maupun dalamnya.” (Al-Bujairimi ‘ala al-Minhaj, Juz 1, Hal. 100)

B. Jika Telur Pecah dan Bercampur dengan Air Kencing

Apabila telur pecah saat direbus dan isinya bercampur dengan air kencing, maka telur tersebut dihukumi najis secara keseluruhan dan tidak dapat disucikan.

Dalil dari Bughyah al-Mustarsyidin:

وَإِنْ بَقِيَ طَعْمُ الْبَوْلِ بِبَاطِنِهِ إِذْ تَشَرَّبَ مَا ذُكِرَ كَتَشَرُّبِ الْمَسَامِ

“Jika rasa air kencing masih terserap ke dalam makanan, maka makanan tersebut tetap dihukumi najis.”

Kesimpulan:

Jika telur masih utuh dan hanya terkena air kencing pada kulitnya, maka cukup dicuci agar kembali suci dan dapat dikonsumsi. Jika telur pecah dan bercampur dengan air kencing, maka telur tersebut dihukumi najis dan tidak bisa disucikan. Hukum ini juga berlaku untuk biji-bijian dan makanan lain yang memiliki kulit keras, di mana najis hanya memengaruhi bagian luar dan bisa disucikan dengan cara mencuci.

Referensi:

Fathul Mu’in dan I’anah at-Thalibin, Juz 1, Hal. 104 Al-Iqna’ wa Hasyiyah al-Bujairimi, Juz 1, Hal. 112 Al-Bujairimi ‘ala al-Minhaj, Juz 1, Hal. 100 Bughyah al-Mustarsyidin, Juz 1, Hal. 34

Demikian penjelasan mengenai hukum merebus telur dengan air kencing menurut perspektif fiqih .Wallahu a’lam bish-shawab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

#TERKINI

#WARTA

#HUKUM

Ketik Pencarian