Hukum Penggunaan Semir dan Sampo Pewarna Rambut dalam Persefektif Fiqih
Assalamualaikum
Deskripsi Masalah
Tren perawatan rambut, termasuk semir dan penggunaan sampo pewarna rambut, semakin berkembang di kalangan generasi milenial, baik di kalangan pria maupun wanita. Berbagai alasan mendorong fenomena ini, mulai dari keinginan untuk mengikuti tren, perubahan penampilan, hingga upaya meningkatkan rasa percaya diri dan daya tarik. Selain itu, tren ini juga diterapkan oleh sebagian orang tua yang ingin menutupi uban sebagai akibat dari penuaan.
Namun, di balik praktik ini, muncul berbagai pertanyaan yang perlu dikaji lebih lanjut dari perspektif fiqih,sebagaimana berikut:
1. Bagaimana hukum menyemir rambut bagi laki-laki, baik yang masih muda maupun yang sudah tua?
2. Bagaimana hukum mengubah warna rambut dengan menggunakan sampo khusus pewarna rambut?
Hukum Menyemir Rambut dalam Pandangan Fiqih
Waalaikum salam.
Jawaban
1. Hukum Umum Menyemir Rambut bagi Laki-laki dan Perempuan
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menyemir rambut, dengan pertimbangan jenis warna yang digunakan serta tujuan di baliknya. Perbedaan ini merujuk pada berbagai dalil dari hadis dan pendapat para sahabat serta tabi’in:
Haram: Menyemir rambut dengan warna hitam jika tujuannya untuk menipu atau menutupi usia sebenarnya, kecuali dalam kondisi tertentu seperti dalam situasi perang untuk menunjukkan kesan kuat dan berwibawa di hadapan musuh.
Sunnah: Menggunakan pewarna rambut selain hitam seperti warna kuning, cokelat, merah, atau warna alami lainnya, yang tidak bertujuan untuk penipuan dan tidak melanggar syariat. Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah ﷺ:
“Ubah warna uban dan jangan menyerupai orang Yahudi dan Nasrani.”
Makruh: Tidak menyemir rambut jika di lingkungan tersebut menyemir rambut sudah menjadi kebiasaan baik yang diakui syariat, sehingga meninggalkannya dianggap kurang menjaga penampilan.
2. Hukum Menggunakan Sampo atau Produk Pewarna Rambut
Penggunaan sampo pewarna rambut pada dasarnya mengikuti hukum umum menyemir rambut di atas. Jika sampo tersebut digunakan untuk pewarnaan dengan tujuan yang dibolehkan, seperti menutupi uban atau untuk penampilan yang wajar dan tidak berlebihan, maka hukumnya diperbolehkan. Namun, jika digunakan untuk tujuan yang melanggar syariat, seperti menipu orang lain atau menyerupai kaum yang diharamkan untuk ditiru, maka hukumnya menjadi haram.
Dalil dan Pendapat Ulama
Dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah (hal. 277), dijelaskan bahwa perbedaan pendapat ulama mengenai pewarnaan rambut berfokus pada warna dan tujuannya.
Asy-Syaukani menukil pendapat Qadhi Iyadh, yang menyatakan bahwa sebagian sahabat dan tabi’in lebih mengutamakan tidak mewarnai uban sebagai bentuk ketundukan dan penerimaan terhadap ketentuan Allah. Namun, sebagian lain berpendapat bahwa mewarnai uban lebih utama untuk menyelisihi kebiasaan orang Yahudi dan Nasrani.
Rasulullah ﷺ sendiri menganjurkan pewarnaan uban dengan bahan seperti henna (pacar) dan katam, sebagaimana diriwayatkan dalam beberapa hadis sahih.
Kesimpulan:
Laki-laki dan Perempuan: Diperbolehkan menyemir rambut dengan warna selain hitam, dengan syarat tidak bertujuan menipu atau menyerupai golongan yang diharamkan.
Warna Hitam: Diharamkan kecuali dalam kondisi tertentu seperti perang.
Sampo Pewarna: Hukumnya sama dengan pewarna rambut biasa, bergantung pada warna dan tujuan penggunaannya.
Referensi:
Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Halaman 277
الموسوعة الفقهية الكويتية ص ٢٧٧
٥ – يَخْتَلِفُ حُكْمُ الْخِضَابِ تَبَعًا لِلَوْنِهِ، وَلِلْمُخْتَضِبِ، رَجُلاً كَانَ أَوِ امْرَأَةً. وَسَيَأْتِي.
الْمُفَاضَلَةُ بَيْنَ الاِخْتِضَابِ وَعَدَمِهِ:
٦ – نَقَل الشَّوْكَانِيُّ عَنِ الْقَاضِي عِيَاضٍ قَوْلَهُ (٢) : اخْتَلَفَ السَّلَفُ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ فِي الاِخْتِضَابِ، وَفِي جِنْسِهِ، فَقَال بَعْضُهُمْ: تَرْكُ الاِخْتِضَابِ أَفْضَل، اسْتِبْقَاءً لِلشَّيْبِ، وَرَوَى حَدِيثًا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي النَّهْيِ عَنْ تَغْيِيرِ الشَّيْبِ (٣) .
وَقَال بَعْضُهُمْ: الاِخْتِضَابُ أَفْضَل لِقَوْل رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيِّرُوا الشَّيْبَ، وَلاَ تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ (٤) . وَفِي رِوَايَةٍ زِيَادَةُ ” وَالنَّصَارَى (٥) “،وَلِقَوْلِهِ: إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ فَخَالِفُوهُمْ (١) فَهَذِهِ الأَْحَادِيثُ تَدُل عَلَى أَنَّ الْعِلَّةَ فِي الصِّبَاغِ وَتَغْيِيرِ الشَّيْبِ هِيَ مُخَالَفَةُ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى. وَبِهَذَا يَتَأَكَّدُ اسْتِحْبَابُ الاِخْتِضَابِ. وَقَدْ كَانَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَالِغُ فِي مُخَالَفَةِ أَهْل الْكِتَابِ وَيَأْمُرُ بِهَا.
وَاخْتَضَبَ جَمَاعَةٌ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ لِلأَْحَادِيثِ الْوَارِدَةِ فِي ذَلِكَ. ثُمَّ قَدْ كَانَ أَكْثَرُهُمْ يَخْتَضِبُ بِالصُّفْرَةِ، مِنْهُمُ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ، وَاخْتَضَبَ جَمَاعَةٌ مِنْهُمْ بِالْحِنَّاءِ وَالْكَتَمِ، وَبَعْضُهُمْ بِالزَّعْفَرَانِ، وَاخْتَضَبَ جَمَاعَةٌ بِالسَّوَادِ، مِنْهُمْ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ وَالْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ وَعُقْبَةُ بْنُ عَامِرٍ وَغَيْرُهُمْ.
وَنَقَل الشَّوْكَانِيُّ عَنِ الطَّبَرِيِّ قَوْلَهُ (٢) : الصَّوَابُ أَنَّ الأَْحَادِيثَ الْوَارِدَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتَغْيِيرِ الشَّيْبِ وَبِالنَّهْيِ عَنْهُ كُلُّهَا صَحِيحَةٌ، وَلَيْسَ فِيهَا تَنَاقُضٌ. بَل الأَْمْرُ بِالتَّغْيِيرِ لِمَنْ شَيْبُهُ كَشَيْبِ أَبِي قُحَافَةَ، وَالنَّهْيُ لِمَنْ لَهُ شَمَطٌ (٣) فَقَطْ، وَاخْتِلاَفُ السَّلَفِ فِي فِعْل الأَْمْرَيْنِ بِحَسَبِ اخْتِلاَفِ أَحْوَالِهِمْ فِي ذَلِكَ، مَعَ أَنَّ الأَْمْرَ وَالنَّهْيَ فِي ذَلِكَ لَيْسَ لِلْوُجُوبِ بِالإِْجْمَاعِ، وَلِهَذَا لَمْ يُنْكِرْ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ (٤) .
٧ – وَقَدْ جَاءَتْ أَحَادِيثُ فِي صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ تَدُل عَلَى اخْتِضَابِ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَاءَتْ أَحَادِيثُ تَنْفِي اخْتِضَابَهُ (١) ، فَمِنَ الأُْولَى: مَا وَرَدَ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَوْهَبٍ قَال: دَخَلْنَا عَلَى أُمِّ سَلَمَةَ فَأَخْرَجَتْ إِلَيْنَا مِنْ شَعْرِ رَسُول اللَّهِ فَإِذَا هُوَ مَخْضُوبٌ. (٢)
وَمِنْهَا مَا وَرَدَ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَصْبُغُ لِحْيَتَهُ بِالصُّفْرَةِ حَتَّى تَمْلأََ ثِيَابَهُ، فَقِيل لَهُ فِي ذَلِكَ، فَقَال: إِنِّي رَأَيْتُ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْبُغُ بِهَا، وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْهَا، وَكَانَ يَصْبُغُ بِهَا ثِيَابَهُ حَتَّى عِمَامَتَهُ (٣) .
وَمِنَ الثَّانِيَةِ قَوْل أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: مَا خَضَّبَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَّهُ لَمْ يَبْلُغْ مِنْهُ الشَّيْبُ إِلاَّ قَلِيلاً، وَلَوْ شِئْتُ أَنْ أَعُدَّ شَمَطَاتٍ كُنَّ فِي رَأْسِهِ لَفَعَلْتُ. (٤)
وَمِنْهَا قَوْل أَبِي جُحَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: رَأَيْتُ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ مِنْهُ بَيْضَاءُ يَعْنِي عَنْفَقَتَهُ (٥)
مَا غَيَّرْتُمْ بِهِ الشَّيْبَ الْحِنَّاءُ وَالْكَتَمُ (١) ، فَإِنَّهُ يَدُل عَلَى أَنَّ الْحِنَّاءَ وَالْكَتَمَ مِنْ أَحْسَنِ الصِّبَاغَاتِ الَّتِي يُغَيَّرُ بِهَا الشَّيْبُ. وَأَنَّ الصَّبْغَ غَيْرُ مَقْصُورٍ عَلَيْهِمَا، بَل يُشَارِكُهُمَا غَيْرُهُمَا مِنَ الصِّبَاغَاتِ فِي أَصْل الْحُسْنِ (٢) لِمَا وَرَدَ مِنْ حَدِيثِ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَال: اخْتَضَبَ أَبُو بَكْرٍ بِالْحِنَّاءِ وَالْكَتَمِ، وَاخْتَضَبَ عُمَرُ بِالْحِنَّاءِ بَحْتًا (٣) .
الاِخْتِضَابُ بِالْوَرْسِ وَالزَّعْفَرَانِ:
١٠ – الاِخْتِضَابُ بِالْوَرْسِ وَالزَّعْفَرَانِ يُشَارِكُ الاِخْتِضَابَ بِالْحِنَّاءِ وَالْكَتَمِ فِي أَصْل الاِسْتِحْبَابِ. وَقَدِ اخْتَضَبَ بِهِمَا جَمَاعَةٌ مِنَ الصَّحَابَةِ. رَوَى أَبُو مَالِكٍ الأَْشْجَعِيُّ، عَنْ أَبِيهِ، قَال: كَانَ خِضَابُنَا مَعَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَرْسَ وَالزَّعْفَرَانَ (٤) ، وَقَال الْحَكَمُ بْنُ عَمْرٍو الْغِفَارِيُّ: دَخَلْتُ أَنَا وَأَخِي رَافِعٌ عَلَى أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ عُمَرَ، وَأَنَا مَخْضُوبٌ بِالْحِنَّاءِ، وَأَخِي مَخْضُوبٌ بِالصُّفْرَةِ، فَقَال عُمَرُ: هَذَا خِضَابُ الإِْسْلاَمِ. وَقَال لأَِخِي رَافِعٍ: هَذَا خِضَابُ الإِْيمَانِ (٥) .
Ensiklopedia Fiqih Kuwait, Halaman 277
5 – Hukum Menggunakan Pewarna Rambut Ulama berbeda pendapat Berdasarkan Warnanya dan Penggunanya, Baik Laki-Laki maupun Perempuan. Berikut Penjelasannya.
Keutamaan antara Menggunakan Pewarna Rambut dan Tidak Menggunakannya:
6 – Asy-Syaukani menukil perkataan Qadhi Iyadh: Para salaf dari kalangan sahabat dan tabi’in berbeda pendapat tentang menggunakan pewarna rambut dan sejenisnya ( seperti; pacar , katam, za’faran ataupun sampo dll.)
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa meninggalkan pewarna rambut lebih utama sebagai bentuk menjaga uban. Mereka meriwayatkan hadis dari Nabi ﷺ yang melarang mengubah warna uban.
Sebagian lainnya berpendapat bahwa mewarnai rambut lebih utama berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ:
“Ubah warna uban dan janganlah kalian menyerupai orang Yahudi.”
Dalam riwayat lain ditambahkan, “dan Nasrani.”
Dalam sabda lain disebutkan:
“Sesungguhnya orang Yahudi dan Nasrani tidak mewarnai rambut mereka, maka selisihilah mereka.”
Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa alasan pewarnaan rambut dan mengubah uban adalah untuk menyelisihi Yahudi dan Nasrani. Oleh karena itu, sunnah pewarnaan rambut semakin ditekankan. Rasulullah ﷺ sangat menekankan perintah untuk menyelisihi Ahlul Kitab dan beliau memerintahkannya.
Sejumlah sahabat, tabi’in, dan generasi setelahnya menggunakan pewarna rambut karena adanya hadis-hadis yang menganjurkan hal tersebut. Kebanyakan dari mereka menggunakan warna kuning, di antaranya adalah Ibnu Umar dan Abu Hurairah. Sebagian lainnya menggunakan henna (pacar) dan katam. Sebagian lainnya menggunakan za’faran. Ada pula yang mewarnai dengan warna hitam, di antaranya adalah Utsman bin Affan, Hasan, Husein, Uqbah bin Amir, dan lainnya.
Asy-Syaukani juga menukil dari At-Thabari:
“Yang benar adalah bahwa hadis-hadis tentang perintah mengubah uban dan larangan melakukannya semuanya sahih dan tidak saling bertentangan. Perintah untuk mengubah uban berlaku bagi mereka yang ubannya sudah menyeluruh seperti uban Abu Quhafah, sedangkan larangan berlaku bagi yang hanya memiliki beberapa helai uban. Perbedaan para salaf dalam mengamalkan dua hadis tersebut bergantung pada kondisi mereka masing-masing. Selain itu, perintah dan larangan dalam masalah ini tidak bersifat wajib menurut kesepakatan ulama. Oleh karena itu, sebagian mereka tidak mengingkari sebagian lainnya.”
7 – Dalam Shahih Al-Bukhari, terdapat hadis yang menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ mewarnai rambutnya, dan ada pula hadis yang menafikan hal tersebut.
Di antara hadis yang menunjukkan bahwa beliau mewarnai rambutnya:
Hadis dari Utsman bin Abdullah bin Mauhab, ia berkata: “Kami masuk ke rumah Ummu Salamah, lalu beliau mengeluarkan rambut Rasulullah ﷺ. Ternyata rambut itu diwarnai.”
Hadis dari Ibnu Umar, ia berkata: “Aku melihat Rasulullah ﷺ mewarnai rambut dengan warna kuning, dan beliau sangat menyukainya. Beliau juga mewarnai pakaian dan serbannya dengan warna tersebut.”
Sedangkan hadis yang menafikan pewarnaan rambut beliau:
Hadis dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah ﷺ tidak mewarnai rambutnya, dan uban beliau hanya sedikit. Jika aku mau menghitung helai uban beliau, aku bisa melakukannya.”
Hadis dari Abu Juhaifah, ia berkata: “Aku melihat Rasulullah ﷺ, dan di bagian dagunya terdapat rambut putih (uban).”
8 – Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa henna (pacar) dan katam adalah pewarna terbaik untuk mengubah uban. Namun, pewarnaan tidak terbatas hanya pada keduanya, tetapi juga dapat menggunakan pewarna lain yang memiliki keindahan serupa.
Hal ini diperkuat oleh hadis dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Abu Bakar mewarnai rambut dengan henna dan katam, sedangkan Umar hanya dengan henna murni.”
Pewarnaan dengan Wars dan Za’faran:
9 – Pewarnaan dengan wars dan za’faran memiliki kesamaan dalam keutamaan seperti pewarnaan dengan henna dan katam. Sejumlah sahabat menggunakan pewarna ini.
Diriwayatkan oleh Abu Malik Al-Asyja’i dari ayahnya, ia berkata:
“Pewarna rambut kami bersama Rasulullah ﷺ adalah wars dan za’faran.”
Al-Hakam bin Amr Al-Ghifari berkata: “Aku dan saudaraku Rafi’ datang kepada Amirul Mukminin Umar, aku mewarnai rambut dengan henna, sedangkan saudaraku dengan warna kuning. Umar berkata kepadaku: ‘Ini adalah pewarna Islam.’ Dan kepada saudaraku: ‘Ini adalah pewarna iman.'”
Syekh Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha, dan Ali asy-Syarbaji dalam kitabnya mengatakan, bahwa haram bagi laki-laki dan wanita untuk menyemir rambutnya menggunakan warna hitam, dan sunnah menggunakan warna yang lain, seperti kuning, merah, dan lainnya,
الفقه المنهجي في مذهب الإمام الشافعي ص٩٩
[٣ – تحريم الخضاب بالسواد]
يحرم صبغ شعر الرأس واللحية بالسواد للرجال والنساء. ويستحب خضاب الشيب، وصبغ الشعر بغير السواد للرجال والنساء، بصفرة، أو حمرة.
ودليل ذلك ما رواه مسلم في [اللباس والزينة – باب – استحباب خضاب الشيب بصفرة أو حمرة، وتحريمه بالسواد، رقم ٢١٠٢] وغيره عن جابر – رضي الله عنه -، قال: أتي بأبي قحافة يوم الفتح، ورأسه ولحيته كالثغامة بياضاً، فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ” غيروا هذا بشيء واجتنبوا السواد”.
[الثغامة: نبت له زهر أبيض، شبه بياض الشيب به.
أبو قحافة: والد أبي بكر الصديق رضي الله عنهما، واسمه عثمان أسلم عام الفتح].
وروى الترمذي في [اللباس -باب – ما جاء في الخضاب، رقم: ١٧٥٢] عن أبي هريرة – رضي الله عنه -، قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم -: ” غيروا الشيب، ولا تشبهوا باليهود”.
وروى البخاري في [اللباس – باب – الخضاب، رقم: ٥٥٥٩] ومسلم في [اللباس والزينة -باب – في مخالفة اليهود في الصبغ، رقم: ٢١٠٣]
عن أبي هريرة – رضي الله عنه -، أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: ” إن اليهود والنصارى لا يصبغون فخالفوهم”.
[الخضاب: الصبغ].
[حكمة تحريم الخضاب بالسواد:]
ولعل الحكمة من تحريم الصبغ بالسواد إنما تعود لِما في الخضاب به من التزوير، وتغيير الواقع، فإن السواد يجعل من الكبير صغيراً، ومن المسنّة شابة، في أعين الناس، فيظنون أمرهما على خلاف ما هو عليه في الواقع.
أما ما عدا السواد، فقد لا يصل إلى هذا الحد من التغير، والتغرير، والتزوير.
ونقول بعد هذا: إن عامة هذه الموضوعات، إنما تقوم أحكامها على محض التعبد، وعلى الامتثال، والاختبار الخالصين.
Haram Mewarnai Rambut dengan Warna Hitam
Diharamkan mewarnai rambut kepala dan jenggot dengan warna hitam bagi laki-laki dan perempuan. Namun, disunnahkan mewarnai uban serta mewarnai rambut dengan selain warna hitam, seperti kuning atau merah, bagi laki-laki dan perempuan.
Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dalam [Kitab Al-Libas wa Al-Zinah – Bab: Dianjurkannya Mewarnai Uban dengan Warna Kuning atau Merah dan Diharamkannya dengan Warna Hitam, No. 2102] dan selainnya, dari Jabir -raḍiyallāhu ‘anhu-, ia berkata:
“Pada hari penaklukan Makkah, Abu Quhafah dibawa, sementara rambut kepala dan jenggotnya memutih seperti bunga tsughamah. Maka Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda: ‘Ubahlah warna ini dengan sesuatu, tetapi jauhilah warna hitam.'”
[Tsughamah: Tumbuhan yang memiliki bunga berwarna putih, diibaratkan dengan putihnya uban.
Abu Quhafah: Ayah Abu Bakar As-Shiddiq -raḍiyallāhu ‘anhumā-, bernama Utsman, masuk Islam pada tahun penaklukan Makkah].
At-Tirmidzi meriwayatkan dalam [Kitab Al-Libas – Bab: Hadis tentang Mewarnai Rambut, No. 1752] dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu ‘anhu-, ia berkata:
“Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda: ‘Ubahlah warna uban dan jangan menyerupai orang Yahudi.'”
Al-Bukhari meriwayatkan dalam [Kitab Al-Libas – Bab: Mewarnai Rambut, No. 5559] dan Muslim dalam [Kitab Al-Libas wa Al-Zinah – Bab: Menyelisihi Orang Yahudi dalam Mewarnai Rambut, No. 2103] dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu ‘anhu-, bahwa Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
“Sesungguhnya orang Yahudi dan Nasrani tidak mewarnai rambut mereka, maka selisihilah mereka.”
[Al-Khidhab: Pewarnaan rambut].
[Hikmah Diharamkannya Mewarnai Rambut dengan Hitam:]
Hikmah diharamkannya mewarnai rambut dengan warna hitam mungkin karena adanya unsur penipuan dan perubahan realitas. Sebab, warna hitam dapat membuat orang tua tampak muda, dan perempuan lanjut usia tampak seperti gadis muda di mata orang lain, sehingga orang-orang mengira sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataannya.
Adapun selain warna hitam, umumnya tidak sampai pada tingkat perubahan, penipuan, dan pemalsuan seperti itu.
Akhirnya, dapat dikatakan bahwa hukum dalam masalah ini sebagian besar berdiri di atas dasar ketaatan, kepatuhan, dan ujian yang murni.
Penjelasan
“Diharamkan menyemir rambut dan jenggot dengan (semir) hitam bagi laki-laki dan perempuan. Dan, sunnah menyemir rambut dengan selain warna hitam bagi laki-laki dan perempuan, seperti warna kuning, atau warna merekah.” (Musthafa al-Khin, dkk, Fiqhu al-Manhaji ‘ala Mazhabil Imam asy-Syafi’i, [Damaskus, Darul Qalam: 1992], juz III, halaman 99).
Larangan menyemir rambut menggunakan warna hitam dan anjuran menggunakan warna lain sebagaimana penjelasan di atas, berdasarkan salah satu hadits Rasulullah setelah peristiwa Fathu Makkah. Saat itu, ia menyuruh sahabat Abu Quhafah untuk merubah warna rambutnya dengan selain warna hitam. Dalam sebuah hadits disebutkan:
أُتِىَ بِأَبِى قُحَافَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ كَالثَّغَامَةِ بَيَاضًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّه: غَيِّرُوا هَذَا بِشَىْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ
Artinya, “Suatu hari ketika Fathu Makkah, Abu Quhafah dipanggil oleh Rasulullah. Saat itu, rambut kepala dan jenggotnya berwarna putih seperti merpati. Kemudian Rasulullah bersabda: ‘Ubahlah warna ubanmu ini, namun jangan gunakan warna hitam.” (HR Jabir).
Ragam Pendapat Ulama
Imam Abu Zakaria Muhyiddin an-Nawawi (wafat 676 H) dalam salah satu kitabnya mengutip beberapa pendapat para ulama dalam mengomentari hadits di atas, yaitu: (1) kalangan mazhab Syafi’iyah (Ashabuna) menganjurkan laki-laki untuk mewarnai rambut dengan warna kuning atau merah, dan haram menggunakan warna hitam, dan ini merupakan pendapat paling sahih (ashah) dalam mazhab Syafi’i; (2) menurut suatu pendapat (qil), mewarnai rambut dengan warna hitam hukumnya makruh tanzih (tidak berdosa jika dilakukan).
Selain itu, ada beberapa sahabat dan kalangan tabi’in yang menilai bahwa tidak mewarnai rambut lebih baik, pendapat ini diprakarsai oleh Imam al-Qadhi, karena menurutnya, sekalipun terdapat hadits yang menganjurkan kepada Abu Quhafah untuk mewarnai rambut, Rasulullah sendiri tidak mewarnai rambutnya.
Oleh karena itu, ia mengatakan:
تَرْكُ الخّضَابِ أَفْضَلُ
Artinya, “Tidak mewarnai rambut lebih baik.”
Namun demikian, ada juga sahabat dan kalangan tabi’in yang menilai bahwa mewarnai rambut lebih baik, bahkan beberapa figure saat itu memilih mewarnai rambut karena adanya hadits di atas, di antaranya adalah Umar bin Khattab, Abu Hurairah, Uqbah bin Amir, Ibnu Sirin, Abu Bardah, dan beberapa figure lainnya. (Imam Nawawi, Syarhun Nawawi ‘alal Muslim, [Beirut, Darul Ihya’: 1392], juz 14, halaman 80).
Jika ditanya, “Lebih baik ikut yang mana? Dan bagaimana pengaplikasian hukum yang tepat dalam konteks saat ini?”
Dua pendapat dan komentar para ulama di atas pada hakikatnya sama-sama dalam konteks ijtihad dalam menyimpulkan hukum dari hadist perihal mewarnai rambut tersebut. Jika benar, maka mendapatkan dua pahala, dan jika salah maka mendapatkan satu pahala.
Hanya saja, Imam Nawawi menyebutkan bahwa dalam konteks mewarnai rambut, para ulama mempertimbangkan keadaan dan posisinya masing-masing. Dalam kitabnya disebutkan:
وَاخْتِلَافُ السَّلَفِ فِى فِعْلِ الْأَمْرَيْنِ بِحَسَبِ اخْتِلَافِ أَحْوَالِهِمْ فِى ذَلِكَ مَعَ أَنَّ الْأَمْرَ وَالنَّهْىَ لَيْسَ لِلْوُجُوْبِ بِالْاِجْمَاعِ
Artinya, “Perbedaan ulama salaf dalam melakukan dua hal tersebut (mewarnai dan tidak), tergantung perbedaan keadaan mereka. Sebab, perintah (baca: anjuran) dan larangannya tidak menunjukkan wajib secara konsensus.” (Imam Nawawi, 14/80)
Maksud dari perbedaan keadaan dalam penjelasan di atas adalah, jika seseorang hidup di tempat yang mayoritas penduduknya menyemir rambut, maka hukum menyemir di tempat tersebut dianjurkan, dan makruh jika tidak melakukannya karena telah melanggar dari adat. Dan, jika mayoritas penduduknya tidak menyemir rambut, maka sunnah untuk tidak menyemirnya dan makruh jika melakukannya.
Hikmah Diharamkannya Warna Hitam
Syekh Musthafa al-Khin, dkk, dalam kitabnya menjelaskan hikmah diharamkannya menyemir rambut dengan warna hitam. Menurutnya, menyemir rambut dengan warna tersebut merupakan penipuan, da nada unsur merubah kenyataan. Sebab, warna hitam akan menjadikan orang yang sudah tua terlihat muda, yang lanjut usia juga terlihat muda dalam pandangan manusia. (Musthafa al-Khin, Maksud dari perbedaan keadaan dalam penjelasan di atas adalah, jika seseorang hidup di tempat yang mayoritas penduduknya menyemir rambut, maka hukum menyemir di tempat tersebut dianjurkan, dan makruh jika tidak melakukannya karena telah melanggar dari adat. Dan, jika mayoritas penduduknya tidak menyemir rambut, maka sunnah untuk tidak menyemirnya dan makruh jika melakukannya.
Hikmah Diharamkannya Warna Hitam
Syekh Musthafa al-Khin, dkk, dalam kitabnya menjelaskan hikmah diharamkannya menyemir rambut dengan warna hitam. Menurutnya, menyemir rambut dengan warna tersebut merupakan penipuan, da nada unsur merubah kenyataan. Sebab, warna hitam akan menjadikan orang yang sudah tua terlihat muda, yang lanjut usia juga terlihat muda dalam pandangan manusia. (Musthafa al-Khin, dkk, 3/100).
, 3/100). Wallahu A’lam bish-shawab