“Hukum Posisi Tangan Saat I’tidal: Setelah Bangkit dari Ruku’ Bersedekap ataukah Lurus ?
Assalamualakum
Deskripsi Masalah
Dalam pelaksanaan shalat, sebagian orang berbeda mengenai posisi tangan saat i’tidal (bangkit dari ruku’) ada sebagian kedua tangannya kembali disedekapkan seperti saat sebelum ruku’ dan ada sebagian dilepaskan di samping tubuh ( diluruskan)
Pertanyaan:
Bagaimana pandangan para ulama mengenai posisi tangan saat i’tidal ( bangkit dari ruku dalam shalat) apa lebih utama menyedekapkan tangan kembali atau melepaskannya saat i’tidal?
Waalaikum salam
Jawaban
Para ulama berbeda pendapat mengenai posisi tangan saat i’tidal (bangkit dari ruku’ dalam shalat). Perbedaan ini didasarkan pada interpretasi terhadap dalil-dalil yang ada.
1. Pendapat yang Menyatakan Tangan Kembali Disedekapkan
Sebagian ulama, seperti Imam Al-Baghawi, berpendapat bahwa mengembalikan tangan ke posisi sedekap setelah ruku’ adalah lebih utama. Beliau bahkan menyebutkan bahwa melepaskan tangan saat i’tidal adalah makruh, kecuali bagi orang yang khawatir melakukan gerakan yang berlebihan dalam shalat.
2.Pendapat yang menyatakakan tangan dilepaskan disamping tubuh ( diluruskan).
Pendapat mayoritas ulama, termasuk Imam Nawawi dan Imam Rafi’i, menyatakan bahwa sunnahnya adalah melepaskan tangan setelah i’tidal. Imam Ibnu Hajar menegaskan bahwa pendapat yang menyatakan tangan kembali disedekapkan tidak memiliki dasar yang kuat.
Kesimpulan
Pendapat yang lebih kuat dalam mazhab Syafi’i adalah melepaskan tangan setelah i’tidal, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi, Imam Rafi’i, dan Imam Ibnu Hajar. Dalil-dalil yang mendukung pendapat ini lebih kuat dibandingkan pendapat yang menyatakan tangan kembali disedekapkan. Namun, karena ada perbedaan pandangan di kalangan ulama, umat Islam yang mengikuti pendapat menyedekapkan tangan kembali tetap dihormati selama memiliki dasar dari ulama yang diikuti.
Referensi :
إعانة الطالبين – (ج ١ / ص ١٣٥)
( قوله وردهما ) أي الكفين بعد رفعهما وقوله إلى تحت الصدر متعلق برد ( قوله أولى من إرسالهما إلخ ) أي لما في ذلك من زيادة الحركة قال في شرح الروض بل صرح البغوي بكراهة الإرسال لكنه محمول على من لم يأمن العبث وقوله ثم استئناق هو بالجر معطوف على إرسالهما .
1. I‘anah al-Thalibin (Jilid 1, Hal. 135)
(Ucapan “mengembalikan keduanya”) – maksudnya adalah kedua tangan setelah mengangkatnya.
(Ucapan “ke bawah dada”) – berkaitan dengan “mengembalikan” tangan.
(Ucapan “lebih utama daripada melepaskannya”) – karena dalam hal ini terdapat tambahan gerakan.
Dalam Syarh al-Raudh disebutkan bahwa al-Baghawi secara tegas menyatakan makruh melepaskan tangan, tetapi hal itu ditafsirkan bagi orang yang tidak dapat menghindari perbuatan sia-sia.
(Ucapan “kemudian istinaq”) – kata ini dalam bentuk jar, diathafkan pada “melepaskannya”.
تحفة المحتاج في شرح المنهاج – (ج ٢ / ص ٦٣-٦٧ )
( فَإِذَا انْتَصَبَ ) قَائِمًا أَرْسَلَ يَدَيْهِ وَمَا قِيلَ يَجْعَلُهُمَا تَحْتَ صَدْرِهِ كَالْقِيَامِ يَأْتِي قَرِيبًا رَدُّهُ
ﻭﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﺳﻦ ﺭﻓﻊ ﻳﺪﻳﻪ ﻓﻲ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻟﻘﻨﻮﺕ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﺑﻌﺪﻩ ﻟﻼﺗﺒﺎﻉ ﻭﺳﻨﺪﻩ ﺻﺤﻴﺢ ﺃﻭ ﺣﺴﻦ ﻭﻓﺎﺭﻕ ﻧﺤﻮ ﺩﻋﺎﺀ ﺍﻻﻓﺘﺘﺎﺡ ﻭﺍﻟﺘﺸﻬﺪ ﺑﺄﻥ ﻟﻴﺪﻳﻪ ﻭﻇﻴﻔﺔ ﺛﻢ ﻻ ﻫﻨﺎ. ﻭﻣﻨﻪ ﻳﻌﻠﻢ ﺭﺩ ﻣﺎ ﻗﻴﻞ : ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻓﻲ ﺍﻻﻋﺘﺪﺍﻝ ﺟﻌﻞ ﻳﺪﻳﻪ ﺗﺤﺖ ﺻﺪﺭﻩ ﻛﺎﻟﻘﻴﺎﻡ
“Ketika ia berdiri tegak, maka ia melepaskan kedua tangannya.”
Pendapat yang mengatakan bahwa ia meletakkan kedua tangannya di bawah dadanya seperti dalam keadaan berdiri akan segera dibantah.
Pendapat yang kuat adalah disunnahkan mengangkat tangan dalam semua bentuk qunut, shalat, dan salam setelahnya, karena adanya ittiba‘ (mengikuti sunnah Nabi) dan sanadnya shahih atau hasan.
Hal ini berbeda dengan doa istiftah dan tasyahhud karena tangan memiliki fungsi tertentu, sehingga tidak demikian.
Dari sini dapat dipahami bantahan terhadap pendapat yang menyatakan bahwa sunnah dalam i‘tidal adalah meletakkan tangan di bawah dada seperti dalam keadaan berdiri.
ﺭﻭﺿﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ – ﻣﺤﻴﻰ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ – ﺝ ١ – ﺍﻟﺼﻔﺤﺔ : ٣٥٧
ﻭﻳﺴﺘﺤﺐ ﻋﻨﺪ ﺍﻻﻋﺘﺪﺍﻝ، ﺭﻓﻊ ﺍﻟﻴﺪﻳﻦ ﺣﺬﻭ ﺍﻟﻤﻨﻜﺒﻴﻦ، ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﺗﻘﺪﻡ ﻣﻦ ﺻﻔﺔ ﺍﻟﺮﻓﻊ، ﻭﻳﻜﻮﻥ ﺍﺑﺘﺪﺍﺀ ﺭﻓﻌﻬﻤﺎ، ﻣﻊ ﺍﺑﺘﺪﺍﺀ ﺭﻓﻊ ﺍﻟﺮﺃﺱ. ﻓﺈﺫﺍ ﺍﻋﺘﺪﻝ ﻗﺎﺋﻤﺎ، ﺣﻄﻬﻤﺎ
3. Raudhah al-Talibin (Imam al-Nawawi, Jilid 1, Hal. 357)
Dianjurkan saat i‘tidal untuk mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu, sebagaimana telah dijelaskan tentang tata cara mengangkat tangan.
Mengangkat tangan dimulai bersamaan dengan mengangkat kepala.
Ketika telah berdiri tegak, maka ia menurunkan kedua tangannya
ﻓﺘﺢ ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ – ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ ﺍﻟﺮﺍﻓﻌﻲ – ﺝ ٣ – ﺍﻟﺼﻔﺤﺔ :٤٠٤ – ٤٠٣
ﻭﻳﺴﺘﺤﺐ ﻋﻨﺪ ﺍﻻﻋﺘﺪﺍﻝ ﺭﻓﻊ ﺍﻟﻴﺪﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺣﺬﻭ ﺍﻟﻤﻨﻜﺒﻴﻦ ﻓﺈﺫﺍ ﺍﻋﺘﺪﻝ ﻗﺎﺋﻤﺎ ﺣﻄﻬﻤﺎ
4. Fath al-‘Aziz (Abdul Karim al-Rafi‘i, Jilid 3, Hal. 403-404)
Dianjurkan saat i‘tidal untuk mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu.
Ketika telah berdiri tegak, maka ia menurunkan kedua tangannya
نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج (٤/ ٣٩٠)
( قَوْلُهُ : وَيَحُطُّ يَدَيْهِ ) أَيْ مِنْ الرَّفْعِ الْمُتَقَدِّمِ كَبَقِيَّتِهِ عِنْدَ تَكْبِيرَةِ الْإِحْرَامِ ، وَقَوْلُهُ بَعْدَ التَّكْبِيرِ تَحْتَ صَدْرِهِ : أَيْ فِي جَمْعِ الْقِيَامِ إلَى الرُّكُوعِ خَرَجَ بِهِ زَمَنُ الِاعْتِدَالِ فَلَا يَجْعَلُهُمَا تَحْتَ صَدْرِهِ بَلْ يُرْسِلُهُمَا سَوَاءٌ كَانَ فِي ذِكْرِ الِاعْتِدَالِ أَوْ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنْ الْقُنُوتِ كَمَا تَقَدَّمَتْ الْإِشَارَةُ إلَيْهِ فِي الِاعْتِدَالِ بَعْدَ قَوْلِ الْمَتْنِ فَإِذَا انْتَصَبَ إلَخْ
5. Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj (Jilid 4, Hal. 390)
(Ucapan: “dan ia menurunkan kedua tangannya”) – maksudnya dari angkatan sebelumnya, sebagaimana yang terjadi saat takbiratul ihram.
(Ucapan: “setelah takbir, di bawah dadanya”) – maksudnya dalam keadaan berdiri sebelum rukuk.
Hal ini tidak berlaku dalam posisi i‘tidal, sehingga ia tidak meletakkan kedua tangannya di bawah dada, tetapi melepaskannya, baik ketika sedang berdzikir dalam i‘tidal maupun setelah selesai dari qunut, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya dalam pembahasan i‘tidal setelah ucapan matan: “Ketika ia berdiri tegak
بشرى الكريم ج ١ ص ٧٤
٠(و)عند (الإعتدال) يرفع يديه ،والأكمل كونهما بهيئتهما في التحرم وكون الرفع مع ابتداء رفع رأسه إلى انتصابه ، فإذا انتصب قائما أرسل يديه ، وقيل جعلهما تحت صدره كالقيام٠
6. Busyra al-Karim (Jilid 1, Hal. 74)
Saat i‘tidal, ia mengangkat kedua tangannya, dan yang lebih sempurna adalah posisinya seperti saat takbiratul ihram, serta mengangkat tangan bersamaan dengan mengangkat kepala hingga berdiri tegak.
Ketika telah tegak berdiri, maka ia melepaskan kedua tangannya.
Sebagian pendapat menyatakan bahwa ia meletakkannya di bawah dada seperti dalam keadaan berdiri.
فتاوى الفقهية الكبرى ج١ص١٤٠
( وَسُئِلَ )
نَفَعَ اللَّهُ بِعُلُومِهِ وَمَتَّعَ بِوُجُودِهِ الْمُسْلِمِينَ هَلْ يَضَعُ الْمُصَلِّيْ يَدَيْهِ حِينَ يَأْتِيْ بِذِكْرِ اِلاعْتِدَالِ كَمَا يَضَعُهُمَا بَعْدَ التَّحَرُّمِ أَوْ يُرْسِلُهُمَا
( فَأَجَابَ )
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِقَوْلِهِ الَّذِي دَلَّ عَلَيْهِ كَلاَمُ النَّوَوِيِّ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ أَنَّهُ يَضَعُ يَدَيْهِ فِي اِلاعْتِدَالِ كَمَا يَضَعُهُمَا بَعْدَ التَّحَرُّمِ وَعَلَيْهِ جَرَيْتُ فِي شَرْحِيْ عَلَى اْلإِرْشَادِ وَغَيْرِهِ وَاَللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ اهـ
7. Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra (Jilid 1, Hal. 140)
Diajukan pertanyaan: Apakah seorang yang shalat meletakkan kedua tangannya ketika membaca dzikir dalam i‘tidal sebagaimana ia meletakkannya setelah takbiratul ihram, ataukah ia melepaskannya?
Maka dijawab: Pendapat yang ditunjukkan oleh ucapan Imam al-Nawawi dalam Syarh al-Muhadzdzab adalah bahwa ia meletakkan kedua tangannya saat i‘tidal sebagaimana ia meletakkannya setelah takbiratul ihram. Inilah yang saya ikuti dalam Syarh al-Irsyad dan lainnya. Dan Allah Subhanahu wa Ta‘ala lebih mengetahui kebenaran yang tepat.”.Wallahu a’lam bish-shawab