Kategori
FEATURE

RKH. Moh. Salim Syafiuddin: Pelopor Silaturahmi Alumni dan Inspirasi Perjuangan IKABA

IKABA-Di tengah geliat perkembangan pesantren di Madura, nama RKH. Moh. Salim Syafiuddin tetap bergema dalam ingatan para alumni Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata. Beliau bukan hanya seorang ulama, melainkan juga pelopor, pemersatu, dan inspirator yang berperan penting dalam membentuk jalinan erat antaralumni pesantren yang kini dikenal dengan nama IKABA (Ikatan Alumni Bata-Bata).

Sosok yang dikenal luas sebagai tokoh karismatik ini berasal dari Beringin Angsanah, Palengaan, Pamekasan. Jejak perjuangannya dalam dunia pendidikan dan kealiman tak bisa dilepaskan dari peran sentralnya sebagai santri RKH. Abdul Majid, Mu’assis (pendiri pertama) dari Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata. Di bawah bimbingan langsung ulama besar tersebut, beliau tumbuh sebagai figur yang tidak hanya alim, tetapi juga visioner dalam membangun jaringan keilmuan dan kekeluargaan di antara para santri dan alumni. Secara garis nasab, Beliau merupakan cicit dari Ny. Hamidah binti RKH. Abd. Hamid bin Itsbat.

Peran Strategis dalam Kegiatan Alumni

Jauh sebelum nama IKABA resmi dikenal, RKH. Moh. Salim Syafiuddin sudah terlebih dahulu merintis kegiatan silaturahmi antaralumni. Dalam sebuah fase penting, beliau berhasil menghimpun para alumni untuk kembali menjalin hubungan, memperkuat ukhuwah islamiyah, dan menjaga nama baik almamater.

Beliaulah yang merintis forum alumni yang bersifat kekeluargaan dan informal, namun memiliki dampak luar biasa. Banyak alumni yang kemudian tergerak untuk berpartisipasi, menjadikan kegiatan itu bukan sekadar ajang temu kangen, tetapi juga ruang untuk saling menguatkan dalam dakwah dan pengabdian di masyarakat.

Salah satu tokoh penting yang turut dibina dalam forum awal tersebut adalah KH. Ahmad Ghazali, Lc., yang kemudian dikenal sebagai pelopor pembentukan organisasi IKABA secara resmi. Dalam banyak kisah, KH. Ahmad Ghazali mengakui bahwa langkah awal itu lahir dari semangat dan dorongan Almarhum RKH. Moh. Salim Shafiuddin.

Pengaruh Al-Islah dan Kekuatan Pesantren Lokal

Melalui Pondok Pesantren Al-Islah Beringin Angsanah, beliau tidak hanya mendidik santri dalam hal keilmuan agama, tetapi juga menyuntikkan semangat kebersamaan dan pengabdian. Pesantren tersebut menjadi salah satu simpul penting dalam pergerakan alumni Bata-Bata yang tersebar di berbagai daerah.

Keberadaan Almarhum sebagai penggerak silaturahmi alumni menegaskan bahwa peran pesantren bukan hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai pusat peradaban dan pembinaan masyarakat. RKH. Moh. Salim Shafiuddin menjadikan pesantren sebagai panggung perjuangan sosial keumatan yang tidak lekang oleh waktu.

Kenangan dan Petuah yang Mengakar

Dalam sebuah kesempatan, Almarhum pernah menyampaikan tentang keagungan figur KH. Abdul Hamid Bata-Bata. Katanya, “KH. Abdul Hamid Bata-Bata pangaro (bahasa Madura) sangat berpengaruh. Kata-katanya sangat dipatuhi oleh masyarakat, terutama dalam menyikapi masalah yang sangat sulit diatasi.”

Pernyataan itu menunjukkan bagaimana Almarhum memegang teguh prinsip keteladanan dan ketaatan kepada ulama. Sosok KH. Abdul Hamid baginya adalah contoh ideal ulama yang tidak hanya bijak dalam ilmu, tetapi juga ditaati dalam masyarakat. Pandangan tersebut turut membentuk pola pikir para alumni agar tetap menjaga sanad keilmuan dan etika dalam berdakwah serta berkiprah di tengah masyarakat.

Warisan yang Tak Pernah Padam

Hingga kini, nama RKH. Moh. Salim Shafiuddin tetap dikenang dalam setiap napas perjuangan IKABA. Jejaknya sebagai penggerak awal kegiatan alumni menjadi pondasi kuat bagi terbentuknya organisasi yang menghimpun ribuan alumni Pondok Pesantren Bata-Bata dari seluruh penjuru negeri.

Warisan Intelektual dan Sosial: Menjaga Ilmu, Menjaga Masyarakat

Di penghujung hayatnya, Almarhum RKH. Moh. Salim Syafiuddin tidak berhenti mengabdi kepada ilmu dan umat. Dalam kesendiriannya yang penuh hikmah, beliau menaruh perhatian besar pada pelestarian karya-karya ulama terdahulu. Salah satu dedikasi pentingnya adalah saat beliau menghimpun dan menyalin ulang sebuah karya monumental milik guru tercintanya, RKH. Abdul Majid, yang berjudul “MATOR ‘ONING”. Karya ini merupakan cermin pemikiran keislaman dan kebudayaan lokal yang mendalam, sarat nilai dan nasihat yang membimbing umat.

Setelah rampung, naskah tersebut beliau pasrahkan kepada pihak Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata untuk dicetak dan disebarluaskan. Harapannya sederhana tapi besar: agar karya tersebut menjadi pedoman hidup bagi para santri, alumni, dan masyarakat luas. Langkah ini membuktikan bahwa komitmennya terhadap ilmu pengetahuan tidak hanya dalam pengajaran, tetapi juga dalam pelestarian warisan keilmuan pesantren Madura.

Membentuk Tokoh, Menjaga Masyarakat

Selain mengabdi melalui ilmu, RKH. Moh. Salim Syafiuddin juga aktif dalam pemberdayaan sosial-keagamaan di wilayahnya. Beliau menyadari bahwa keberlangsungan nilai-nilai Islam harus dijaga melalui keteladanan dan struktur sosial yang kokoh. Oleh karena itu, beliau menggagas pembentukan tokoh-tokoh masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, khususnya di daerah Beringin Angsanah. Mereka bukan hanya sekadar pemuka, melainkan figur yang bertanggung jawab terhadap stabilitas sosial dan penegakan syariat Islam.

Para tokoh ini menjadi ujung tombak dalam mengayomi masyarakat, memelihara akhlak, dan menyikapi persoalan yang muncul di lingkungan masing-masing. Salah satu contoh nyata keberhasilan pendekatan ini adalah pengawasan ketat terhadap kegiatan pasar malam yang sering berlangsung menjelang Hari Raya. Di masa itu, pasar malam rentan menjadi tempat berbaurnya kemungkaran, namun berkat pengaruh dan jaringan tokoh binaan Almarhum, kegiatan tersebut dapat dikendalikan sehingga tetap dalam koridor nilai-nilai Islam.

Kepedulian Terhadap Santri Kurang Mampu

Cinta Almarhum terhadap ilmu tidak terbatas pada pesan dan tulisan. Ia juga terwujud dalam tindakan nyata. Di antara kiprah kemanusiaannya yang patut dikenang adalah kepeduliannya terhadap santri-santri yang kurang mampu. Almarhum secara pribadi pernah membiayai beberapa santri agar bisa belajar dan mondok di Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata. Baginya, keterbatasan ekonomi tidak boleh menjadi penghalang bagi seseorang untuk meraih ilmu dan memperbaiki masa depan.

Langkah ini mencerminkan jiwa kepemimpinan dan kepedulian yang menyatu dalam dirinya: memadukan ilmu, amal, dan pelayanan terhadap umat. Apa yang beliau lakukan menjadi inspirasi bahwa dakwah tidak cukup hanya dengan lisan, tetapi harus dibuktikan melalui tindakan nyata yang mengubah kehidupan orang lain.

Ahmad Quayairi AB., salah satu anggota senior IKABA yang juga berasal dari Beringin Angsanah, menyatakan bahwa semangat yang ditanamkan Almarhum masih hidup dalam setiap gerakan alumni. Baginya, almarhum adalah sosok sentral yang tak tergantikan dalam sejarah perjalanan IKABA.

Penutup: Teladan yang Tak Pernah Usang

RKH. Moh. Salim Syafiuddin bukan hanya sekadar bagian dari sejarah Pondok Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata. Beliau adalah penenun jaringan silaturahmi, penjaga warisan keilmuan, pemelihara tatanan sosial, dan pelita bagi santri yang membutuhkan. Karyanya, gagasannya, dan teladannya akan terus hidup dalam ingatan para alumni dan masyarakat yang pernah merasakan langsung cahaya ilmunya.

Kini, setelah beliau berpulang, warisan intelektual dan sosial yang ditinggalkannya menjadi jejak yang menginspirasi. IKABA dan seluruh elemen pesantren memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga, melanjutkan, dan mengembangkan apa yang telah ia rintis. Karena sejatinya, orang besar tidak pernah benar-benar pergi—mereka tinggal dalam karya, doa, dan kenangan yang tak lekang oleh waktu.[]