DEWAN PIMPINAN PUSAT
IKATAN ALUMNI BATA-BATA

DPP IKABA

DEWAN PIMPINAN PUSAT IKATAN ALUMNI BATA-BATA

Kategori
Bahtsul Masail Thoharoh

HUKUM PENGGUNAAN AIR ZAMZAM UNTUK BERSUCI DAN MENCUCIKAN NAJIS MENURUT MADZHAB YANG EMPAT

Hukum Penggunaan Air Zamzam untuk bersuci dan Menyucikan Najis Menurut Madzhab yang Empat.

Pendahuluan Masalah

Islam memberikan panduan rinci terkait kesucian, termasuk cara membersihkan najis yang berbeda-beda tingkatannya. Salah satu najis yang membutuhkan perlakuan khusus adalah najis mughaladhah, seperti najis yang berasal dari anjing. Rasulullah ﷺ menetapkan bahwa cara menyucikan najis ini adalah dengan mencucinya sebanyak tujuh kali, dan salah satunya harus menggunakan campuran air dan debu.Sebagaimana telah  ditegaskan dalam hadits:
Di sisi lain, air Zamzam memiliki kedudukan istimewa dalam syariat Islam. Air ini dipandang diberkahi, serta sering digunakan untuk  diminum untuk tujuan pengobatan, atau memohon keberkahan.

Namun, keutamaan spiritual air Zamzam seringkali menimbulkan pertanyaan yaitu:

1. Apakah air Zamzam boleh digunakan untuk bersuci dan menyucikan najis mughaladhah?

2. Jika boleh, apakah prosedur penyucian tetap harus mengikuti aturan mencuci tujuh kali, salah satunya dengan campuran debu?

Waalaikum salam

Jawaban

1. Hukum Penggunaan Air Zamzam untuk Menghilangkan Najis

Para fuqaha’ berbeda pendapat tentang penggunaan air Zamzam untuk bersuci. Pendapat mereka terbagi menjadi tiga:

Pendapat Pertama
Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, sebagian Malikiyah, dan satu riwayat dari Imam Ahmad berpendapat:

Diperbolehkan menggunakan air Zamzam untuk bersuci dari hadats.

Namun, dimakruhkan untuk menghilangkan najis, sebagai bentuk penghormatan terhadap air Zamzam.

Pendapat Kedua
Mayoritas ulama Malikiyah memperbolehkan penggunaan air Zamzam untuk segala jenis bersuci, baik dari hadats maupun untuk menghilangkan najis, tanpa larangan.

Pendapat Ketiga
Riwayat lain dari Imam Ahmad menyatakan:

Dimakruhkan secara mutlak menggunakan air Zamzam untuk bersuci, baik dari hadats maupun untuk menghilangkan najis.

Berdasarkan riwayat dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu:

“Saya tidak menghalalkan air Zamzam untuk orang yang mandi (menggunakannya di masjid), tetapi untuk orang yang minum atau berwudhu, hal itu diperbolehkan.”

2. Aturan Tujuh Kali Cucian dan Campuran Debu

Jika penggunaan air Zamzam diperbolehkan untuk menghilangkan najis mughaladhah, maka aturan mencuci najis ini tetap merujuk pada hadits Nabi SAW:

“Jika anjing menjilat bejana salah seorang dari kalian, maka cucilah bejana itu sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan debu.” (HR. Muslim, no. 279)

Kesimpulan Akhir

1. Para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan air Zamzam untuk menghilangkan najis:

Mayoritas ulama membolehkan, tetapi sebagian memakruhkan demi menghormati keutamaan air Zamzam.

Malikiyah secara umum memperbolehkan tanpa larangan.

Riwayat lain dari Imam Ahmad menyatakan larangan mutlak.

2. Jika digunakan untuk menghilangkan najis mughaladhah, tetap harus mengikuti aturan syariat, yaitu mencuci tujuh kali, dan salah satu cucian menggunakan campuran air dan debu, sesuai hadits Nabi SAW.

Referensi:

الموسوعة الفقهية الكويتية جزء ٤١ ص ٣٣١
ماء زمزم :`إختلف الفقهاء في حكم استعمال ماء زمزم في الطهارة من الحدث أو إزالة النجس على ثلاثة أقوال :`
القول الأول : ذهب الحنفية والشافعية وأحمد في رواية وابن شعبان من المالكية إلى `جواز استعمال ماء زمزم من غير كراهة في إزالة الأحداث، أما في إزالة الأنجاس فيكره تشريفا له وإكراما`

الثاني : ذهب المالكية إلى جواز استعمال ماء زمزم من غير كراهة مطلقا , أي سواء أكان الاستعمال في الطهارة من الحدث أم في إزالة النجس.

القول الثالث : ذهب أحمد في رواية إلى كراهة استعماله مطلقا أي في إزالة الحدث والنجس لقول ابن عباس رضي الله عنه : لا أحلها لمغتسل يغتسل في المسجد وهي لشارب ومتوضئ حل وبل

Referensi:

المجموع شرح المهذب جزء ١ص ١٣٦
`وأما زمزم فمذهب الجمهور كمذهبنا أنه لا يكره الوضوء والغسل به` وعن أحمد رواية بكراهته لأنه جاء عن العباس رضي الله عنه أنه قال وهو عند زمزم لا أحله لمغتسل وهو لشارب حل وبل

Referensi:

  • قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
    إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا، أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *